21 Tim asistensi guru teacher assistance team yakni guru umum dan guru
pendidikan khusus bekerja sebagai tim, mereka bertemu secara teratur untuk mengatasi masalah dan memberikan bantuan kepada anggota mereka dalam
mengatur sikap siswa dan pertanyaan mengenai kesulitan akademis. Model guru sebagai konsultan consulting teacher model yaitu guru-guru
khusus dilatih sebagai konsultan untuk memberikan bimbingan dan bantuan kepada guru kelas umum. Mereka juga melatih para professional yang ditugaskan
di kelas umum untuk membantu siswa penyandang hambatan. Dari uraian di atas dapat dapat ditegaskan bahwa model pembelajaran
yang sesuai kebutuhan siswa dapat membantu meningkatkan kemampuan dan keberhasilah siswa dalam belajar.
6. Kurikulum Pembelajaran Inklusi
Kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana atau pengaturan pelaksanaan pembelajaran dan atau pendidikan yang didalamnya mencakup
pengaturan tentang tujuan, isimateri, proses dan evaluasi. Tujuan berarti apa yang akan dicapai, materi berarti apa yang akan dipelajari. Proses berarti apa yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan dan evaluasi berarti apa yang harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan.
Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dasarnya menggunakan kurikulum reguler yang berlaku disekolah umum.
Namun demikian karena ragam hambatan yangdialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari yang sifatnya ringan, sedang sampai yang
22 berat, maka dalam implementasinya, kurikulum reguler perlu dilakukan
modifikasi penyelarasan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Modifikasi penyelarasan kurikulum dilakukan oleh tim
pengembang kurikulum di sekolah. Tim pengembang kurikulum sekolah terdiri dari: kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus,
konselor, psikolog, dan ahli lain yang terkait Suyanto, 2007: 20. Suyanto 2007: 20 mengatakan kurikulum inklusi dibagi menjadi 3
model, yaitu: 1.
Model kurikulum reguler Pada model kurikulum ini peserta didik yang berkebutuhan khusus
mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses
pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajarnya. 2.
Model kurikulum reguler dengan modifikasi Pada model kurikulum ini guru melakukan modifikasi pada strategi. Pada
model kurikulum ini guru melakukan modifikasi pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan pembelajaran, jenis penilaian, maupun
pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan siswa anak lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan siswa anak berkebutuhan
khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki program
pembelajaran berkebutuhan khusus yang memiliki program pembelajaran
23 berdasarkan kurikulum reguler dan program pembelajaran berdasarkan kurikulum
reguler dan program pembelajaran individual PPI. 3.
Model kurikulum PPI Pada model kurikulum ini guru mempersiapkan program pendidikan Pada
model kurikulum ini guru mempersiapkan program pendidikan individual PPI yang dikembangkan bersama tim pengembang individual PPI yang
dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus,
kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait. sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.
Model PPI diperuntukan pada siswa yang mempunyai hambatan belajar yang tidak memungkinkan untuk mengikuti proses belajar belajar yang tidak
memungkinkan untuk mengikuti proses belajar berdasarkan kurikulum reguler. Siswa berkebutuhan khusus seperti ini dapat dikembangkan potensi belajarnya
dengan menggunakan ini dapat dikembangkan potensi belajarnya dengan menggunakan PPI dalam setiing kelas reguler, sehingga mereka bisa mengikuti
PPI dalam setiing kelas reguler, sehingga mereka bisa mengikuti proses belajar sesuai dengan fase perkembangan dan proses belajar sesuai dengan fase
perkembangan dan kebutuhannya. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran inklusi, pendidik atau guru
harus menentukan terlebih dahulu program yang akan diajarkan, pelaksanaan, waktu, biaya, faktor pendukung dan penghambat, serta strategi pembelajaran yang
akan diajarkan. Kemudian dilanjutkan dengan adanya proses evaluasi yaitu suatu
24 kegiatan pengkajian terhadap sesuatu sebagai bahan untuk pengambilan keputusan
dalam usaha untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan pembelajaran telah mencapai tujuannya . Nana Syaodih dalam Muhmmad Takdir Ilahi 2003: 172
mengatakan, beberapa komponen kurikulum terdiri dari: tujuan, materi atau bahan ajar, strategi pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi kurikulum.
