4. Peraturan Perundang-Undangan Lain
Di samping ketiga peraturan di atas, asuransi juga diatur dalam beberapa perauran perundang-undangan lainnya, antara lain yaitu:
a Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian
b Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 1988 Tentang Usaha di Bidang
Asuransi Kerugian. c
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1249 Tahun 1988 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Usaha di Bidang Asuransi Kerugian.
d Keputusan Menteri Keuangan Nomor
423 Tahun 2003 Tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
e Keputusan Menteri Keuangan Nomor
425 Tahun 2003 Tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
f Keputusan Menteri Keuangan Nomor
426 Tahun 2003 Tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
C. Subjek dan Objek Asuransi
1.
Subjek Asuransi
Untuk mengetahui subjek hukum asuransi atau pihak-pihak yang terlibat dalam asuransi, maka perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari subjek
hukum itu sendiri sebab asuransi juga sama halnya dengan perjanjian lainnya
Universitas Sumatera Utara
dimana salah satu sahnya perjanjian tersebut harus dibuat oleh pihak–pihak yang memenuhi kriteria sebagai subjek hukum yaitu cakap hukum.
Subjek hukum itu sendiri adalah segala sesuatu pendukung hak dan kewajiban yang terdiri dari manusia dan badan hukum. Jadi, setiap subjek hukum
mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum, salah satunya ialah mengadakan perjanjian. Pada dasarnya, manusia dikatakan sebagai subjek
hukum pada saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Bahkan seorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya dapat dikatakan
sebagai subjek hukum bilamana kepentingannya mengkehendaki.
20
Walaupun menurut hukum, setiap orang tiada terkecuali dapat memiliki hak-hak, akan tetapi di dalam hukum tidaklah semua orang diperbolehkan
bertindak sendiri di dalam melaksanakan hak-haknya itu. Ada beberapa golongan orang yang oleh hukum telah dinyatakan “tidak cakap” atau “kurang cakap” untuk
bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka disebut handelingsonbekwaam, tetapi mereka harus diwakili atau dibantu orang lain.
21
a. Orang yang masih di bawah umur belum dewasa atau belum mencapai
usia 21 tahun. Mereka yang oleh hukum dinyatakan tidak cakap hukum atau tidak cakap
bertindak di dalam hukum yaitu:
b. Orang yang tidak sehat pikirannya, pemabuk dan pemboros yaitu mereka
yang berada di bawah pengampuan.
20
Lihat Pasal 2 KUHPerdata
21
C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Cetakan ke-12, Jakarta, 2002, hlm 118.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pasal 246 KUHD, salah satu unsur asuransi yang termuat dalam definisi asuransi yaitu adanya subjek asuransi. Adapun pihak-pihak yang
berkedudukan sebagai subjek asuransi yang dimaksud dalam Pasal 246 KUHD tersebut, antara lain yaitu:
a. Pihak Tertanggung
Pihak Tertanggung sebagai orang–orang yang berkepentingan mengadakan perjanjian asuransi adalah sebagai pihak yang berkewajiban
untuk membayar premi kepada penanggung, sekaligus atau berangsur– angsur, dengan tujuan akan mendapat penggantian atas kerugian yang
mungkin akan dideritanya akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi.
b. Pihak Penanggung
Pihak Penanggung adalah pihak terhadapnya resiko tersebut dialihkan, yang seharusnya dipikul sendiri oleh tertanggung karena menderita suatu
kerugian atas suatu peristiwa yang tidak tentu. Resiko ini hanya dialihkan kepada penanggung bila adanya premi yang diberikan oleh tertanggung.
