Studi Tingkat Pemahaman PNS Muslim Terhadap Zakat Profesi Di Kota Medan

(1)

PROPOSAL SKRIPSI

STUDI TINGKAT PEMAHAMAN PNS MUSLIM

TERHADAP ZAKAT PROFESI DI KOTA MEDAN

OLEH

ARSAN ROLANDA

080501124

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman PNS muslim terhadap zakat profesi di Kota medan. Penelitian ini mengetengahkan 3 permasalahan yaitu : tingkat pemahaman PNS terhadap zakat profesi, langkah-langkah dalam pengimplementasian zakat profesi, dan kendala yang mungkin terjadi dalam pengimplementasian zakat profesi.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Data yang gunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner yang disebarkan kepada PNS muslim Kota Medan dan observasi langsung ke objek penelitian, sedangkan data sekunder diperoleh dari buku, literatur, internet, dan media-media lainnya. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan menggunakan program komputer SPSS VERSI 16,0.

Dari 100 responden yang diteliti, 60 menyatakan paham dan 40 tidak paham terhadap zakat profesi. Hanya 38 responden dari 60 responden yang paham zakat profesi yang bersedia memberitahu skala tingkat pemahaman terhadap zakat profesi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat pemahaman PNS muslim Kota Medan terhadap zakat profesi relatif baik dengan rata-rata pemahaman bernilai 6,55. Langkah-langkah yang diperlukan dalam pengimplementasian zakat profesi adalah : sosialisasi, pembuatan perda, dan pembelajaran akan zakat profesi tersebut. kendala yang terjadi dalam penerapan zakat profesi tersebut adalah : kurangnya sosialisasi, dukungan yang kurang dari pemimpin dan anggota instansi, faktor lingkungan, dan pengetahuan agama dari para PNS

Kata kunci : Tingkat Pemahaman, zakat profesi, langkah pengimplementasian, dan hambatan


(3)

ABSTRACT

The purpose of this research is to determine the level of understanding of muslim civil servants about profession tithe in Medan. This research set forth three problems they are the level of understanding of muslim civil servants about profession tithe, the steps in implementation of profession tithe, and obstacle maybe happened in implementation of profession tithe.

This research characteristic is descriptive analysis. The data in this research are primary data and secondary data. The collecting of the primary data is done by giving questionnaire to muslim civil servants in Medan and observation to the research objects, while secondary data are obtained from books, literature, internet, and other media. The descriptive analysis method by using computer SPSS 16.0 version.

From 100 respondens that observed, 60 are clarify they understand and 40 othres not understand about profession tithe. Only 38 respondens from 60 that understand about profession tithe willing to tell the scale of the level of understanding about profession tithe. The result obtained that level of understanding of muslim civil servants in Medan about profession tithe are relative good with average of understanding 6,55. The steps needed in implementation of profession tithe are sosialiszation, Perda, and learning of profession tithe. The obstacle happening to applicate profession tithe are less of sosialiszation, less supported from leadership and membership of the instance, area factor, and religion knowledege from the civil servants.

Key words : level of understanding, profession tithe, the steps in implementation, obstacle


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Shalawat beriringkan salam juga penulis sampaikan kepada junjungan ummat Islam nabi besar Muhammad S.W.A yang atas perjuangannya kita dapat sampai hingga saat sekarang ini.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan juga penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing, bapak Irsyad Lubis SE. M.Soc.Sc, PhD atas waktunya yang selalu memberikan nasehat dan bimbingan hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Tidak lupa terima kasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Orang tua penulis, bapak Roslan HAST SH dan ibunda Dra

Daswati yang selalu memberi dukungan baik moril maupun materil kepada penulis.

2. Bapak Drs. H. Arifin Lubis, MM. Ak, selaku Plt dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku ketua Departemen

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi USU dan Bapak Syahrir Hakim Nasution SE, MSi selaku sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi USU.


(5)

4. Bapak Irsyad Lubis SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi USU dan bapak Paidi Hidayat SE, MSi selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi USU.

5. Kepada seluruh ajaran dosen dan staff Fakultas Ekonomi,

Departemen dan Program Studi Ekonomi Pembangunan USU yang belum dapat penulis sebutkan.

6. Kepada seluruh jajaran Pemerintahan Kota Medan dan seluruh

staf dan pegawai Departemen Agama Kota Medan yang telah membantu penulis dalam penyediaan data-data yang penulis perlukan untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada adinda Alhasti Dwi Rolanda, Juarsan Try Rolanda, dan

Hanni Diani Kwartini yang selalu memberikan dukungan kepada penulis serta saudari Rizky Silvia Lubis SE yang juga memberikan dukungan kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Serta seluruh pihak yang telah membantu penulis baik secara

langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, penulis ucapkan terima kasih.


(6)

Senada dengan pribahasa “tidak ada gading yang tak retak” dan kesempurnaan hanya milik ALLAH S.W.T atas dasar itu penulis menyadari banyak kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan skripsi ini. Hal tersebut didasari karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki, literatur yang kurang, dan lain sebagainya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi mendapatkan hasil yang lebih baik. Amin

Medan. Januari 2013 Penulis

080501124 Arsan Rolanda


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... iix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 8

1.3.Tujuan Penelitian ... 8

1.4.Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Zakat …………... 10

2.2. Zakat Profesi ………... 11

2.2.1. Pengertian Zakat Profesi …... 11

2.2.2. Landasan Hukum Zakat Profesi ………. 12

2.2.3. Nisab Zakat Profesi …………... 16

2.2.4. Haul Zakat Profesi ………... 18

2.2.5. Cara Mengeluarkan Zakat Profesi ……….. 19

2.3. Kerangka Konseptual ……… 21

2.4. Penelitian Terdahulu ... 22

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian ... 24

3.2.Tempat dan Waktu penelitian ... 24

3.3.Batasan Dan Definisi Operasional ……… 24

3.3.1. Batasan Operasional ……….. 24

3.3.2. Definisi Operasional ………. 25

3.4.Populasi dan Sampel Penelitian... 26

3.5.Jenis Dan Metode Pengumpulan Data ……….. 27

3.5.1. Jenis Data ……….. 27

3.5.2. Metode Pengumpulan Data ………... 27


(8)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kota Medan ……….... 29 4.2. Deskriptif Penelitian ………. 33

4.2.1. Profil Responden ……….. 33

4.2.2. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .……….. 33

4.2.3. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ….. 34

4.2.4. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Dan

Golongan ... 36

4.2.5. Data Responden Berdasarkan Lama Jadi PNS Dan

Golongan ……….. 38

4.3. Analisis Data ……… 41

4.3.1. Pemahaman Responden Terhadap Zakat dan Zakat

Profesi ………... 41

4.3.2. Langkah-Langkah Yang Perlu Dilakukan Dalam

Mengimplementasikan Zakat Profesi ………... 58

4.3.3. Hambatan Yang Dihadapi Dalam Penerapan Zakat

Profesi ………... 63 4.4. Pembahasan ………... 68 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 73 5.2. Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

4.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Medan ... 31

4.2 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ……... 33

4.3 Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan …………... 35

4.4 Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Dan Golongan 37

4.5 Data Responden Berdasarkan Lama Jadi PNS Dan Golongan ... 39

4.6 Pemahaman Zakat Berdasarkan Jenis Kelamin ………. 42

4.7 Pemahaman Zakat Berdasarkan Pendidikan Terakhir ……… 43

4.8 Mengetahui Zakat Profesi Berdasarkan Pendidikan Terakhir …... 45

4.9 Pemahaman Zakat Profesi Berdasarkan Pendidikan Terakhir …... 46

4.10 Tingkat Pemahaman Responden Terhadap Zakat Profesi ………. 47

4.11 Tabel Hasil Statistik Tingkat Pemahaman Responden ………….. 48

4.12 Pemahaman Responden Terhadap Zakat Dan Zakat Profesi

Berdasarkan Pendidikan Terakhir ………..

50

4.13 Pernah Membayar Zakat Profesi Berdasarkan Lama Menjadi PNS 51

4.14 Pernah Membayar Zakat Profesi Berdasarkan Pemahaman Zakat

Dan Zakat Profesi ………..

53

4.15 Alasan Membayar Zakat Profesi ……… 55

4.16 Pemahaman Responden Terhadap Zakat Profesi Dengan Adanya

Perda ………..

57

4.17 Kendala Yang Akan Dihadapi Berdasarkan Pilihan Responden … 63

4.18 Kendala Eksternal Yang Akan Dihadapi Berdasarkan Pilihan

Responden ……….

65

4.19 Kendala Internal Yang Akan Dihadapi Berdasarkan Pilihan

Responden ……….


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual Pemahaman PNS Terhadap

Zakat Profesi ………... 22

4.1 Struktur Pemerintahan Kota Medan ……… 32

4.2 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ……….. 34

4.3 Data Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir … 36

4.4 Sosialisasi Berdasarkan Prioritas Menurut Responden 59

4.5 Tahap Pembelajaran Berdasarkan Prioritas Menurut

Responden ………...

60

4.6 Pembuatan Perda Berdasarkan Prioritas Menurut

Responden ………...

61

4.7 Pengoptimalan Zakat Profesi Berdasarkan Prioritas

Menurut Responden ……….


(11)

DAFTAR SINGKATAN

BAZ = Badan Amil Zakat

Gubsu = Gubernur Sumatera Utara

Perda = Peraturan Daerah

PNS = Pegawai Negeri Sipil

RI = Republik Indonesia

ZIS = Zakat Infaq Shadaqah

SWT = Subhanahu wata'ala


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman PNS muslim terhadap zakat profesi di Kota medan. Penelitian ini mengetengahkan 3 permasalahan yaitu : tingkat pemahaman PNS terhadap zakat profesi, langkah-langkah dalam pengimplementasian zakat profesi, dan kendala yang mungkin terjadi dalam pengimplementasian zakat profesi.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Data yang gunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner yang disebarkan kepada PNS muslim Kota Medan dan observasi langsung ke objek penelitian, sedangkan data sekunder diperoleh dari buku, literatur, internet, dan media-media lainnya. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan menggunakan program komputer SPSS VERSI 16,0.