1. Perencanaan Pembelajaran merupakan proses penetapan dan pemanfaatan
sumber daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang kegiatan- kegiatan dan upaya-upaya yang akan dilaksanakan secara efisien dan efektif
dalam mencapai tujuan. Dalam konteks perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media
pembelajaran, penggunaan pendekatan atau metode pembelajaran, dan penilaian dalam suatu lokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa
tertentu untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Peran yang dilakukan oleh guru dalam perencanaan pembelajaran adalah dengan membuat perangkat
pembelajaran. Perangkat pembelajaran merupakan beberapa persiapan yang disusun oleh guru agar pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran dapat
dilakukan secara sistematis dan memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Perangkat pembelajaran tersebut minimal terdiri dari analisis pekan efektif,
program tahunan, program semesteran, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP, dan Kriteria Ketuntasan Minimal KKM.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Inklusi. Pada tahap ini guru melaksanakan
program pembelajaran serta pengorganisasian siswa berkelainan di kelas reguler sesuai dengan rancangan yang telah disusun. Pelaksanaan
pembelajaran dapat dilakukan melalui individualisasi pengajaran artinya; anak belajar pada topik yang sama, waktu dan ruang yang sama, namun dengan
materi yang berbeda-beda. Cara lain proses pembelajaran dilakukan secara individual artinya anak diberi layanan secara individual dengan bantuan guru
khusus. Proses ini dapat dilakukan jika dianggap memiliki rentang materiketerampilan yang sifatnya mendasar. Proses layanan ini dapat
dilakukan secara terpisah atau masih di kelas tersebut sepanjang tidak mengganggu situasi belajar secara keseluruhan. Pelaksanaan pembelajaran
merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
3. Evaluasi merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran pada
khususnya, dan sistem pendidikan pada umumnya. Artinya, evaluasi merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin dielakkan dalam suatu proses
pembelajaran. Dengan demikian evaluasi berarti penentuan nilai suatu program dan penentuan keberhasilan tujuan pembelajaran suatu program
Budiyanto, 2012: 64.
25 Dalam sekolah inklusi perlu adanya pembelajaran yang adaptif. Mengingat
bergamnya kemampuan dan hambatan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus. Adaptasi dalam kurikulum juga merupakan salah satu cara untuk
pemenuhan hak bagi ABK yang berada di sekolah inklusi. Mumpuni, 2011:5 mengatakan bahwa model pembelajaran inklusi mengharuskan guru melayani
siswa dengan berbagai kebutuhan belajar. Adaptasi dalam model pembelajaran inklusi merupakan cara penyesuaian aktivitas belajar yang sesuai dengan kondisi
siswa berkebutuhan khusus. Penyesuaian tersebut dilakukan pada tahapan belajar perolehan, tahap ulangan, tahap kecakapan, tahap mempertahankan, tahap
perluasan, tahap penyesuaian, dan tahap penyesuaian Mumpuniarti, 2011: 8.
Irham Hosni, 2003 dalam artikel, E. S. Munir, 2008, menuliskan
bahwa pembelajaran adaptif merupakan pembelajaran biasa yang dimodifikasi dan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dipelajari, dilaksanakan dan
memenuhi kebutuhan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus ABK. Dengan demikian pembelajaran adaptif bagi ABK hakekatnya adalah Pendidikan Luar
Biasa PLB. Pada intinya pembelajaran adaptif adalah modifikasi aktivitias, metode, alat, atau lingkungan pembelajaran yang bertujuan untuk menyediakan
peluang kepada anak dengan kebutuhan khusus mengikuti program pembelajaran dengan tepat, efektif serta mencapai kepuasan. Prinsip utama dalam modifikasi
aktivitas adalah penyesuaian aktivitas pembelajaran yang disesuaikan dengan potensi siswa dalam melakukan aktivitias tersebut.
Ada empat model kemungkinan pengembangan kurikulum adaptif bagi siswa yang berkebutuhan pendidikan khusus yang mengikuti pendidikan di
26 sekolah inklusif, menurut Sari Rudiyati 2013: 8 yakni: 1 Model duplikasi; 2
Model modifikasi; 3 Model subtitusi, dan 4 model omisi. Model duplikasi dalam kaitannya dengan model kurikulum, yaitu
mengembangkan dan atau memberlakukan kurikulum untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus secara sama dengan kurikulum yang digunakan untuk siswa
pada reguler. Jadi model duplikasi adalah cara dalam pengembangan kurikulum, dimana siswa-siswa berkebutuhan pendidikan khusus menggunakan kurikulum
yang sama seperti yang dipakai oleh anak-anak pada umumnya. Model duplikasi dapat diterapkan pada empat komponen utama kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses
dan evaluasi. Duplikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang diberlakukan kepada anak-anak pada umumnyareguler juga diberlakukan kepada
siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Duplikasi isimateri berarti materi-materi pembelajaran yang diberlakukan
kepada siswa reguler juga diberlakukan sama kepada siswa-siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Duplikasi proses berarti siswa berkebutuhan pendidikan
khusus menjalani kegiatan atau pengalaman belajar mengajar yang sama seperti yang diberlakukan kepada siswa-siswa pada umumnyareguler. Duplikasi proses
bisa berarti kesamaan dalam metode mengajar, lingkungansetting belajar, waktu belajar penggunaan media belajar dan atau sumber belajar.