Jadi, dengan adanya premi ini, pihak penanggung mengikatkan dirinya untu menanggung resiko yang seharusnya ditanggung oleh pihak
tertanggung. Namun, dari defenisi asuransi yang diberikan oleh KUHD dan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992, terdapat perbedaan yaitu KUHD menyebutkan bahwa asuransi hanyalah melibatkan 2 pihak saja yaitu penanggung perusahaan
asuransi dan juga pihak tertanggung yang membayar premi asuransi.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 menyebutkan bahwa perjanjian asuransi tidak hanya melibatkan 2 pihak saja penanggung dan tertangung tetapi
juga melibatkan pihak ketiga dalam hal pertanggungjawaban hukum. Lebih lanjut dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1992 disebutkan bahwa usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk:
a. Perusahaan Perseroan Persero
b. Koperasi
c. Perseroan Terbatas PT
d. Usaha Bersama Mutual
Dengan kata lain, bahwa penanggung harus berstatus badan hukum yang berbentuk Perusahaan Perseroan Persero, Koperasi, Perseroan Terbatas PT
atau Usaha Bersama Mutual. Sedangkan tertanggung dapat berstatus perseorangan, persekutuan atau badan hukum, baik sebagai perusahaan maupun
bukan perusahaan. Tertanggung berstatus sebagai pemilik atau pihak yang berkepentingan atas harta benda yang diasuransikan.
2. Objek Asuransi
Benda asuransi adalah benda yang menjadi objek perjanjian asuransi object of insurance. Benda asuransi adalah harta kekayaan yang mepunyai nilai
ekonomi, yang dapat dihargai dengan sejumlah uang. Benda asuransi selalu berwujud, misalnya gedung pertokoan, rumah, kapal. Benda asuransi selalu
diancam bahaya atau peristwa yang terjadinya itu tidak pasti. Ancaman bahaya itu
Universitas Sumatera Utara
mungkin terjadi yang mengakibatkan benda asuransi dapat rusak, hilang, musnah atau berkurang nilainya.
22
22
Abdulkadir Muhammad, op.cit, hlm 87.
Objek asuransi diatur dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Undang-undang ini menyebutkan bahwa objek asuransi adalah benda
dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum serta semua kepentingan lainnnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa objek asuransi tidak selamanya harus berwujud, tetapi ada juga objek asuransi jumlah yang bukan
berupa benda melainkan jiwa atau raga manusia yang terancam peristiwa penyebab kematian atau kecelakaan.
Objek asuransi jumlah tersebut tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi sejumlah uang diberikan oleh penanggung sebagai santunan apabila peristiwa
yang mengancam jiwa dan raga tertanggung terjadi. Penetapan sejumlah uang santunan tersebut hanya untuk tujuan praktis, yaitu untuk memudahkan
perhitungan pembayaran santunan yang jumlahnya sudah diatur sebelumnya dalam perjanjian asuransi tersebut ataupun dalam undang-undang.
Objek asuransi dikenal pula dengan sebutan “kepentingan”. Kepentingan merupakan unsur penting dalam perjanjian asuransi sesuai dengan yang telah
diatur dalam Pasal 250 KUHD, dimana disebutkan bahwa apabila pada waktu diadakannya pertanggungan, seorang tertanggung tidak mempunyai suatu
kepentingan atas benda yang dipertanggungkan itu, maka penanggung tidak berkewajiban memberi ganti rugi.
Universitas Sumatera Utara
Mengingat pentingnya unsur kepentingan sebagai objek dalam suatu perjanjian asuransi, maka dalam Pasal 268 KUHD juga mengatur mengenai
kriteria dari kepentingan dalam suatu perjanjian asuransi, Kriteria tersebut antara lain:
a. Harus ada dalam setiap asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
250; b.
Harus dapat dinilai dengan uang; c.
Harus diancam oleh bahaya; d.
Harus tidak dikecualikan oleh undang-undang, artinya tidak bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan.
Tidak adanya kepentingan dapat mengakibatkan tertanggung tidak berhak menuntut penanggung atas pembayaran ganti rugi apabila peristiwa yang
diperjanjikan terjadi, walaupun tertanggung telah membayar premi kepada penanggung. Dengan kata lain, setiap asuransi yang diadakan tanpa adanya
kepentingan tertanggung dianggap tidak pernah ada sehingga tidak ada hak dan kewajiban yang ditimbulkan oleh asuransi tersebut.
D. Tujuan, Fungsi dan Sifat Asuransi