intelektual, serta spiritual dan melekat kuat pada diri seseorang inilah yang dinamakan ‘karakter’ Munir, 2010: 3.
Lebih lanjut, Hermawan Kertajaya 2010: 3 dalam Hidayatullah 2010: 13 menambahkan bahwa karakter adalah ciri khas yang dimiliki
oleh suatu benda atau individu yang mana ciri tersebut adalah ‘asli’ dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan
merupakan ‘mesin’ yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespons sesuatu.
Karakter seseorang dapat dibentuk namun sulit untuk diubah Munir, 2010: 5-10. Karakter dapat dibentuk karena bukan merupakan
seratus persen turunan orang tua, melainkan sangat dipengaruhi oleh orang sekitar dan lingkungan terutama orang tua. Karakter sulit diubah
karena memang karakter adalah apa yang sudah sangat melekat pada diri seseorang dan bukannya sifat, sikap, pandangan, pendapat, atau
pendirian yang bersifat temporal. Sebagai contoh, karakter orang yang pemberani akan sulit diubah menjadi penakut atau pengecut, demikian
juga sebaliknya.
3. Pendidikan Karakter
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan karakter sangat korelatif dan tidak dapat dipisahkan. Sehingga
pendidikan karakter menjadi sangat penting untuk dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Untuk melaksanakan
pendidikan karakter
memerlukan kesepahaman bersama di kalangan sekolah. Selain itu, yang lebih
penting adalah menyiapkan tenaga pengajar atau guru yang berkarakter. Hal ini karena guru tidak hanya berperan dalam mentransfer
pengetahuan transfer of knowledge, tetapi juga mampu menanamka nilai-nilai Hidayatullah, 2010: 25.
Selanjutnya, Hidayatullah menjelaskan bahwa guru yang berkarakter memiliki nilai-nilai utama sebagai berikut:
a. Amanah, meliputi: komitmen, kompeten, kerja keras, dan konsistensi
b. Keteladanan, meliputi: kesederhanaan, kedekatan, dan pelayanan
maksimal c.
Cerdas, meliputi: intelektual, emosional, dan spiritual Merealisasikan pendidikan karakter bukanlah usaha yang
mudah. Terdapat beberapa hambatan dan tantangan sebagai berikut Hidayatullah, 2010: 15-17:
a. Sistem pendidikan yang kurang menekankan pembentukan karakter,
tetapi lebih menekankan pembangunan intelektual, misalnya sistem evaluasi pendidikan menekankan aspek kognitif atau akademik
seperti Ujian Nasional UN, b.
Kondisi lingkungan yang kurang mendukung karakter pembangunan yang baik,
c. Terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan yang tidak efektif untuk
menciptakan bangsa atau masyarakt yang unggul, yaitu: