usaha jasa penilaian kerugian atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada objek asuransi kerugian.
d. Usaha Konsultan Aktuaria yang memberikan jasa konsultasi aktuaria.
Perusahaan Konsultan Aktuaria hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa di bidang aktuaria.
e. Usaha Agen Asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam
rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama tertanggung. Perusahaan Agen Asuransi hanya dapat memberikan jasa pemasaran
asuransi bagi satu perusahaan asuransi yang memiliki izin usaha dari Menteri.
F. Berakhirnya Asuransi
Sebelum membahas mengenai berakhirnya asuransi, dimana yang dimaksud oleh penulis adalah suatu perjanjian asuransi, maka ada baiknya penulis
membahas mengenai terjadinya perjanjian asuransi terlebih dahulu. Sebagaimana kita ketahui bahwa setelah perjanjian asuransi dibuat oleh pihak tertanggung
dengan pihak penanggung, maka perjanjian itu otomatis mengikat kedua belah pihak. Mengenai terjadinya asuransi kita dapat mempelajarinya melalui 2 dua
teori perjanjian yang terkenal dalam ilmu hukum. Kedua teori perjanjian tersebut antara lain, yaitu :
1. Teori Tawar-Menawar Bargaining Theory
Menurut teori ini, setiap perjanjian hanya akan terjadi antara kedua pihak apabila penawaran offer dari pihak yang satu dihadapkan dengan penerimaan
acceptance oleh pihak lainnya dan sebaliknya. Ketika ada kecocokan atau
Universitas Sumatera Utara
kesesuaian antara penawaran dengan penerimaan di antara para pihak maka diharapkan akan menciptakan kesepakatan kedua belah pihak untuk mengadakan
perjanjian. Keunggulan teori ini adalah kepastian hukum yang diciptakan berdasarkan
kesepakatan yang dicapai oleh kedua belah pihak, dimana dalam asuransi kedua belah pihak yaitu penanggung dan tertanggung. Sedangkan kelemahan dari teori
ini adalah adanya ketimpangan kedudukan, dimana penanggung selalu berkedudukan lebih kuat daripada tertanggung karena penanggung lebih
mengetahui mengenai resiko dan kerugian akibat peristiwa tidak pasti evenemen yang mungkin terjadi.
Meskipun penawaran dan penerimaan dalam suatu perjanjian tidak diatur secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, tetapi kesepakatan
yang merupakan hasil dari tawar-menawar tersebut ada diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata sebagai salah satu syarat sah perjanjian. Sehingga unsur tawar-
menawar dalam teori ini dapat diterima sebagai faktor terjadinya suatu perjanjian termasuk juga perjanjian asuransi.
2. Teori Penerimaan Acceptance Theory
Menurut teori penerimaan, terjadinya perjanjian bergantung pada kondisi konkret yang dibuktikan oleh perbuatan nyata menerima atau dokumen
perbuatan hukum bukti menerima. Melalui perbuatan nyata atau dokumen perbuatan hukum, baru dapat diketahui saat terjadinya perjanjian, yaitu tempat,
hari, dan tanggal penerimaan itu dilakukan atau dokumen sebagai bukti penerimaan itu ditandatangani oleh para pihak.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan mengikat para pihak pada saat penawaran penanggung sungguh-sungguh diterima oleh
tertanggung. Sungguh-sungguh diterima artinya tertanggung menerima keseluruhan penawaran tertulis dari penanggung walaupun ia belum membaca
atau mengerti isi dari penawaran tersebut dan penerimaan itu dibuktikan oleh tindakan nyata tertanggung, biasanya dengan menandatangani suatu pernyataan
yang telah disediakan oleh penanggung yang disebut nota persetujuan cover note. Kemudian berdasarkan nota persetujuan tersebut, penanggung membuat
suatu akta perjanjian asuransi yang disebut polis asuransi. Keunggulan teori ini adalah saat terjadi dan mengikatnya perjanjian bagi
para pihak dapat diketahui dengan jelas dan pasti sehingga mulai dipenuhinya kewajiban dan akibat hukumnya dapat dipastikan. Sedangkan kelemahan teori ini
yaitu, setelah pihak tertanggung menyatakan penerimaan dan menandatangani nota persetujuan tersebut maka ia wajib menerima segala konsekuensi yuridis
yang tertera dalam nota tersebut meskipun tertanggung sendiri tidak memahami isinya.
Berdasarkan kedua teori di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi sudah terjadi sejak tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, bahkan
sebelum polisnya ditandatangani.
28
28
Lihat Pasal 257 KUHD
Hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung timbul sejak kesepakatan berdasarkan nota persetujuan. Meskipun
demikian, keberadaan polis sangat penting yaitu sebagai alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi.
