49
Jika dalam satu tahun panenan padi mencapai 395 ha dengan produkt ivitas 5 t GKG ha berarti ada 1.975 t GKG yang diproses di wilayah Kelurahan Rimbo
Kedui. I ni berarti jika semuanya beroperasi optimum, maka dalam 1 tahun mesin RMU hanya beroperasi selama 90 hari atau 24,6 . I nformasi ini memberikan
petunjuk bahwa keberadaan RMU di Kelurahan Rimbo Kedui sudah cukup jenuh. Untuk itu perluupaya aktif mencari pelanggan dari luar desa atau wilayah, agar
kinerja dan kapasitas kerja mesin dapat lebih dioptimalkan. I nformasi ini juga memberikan gambaran bahwa kepemilikan RMU akan lebih menguntungkan jika
tidak hanya mengandalkan dari jasa penggilingan tetapi juga pembelian dan penjualan beras.
Dari aspek kualitas hasil penggilingan yang diindikasikan oleh persentase beras utuh diketahui bahwa kemampuan RMU di Kelurahan Rimbo Kedui sangat
beragam mulai dari 11,11 - 84,41 . Keragaman ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah varietas padi, bentuk ukuran gabah, mesin,
dan kemampuan serta keterampilan operator. Untuk itu perlu pelatihan atau peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi operator agar menguasai dan
memahami karakter spesifikasi mesin serta karakeristik dari varietas dan bentuk gabah.
Berdasarkan observasi, hasil samping berupa dedak dan menir juga sudah dapat diprediksi. Dari observasi RMU di Kelurahan Rimbo Kedui dipernoleh
informasi bahwa dalam penggilingan dihasilkan 15 dedak dan 0,1 menir. Jika gabah yang diproses mencapai 1.975 t tahun maka diperkirakan dedak dan
menir yang diperoleh mencapai 296,25 t tahun dan 2,0 t tahun. Saat ini sudah dimanfaatkan untuk ternak, khususnya sapi, sedangkan menir belum
dioptimalkan pemanfaatannya. Kebutuhan konsentrat dedak untuk 310 ekor sapi di wilayah Kelurahan Rimbo Kedui sudah hampir dapat dipenuhi.
Hal ini membuka peluang pemanfaatan beras patah menir untuk pembuatan tepung beserta turunannya yang berupa produk-produk makanan
olahan. Melalui pemberdayaan Kelompok Wanita Tani KWT dan kelompok pengolahan hasil pertanian.
4.11 Analisa gabah, beras, tanah dan kompos
Analisa diperlukan untuk tujuan penilaian, penentuan mutu kualitas, penentuan dosis, dan pemenuhan persyaratan mutu. Beberapa objek yang
50
dianalisis dalam kegiatan sistem pertanian bioindustri adalah: gabah, beras, tanah, dan kompos.
Analisis gabah dan beras Beras aromatik beras organik merupakan beras wangi yang mutunya
belum diatur dalam SNI . Untuk saat ini pemerintah menerbitkan standar mutu beras giling agar beras yang diperdagangkan memenuhi standar. SNI beras giling
berisi syarat beras giling dengan lima tingkatan mutu yaitu mutu I , I I , I I I , I V, V BadanStandarisasiNasional 2008, SNI 6128-2008Lampiran10.Mutu fisik beras
sangat berpengaruh pada preferensi konsumen dan harga jual seperti persentase beras kepala adalah salah satu parameter yang paling penting dalam dunia
perindustrian beras. Beras giling merupaan butir utuh atau patah yang diperoleh dari proses
penggilingan gabah hasil pertanaman padi yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas atau sebagian lembaga dan katul telah dipisahkan serta memenuhi
persyaratan kuantitatif dan kualitatif seperti tercantum dalam persyaratan kualitas beras giling pengadaan dalam negeri.
Analisis terhadap gabah dan beras ditujukan untuk mengetahui kualitas fisik dan kimia dari gabah beras dari berbagai varietas yang ditanam dengan
teknologi budidaya yang berbeda. Teknologi budidaya dan varietas mungkin berpengaruh terhadap mutu beras giling. Mutu beras giling dinilai berdasarkan
standar SNI 6128-2008. Adapun komponen mutu yang dinilai adalah: derajat sosoh, kadar air, butir kepala, butir patah, butir menir, butir merah, butir
kuning rusak, butir mengapur, benda asing dan butir gabah. Hasil analisis fisik dan kimia beras serta gabah ditampilkan pada Tabel 15 dan Tabel 16.
Tabel 15. Hasil Analisa Kualitas Gabah pada 3 Teknologi Budidaya Padi di Kabupaten Seluma.
Komponen Mutu TEKNOLOGI BUDI DAYA
ORGANI K
SEMI ORG.
PTT
I NP. 23 SI NTA
I NP. 23 I NP. 23
I R 64 Kadar air gabah
Butir baik Butir hampa kotoran
Butir kuning rusak Butir mengapur hijau
Butir merah 7,62
98,83 1,17
3,14 6,55
- 7,67
98,56 1,44
1,75 5,36
- 8,61
98,40 1,60
3,24 6,20
- 8,90
98,55 1,45
3,69 11,26
- 8,59
98,63 1,37
2,96 11,10
-
51
Tabel 15 menunjukkan bahwa kualitas gabah yang dihasilkan dari beberapa varietas yang ditanam di Kabupaten Seluma ternyata masuk dalam
kategori baik dilihat dari berbagai komponen mutunya. Butir baik berkisar antara 98,40 - 98,83 , butir mengapur berkisar antara 5,36 - 11,26 . Dari tabel ini
diketahui bahwa pada teknologi budidaya dengan pendekatan PTT mempunyai kecenderungan menghasilkan butir mengapur yang lebih tinggi dibandingkan
dengan teknologi lainnya. Tabel 16. Analisa Kualitas Beras Giling, pada 3 Teknologi Budidaya di Kabupaten
Seluma. Komponen Mutu
TEKNOLOGI BUDI DAYA
ORGANI K
SEMI ORG.
PTT
I NP. 23 SI NTA
I NP. 23 I NP. 23
I R 64 Beras kepala
Beras patah Beras menir
Butir kuning rusak Butir mengapur
Butir gerah Butir gabah
Benda asing Kadar air beras
Derajat sosoh Rendemen giling
Amilosa 48,44
51,30 0,26
0,22 -
- -
-
8,33 100,00
66,39 20,67
15,44 83,73
0,82 0,18
- -
- -
8,40 100,00
68,23 22,64
81,63 18,31
0,06 0,55
- -
- -
9,91 100,00
68,21 21,47
52,64 47,15
0,21 0,58
- -
- -
8,98 100,00
67,07 20,76
70,72 29,16
0,12 0,35
- -
- -
9,56 100,00
69,18 24,03
Tabel 16 menunjukkan bahwa rendemen beras giling semua sampel - sampel beras yang dianalisa berkisar antara 66.39 - 69.18 namun Standar
Nasional beras giling untuk pengadaan beras dalam negerit idak menyaratkan kriteria ini. Adapun kadar amilosa untuk berbagai varietas pada berbagai
teknologi tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok yaitu pada kisaran 20,67 - 24,03 . Nilai amilosa tertinggi diperoleh pada varietas I R 64, yaitu 24,03
sementara untuk I npari 23 dan Sintanur berkisar antara 20,67 - 22,64 . Pada deskripsi varietas I npari 23 dan Sintanur mempunyai kadar amilosa masing-
masing 17 dan 18 dengan rasa nasi pulen. Beras kepala adalah komponen mutu fisik beras yang secara langsung
berpengaruh terhadap tingkat penerimaan oleh konsumen. Beras kepala merupakan penjumlahan butuh utuh dan buti besar. Konsumen tidak menyukai
beras giling dengan kadar beras kepala rendah. Standar mutu beras kepala
52
berdasarkan SNI no.01-6128-2008 untuk kelas mutu I , I I , I I I , I V, V mensyaratkan kadar beras kepala minimal sebesar 95 , 89 , 78 , 73 dan
60 secara berurutan. Kadar beras kepala semua sampel beras yang dianalisis berkisar antara 15.44 Sintanurorganik sampai dengan8 1.63 I npari 23
Semi organik. Butir kepala terendah ada pada varietas Sintanur dan varietas I npari 23 yang ditanam dengan penanaman organik sehingga hasil beras kepala
dari kedua varietas yang ditanam dengan cara organik kini belum memenuhi syarat dalam katagori mutu pada SNI no.01-6128-2008, untuk varietas I npari 22
yang ditanamdengancara semi organik mengahasilkan beras kepala sebesar 81.63 termasuk pada standarmutu I I I dan varietas I R 64 yang ditanam secara
an organic menghasilkan beras kepala sebesar 70.72 termasuk pada standar mutu I V.