Duplikasi evaluasi berarti siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani evaluasi atau penilaian yang sama seperti yang diberlakukan kepada
siswa-siswa pada umumnyareguler. Duplikasi evaluasi bisa berarti kesamaan
27 dalam soal-soal ujian, kesamaan dalam waktu evaluasi, teknikcara evaluasi, atau
kesamaan dalam tempat atau lingkungan dimana evaluasi dilaksanakan. Model modifikasi bararti cara pengembangan kurikulum, dimana
kurikulum umum yang diberlakukan bagi siswa-siswa reguler dan beberapa dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa
berkebutuhan pendidikan khusus. Modifikasi dapat diberlakukan pada empat komponen utama, yaitu tujuan, materi, proses, dan evaluasi.
Sebagai konsekuensi dari modifikasi tujuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus, maka akan dibuatkan beberapa komponen sendiri baik
berkaitan dengan standar kompetensi lulusan SKL, kompetensi inti SI, kompetensi dasar KD maupun indikator -nya.
Modifikasi materi-materi pelajaran yang diberlakukan untuk siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa
berkebutuhan pendidikan khusus. Modifikasi materi bisa berkaitan dengan keleluasan, kedalaman dan kesulitannya berbeda lebih rendah daripada materi
yang diberikan kepada siswa reguler. Modifikasi proses berarti ada perbedaan dalam kegiatan pembelajaran
yang dijalani oleh siswa berkebutuhan pendidikan khusus dengan yang dialami oleh siswa pada umumnya. Metode atau strategi pembelajaran umum yang
diberlakukan untuk siswa-siswa reguler tidak diterapkan untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus.
Modifikasi evaluasi, berarti ada perubahan dalam sistem penilaian hasil belajar yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa
28 berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan kata lain siswa berkebutuhan
pendidikan khusus menjalani sistem evaluasi yang berbeda dengan siswa-siswa lainnya. Perubahan tersebut bisa berkaitan dengan perubahan dalam soal-soal
ujian, perubahan dalam waktu evaluasi, teknikcara evaluasi, atau tempat evaluasi. Termasuk juga bagian dari modifikasi evaluasi adalah perubahan dalam kriteria
kelulusan, sistem kenaikan kelas, bentuk rapor, ijasah, dll. Model subtitusi dalam kaitannya dengan model kurikulum, maka substansi
berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain. Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh
siswa berkebutuhan pendidikan khusus, tetapi masih bisa diganti dengan hal lain yang sebobot dengan yang digantikan. Model substansi bisa terjadi dalam hal
tujuan pembelajaran, materi, proses maupun evaluasi. Model Omisi dalam kaitan dengan model kurikulum, omisi berarti upaya
untuk menghapusmenghilangkan sesuatu, baik sebagian atau keseluruhan dari kurikulum umum, karena hal tersebut tidak mungkin diberikaan kepada siswa
berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan kata lain, berarti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum tetapi tidak disampaikan atau tidak diberikan kepada
siswa berkebutuhan pendidikan khusus, karena sifatnya terlalu sulit atau mampu dilakukan oleh siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Bedanya dengan substitusi
adalah jika dalam substitusi ada materi pengganti yang sebobot, sedangkan dalam model omisi tidak ada materi pengganti.
Dari uraian diatas dapat ditegaskan bahwa kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dasarnya menggunakan
29 kurikulum reguler yang berlaku disekolah umum. Namun demikian karena ragam
hambatan yangdialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulaidari yang sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam
implementasinya, kurikulum reguler perlu dilakukan modifikasi penyelarasan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Dalam sekolah
inklusi perlu adanya pembelajaran yang adaptif. Mengingat bergamnya kemampuan dan hambatan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus.
Adaptasi dalam kurikulum juga merupakan salah satu cara untuk pemenuhan hak bagi ABK yang berada di sekolah inklusi. Kurikulum adaptif merupakan
kurikulum khusus bagi ABK dalam sekolah inklusi.
7. Komponen Pembelajaran Inklusi