Universitas Sumatera Utara
Untuk membuktikan telah terjadi kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, undang-undang mengahruskan pembuktian dengan alat bukti tertulis
berupa akta yang yang disebut polis. Akan tetapi, apabila polis belum dibuat, pembuktian dilakukan dengan catatan, nota, surat perhitungan, telegram, dan
sebagainya. Selanjutnya mengenai berakhirnya suatu perjanjian asuransi, ada 4 empat
hal yang menjadi faktor penyebab berakhirnya perjanjian asuransi, antara lain sebagai berikut:
1. Karena Terjadi Evenemen
Seperti yang kita ketahui, bahwa dalam asuransi terdapat resiko yaitu adanya peristiwa yang tidak pasti evenemen yang mengancam objek asuransi
itu sendiri, sehingga tertanggung memutuskan untuk mengalihkannya melalui asuransi. Dalam asuransi kerugian, evenemen yang menjadi beban penanggung
yaitu peristiwa yang mengakibatkan objek asuransi rusak, hilang, musnah atau berkurang nilainya. Sedangkan dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang
menjadi beban penanggung adalah meninggalnya tertanggung. Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi peristiwa-
peristiwa diatas, maka penanggung berkewajiban membayar ganti rugi atau uang santunan kepada tertanggung atau pihak lain yang ditunjuk oleh tertanggung
sebagai ahli warisnya. Sejak penanggung membayar ganti rugi atau uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi berakhir. Sesuai dengan hukum perjanjian
menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi masing-masing pihak telah dipenuhi, maka asuransi yang merupakan
Universitas Sumatera Utara
perjanjian dinyatakan berakhir sejak terjadinya evenemen yang diikuti dengan pelunasan klaim oleh penanggung.
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
Dalam asuransi tidak selamanya evenemen yang menjadi beban penanggung terjadi dalam jangka waktu yang diperjanjikan, karena adakalanya
evenemen tersebut tidak terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu asuransi. Jadi, evenemen bukan satu-satunya faktor penentu berakhirnya asuransi,
melainkan asuransi juga berakhir apabila jangka waktu berlakunya asuransi tersebut telah habis. Apabila jangka waktu berlaku asuransi itu habis tanpa terjadi
evenemen, maka beban risiko penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian asuransi biasanya ditentukan bahwa
penanggung akan mengembalikan sejumlah uang kepada tertanggung apabila sampai jangka waktu asuransi berakhir tidak terjadi evenemen. Oleh karena itu,
asuransi berakhir sejak jangka waktu berlaku asuransi berakhir diikuti dengan pengembalian sejumlah uang kepada tertanggung.
3. Karena Asuransi Gugur
Berakhirnya asuransi dapat disebabkan oleh gugurnya perjanjian asuransi tersebut, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 306 KUHD yang menyatakan
bahwa “Apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi ternyata sudah meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung tidak
dapat mengetahui tentang kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain”. Kata “kecuali jika diperjanjikan lain” dinilai memberikan peluang bagi para pihak
Universitas Sumatera Utara
untuk mengadakan perjanjian asuransi yang menyimpang dari aturan tersebut yang bertujuan untuk tetap mengesahkan perjanjian asuransi tersebut dan agar
jangan sampai perjanjian asuransi tersebut gugur. 4.
Karena Asuransi Dibatalkan Asuransi dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu
berakhir. Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung
sendiri. Pembatalan asuransi dapat terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun sesudah premi dibayar menurut jangka waktunya. Apabila pembatalan sebelum
premi dibayar, tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila pembatalan setelah premi dibayar sekali atau beberapa kali pembayaran secara bulanan, maka disinilah
timbul masalah. Sebagaimana perjanjian pada umumnya, penyelesaian masalah yang timbul dalam perjanjian asuransi bergantung juga pada kesepakatan pihak-
pihak yang dicantumkan dalam polis.
Universitas Sumatera Utara
54
BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGALIHAN RESIKO DALAM
PERBANKAN A. Pengertian Resiko dan Pengalihan Resiko
Manusia di dalam hidup dan kehidupannya selalu dibayang-bayangi oleh keadaan yang dapat menimbulkan resiko. Keadaan yang dapat menimbulkan
bahaya atau resiko ini mengakibatkan kerugian bagi manusia yang ditimpanya. Karena resiko tersebut dapat mengakibatkan suatu kerugian, maka selalu manusia
menghindari diri dari resiko itu dan berusaha agar resiko itu tidak terwujud. Memang kalau sudah demikian ketentuannya manusia tidak dapat mengelak dari
resiko tersebut seperti pepatah yang mengatakan “untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak”. Demikian juga halnya kalau sudah dating resiko atau malang
na’as tersebut, manusia tidak dapat menghindarinya. Hanya saja manusia dapat berusaha mencegah atau menguranginya dengan berbagai cara agar resiko yang
tidak diinginkan itu tidak akan terjadi.
