14 untuk keseluruhan sistem pendidikan Sue Stubbs, 2002:19. Prinsip inklusi
mendorong setiap unsur yang terlibat dalam proses pembelajaran mengusahakan lingkungan belajar dimana semua siswa dapat belajar secara efektif bersama-
sama. Dengan demikian, tidak ada siswa yang ditolak atau dikeluarkan dari sekolahnya sebab tidak mampu memenuhi standar akademis yang ditetapkan.
Walaupun, pada sisi yang lain beberapa orang tua merasa khawatir kalau anak- anak mereka yang memiliki kecacatan tersebut akan menjadi bahan ejekan atau
digoda oleh orang-orang disekitarya. Dari beberapa pengertian di atas dapat dapat ditegaskan bahwa sekolah
dengan pembelajaran inklusi adalah sekolah yang menyediakan layanan pendidikan bagi semua peserta didik biasa maupun peserta didik yang
berkebutuhan khusus di kelas yang sama.
2. Landasan Pembelajaran Inklusi
a. Landasan Filosofis
Landasan filosofis utama penerapan sekolah inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas
pondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika Muhammad Takdir Ilahi, 2013: 72.
b. Landasan Yuridis
Landasan yuridis internasional penerapan sekolah inklusif adalah Deklarasi Salamanca UNESCO, 1994 oleh para menteri pendidikan sedunia.
Deklarasi ini sebenarnya penegasan kembali atas deklarasi PBB tentang HAM
15 tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang berujung pada peraturan standar
PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu bekelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan yang ada
Muhammad Takdir Ilahi, 2013: 78. Di Indonesia, penerapan sekolah inklusi dijamin oleh beberapa pasal yaitu:
1 Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 berbunyi, tiap-tiap warga Negara
berhak mendapatkan pengajaran. 2
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Pendidikan Nasional, pasal 4 ayat 1 dinyatakan, bahwa pendidikan di Negara ini diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pasal
5 ayat 2 menyatakan bahwa warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental dan atau social berhak memperoleh pendidikan khusus.
Dalam penjelasan pasal 15 dinyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan khusus tersebut dilakukan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan
khusus. Pasal 11 menyatakan bahwa, pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara, tanpa diskriminasi. 3
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, terutama pada pasal-pasal: a pasal 5: Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan
kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan; b Pasal 6 ayat 1: Setiap penyandang cacat berhak.
16 c.
Landasan Pedagogies Pada pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Muhammad Takdir Ilahi, 2013:
79; Abdulrahman, 2003. Adanya Undang-undang tentang pendidikan nasional ini, pelaksanaan
pendidikan bagi ABK akan semakin berkembang dan terarah, sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri, yaitu mengembangkan potensi peserta didik.
d. Landasan Empiris
Penelitian tentang sekolah inklusif telah banyak dilakukan di negara- negara barat sejak 1980-an. Penelitian yang bersekala besar dipelopori oleh The
National Academy of Sciences Amerika Serikat. Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikaasi dan penempatan anak berkebutuhan khusus di sekolah, kelas, atau
tempat khsusus tidak efektif dan diskriminatif. Penelitian ini merekomendasikan agar pendidikan khsusus secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan
hasil identifikasi yang tepat Muhammad Takdir Ilahi, 2013: 79; Heller, Holtzman, Messick, 1982. Beberapa penelitian kemudian melakukan meta
analisis analisis lebih lanjut terhadap beberapa hasil penelitian yang telah ada terhadap beberapa hasil penelitian sejenis. Hasil meta analisis yang dilakukan oleh
Carlberg dan Kavel 1980 terhadap 50 buah penelitian, oleh Wang dan Baker 19941995 terhadap 11 buah penelitian, dan oleh Baker pada 1994 terhadap 13
penelitian, menunjukkan bahwa sekolah inklusif berdampak positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun sosial anak berkelainan dan teman sebayanya
Muhammad Takdir Ilahi, 2013: 79.
Dari beberapa uraian di atas dapat dapat ditegaskan bahwa, berdirinya pendidikan inklusi didasarkan atas berbagai landasan, dengan tujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
17 bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus dibentuk
menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
3. Prinsip Sekolah inklusi