Dari 100 responden yang diteliti, 60 menyatakan paham dan 40 tidak paham terhadap zakat profesi. Hanya 38 responden dari 60 responden yang paham zakat profesi yang bersedia memberitahu skala tingkat pemahaman terhadap zakat profesi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat pemahaman PNS muslim Kota Medan terhadap zakat profesi relatif baik dengan rata-rata pemahaman bernilai 6,55. Langkah-langkah yang diperlukan dalam pengimplementasian zakat profesi adalah : sosialisasi, pembuatan perda, dan pembelajaran akan zakat profesi tersebut. kendala yang terjadi dalam penerapan zakat profesi tersebut adalah : kurangnya sosialisasi, dukungan yang kurang dari pemimpin dan anggota instansi, faktor lingkungan, dan pengetahuan agama dari para PNS

Kata kunci : Tingkat Pemahaman, zakat profesi, langkah pengimplementasian, dan hambatan


(13)

ABSTRACT

The purpose of this research is to determine the level of understanding of muslim civil servants about profession tithe in Medan. This research set forth three problems they are the level of understanding of muslim civil servants about profession tithe, the steps in implementation of profession tithe, and obstacle maybe happened in implementation of profession tithe.

This research characteristic is descriptive analysis. The data in this research are primary data and secondary data. The collecting of the primary data is done by giving questionnaire to muslim civil servants in Medan and observation to the research objects, while secondary data are obtained from books, literature, internet, and other media. The descriptive analysis method by using computer SPSS 16.0 version.

From 100 respondens that observed, 60 are clarify they understand and 40 othres not understand about profession tithe. Only 38 respondens from 60 that understand about profession tithe willing to tell the scale of the level of understanding about profession tithe. The result obtained that level of understanding of muslim civil servants in Medan about profession tithe are relative good with average of understanding 6,55. The steps needed in implementation of profession tithe are sosialiszation, Perda, and learning of profession tithe. The obstacle happening to applicate profession tithe are less of sosialiszation, less supported from leadership and membership of the instance, area factor, and religion knowledege from the civil servants.

Key words : level of understanding, profession tithe, the steps in implementation, obstacle


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Zakat merupakan satu dari lima Rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. Setiap muslim mempunyai kewajiban membayar zakat bila harta kekayaannya telah mencapai nisab dan haulnya. Bahkan keimanan seorang muslim belum sempurna sebelum ia membayar zakat. Bila dirincikan, zakat menempati urutan ketiga dari lima rukun Islam, yaitu setelah mengucap dua syahadat dan kewajiban melaksanakan shalat maka kewajiban muslim selanjutnya adalah membayar zakat. Setelah ketiga hal tersebut, kewajiban selanjutnya adalah melaksanakan puasa dan menunaikan ibadah haji.

Jika dilihat dari makna yang terkandung didalam Rukun Islam, setelah seorang manusia bersaksi/berjanji bahwa tuhan hanya ALLAH, kemudian orang tersebut akan melaksanakan kewajibannya yaitu shalat 5 waktu maka kewajiban selanjutnya adalah membayar zakat. Shalat dapat melatih kedisiplinan dan ketaatan seorang muslim serta dapat menghindari pribadi dari perbuatan yang tercela. Namun, dampaknya hanya dapat dirasakan oleh individu sendiri. Setelah kewajiban itu seorang muslim akan melakukan ibadah yang bernama zakat. Kewajiban membayar zakat mempunyai arti tersendiri, yaitu selain melakukan ibadah kepada ALLAH juga dapat membantu masyarakat yang kurang mampu. Jika dipahami lebih mendalam, zakat memberikan 2 hubungan sekaligus, pertama hubungan vertikal yaitu hubungan individu dengan tuhannya (hablumminallah)


(15)

dan yang kedua hubungan horizontal yaitu hubungannya dengan masyarakat

umumnya dan para asnaf khususnya (hablumminannas).

Bila dilihat dari berbagai aspek, zakat sangat berkaitan dalam aspek kehidupan manusia, seperti: aspek ketuhanan, aspek sosial, dan aspek ekonomi. Dari aspek ketuhanan, zakat merupakan kewajiban seorang muslim untuk melaksanakannya, bahkan banyak ayat-ayat Al-qur’an yang menyebut dan membahas masalah zakat didalamnya. Setidaknya ada 27 ayat Al-qur’an yang menyebut kewajiban zakat dan kewajiban zakat secara bersamaan, yang artinya kewajiban zakat hampir mempunyai kesetaraan dengan kewajiban shalat (Hasmizar, 2009:1).

Dari aspek sosial, zakat dapat memperkecil jurang strata-sosial antar si miskin dan si kaya serta tanggung jawab yang diberikan oleh ALLAH kepada orang kaya untuk memperhatikan orang-orang yang tidak mampu. Selain itu, zakat dapat juga sebagai jaminan sosial untuk para asnaf yang diberikan oleh ALLAH (Ibid).

Dari aspek ekonomi, zakat dapat meningkatkan taraf hidup para asnaf, meningkatkan perekonomian para asnaf, dan bisa juga menggerakkan roda ekonomi suatu negara dalam jangka panjang dalam artian zakat tersebut didorong untuk menjadi zakat produktif (Ibid). Namun pada umumnya zakat hanya diberikan dalam bentuk yang konsumtif, tetapi hal tersebut juga dapat membantu para asnaf yang menerimanya (Ibid).

Mannan (dalam Khoirun Nisa’, 2011:3) menyebut zakat sebagai aktivitas ekonomi-religius dengan lima unsur penting. Pertama, unsur kepercayaan


(16)

keagamaan. Artinya, seorang muslim yang membayar zakat meyakini tindakannya sebagai manifestasi keamanan dan ketaatan. Kedua, unsur pemerataan dan keadilan yang menunjukkan tujuan zakat sebagai redistribusi kekayaan. Ketiga, unsur kematangan dan produktifitas yang menekankan waktu pembayaran sampai lewat satu tahun-ukuran normal bagi manusia untuk mengusahakan penghasilan. Keempat, unsur kebebasan dan nalar. Artinya, kewajiban zakat hanya berlaku bagi manusia yang sehat jasmani dan rohani yang merasa bertanggung jawab untuk membayarkannya demi diri dan umat. Kelima, unsur etik dan kewajaran. Artinya, zakat ditarik secara wajar sesuai kemampuan, tanpa meninggalkan beban yang justru menyulitkan sipembayar zakat.

Berkenaan dengan zakat harta yang selalu dinamis, sejak tahun 1980-an mengalami dinamika berarti, yakni berkembangnya pemikiran mengenai “sumber” nya yang berasal dari pekerjaan/profesi atau keahlian khusus yang mendatangkan penghasilan besar, seperti konsultan, dokter spesialis, notaris, penasehat hukum, pegawai negeri, pilot, nahkoda, komisioner, dan lain-lain. Inilah yang disebut zakat profesi, yakni zakat harta yang dapat diperoleh sewaktu-waktu dari pekerjaan profesinya (Nukthoh Arfawie Kurde, 2005:22). Demikian pula dengan pemanfaatan atau penyalurannya, dengan munculnya wacana tentang pendayagunaan zakat harta dalam bentuk konsumtif dan produktif, seperti bantuan modal usaha bagi para mustahik, koperasi, perbaikan jalan, madrasah, rumah sakit, panti jompo, yatim piatu, dan lain-lain (Ibid).


(17)

Di Indonesia sendiri dalam pelaksanaan pengeluaran zakat telah mendapat legalitas hukum yang mana telah diatur di dalam Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Pada tahun 2003 Menteri Agama juga membuat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 yang mengatur tentang pelaksanaan undang-undang tersebut. Di dalam undang-undang tersebut disebutkan jenis harta yang wajib di zakati, salah satunya yaitu zakat hasil pendapatan dan jasa (Khoirun Nisa’, 2011:3).

Zakat profesi memang belum dikenal secara luas oleh masyarakat, dan bahkan tidak kenal sama sekali, karena zakat profesi belum lama diperkenalkan di tengah-tengah masyarakat Indonesia, termasuk pegawai negeri. Zakat profesi adalah kewajiban zakat yang dikenakan atas penghasilan tiap-tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik itu dikerjakan sendirian ataupun dilakukan bersama-sama dengan orang / lembaga lain yang dapat mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab (batas minimum harta untuk bisa berzakat) (Nukthoh Arfawie Kurde, 2005:1-2).

Didaerah Sumatera Utara belum ada legalitas tentang zakat profesi atau perda yang behubungan dengan zakat profesi. Beberapa tahun yang lalu, tepatnya tahun 2010 Gubsu membuat suatu kebijakan yang berhubungan dengan zakat, infaq, Shadaqah (ZIS) yaitu Surat Gubsu Nomor 451/10546 tanggal 29 Oktober 2010 yang menyatakan bahwa mulai Januari 2011 jajaran PNS pemerintah provinsi Sumatera Utara akan dipungut infaq bulanan.


(18)

Melalui Surat Gubsu Nomor 451/10546 tanggal 29 Oktober 2010, Gubernur Sumatera Utara membuat kebijakan yaitu setiap PNS muslim dijajaran

pemerintah provinsi Sumatera Utara mulai Januari 2011 akan dipungut infaq

bulan. “Setiap PNS Muslim akan dipungut Infaq bulanan yaitu golongan I

Rp5.000, golongan II Rp10.000, golongan III Rp15.000 dan golongan IV Rp20.000,” kata Wagubsu Gatot Pujonugroho pada sosialisasi optimalisasi pengumpulan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) di kalangan pegawai negeri sipil (PNS) Muslim Pemprovsu di Aula Martabe Kantor Gubsu, Rabu (15/12/2010). Demikianlah yang diutarakan oleh Wagubsu Gatot Pujonugroho, namun hal tersebut bukanlah zakat yang sebagaimana yang diwajibkan oleh rukun Islam melainkan hanya sebagai infaq dengan ketentuan tertentu.

Bila berkaca dari Surat Gubsu Nomor 451/10546 tanggal 29 Oktober

2010, kebijakan tersebut bukanlah suatu yang berhubungan dengan zakat profesi dikalangan para PNS pemerintah provinsi Sumatera Utara melainkan hanya infaq. Sumatera Utara dalam ruang lingkup penerapan zakat profesi belumlah terimplementasi secara nyata, demikian yang penulis dapat ungkapkan sebab belum adanya peraturan atau surat yang secara nyata mewajibkan para PNS untuk membayar zakat profesi. Namun, bila seorang PNS melakukannya hal tersebut hanyalah sebuah kepatuhan PNS tersebut terhadap perintah rukun Islam yang wajib ia kerjakan. Demikian juga dengan Kota Medan. Sejauh ini Kota Medan belum mengeluarkan perda mengenai zakat profesi. Namun bila Kota Medan dijadikan sebagai sebuah kota yang berada di dalam teritorial provinsi Sumatera


(19)

Utara maka PNS dijajaran pemerintah Kota Medan dipungut infaq bulan sesuai dengan Surat Gubsu Nomor 451/10546 tanggal 29 Oktober 2010.

Terlepas dari permasalahan pro dan kontra zakat profesi, ada permasalahan lain dari zakat tersebut, yaitu tentang pemahaman akan zakat itu sendiri dari subjek zakat (muzakki), kesadaran akan berzakat, serta permasalahan lainnya. Sasaran dari zakat profesi ini tentunya untuk para pekerja baik pekerja yang bekerja untuk dirinya sendiri maupun yang bekerja untuk orang lain, seperti dokter, pengacara, PNS, dan lain-lain. Untuk PNS sendiri beberapa daerah pernah melakukan kewajiban zakat untuk profesi mereka sebagai PNS.

Provinsi Aceh, Banten, Nusa Tenggara Barat, dan lain-lain telah menerapkan kewajiban zakat profesi untuk para PNS dalam lingkungan pemerintahan tersebut. Provinsi Aceh misalnya, melalui Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Zakat

Bab VIII pasal 26 telah mewajibkan masyarakat Aceh untuk membayar zakat

penghasilan/profesi. Kendala utama dalam penerapan Qanun tersebut adalah optimalisasi dari zakat profesi itu karena tergarap hanya kalangan PNS semata, sementara masyarakat lain yang mempunyai penghasilan yang telah sampai nisab

dan haul untuk dikeluarkan zakatnya tidak tergarap. Provinsi Banten dengan

Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Zakat Bab III pasal 5 mewajibkan masyarakat untuk membayar zakat dari Penghasilannya sebagai PNS atau dari profesi lainnya.


(20)

Kabupaten Bima mewajibkan zakat profesi untuk PNS dengan diberlakukannya Perda Kab. Bima No. 9/2002 tentang zakat. Berita terkini dari zakat profesi di Kota Bima adalah zakat profesi yang terkumpul lebih dari 400 juta, hal tersebut sungguh suatu pencapaian yang maksimal. Sebelumnya ketua BAZDA Kota Bima menyebutkan bahwa pada tahun 2011 zakat profesi di Kota Bima belumlah optimal disebabkab oleh masih dalam proses pembelajaran. Walaupun demikian, hal tersebut layak mendapat apresiasi atas apa yang telah dilakukan oleh Pemko Bima dengan menerapkan zakat profesi dikalangan PNS khususnya dan masyarakat luas umumnya.

Kota Medan sendiri, hingga sekarang belum menerapkan kewajiban zakat profesi untuk para PNS. Ya, untuk suatu perda atau legalitas yang dapat diberi sanksi tegas bila seseorang tidak melakukannya atau tidak mentaatinya belum ada dikeluarkan oleh pemerintah Kota Medan. Tentunya untuk suatu ketaatan dalam melaksanakan Rukun Islam, suatu pengharapan yang nantinya yang mungkin akan membuat pemerintah kota Medan memberlakukan zakat profesi untuk para PNS. Namun, terlepas dari hal tersebut ada hal yang lebih penting yaitu bagaimana pemahaman dari PNS sendiri akan zakat profesi itu. Hal tersebut perlu adanya sosialisasi dari BAZ untuk para PNS nantinya.

Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Studi Tingkat Pemahaman PNS Muslim Terhadap Zakat Profesi Di Kota Medan”.


(21)

1.2.Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat pemahaman PNS muslim Kota Medan terhadap zakat

profesi.

2. Langkah apa yang dilakukan pemerintah Kota Medan untuk

mengimplementasikan zakat profesi bagi PNS muslim di Kota Medan.

3. Apa hambatan dan kendala yang dihadapi pemerintah Kota Medan dalam

menetapkan dan menerapkan zakat profesi terhadap PNS di Kota Medan serta solusinya.

1.3.Tujuan Penelitian

Menurut latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui tingkat pemahaman PNS muslim terhadap zakat profesi di

Kota Medan.

2. Mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah Kota

Medan untuk mengimplementasikan zakat profesi di Kota Medan.

3. Mengetahui kendala dan hambatan yang dihadapi dalam menetapkan dan


(22)

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah, khususnya kementerian agama.

2. Sebagai bahan masukan kepada instansi terkait khususnya LAZ Kota Medan

3. Sebagai bahan studi atau literatur tambahan terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya.

4. Sebagai informasi dan masukan untuk lembaga akademis sehingga dapat

dijadikan sebagai bahan referensi untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan.

5. Sebagai tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis.

6. Sebagai bahan studi dan literatur bagi mahasiswa atau mahasiswi ataupun


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian Zakat

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan bentuk kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Zaka, berarti tumbuh dan berkembang, bila dikaitkan dengan sesuatu bisa juga berarti orang itu baik bila dikaitkan dengan seseorang (Nuruddin Mhd Ali, 2006:6). Dari segi istilah fiqih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah yang diserahkan kepada orang-orang yang berhak (Yusuf Qardhawi, 1996:34).

Mazhab Maliki mendefinisikan zakat dengan mengeluarkan sebagian dari harta yang khusus yang telah mencapai nishab (batas kuantitas minimal yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya (Wahbah Al-Zuhayly, 1995:83). Menurut mazhab Hanafi mendefinisikan dengan menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang ditentukan oleh syariat karena Allah (Ibid). Menurut mazhab Syafi’i, zakat adalah sebuah ungkapan keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus (Wahbah Al-Zuhayly, 1995:84). Menurut mazhab Hanbali, zakat ialah hak yang wajib (dikeluarkan) dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula (Ibid).

Dari beberapa defenisi diatas, penulis menyimpulkan: zakat adalah suatu harta khusus yang wajib dikeluarkan oleh individu kepada orang khusus (yang telah ditentukan Allah) dengan ketentuan tertentu. Kata khusus dalam kalimat


(24)

kepada harta yang telah bersih yaitu bebas dari hutang dan diperoleh dari cara yang halal sesuai syariat Islam. Orang khusus dalam kalimat mengacu kepada para asnaf yang telah ditetapkan oleh Allah dan kata “ketentuan tertentu” mengacu kepada haul dan hisab harta tersebut.

Para pemikir Islam kontemporer mendefinisikan zakat sebagai harta yang ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang, kepada masyarakat umum atau individu yang mengikat dan final, tanpa mendapat imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta, yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan oleh al-Qur’an, serta untuk memenuhi tuntutan politik bagi keuangan Islam (Nuruddin Mhd Ali, 2006:7).

2.2.Zakat Profesi

2.2.1. Pengertian Zakat Profesi

Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun yang dilakukan bersama dengan orang/lembaga lain yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab (batas minimum untuk berzakat). Zakat ini dinamakan pula zakat pendapatan (dari pekerjaan profesional) (Nukthoh Arfawie, 2005:25).

Yusuf Qardawi ketika menulis tentang masalah pencaharian dan profesi, beliau membagi profesi ini menjadi dua bagian yakni Kasb al-amal dan Mihan al-hurrah. Kasb al-amal adalah pekerjaan seseorang yang tunduk pada perseroan (perusahaan) atau perseorangan dengan mendapatkan upah, sedangkan yang


(25)

dimaksud dengan Mihan al-hurrah adalah pekerjaan bebas, tidak terikat pada orang lain, seperti pekerjaan seorang dokter, dengan praktek swasta dengan segala profesinya, pemborong, pengacara, notaris dan PPAT nya, seniman, arsitek, penjahit, tukang kayu, dan lain sebagainya (Nukthoh Arfawie, 2005:26).

Dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa zakat profesi adalah zakat yang harus dikeluarkan individu atau lembaga dari suatu pekerjaan yang menghasilkan (uang) atau lainnya yang telah mencapai haul dan nisab, baik yang dikerjakan sendiri ataupun dengan bekerja untuk orang lain. Pekerjaan apapun yang dikerjakan oleh individu baik bekerja sendiri maupun orang lain, bila telah mencapai haul dan nisab diwajibkan untuk mengeluarkan zakat dari pekerjaannya tersebut.

2.2.2. Landasan Hukum Zakat Profesi 1. Al-Qur’an

Dasar hukum zakat profesi dapat diambil dari mafhum terjemahan ayat sebagai berikut :

Hai orang-orang yang beriman, infaqkanlah sebahagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebahagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu …” (terjemahan QS Al-Baqarah, 2:267)

Dan Dia-lah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) apabila ia berbuah dan


(26)

tunaikanlah haknya pada hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)…” ( terjemahan QS Al-An’am, 6:141)

Beberapa ayat tersebut menunjukkan kewajiban zakat. Dalam garis

besarnya obyek zakat meliputi keseluruhan hasil usaha (min thayyibati ma

kasabtum) dan keseluruhan komoditas yang mencakup flora dan fauna (min ma akhrajna lakum min al-ardli). Pada prinsipnya sistem zakat adalah sistem pemerataan kesejahteraan masyarakat yang diatur melalui penarikan harta dari orang-orang kaya dan disalurkan kepada orang-orang miskin.

2. Al-Hadist

Zakat (pendapatan dan jasa) yang berbunyi : “Dari Ibnu Abbas RA

berkata: bahwa ketika Nabi SAW mengutus Mu’adz ke negeri Yaman beliau memberikan amanat (kepadanya): Sesungguhnya engkau akan menghadapi masyarakat Ahli Kitab, maka ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah; apabila mereka telah taat kepadamu mengenai hal itu, maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam; apabila mereka telah taat kepadamu mengenai hal itu, maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan shadaqah (zakat) kepada mereka, yang diambil dari orang-orang kaya dan disalurkan kepada orang-orang miskin dari kalangan mereka. Apabila mereka telah taat kepadamu mengenai hal itu, maka kamu hendaklah berhati hati, jangan mengambil yang baik-baiknya saja dari harta mereka, dan


(27)

hindarilah doa orang-orang yang teraniaya, karena antara doanya dengan Allah tidak ada hijab” (HR Bukhari-Muslim).

Dari hadist diatas, secara garis besar telah mewajibkan seseorang untuk mengeluarkan zakat.

3. Ijtihhad

Ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum zakat penghasilan atau profesi. Mayoritas ulama madzhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nishab dan sudah sampai setahun (haul), namun para ulama mutaakhirin seperti Yusuf Al Qaradhawi dan Wahbah Az-Zuhaili, menegaskan bahwa zakat penghasilan itu hukumnya wajib pada saat memperolehnya, meskipun belum mencapai satu tahun. Hal ini mengacu pada pendapat sebagian sahabat yaitu Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah, Tabiin Az-Zuhri, Hasan Al-Bashri, dan Makhul juga pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberapa ulama fiqh lainnya.

Adapun kewajiban zakatnya adalah 2,5%, berdasarkan keumuman nas yang mewajibkan zakat uang, baik sudah mencapai satu haul atau ketika menerimanya. Jika sudah dikeluarkan zakatnya pada saat menerimanya, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat lagi pada akhir tahun. Dengan demikian ada kesamaan antara pegawai yang menerima gaji secara rutin dengan petani yang wajib mengeluarkan zakat pada saat


(28)

panen, tanpa ada perhitungan haul. Menurut al-Qaradhawi nishab zakat profesi senilai 85 gram emas dan jumlah zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5%. Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi) zakat profesi ini menurut Al-Qaradhawi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-mustafaad adalah setiap harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya. Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan Bashri, dan Makhul) yang mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafaad pada saat menerimanya, tanpa mensyaratkan haul (dimiliki selama satu tahun qamariyah). Bahkan al-Qaradhawi melemahkan hadis yang mewajibkan haul bagi harta zakat, yaitu hadis Ali bin Abi Thalib

RA, bahwa Nabi SAW bersabda”Tidak ada zakat pada harta hingga

berlalu atasnya haul.” (HR Abu Dawud).

4. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Bab IV pasal 11 bahwa harta-harta yang dikeanai zakat adalah adalah :

a. Emas, perak dan uang;

b. Perdagangan dan perusahaan;


(29)

d. Hasil pertambangan; e. Hasil peternakan;

f. Hasil pendapatan dan jasa; g. Rikaz

2.2.3. Nisab Zakat Profesi

Untuk wajib zakat diisyaratkan mencapai nisab, artinya harta yang dimiliki sudah mencapai nisab. Jadi tidak diwajibkan zakat kecuali bagi orang yang telah memiliki harta yang sudah mencapai nisab (Nukthoh Arfawie Kurde, 2005:26-27). Nisab menurut syara’ ialah “ukuran yang ditetapkan oleh penentu hukum sebagai tanda untuk wajibnya zakat, baik berupa emas, perak, dan lain-lain. Atau dalam istilah bahasa nisab adalah jumlah harta benda minimum yang dikenakan zakat (Nukthoh Arfawie Kurde, 2005:27).

Kalau nisab penghasilan/profesi dikembalikan kepada mal mustafad, maka

para ulama fiqih sepakat bahwa zakat dari mal mustafad ialah pada waktu

menerimanya apabila telah mencapai satu nisab. Ini berarti pula bahwa, PNS staff perusahaan, dan lain-lain yang gajinya perbulan sudah mencapai seharga 94 gram emas baru diwajibkan zakat (Ibid). Akan tetapi apabila profesi PNS atau staff perusahaan dikembalikan kepada pendapat ulama-ulama mutaakhirin, maka akan ditemukan beberapa pendapat yang kemudian dipilih untuk menjadi pegangan(Ibid). Pendapat-pendapat tersebut adalah:

1. Pendapat Dr. Yusuf Qardawi yang menganalogikan zakat profesi dengan

zakat uang, yaitu 2,5% dari sisa pendapatan bersih (yaitu pendapatan kotor dikurangi jumlah pengeluaran untuk kehidupan layak, untuk makan,


(30)

pakaian, cicilan rumah dan lain-lain). Sistem yang dipergunakan ini adalah dengan mengumpulkan gaji atau penghasilan yang diterima berkali-kali itu dalam waktu tertentu (Nukthoh Arfawie Kurde, 2005:29).

2. Pendapat Syaikh Muhammad al-Ghazali yang telah membahas masalah

ini dalam bukunya “Islam Wa Awdha al-iqtishadiya”. Beliau

menyebutkan bahwa dasar penetapan wajib zakat dalam Islam hanyalah modal, bertambah, berkurang atau tetap, setelah lewat setahun, seperti zakat uang dan zakat perdagangan yang zakatnya 1/10 atau 1/20. Berdasarkan hal tersebut, seorang dokter, pengacara, insinyur, pengusaha, PNS, karyawan dan sebangsanya, wajib mengeluarkan zakat dari pendapatannya yang besar. Dengan demikian saat menerima gaji adalah haul bagi seorang profesional dan karyawan, sedangkan nisabnya adalah 10% dari sisa pendapatan bersih (Nukthoh Arfawie Kurde, 2005:29-30).

3. Pendapat mazhab Imamiah (atau biasa disebut mazhab Ahlul-Bait) yang

menetapkan zakat profesi sebesar 20% dari setiap hasil pendapatan lainnya. Pendapat mereka ini berdasarkan atas pemahaman firman Allah

tentang ghanimah: “Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian)

harta rampasan perang. Katakan: harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman” (terjemahan Q.S. Al-Anfal :1 ) (Nukthoh Arfawie Kurde, 2005:31).


(31)

2.2.4. Haul zakat profesi

Berkenan dengan haulnya zakat profesi, para ulama berbeda pendapat. Menurut Abdur Rahman Hasan, Muhammad Abu Zahrah, dan Abdul Wahab Khallaf mengatakan bahwa pencaharian dan profesi dapat diambil zakatnya apabila sudah setahun (haul) tanpa kurang ditengah-tengah (Nukthoh Arfawie Kurde, 2005:34).

Menurut Al-Qardawi; bahwa pendapatan atau uang hasil pekerjaan profesi itu adalah termasuk mal mustafad, artinya harta yang baru dimilikinya melalui cara kepemilikan yang sah menurut undang-undang maka dengan demikian disepakati bahwa zakat dari mal mustafad ialah pada waktu menerimanya (tanpa haul) apabila telah mencapai nisab (Ibid).

Menurut Nukthoh Arfawie Kurde, dari berbagai pendapat seperti yang telah dikemukakan, adalah pendapat Al-Qardawi yang lebih dekat dari atmosfir Indonesia, yaitu zakat uang ini berarti pula bahwa kalau telah mencapai nisab, maka zakatnya adalah 2,5% dari harta yang dimiliki, namun Nukthoh Arfawie Kurde kurang sependapat dengan Al-Qardawi mengenai pendapatan bersih yang wajib kena pajak. Menurut hemat Nukthoh Arfawie Kurde, pendapatan bersih seseorang akan sangat bergantung pada gaya hidup seseorang. Misalkan saja, dari 2 orang yang berpendapatan sama, tentu mempunyai nilai saving atau net income yang berbeda. Hal ini disebabkan kecenderungan yang berbeda dari keduanya dalam membelanjakan pendapatan mereka. Oleh karena itu, bila dipakai pendapatan bersih akan terasa tidak adil, mengingat gaya hidup tadi. Di lain


(32)

pihak, prinsip tersebut akan mendorong orang hidup berlebihan atau boros, hanya dengan dalih untuk menghindari zakat. Oleh karenanya, menurut Nukthoh Arfawie Kurde yang menjadi penghitungan nisab adalah pendapatan bruto (kotor) selama 1 tahun, bukan pendapatan bersih (Nukthoh Arfawie Kurde, 2005:35).

Secara pribadi Penulis sendiri setuju dengan pendapat yang dikemukakan oleh bapak Nukthoh Arfawie Kurde yang haulnya berdasarkan pendapatan kotor dari individu, dengan demikian individu tidak mempunyai alasan untuk menghindari zakat. Namun ada hal yang bertentangan dengan hal tersebut, yaitu syarat zakat yang berkaitan dengan harta yang dizakatkan, yaitu harta tersebut dimiliki penuh. Pertentangan terjadi antara pendapatan kotor dan harta yang dimiliki penuh, dalam pendapatan kotor sudah pasti terdapat kewajiban yang harus dilunasi oleh individu yaitu berupa utang kepada orang atau lembaga yang ia utang sebelumya. Hal tersebutlah yang menjadi pertentangan dari masalah zakat profesi dari kasb al-amal.

2.2.5.Cara pengeluaran zakat profesi

Ulama-ulama salaf yang berpendapat bahwa harta penghasilan wajib zakat, diriwayatkan mempunyai 2 cara dalam mengeluarkan zakatnya:

1. Az-Zuhri berpendapat bahwa bila seseorang mempunyai penghasilan dan

ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib zakat datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari membelanjakannya, dan bila tidak ingin membelanjakannya maka


(33)

hendaknya ia mengeluarkan zakatnya bersamaan dengan kekayaannya yang lain-lain (Yusuf Qardawi, 1999:484).

Hal serupa atau dekat dengan pendapat tersebut adalah pendapat Auza’i tentang seseorang yang menjual hambanya atau rumahnya, bahwa ia wajib mengeluarkan zakat sesudah menerima uang penjualan di tangannya, kecuali bila ia mempunyai bulan tertentu untuk mengeluarkan zakat uang penjualan tersebut bersamaan dengan hartanya yang lain tersebut (Ibid).

2. Makhul berpendapat bahwa bila seseorang harus mengeluarkan zakat

pada bulan tertentu kemudian memperoleh uang tetapi kemudian dibelanjakannya, maka uang itu tidak wajib zakat, yang wajib zakat hanya uang yang sudah datang bulan untuk mengeluarkan zakat itu. Tetapi bila ia tidak harus mengeluarkan zakat pada bulan tertentu kemudian memperoleh uang, maka ia harus mengeluarkan zakatnya pada waktu uang tadi diperoleh (Yusuf Qardawi, 1999:485).

Pendapat itu dengan demikian memberikan keistimewaan kepada orang-orang yang mempunyai uang yang harus dikeluarkan zakatnya pada bulan tertentu itu, dan tidak memberikan keistimewaan kepada orang yang tidak mempunyai uang seperti itu. Yaitu membolehkan orang-orang yang pertama tadi membelanjakan penghasilannya tanpa mengeluarkan zakat kecuali bila masih bersisa sampai bulan tertentu yang dikeluarkan zakatnya bersamaan dengan kekayaan yang lain, sedangkan mereka yang tidak mempunyai lain harus mengeluarkan zakat Penghasilannya pada


(34)

waktu menerima penghasilan tersebut. Kesimpulannya: memberikan keringanan kepada orang yang mempunyai kekayaan lain dan memberi beban berat kepada orang yang tidak mempunyai kekayaan selain penghasilan tersebut (Ibid).

2.3. Kerangka konseptual

Adapun kerangka pemikiran penulis yang menjadi pijakan dalam

penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Pemahaman PNS terhadap Zakat Profesi

Dari skema diatas dapat dijelaskan bahwa zakat secara umum harus dibayar oleh muzakki. Disamping dibayarkan, muzakki juga harus memahami secara betul tentang zakat itu sendiri. Demikian halnya dengan zakat profesi yang

sedang penulis teliti, para muzakki (PNS khususnya) diwajibkan untuk

membayarkannya sesuai dengan nisab dan haul yang berlaku. Selain membayar, muzakki juga dituntut untuk mengerti secara keseluruhan tentang zakat profesi itu sendiri. Dalam penelitian ini, penulis juga ingin mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah Kota Medan untuk dapat mengimplementasikan

Zakat

Zakat Profesi Langkah

pengimplementasian Pemahaman PNS


(35)

zakat profesi untuk para PNS khususnya dan masyarakat Kota Medan umumnya. Selain hal tersebut, penulis juga ingin mengetahui hambatan dan kendala yang dihadapi dalam implementasi zakat profesi.

2.4. Penelitian Terdahulu

Nur Iman Ramadhona, S.H (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisa Yuridis Tentang Zakat Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dilihat Dari Perspektif Hukum Islam”. Hasil penelitiannya tersebut menyatakan bahwa Konsepsi zakat terhadap gaji yang diterima Pegawai Negeri Sipil (PNS) merumuskan konsepsi fiqih zakat baru, dengan memahami semangat, jiwa serta maksud dari prinsip-prinsip yang melekat pada syari’at diwajibkannya. Apabila para ulama menggunakan metode qiyas (analogi) dalam berijtihad sebagai upaya memperluas jangkauan zakat bukan berarti bid’ah karena mengada-ada yang tidak pernah di-syariat-kan baik oleh al-Qur’an maupun al-Hadits. Akan tetapi, merupakan suatu tuntutan kebutuhan zaman modern, mengingat sifat dan karakteristik hukum Islam itu yaitu sempurna, elastis, dan dinamis, sistematis serta bersifat ta’aqquli (tidak bisa dirasionalisasika) dan ta’abbudi (bersifat rasional).

Henny Suciati, S.H (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Zakat Profesi Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Undang-Undang No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat serta Pemanfaatannya Di Kota Semarang”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat yang masih kurang tentang zakat khususnya zakat profesi dan kurangnya kualitas dari


(36)

Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola zakat, sehingga berpengaruh pada tingkat kepercayaan masyarakat kepada badan-badan atau lembaga zakat.

Khoirun Nisa (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Studi Perkembangan Zakat Profesi Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) Di Kota Malang” . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah zakat profesi yang dibayarkan oleh PNS Kota Malang ke BAZ dari tahun 2007 hingga tahun 2011 hal tersebut dikarenakan rendahnya kesadaran PNS Kota Malang untuk membayar zakat profesi serta hal tersebut didukung akan dicabutnya anjuran PNS Kota Malang untuk membayar zakat profesi.


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitis. Penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Moh. Nazir, 2005:54-57).

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan yaitu Pemerintah Kota Medan. Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan dimulai dari tanggal 21 Juni 2012 sampai dengan 21 September 2012.

3.3.Batasan dan Definisi Operasional 3.3.1. Batasan operasional

Untuk menghindari timbulnya salah pengertian dan salah penafsiran terhadap istilah-istilah judul, penulis memberikan penegasan istilah sehingga ruang lingkupnya tidak terlalu luas dan lebih mendalam, yaitu sebagai berikut.

1.

Pemahaman adalah suatu kemampuan seseorang dalam mengartikan,

menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya ( Sadiman, Arif. Sukadi, 1946:109).


(38)

2. Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah salah satu jenis Kepegawaian Negeri di samping anggota TNI dan Anggota POLRI (UU No 43 Th 1999). Pengertian Pegawai Negeri adalah warga negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 ayat 1 UU 43/1999)

3. Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau

keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun yang dilakukan bersama dengan orang/lembaga lain yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab (batas minimum untuk berzakat) (Nukthoh Arfawie, 2005:25).

3.3.2. Definisi Operasional

1. Tingkat pemahaman adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa

mengerti seseorang terhadap suatu persoalan atau yang lainnya, dalam hal ini adalah pengetahuan PNS terhadap zakat profesi.

2. Zakat profesi adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh seseorang dalam hal ini atas penghasilan yang ia terima dari sebuah profesi atau lebih.


(39)

3.4.Populasi dan Sampel

Populasi merujuk pada sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam satu atau beberapa hal yang membentuk masalah pokok dalam suatu penelitian (Muhamad, 2008 : 161). Populasi dalam penelitian ini adalah PNS muslim Kota Medan, dimana jumlah populasinya 11181 orang per Juli 2012.

Sampel merupkan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang diambil dari suatu populasi dan diteliti secara rinci (Muhamad, 2008:162). Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Slovin dengan rumus :

n = N

(1+N× e2) Dimana :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan.

Maka jumlah sampel yang diperoleh adalah :

n = 11181

(1+11181 × 0,12) n = 99,1135

n = 100 orang

Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui simple random sampling

yang artinya cara penarikan sampel anggota dilakukan secara acak tanpa


(40)

administrated survey, yaitu responden diminta untuk mengisi sendiri kuesioner yang diberikan.

3.5.Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Jenis data

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama baik individu maupun kelompok, yaitu kuesioner yang diberikan kepada PNS Kota Medan

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak yang berwenang dari pemerintah Kota Medan, buku, literatur, media internet, serta bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.5.2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut :

1. Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek

yang akan diteliti, dalam hal ini pengamatan langsung ke kantor Pemerintah kota Medan untuk mengetahui pemahaman PNS terhadap zakat profesi

2. Studi Kepustakaan yaitu mengumpulkan data dan informasi melalui telaah

berbagai literatur yang relevan yang berhubungan dengan permasalahan yang ada di dalam penulisan skripsi ini, dapat diperoleh dari buku-buku, internet dan lain-lain.


(41)

3. Kuesioner, penulis membuat daftar pertanyaan yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Kuesioner ini ditujukan kepada para PNS. Jawaban atas pertanyaan ini di gunakan sebagai pelengkap dan pendukung kebenaran data-data yang ada.

3.6.Teknik Analisis

Dalam penelitian ini penulis menggunakan program komputer SPSS (Statistic Product and Service Solution) versi 16,0. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode analisis deskriptif, dimana data yang diperoleh dianalisis sehingga diperoleh berbagai gambaran yang menunjukkan pemahaman PNS terhadap zakat profesi. Disamping itu dilakukan pula dengan bentuk analisis lain seperti: grafik tabulasi silang (cross tab), tabel, frekuensi, dan gambar (grafik).

Grafik tabulasi silang (cross tab) dapat membantu penulis dalam menganalisis hubungan antar variabel sehingga akan memudahkan penulis dalam pengambilan kesimpulan yang berhubungan dengan variabel-variabel tersebut. Tabel dan grafik juga dapat membantu penulis dalam pengorganisasian data sehingga dapat memudahkan dalam hal penyajian yang juga akan menghasilkan informasi yang lebih bermakna.


(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Kota Medan

Kota Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara. Kota ini merupakan kota terbesar yang ada di pulau Sumatera, yakni memiliki luas 26.510 hektar ( 265,10 km2) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Secara geografis kota Medan berada pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara, kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan

pemerintah daerah

Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Hal ini dapat dilihat dari letak kota Medan secara geografis yang memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota atau negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat ini. Secara demografis Kota Medan juga diperkirakan memiliki pangsa pasar


(43)

barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional.

Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar. Berdasarkan 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan.

Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan, tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Sedangkan tingkat kapadatan


(44)

penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per km² pada tahun 2004 menjadi 7.681 jiwa per km² (lebih lengkapya lihat ditabel 4.1). Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur. Pada

ta

wanita adalah 71 tahun. Mayoritas penduduk Kota Medan sekarang adalah suku Jawa, dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo). Di kota ini banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Medan merupakan salah satu Kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa yang cukup banyak.

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Medan Tahun Jumlah

Penduduk

Luas Wilayah (KM2)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM2)

2005 2.036.185 265.10 7.681

2006 2.067.288 265.10 7.798

2007 2.083.156 265.10 7.858

2008 2.102.105 265.10 7.929

2009 2.121.053 265.10 8.001

Sumber : BPS Kota Medan

Secara konstitusional Negara Indonesia dibagi dalam daerah propinsi dan daerah yang lebih kecil (Kota-Kabupaten). Masing-masing daerah pada dasarnya memiliki sifat otonom dan atministratif. Adanya daerah, menjadikan adanya pemerintahan daerah, pertimbangan situasional, historis, politis, psikologis dan tehnis pemerintahan, merupakan latar belakang pemikiran strategis perlunya pemerintahan daerah di Indonesia. Adanya pemerintahan daerah berkonsekuensi


(45)

adanya Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah Kota Medan adalah Walikota Medan beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai unsur penyalenggara pemerintah daerah. Secara garis besar struktur organisasi Pemerintah Kota Medan, dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.1

Struktur Pemerintahan Kota Medan

4.2.Deskriptif Penelitian 4.2.1. Profil Responden

Profil responden adalah data-data mengenai responden yang penulis teliti. Responden pada penelitian ini adalah PNS pemerintah Kota Medan, penulis

Walikota (Mayor) Wakil Walikota (Vice Mayor)

Sekretaris Daerah (Local Secreatry)

DPRD (House of Representative)

Asisten (Assistant)

Dinas (Technical Unit)

Badan (Boards)

Sekretaris DPRD


(46)

mendapatkan data melalui observasi langsung ke lapangan yaitu ke pemerintahan Kota Medan yang kemudian penulis mengajukan pertanyaan dalam bentuk kuesioner kepada PNS yang dijadikan responden. Jawaban dari pertanyaan tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel, grafik, frekuensi, dan tabulasi silang (cross tab) yang kemudian akan penulis analisis.

4.2.2. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Data responden berdasarkan jenis kelamin dapat digunakan untuk perbandingan gender terhadap sampel yang penulis teliti. Melalui tabel berikut, penulis akan memperlihatkan perbandingan baik secara jumlah maupun persentase responden yang penulis teliti.

Tabel 4.2

Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 52 52,0

Perempuan 48 48,0

Total 100 100

Sumber : Data Primer

Tabel 4.2 diatas, terlihat hasil dari pengolahan data yang telah penulis lakukan terhadap 100 responden yang dipilih secara acak. Hasil yang tertera di tabel menunjukkan bahwa jumlah responden laki-laki lebih besar dari pada responden perempuan yaitu dengan frekuensi 52 orang laki-laki atau 52% dari semua sampel dan frekuensi responden perempuan 48 orang atau 48% dari sampel yang penulis teliti. Dari hasil penelitian ini, terlihat bahwa frekuensi laki-laki lebih besar dari frekuensi perempuan namun bukan berarti jumlah PNS


(47)

pemerintah Kota Medan didominasi oleh laki-laki. Untuk lebih jelas akan penulis sajikan dalam bentuk gambar, sebagai berikut :

Gambar 4.2

Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 4.2.3. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Setiap PNS/responden sudah pasti mempunyai pendidikan yang ia selesaikan sebelum ia bekerja di pemerintahan Kota Medan. Pada tabel 4.3 penulis akan menyajikan tabel data responden berdasarkan tingkat pendidikan. Berikut tabelnya :

Tabel 4.3

Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan Frekuensi Persentase

SMA 18 18,0

Diploma 5 5,0

Sarjana 70 70,0

S2 7 7,0

Total 100 100,0

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel4.3 diatas, terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan terakhir sarjana (S1) yaitu dengan jumlah 70 orang


(48)

dengan persentase sebesar 70% dari semua responden, kemudian responden dengan pendidikan terakhir SMA berada dibawahnya dengan jumlah 18 orang atau dengan persentase 18% dari semua responden. Selanjutnya responden dengan tingkat pendidikan terakhir S2 berada ditingkat selanjutnya dengan jumlah responden 7 orang atau dengan persentase 7% dari semua responden dan terakhir responden dengan pendidikan terakhir diploma yaitu dengan jumlah 5 orang atau 5% dari semua responden. Dari sampel yang penulis teliti, sebagian besar merupakan orang-orang yang memiliki pendidikan tinggi yaitu mencapai 77% yang meliputi 70% sarjana dan 7% S2 dengan demikian bisa dikatakan bahwa orang-orang tersebut sudah paham akan kewajibannya sebagai hamba ALLAH, terlepas dari faktor-faktor lain. Dengan tidak mengucilkan atau mendeskriminasikan responden dengan tingkat pendidikan lainnya, para responden yang memiliki pendidikan SMA dan diploma juga harus memenuhi kewajibannya sebagai hamba ALLAH. Untuk lebih jelasnya, penulis menyajikan gambar dan jumlah persentasenya seperti pada gambar 4.3 :


(49)

Gambar 4.3

Data Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

4.2.4. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Golongan

Golongan yang didapat oleh seorang PNS tidak lepas dari tingkat pendidikan terakhir yang ia selesaikan tanpa memperdulikan berapa lama responden tersebut menjadi seorang PNS. Dalam hal ini penulis ingin menampilkan kedua hal tersebut dalam satu tabel yang akan penulis jelaskan tentang kedua hal tersebut. Berikut datanya penulis tampilkan pada tabel 4.4 :


(50)

Tabel 4.4

Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Golongan Golongan Pendidikan Terakhir Total Persentase

SMA Diploma Sarjana S2

II 11 2 2 0 15 15%

III 6 3 44 3 56 56%

IV 1 0 24 4 29 29%

Total 18 5 70 7 100

Persentase 18% 5% 70% 7% 100%

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.4, terlihat bahwa responden yang memiliki golongan II dengan pendidikan terakhir SMA berjumlah 11 orang, dengan pendidikan terakhir Diploma berjumlah 2 orang, dan dengan pendidikan terakhir sarjana berjumlah 2 orang. Dengan demikian secara keseluruhan responden yang memiliki golongan II berjumlah 15 orang atau 15%. Responden yang memiliki golongan III dengan pendidikan terakhir SMA berjumlah 6 orang, dengan pendidikan terakhir Diploma berjumlah 3 orang, dengan pendidikan terakhir sarjana berjumlah 44 orang, dengan pendidikan terakhir S2 berjumlah 3 orang sehingga semua responden yang memiliki golongan III berjumlah 56 orang atau 56% dari semua responden. Responden yang memiliki golongan IV dengan pendidikan terakhir SMA berjumlah 1 orang, dengan pendidikan terakhir sarjana berjumlah 24 orang, dan dengan pendidikan S2 berjumlah 4 orang maka secara keseluruhan responden yang memiliki golongan IV berjumlah 29 orang atau 29% dari seluruh responden.


(51)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang PNS maka semakin tinggi pula golongan yang dia miliki. Hal tersebut terbukti dari 7 orang responden yang pendidikan terakhirnya S2, 4 orang diantaranya memiliki golongan IV atau 57% memiliki golongan IV. Demikian halnya dengan responden dengan tingkat pendidikan terakhirnya SMA yang berjumlah 18 orang, 11 0rang dari mereka memiliki golongan II atau 61% dari mereka memiliki golongan II. Hal tersebut belumlah seutuhnya benar sebab untuk membuktikan hal tersebut penulis perlu meneliti faktor-faktor lain yang berkaitan, namun untuk penelitian dan hasil tabulasi silang yang penulis lakukan hal tersebut telah teruji dengan tabel yang penulis tampilkan dan dari data-data yang penulis input dari responden yang penulis ambil.

4.2.5. Data Responden Berdasarkan Lama Jadi PNS Dan Golongan

Golongan yang dimiliki oleh seorang responden tidak terlepas dari lamanya responden tersebut menjadi PNS. Penulis mencoba membuat suatu hipotesis bahwa lamanya seorang PNS menjadi PNS akan berbanding lurus terhadap golongan yang ia miliki saat ini. Untuk membuktikan hal tersebut, penulis akan menampilkan tabel data responden berdasarkan lama menjadi PNS dan golongan pada tabel 4.5 :


(52)

Tabel 4.5

Data Responden Berdasarkan Lama Jadi PNS dan Golongan Lama Menjadi

PNS

Golongan

Total Persentase

II III IV

> 1 tahun s/d 5 tahun

11 19 0 30 30%

> 5 tahun s/d 10 tahun

1 11 3 15 15%

> 10 tahun s/d 15 tahun

1 9 7 17 17%

> 15 tahun 2 17 19 38 38%

Total 15 56 29 100

Persentase 15% 56% 29% 100%

Sumber : Data Primer

Dari data yang ada didalam tabel 4.5 terlihat bahwa responden dengan lama menjadi PNS > 1 tahun s/d 5 tahun yang memiliki golongan II berjumlah 11 orang dan yang memiliki golongan III berjumlah 19 orang sehingga jumlah responden dengan lama menjadi PNS > 1 tahun s/d 5 tahun adalah 30 orang atau 30% dari semua responden. Responden dengan lama menjadi PNS > 5 tahun s/d 10 tahun yang memiliki golongan II berjumlah 1 orang, yang memiliki golongan III berjumlah 11 orang , dan yang memiliki golongan IV berjumlah 3 orang maka secara keseluruhan responden dengan lama menjadi PNS > 5 tahun s/d 10 tahun adalah 15orang atau 15% dari semua responden. Untuk responden dengan lama menjadi PNS > 10 tahun s/d 15 tahun yang memiliki golongan II berjumlah 1 orang, yang memiliki golongan III berjumlah 9 orang, dan yang memiliki golongan IV berjumlah 7 orang, jadi semua responden dengan lama menjadi PNS > 10 tahun s/d 15 tahun berjumlah 17 orang atau 17% dari semua responden. Sedangkan responden dengan lama menjadi PNS > 15 tahun yang memiliki


(53)

golongan II berjumlah 2 orang, yang memiliki golongan III berjumlah 17 orang, dan yang memiliki golongan IV berjumlah 19 orang secara keseluruhan responden dengan lama menjadi PNS > 15 tahun berjumlah 38 orang atau 38% dari semua responden.

Dari data yang penulis kemukakan terlihat bahwa jumlah responden yang memiliki golongan IV dengan lama menjadi PNS > 15 tahun sebanyak 19 orang atau 50% dari semua responden dengan lama menjadi PNS > 15 tahun, hal tersebut sudah mendominasi dari keseluruhan responden dengan lama menjadi PNS > 15 tahun. Sedangkan responden dengan lama menjadi PNS > 1 tahun s/d 5 tahun yang memiliki golongan II berjumlah 11 orang atau 36% dari semua responden dengan lama menjadi PNS >1 tahun s/d 5 tahun, hal tersebut masih dibawah responden dengan lama menjadi PNS > 1 tahun s/d 5 tahun yang memiliki golongan III yaitu sebanyak 19 orang atau 74% dari semua responden dengan lama menjadi PNS > 1 tahun s/d 5 tahun. Pada hal ini, hipotesis yang penulis kemukakan tidak benar seutuhnya sebab responden dengan lama menjadi PNS > 1 tahun s/d 5 tahun yang memiliki golongan II lebih kecil dari responden dengan golongan III yaitu 36% berbanding 74%. Penulis beranggapan bahwa tingginya golongan suatu responden tidak seutuhnya dipengaruhi oleh lama menjadi PNS namun ada faktor lain, seperti pendidikan terakhir serta lainnya. Untuk lebih jelasnya, penulis akan membahasnya pada sub bab selanjutnya.


(54)

4.3.Analisis Data

Pada bagian penulis akan menjelaskan hasil temuan penulis dari kuesioner yang penulis bagikan kepada para responden. Data-data yang dari kuesioner

tersebut akan penulis input ke program SPSS (Statistic Product and Service

Solution) versi 16.0, yang kemudian akan penulis interpretasikan. Penulis juga akan menganalisis hasil temuan tersebut untuk mendapatkan hasil yang lebih spesifik. Berikut hasil yang penulis dapatkan :

4.3.1. Pemahaman Responden Terhadap Zakat Dan Zakat Profesi

Penulis akan memulainya dari hal yang paling umum menurut penulis yakni pemahaman responden terhadap zakat secara umum. Kemudian akan penulis lanjutkan kepada pemahaman para responden terhadap zakat profesi. Namun dikarenakan istilah “zakat profesi” adalah suatu istilah asing ditelinga para responden, maka penulis akan melihat seberapa asing atau seberapa tahukah responden akan zakat profesi ini. Namun dalam hal ini penulis tidak mendalaminya dikarenakan fokus dari penelitian penulis adalah tingkat pemahaman dari zakat profesi tersebut. Berikut hasil yang penulis dapatkan dan penulis tampilkan dalam bentuk tabel.


(55)

Tabel 4.6

Pemahaman Zakat Berdasarkan Jenis Kelamin Pemahaman

Zakat

Jenis Kelamin

Total Persentase Laki-laki Perempuan

Ya, saya paham sepenuhnya

21 18 39 39%

Ya, saya paham sebagian saja

19 23 42 42%

Ya, saya paham sedikit saja

11 5 16 16%

Tidak, saya

tidak paham 1 2 3 3%

Total 52 48 100

Persentase 52% 48% 100%

Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.6 diatas, terlihat bahwa 39 orang dari responden menyatakan bahwa mereka paham sepenuhnya akan zakat atau 39% dari semua responden yang penulis teliti dengan rincian 18 orang perempuan dan 21 orang laki-laki atau dengan perbandingan persentase 46% : 54% dari responden yang menyatakan mereka paham sepenuhnya tentang zakat. Selanjutnya 42 orang dari responden menyatakan bahwa mereka paham sebagian saja dari zakat secara umum atau 42% dari semua responden dengan rincian 19 orang perempuan dan 23 orang laki-laki atau dengan perbandingan persentase 45% : 55% dari responden yang menyatakan bahwa mereka paham sebagian saja tentang zakat. Responden yang menyatakan paham sedikit saja tentang zakat sebanyak 16 orang atau 16% dari semua responden yang penulis teliti dengan rincian 5 perempuan dan 11 laki-laki dengan perbandingan persentase 31% : 69% dari responden yang menyatakan paham sedikit saja tentang zakat. Responden yang menyatakan tidak paham akan zakat


(56)

sebanyak 3 orang dengan rincian 1 orang laki-laki dan 2 orang perempuan atau dengan perbandingan persentase 33,3% : 66,7% dari responden yang menyatakan tidak paham akan zakat. Pada kasus pemahaman zakat ini, terlihat bahwa 71% atau 71 orang dapat dinyatakan paham akan zakat atau memiliki pemahaman akan zakat diatas rata-rata. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa secara keseluruhan responden paham akan zakat secara umum, sebab hanya 3% atau 3 orang yang menyatakan tidak paham akan zakat tersebut.

Penulis akan mengklasifikasikan pemahaman zakat responden tersebut

menurut pendidikan terakhir dari responden, berikut tabelnya : Tabel 4.7

Pemahaman Zakat Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pemahaman

Zakat

Pendidikan Terakhir

Total Persentase SMA Diploma Sarjana S2

Ya, saya paham

sepenuhnya 4 0 31 4 39 39%

Ya, saya paham

sebagian saja 5 4 31 2 42 42%

Ya, saya paham

sedikit saja 8 1 6 1 16 16%

Tidak, saya

tidak paham 1 0 2 0 3 3%

Total 18 5 70 7 100

Persentase 18% 5% 70% 7% 100%

Sumber : Data Primer

Dari data pada tabel 4.7 terlihat bahwa responden dengan tingkat pendidikan SMA yang menyatakan paham akan zakat sepenuhnya berjumlah 4 orang, paham sebagian saja 5 orang , paham sedikit saja 8 orang, dan tidak paham sebanyak 1 orang. Responden dengan pendidikan terakhir diploma yang menyatakan paham sebagian saja tentang zakat berjumlah 4 orang dan yang paham sedikit saja sebanyak 1 orang. Responden dengan pendidikan terakhir


(57)

sarjana yang menyatakan paham sepenuhnya berjumlah 31 orang, paham sebagian saja 31 orang, paham sedikit saja 6 orang, dan yang tidak paham berjumlah 2 orang. Responden dengan pendidikan terakhir S2 yang menyatakan paham sepenuhnya akan zakat berjumlah 4 orang, yang menyatakan paham sebagian saja 2 orang, dan yang menyatakan paham sedikit saja berjumlah 1orang. Dari data-data yang penulis himpun, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula pemahamannya akan zakat. Terlihat dari persentase dari 7 responden yang berpendidikan S2 4 orang menyatakan paham akan zakat sepenuhnya yang berarti 57% dari responden yang berpendidikan S2 memiliki pemahaman yang tinggi akan zakat secara keseluruhan. Responden yang berpendidikan sarjana menyatakan paham sepenuhnya akan zakat berjumlah 31 orang atau 44% dari semua responden yang berpendidikan sarjana. Kemudian responden dengan pendidikan SMA yakni 4 orang dari semua responden yang berpendidikan SMA atau 22%. Dalam kategori ini responden yang berpendidikan diploma tidak ada yang menyatakan paham akan zakat sepenuhnya.

Penulis akan melanjutkan pembahasan yakni mengenai pemahaman responden akan zakat profesi, namun penulis ingin memperlihatkan data tentang tahu dan tidaknya responden akan zakat profesi berdasarkan tingkat pendidikan responden. Penulis akan menampilkan data tersebut pada tabel 4.8. Berikut tabelnya penulis tampilkan :


(58)

Tabel 4.8

Mengetahui Adanya Zakat Profesi Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan

Terakhir

Mengetahui Zakat

Profesi Total Persentase

Ya Tidak

SMA 9 9 18 18%

Diploma 1 4 5 5%

Sarjana 50 20 70 70%

S2 6 1 7 7%

Total 66 34 100

Persentase 66% 34% 100%

Sumber : Data Primer

Dari data pada tabel 4,8 diatas, terlihat bahwa 66% dari responden atau 66 orang dari responden mengetahui tentang zakat profesi dengan rincian 9 orang SMA, 1 orang diploma, 50 orang sarjana, dan 6 orang S2. Sedangkan responden yang tidak mengetahui zakat profesi berjumlah 34 orang atau 34% dari semua responden yang penulis teliti dengan rincian 9 orang SMA, 4 orang diploma, 20 orang sarjana, dan 1 orang S2. Selanjutnya penulis akan menampilkan data tingkat pemahaman responden akan zakat profesi. Tujuan penulis menampilkan kedua tabel tersebut untuk membandingkan tahu dan tidak tentang zakat profesi dan tingkat pemahaman akan zakat profesi. Berikut tabelnya :

Tabel 4.9

Pemahaman Zakat Profesi Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan

Terakhir

Pemahaman Zakat Profesi

Total Persentase

Ya Tidak

SMA 4 14 18 18%

Diploma 1 4 5 5%

Sarjana 49 21 70 70%

S2 6 1 7 7%

Total 60 40 100

Persentase 60% 40% 100%


(59)

Bila dilihat dari kedua tabel (tabel 4.8 dan 4.9), tidak ada perubahan yang signifikan dalam artian bahwa responden mengetahui dan memahami secara sekaligus akan zakat profesi. Namun terlihat pada responden dengan tingkat pendidikan SMA dari 9 orang yang menyatakan tahu akan zakat profesi (tabel 4.8), hanya 4 orang saja yang paham kan zakat profesi atau 44% dari responden pada kategori tersebut, sedangkan selebihnya yaitu 5 orang atau 56% dari responden dengan tingkat pendidikan SMA hanya sekedar mengetahui zakat profesi tanpa memahaminya. Begitu juga halnya dengan responden yang pendidikan terakhirnya sarjana terlihat tidak terjadi perubahan yang berarti hanya ada 1 responden yang hanya mengetahui tanpa memahami zakat profesi tersebut.

Tentunya timbul pertanyaan, berapakah tingkat pemahaman zakat profesinya? Penulis juga menghimpun data mengenai tingkat atau skala yang penulis buat sendiri untuk dapat mengukur tingkat pemahaman akan zakat profesi responden tersebut. Namun hanya beberapa responden yang menjawab skala tersebut lebih tepatnya hanya 38 responden yang menjawabnya atau 63,3% dari semua responden yang menyatakan paham akan zakat profesi. Berikut skala yang penulis buat :

Pada skala tersebut, penulis membuat ukuran pemahamannya dengan nilai dari 1 hingga 10, keterangan dari nilai tersebut adalah :

1. 1-3 adalah paham sedikit saja dari zakat profesi 2. 4-6 adalah paham sebagian saja dari zakat profesi


(60)

3. 7-8 adalah cukup paham terhadap zakat profesi, dan 4. 9-10 adalah sangat paham terhadap zakat profesi

Penjelasan dari skala angka yang penulis buat tentunya belum lengkap tanpa disertai tabel yang mendukung dari skala angka tersebut. Penulis telah membuat tabel yang dapat mendukung penjelasan dari skala tersebut. Berikut tabelnya

Tabel 4.10

Tingkat Pemahaman Responden terhadap Zakat Profesi Tingkat Pemahaman ( nilai ) Frekuensi Persentase

1 1 2,6%

2 1 2,6%

3 2 5,3%

4 2 5,3%

5 2 5,3%

6 5 13,2%

7 11 28,9%

8 12 31,6%

9 1 2,6%

10 1 2,6%

Total 38 100%

Sumber : Data Primer

Penulis belum akan menjelaskan tentang tabel tersebut, karena penulis ingin menampilkan tabel statistik yang berkaitan dengan tingkat pemahaman responden akan zakat profesi. Dengan adanya tabel statistik tersebut tentunya akan membantu penjelasan tabel tingkat pemahaman tersebut. Berikut tabelnya :


(61)

Tabel 4.11 Tabel Hasil Statistik Tingkat Pemahaman Responden

Kategori Nilai

Mean 6,55

Median 7

Standar Deviasi 1,955

Range 9

Maksimum 10

Minimum 1

Sumber : Data Primer

Dari tabel hasil statistik tersebut tentunya sangat membantu untuk menjelaskan tabel tingkat pemahaman itu sendiri. Hasil statistik menyatakan bahwa nilai rata-rata dari semua responden yang menjawab skala tingkat pemahaman yang penulis buat adalah 6,55 dalam artian responden yang memiliki nilai/skala dibawah nilai rata-rata dapat dikatakan memiliki pemahaman dibawah rata-rata dari semua responden yang menjawab skala tingkat pemahaman tersebut. Terlihat bahwa 25 orang responden yang berada diatas nilai rata-rata atau 65,7% saja, selebihnya atau 13 orang responden atau 34,3% berada dibawah nilai rata-rata. Selanjutnya range atau perbedaan antara nilai maksimum dan minimum sangatlah jauh yaitu sebesar 9 dengan nilai tertinggi 10 dan terendah 1 yang artinya tingkat pemahaman dari responden memiliki strata atau jurang atau pembeda yang sangat-sangat signifikan. Hal tersebut bisa jadi disebabkan oleh tingkat pendidikan yang berbeda-beda dari responden yang penulis teliti. Standar deviasi dari data yang penulis himpun memiliki nilai 1,955, nilai tersebut tergolong kecil. Nilai tersebut memiliki arti bahwa sebagian besar data tersebar di wilayah nilai rata-rata, hal tersebut terlihat dari semua data yang penulis dapatkan terdapat 28 nilai yang berada di sekitar nilai rata-rata atau 73,3%.


(62)

Dari berbagai uraian diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa lebih 60% dari responden paham dan tahu tentang zakat profesi. Namun hanya sedikit yang menjawab skala pengetahuannya akan zakat profesi tersebut, dengan nilai rata-rata tingkat pemahaman responden sebesar 6,55. Hal ini tentunya dapat membantu pihak-pihak terkait bila perda zakat profesi diimplementasikan di Kota Medan sebab tingkat pemahaman responden (PNS Kota Medan) terhadap zakat profesi relatif tinggi yaitu 6,55.

Penulis menyatakan nilai 6,55 relatif tinggi disebabkan karena nilai tersebut berada diantara kategori cukup paham dan paham sebagian saja terhadap zakat profesi. Artinya nilai tersebut berada diatas kategori paham sebagian saja dari zakat profesi namun belum mencapai kategori cukup paham terhadap zakat profesi.

Selanjutnya penulis akan mentabulasi silang antara tingkat pemahaman zakat, tingkat pemahaman zakat profesi, dan tingkat pendidikan responden dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang spesifik. Berikut penulis sajikan tabelnya pada tabel 4.12 :


(63)

Tabel 4.12

Pemahaman Responden Terhadap Zakat Dan Zakat Profesi Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pemahaman Zakat Pendidikan Terakhir Pemahaman Zakat Profesi

Total Persentase

Ya Tidak

Ya, saya paham sepenuhnya

SMA 1 3 4 4%

Sarjana 26 5 31 31%

S2 4 0 4 4%

Total 31 8 39 39%

Ya, saya paham sebagian saja

SMA 3 2 5 5%

Diploma 0 4 4 4%

Sarjana 19 12 31 31%

S2 2 0 2 2%

Total 24 18 42 42%

Ya, saya paham sedikit saja

SMA 0 8 8 8%

Diploma 1 0 1 1%

Sarjana 3 3 6 6%

S2 0 1 1 1%

Total 4 12 16 16%

Tidak, saya tidak paham

SMA 0 1 1 1%

Sarjana 1 1 2 2%

Total 1 2 3 3%

Total 60 40 100

Persentase 60% 40% 100%

Sumber : Data Primer

Terlihat di tabel bahwa banyak terjadi penyimpangan atau ketidakcocokan yang dibuat oleh responden. Beberapa faktanya antara lain :

• Terdapat 39 responden yang menjawab paham sepenuhnya akan zakat

namun ada 8 responden yang tidak paham terhadap zakat profesi. Tentu hal tersebut bertolak belakang dengan pernyataan responden diawal yang menyatakan paham akan zakat sepenuhnya.


(64)

• Terdapat 3 responden yang tidak paham akan zakat namun ada 1

responden yang paham zakat profesi. Tentunya hal ini menimbulkan pertanyaan apa yang membuat responden tersebut merubah keputusannya, mengapa awalnya ia menyatakan tidak paham zakat namun selanjutnya menyatakan paham akan zakat profesi.

Seorang hamba tentunya mempunyai kewajiban membayar zakat sesuai dengan rukun Islam. Begitu juga dengan membayar zakat profesi, setiap hamba sepatutnya membayarkan hal tersebut sesuai dengan perintah rukun Islam. Penulis tidak hanya meneliti tingkat pemahaman zakat profesi dari responden, tetapi juga akan meneliti apakah responden membayar zakat profesi selama responden menjadi PNS serta apa yang menjadi alasan responden untuk membayar zakat profesi tersebut. Berikut penulis menampilkan tabelnya :

Tabel 4.13

Pernah Membayar Zakat Profesi Berdasarkan Lama Menjadi PNS Lama jadi PNS Membayar Zakat Profesi Total Persentase

Ya Tidak

> 1 tahun s/d 5 tahun 10 20 30 30%

> 5 tahun s/d 10 tahun 8 7 15 15%

> 10 tahun s/d 15 tahun 12 5 17 17%

> 15 tahun 24 14 38 38%

Total 54 46 100

Persentase 54% 46% 100%

Sumber : Data Primer

Dari tabel diatas terlihat bahwa 54% responden atau 54 orang responden telah membayar zakat profesi dengan rincian 10 orang yang telah menjadi PNS selama lebih dari 1 tahun sampai 5 tahun, 8 orang yang telah menjadi PNS selama lebih 5 tahun sampai 10 tahun, 12 orang yang telah menjadi PNS selama


(1)

KUESIONER

Medan, Desember 2012

Kepada Yth

Bapak/Ibu PNS Pemerintah Kota Medan di

Medan

Perihal : Kuesioner Penelitian

Dengan hormat, saya maklumkan kepada Bapak/Ibu, bahwa saya ARSAN ROLANDA adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi USU Medan. Sebagaimana Bapak/Ibu tahu salah satu beban tugas seorang mahasiswa adalah menyusun skripsi guna menyelesaikan masa studi.

Sehubungan dengan itu, saya memohon kepada Bapak/Ibu kiranya bersedia membantu menjadi responden penelitian saya tentang “Studi Tingkat Pemahaman PNS Muslim Terhadap Zakat Profesi di Kota Medan”. Saya maklumkan kepada Bapak/Ibu bahwa penelitian ini semata-mata hanya untuk kepentingan akademik saja.

Atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.


(2)

I.

IDENTITAS RESPONDEN

Isilah titik-titik di bawah ini atau beri tanda X pada salah satu jawaban yang paling sesuai menurut bapak/ibu.

1. Nama : … (boleh tidak

diisi)

2. Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan

3. Umur : …

4. Pendidikan terakhir : a. SD d. Diploma

b. SMP e. Sarjana

c. SMA f. S2

5. Golongan : a. I d. IV

b. II e. V

c. III

6. Pendapatan/bulan : a. < Rp.1.000.000.-

b. Rp.1.000.000,- s/d Rp.3.000.000,- c. >Rp.3.000.000,- s/d Rp.5.000.000,- d. >Rp.5.000.000,- s/d Rp.7.000.000,- e. >Rp.7.000.000,-

7. Lama menjadi PNS : a. < 1 Tahun

b.>1 Tahun s/d 5 Tahun c.>5 Tahun s/d 10 Tahun d.>10 Tahun s/d 15 Tahun e.>15 Tahun


(3)

II. PEMAHAMAN RESPONDEN TERHADAP ZAKAT PROFESI

Petunjuk: Berilah tanda X pada salah satu jawaban yang paling sesuai menurut bapak/ibu. Keterangan (P= Paham ; SP= Sangat Paham ; TP= Tidak Paham ; STP= Sangat Tidak Paham).

1. Apakah bapak/ibu mengetahui dan paham tentang zakat? a. Ya, saya paham sepenuhnya

b. Ya, saya paham sebagian saja c. Ya, saya paham sedikit saja d. Tidak, saya tidak paham

2. Apakah bapak/ibu membayar zakat fitrah? a. Ya

b. Tidak

3. Apakah bapak/ibu membayar zakat mal (harta)? a. Ya, sebutkan jenis zakatnya . . .

b. Tidak

4. Apakah bapak/ibu pernah mendengar tentang zakat profesi, melalui apa bapak/ibu mendengarnya?

a. Ya, sebutkan . . . b. Tidak

5. Salah satu dari zakat mal (harta) adalah zakat profesi/penghasilan. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang zakat profesi?

a. Iya (silahkan lanjutkan ke pertanyaan berikutnya) b. Tidak (silahkan lanjutkan ke pertanyaan No.10) 6. Apakah bapak/ibu mengetahui hukum zakat profesi?

a. Ya b. Tidak

7. Apakah bapak/ibu mengetahui nisab dan haul zakat profesi? a. Ya


(4)

8. Apakah bapak/ibu mengetahui fungsi dan tujuan zakat profesi? a. Ya

b. Tidak

9. Apakah bapak/ibu tahu kemana zakat profesi disalurkan? a. Ya

b. Tidak

10.Apakah bapak/ibu paham mengenai zakat profesi? a. Ya, berapakah kadar tingkat pemahamannya :

b. Tidak, berapakah kadar tingkat ketidakpahamannya :

11.Apakah bapak/ibu pernah membayar zakat profesi? a. Ya

b. Tidak

12.Apa alasan bapak/ibu mengeluarkan/membayar zakat profesi? a. Kewajiban agama

b. Peraturan dari pemerintah c. Kesadaran diri sendiri d. Hanya ikut-ikutan e. Lain-lain, sebutkan . . .

13.Apakah dengan adanya perda (peraturan daerah) secara tidak langsung akan meningkatkan pemahaman muzakki terhadap zakat profesi?

a. Ya

b. Ragu-ragu c. Tidak


(5)

14.Apakah para dai pernah memberikan materi dakwah mengenai zakat profesi dalam 6 bulan terakhir?

a. Ya, berapakah intensitasnya : . . . b. Tidak

15.Menurut bapak/ibu apakah media massa dan media cetak berperan dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap zakat profesi?

a. Ya, media-media tersebut sangat berperan besar b. Ya, tetapi hanya sebagian saja

c. Ya, tetapi hanya sedikit saja d. Tidak, tidak berperan sama sekali

16.Hingga sekarang pemerintah Kota Medan belum menerapkan zakat profesi, bagaimana menurut bapak/ibu bila zakat profesi diterapkan di pemerintah Kota Medan?

a. Sangat setuju b. Cukup setuju c. Setuju

d. Kurang setuju e. Sangat tidak setuju

17.Menurut bapak/ibu langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan pemerintah Kota untuk menerapkan/mengimplementasikan zakat profesi? Sebukan …

a. b. c. d. e.


(6)

18.Dari beberapa langkah berikut, dapatkah bapak/ibu mengurutkan langkah-langkah yang harus dilakukan pemerintah Kota Medan dalam mengimplementasikan zakat profesi untuk masyarakat Kota Medan?

( ) Pembuatan Perda ( ) Sosialisasi

( ) Pengoptimalan zakat profesi ( ) Tahap pembelajaran

19.Kendala atau hambatan apa yang dihadapi dalam pelaksanaan zakat profesi dikalangan PNS Kota Medan sendiri?

a. Kurangnya sosialisasi

b. Belum adanya peraturan daerah tentang zakat profesi c. Kesadaran dari muzakki

d. Masalah administrasi e. Lain-lain, sebutkan . . .

20.Kendala atau hambatan internal apa yang akan dihadapi dalam penerapan dan pengimplementasian zakat profesi di Kota Medan?

a. Zakat profesi bukan prioritas utama b. Kurang dukungan dari pemimpin instansi c. Kurang dukungan dari PNS instansi d. Masalah administrasi

e. Lain-lain, sebutkan . . .

21.Kendala atau hambatan eksternal apa yang akan dihadapi dalam penerapan dan pengimplementasian zakat profesi di Kota Medan?

a. Pengetahuan tentang agama

b. Faktor lingkungan yang tidak mendukung c. Kurang sosialisasi mengenai zakat profesi d. Sanksi tidak tegas dari segi hukum