29
Manusia dengan akal budi yang dimilkinya berusaha agar resiko yang berupa ketidakpastian dalam hidupnya tersebut dapat berubah menjadi suatu
kepastian dan mengatasi rasa tidak aman menjadi rasa aman. Salah satu caranya adalah dengan mengalihkan resiko tersebut kepada pihak lain. Usaha manusia
untuk menghindari dan mengalihkan resiko kepada pihak lain ini merupakan faktor yang melatarbelakangi berkembangnnya usaha perasuransian sebagai suatu
kegiatan bisnis di masyarakat.
29
Abdul Muis, op.cit, hlm 26-27
Universitas Sumatera Utara
Resiko itu sendiri secara terminologi telah diartikan beragam oleh para ahli hukum, karena resiko secara substantif memiliki ruang lingkup dan
banyaknya segi-segi yang mempengaruhinya, sehingga setiap pengertian didasarkan atas sudut pandang dan titik berat dari mana seseorang melihat dan
mengamati yang diantaranya sebagai berikut:
30
1. H.M.N. Purwosutjipto menjelaskan bahwa resiko merupakan kewajiban
untuk memikul kerugian yang diakibatkan karena suatu sebab atau kejadian di luar kesalahan sendiri.
2. Radiks Purba menjelaskan bahwa resiko merupakan kemungkinan
kerugian yang akan dialami yang diakibatkan oleh bahaya yang mungkin terjadi, tetapi tidak diketahui lebih dahulu, apakah akan terjadi dan kapan
akan terjadi. 3.
Sri Rejeki Hartono menjelaskan bahwa resiko merupakan ketidakpastian tentang terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa yang menciptakan
kerugian. 4.
C.S.T Kansil menjelaskan bahwa resiko merupakan suatu ketidaktentuan yang berarti kemungkinan terjadinya suatu kerugian di masa yang akan
dating, sehingga asuransi menjadi suatu kepastian apabila terjadi kerugian yang akan mendapatkan ganti rugi.
Dari beragam pengertian di atas, secara singkat resiko dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang mengandung kemungkinan terjadinya penyimpangan
yang lebih buruk dari hasil yang diharapkan.
30
Rr. Dijan Widijowati, Hukum Dagang, ANDI Yogyakarta, Yogyakarta, 2012, hlm 190.
Universitas Sumatera Utara
Karena resiko itu selalu menimbulkan kerugian maka orang selalu menghindari diri dari kemungkinan timbulnya resiko. Beragam teknik
pengelolaan resiko pun dilakukan oleh manusia dalam menghadapi resiko-resiko yang muncul dalam kehidupan mereka. Salah satu teknik pengelolaan resiko
tersebut dengan pengalihan resiko kepada pihak lain yaitu perusahaan asuransi. Pengalihan resiko kepada pihak lain ialah perusahaan asuransi sebagai
pihak penerima resiko dan pihak yang mampu mengelola resiko, baik terjadi kepada perseorangan maupun kepada persekutuan yang dilakukan oleh
perusahaan asuransi. Pengalihan resiko kepada perusahaan asuransi tidak terjadi tanpa kewajiban apa-apa kepada pihak yang mengalihkan resiko, karena
dibutuhkan suatu perjanjian dengan apa yang disebut perjanjian asuransi. Dalam perjanjian asuransi pihak yang mengalihkan resiko disebut sebagai pihak
tertanggung dan pihak yang menerima pengalihan resiko disebut sebagai pihak penanggung.
31
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengalihan resiko adalah sarana atau mekanisme untuk mengalihkan kemungkinan resiko
atau kerugian dari tertanggung kepada satu atau beberapa penanggung, sehingga ketidakpastian yang berupa kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak
diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian kepada tertanggung, akan berubah menjadi sesuatu yang pasti karena adanya jaminan perlindungan dari pihak
penanggung. Kerugian yang diderita oleh tertanggung karena terjadinya peristiwa
31
Neo Yessi Pandansari, Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Asuransi Kecelakaan Diri di PT. Asuransi Jasa Indonesia Persero Kantor Cabang Semarang,
Universitas Dipnegoro, Semarang, 2009, hlm 13.
Universitas Sumatera Utara
yang tidak pasti tersebut, akan ditanggung oleh penanggung, dimana penanggung akan memberikan ganti rugi atau santunan dengan syarat tertanggung harus
membayar premi sesuai dengan ketentuan yang dimuat dalam perjanjian asuransi.
B. Klasifikasi Resiko Dalam Perbankan