Nilai beras patah berbanding terbalik dengan nilai beras kepala. Menurut standar SNI No. 01-6128-2008 kadar beras patah yang dipersyaratkan untuk
beras kelas mutu I , I I , I I I I V, V masing-masing sebesar maksimum 5 , 10 , 15 , 20 25 dan 25 secara berurutan. Persentase beras patah varietas
I npari 23 semi organik dan I R 64 anorganic adalah 18.31 dan 29.16 yang secara berurutan termasuk pada klas mutu I I I dan klas mutu V.Untuk sampel
beras yang lainnyatidak memenuhi standar mutu SNI No. 01-6128-2008. Nilai komponen yang lain dari persyaratan standar mutu beras giling SNI
No. 01-6128-2008 untuk semua sampel beras seperti beras menir dan butir kuning rusak memenuhi persyaratan mutu kelas I I dan nilai komponen butir
mengapur, butir merah, butir gabah, benda asing, kadar air dan derajat sosoh seluruh nilai dari semua sampel memenuhi kriteria standar mutu SNI No. 01-
6128-2008 termasuk mutu klas I . Dari hasil analisis seluruh sampel beras hanya perlu adanya perbaikan
pada dua komponen yaitu beras kepala dan beras patah untuk memenuhi standar kriteria SNI No. 01-6128-2008 pada varietas yang ditanam dengan
budidaya organik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya kandungan unsur N dan K pada tanah yang berpengaruh terhadap kualitas beras. Hasil uji
tanah pada saat panen diketahui bahwa kandungan N dan K pada teknologi budidaya organik ternyata nilainya lebih rendah dibandingkan dengan teknologi
semi organik maupun pendekatan PTT.
53
Hasil yang hampir sama diperoleh pada kualitas beras yang diperoleh dari hasil identifikasi kinerja RMU di Kelurahan Rimbo Kedui Kabupaten Seluma. Hasil
observasi dan identifikasi menunjukkan bahwa persentase beras utuh atau beras kepala dari teknologi budidaya organik lebih rendah dibandingkan dengan
teknologi lainnya. Beras kepala pada varietas Sintanur dengan teknologi budidaya organik hanya mencapai 11,11 , selebihnya adalah beras pecah dan
menir. Analisis tanah dan kompos
Analisis tanah dilakukan pada saat awal dan pada saat panen. Analisis pada saat awal berguna untuk mengetahui tingkat sifat fisik dan kimia tanah.
Sifat fisik adalah komposisi tanah berdasarkan kandungan pasir, lempung, dan debu, sehingga dapat dikategorikan termasuk dalam tekstur tanah tertentu. Sifat
kimia bermanfaat dalam menentukan dosis pupuk yang diberikan berkaitan dengan produktivitas tanaman yang diharapkan. Analisis tanah pada saat panen
bermanfaat sebagai dasar evaluasi terhadap kecukupan maupun kekurangan hara tertentu yang diindikasikan oleh produktivitas dan kualitas beras yang
dihasilkan. Analisa terhadap kompos bermanfaat untuk mengetahui dan mengevaluai
kualitas kompos yang dihasilkan. Hal ini juga bermanfaat dalam menentukan jumlah kompos yang harus diberikan, juga berkaitan dengan dosis pupuk organik
yang harus ditambahkan jika menggunakan pemupukan campuran antara organik dan anorganik. Analisis tanah dan kompos telah diuraikan pada bagian
budidaya padi aromatik.
4.12 Disain dan Pengadaan Kemasan Produk- Produk Bioindustri