Pencegahan Primer Pencegahan Sekunder

2.2 Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru

Dalam program pencegahan penyakit tuberkulosis paru dilakukan secara berjenjang, mulai dari pencegahan primer, kemudian pencegahan sekunder, dan pencegahan tertier, sebagai berikut:

2.2.1 Pencegahan Primer

Konsep pencegahan primer penyakit tuberkulosis paru adalah mencegah orang sehat tidak sampai sakit. Upaya pencegahan primer sesuai dengan rekomendasi WHO dengan pemberian vaksinasi Bacille Calmette-Guérin BCG segera setelah bayi lahir. Walaupun BCG telah diberikan pada anak sejak tahun 1920-an, efektivitasnya dalam pencegahan TB masih merupakan kontroversi karena kisaran keberhasilan yang diperoleh begitu lebar antara 0-80. Namun ada satu hal yang diterima secara umum, yaitu BCG memberi perlindungan lebih terhadap penyakit tuberkulosis yang parah seperti tuberkulosis milier atau meningitis tuberkulosis. Karena itu kebijakan pemberian BCG disesuaikan dengan prevalensi tuberkulosis di suatu negara. Di negara dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, BCG harus diberikan pada semua anak kecuali anak dengan gejala HIVAIDS, demikian juga anak dengan kondisi lain yang menurunkan kekebalan tubuh. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksinasi BCG ulangan memberikan tambahan perlindungan, dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan. Sebagian kecil anak 1-2 dapat mengalami efek samping vaksinasi BCG seperti pembentukan kumpulan nanah abses lokal. Selain pemberian imunisasi BCG, pencegahan primer juga dapat didukung dengan konsumsi gizi yang baik. Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Pencegahan Sekunder

Upaya pencegahan sekunder pada penyakit tuberkulosis paru perlu dilakukan dengan skrining screaning, yaitu pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid INH dengan dosis 5–10 mgkg BBhari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai Depkes, 2006. Upaya pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap penderita tuberkulosis paru. Laboratorium tuberkulosis paru merupakan bagian dari pelayanan laboratorium kesehatan mempunyai peran penting dalam Penanggulangan Tuberkulosis paru berkaitan dengan kegiatan deteksi pasien tuberkulosis paru, pemantauan keberhasilan pengobatan serta menetapkan hasil akhir pengobatan Depkes RI, 2007. Diagnosis tuberkulosis paru melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak merupakan metode baku emas gold standard. Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih lama paling cepat sekitar 6 minggu dan mahal. Pemeriksaan 3 spesimen SPS dahak secara mikroskopis nilainya identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan. Pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah, murah, bersifat spesifik, sensitif dan dapat dilaksanakan di semua unit laboratorium Depkes RI, 2007. Untuk mendukung kinerja penanggulangan, diperlukan ketersediaan Laboratorium tuberkulosis paru dengan pemeriksaan dahak mikroskopis yang Universitas Sumatera Utara terjamin mutunya dan terjangkau di seluruh wilayah Indonesia. Tujuan manajemen laboratorium tuberkulosis paru adalah untuk meningkatkan penerapan manajemen laboratorium tuberkulosis paru yang baik di setiap jenjang laboratorium dalam upaya melaksanakan pelayanan laboratorium yang bermutu dan mudah dijangkau oleh masyarakat Depkes RI, 2007. Ruang lingkup manajemen laboratorium tuberkulosis paru meliputi beberapa aspek yaitu; organisasi pelayanan laboratorium tuberkulosis paru, sumber daya laboratorium, kegiatan laboratorium, pemantapan mutu laboratorium tuberkulosis paru, keamanan dan kebersihan laboratorium, dan monitoring pemantauan dan evaluasi Depkes RI, 2007. Selanjutnya upaya pencegahan sekunder dilakukan dengan kegiatan diagnosis penderita tuberkulosis paru dengan mengkaji: 1 Gejala-gejala Tuberkulosis Paru Menurut Mason et al 2005 dalam textbook of respiratory medicine, disebutkan bahwa batuk adalah gejala yang paling umum dari TB paru. Peradangan pada parenkim paru yang berdekatan dengan permukaan pleura dapat menyebabkan nyeri pleuritik tanpa penyakit pleura jelas. Pneumotoraks spontan juga dapat terjadi, sering dengan nyeri dada dan mungkin dyspnea bahwa hasil dari keterlibatan parenkim tidak biasa kecuali ada penyakit yang lain. Menurut Muherman, dkk dalam Retno 2007 gejala-gejala tuberkulosis paru yaitu : batuk, sering flu, berat badan turun, sakit dinding dada, demam dan berkeringat, nafas pendek dan rasa lelah. Sedangkan menurut Tjokronegoro dan Universitas Sumatera Utara Utama dalam Retno 2007, bahwa gejala-gejala yang terbanyak adalah : demam, sesak napas, batuk, batuk berdarah dan nyeri dada. 2 Penemuan Penderita Tuberkulosis Paru 1 Penemuan Penderita Tuberkulosis Paru Pada Orang Dewasa Penemuan penderita tuberkulosis paru dilakukan secara pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Selain itu semua kontak penderita tuberkulosis paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Semua tersangka penderita diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-berturut, yaitu Sewaktu–Pagi–Sewaktu SPS Depkes RI, 2002. 2 Penemuan Penderita Pada Anak Penemuan penderita tuberkulosis paru pada anak merupakan hal yang sulit. Sebagian besar tuberkulosis paru anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis, dan uji tuberkulin Depkes RI, 2002. Berdasarkan penemuan penderita tuberkulosis paru, maka dilakukan klasifikasi penyakit dan tipe penderita tuberkulosis paru sebagai berikut: 1 Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis paru yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura selaput paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, tuberkulosis paru dibagi dalam : Universitas Sumatera Utara a. Tuberkulosis paru BTA Positif. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis paru aktif. b. Tuberkulosis paru BTA negatif. Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan tuberkulosis paru aktif. Tuberkulosis paru negatif tetapi rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu berat dan ringan. 2 Tuberkulosis Paru Ekstra Paru Tuberkulosis paru ekstra paru adalah tuberkulosis paru yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Tuberkulosis paru ekstra paru dibagi lagi pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu tuberkulosis paru ekstra paru ringan dan tuberkulosis paru ekstra paru berat Depkes RI, 2002. Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Menurut Tjokronegoro dan Utama dalam Retno 2007, Tipe penderita dibagi dalam : 1 Kasus Baru adalah penderita yang tidak mendapat Obat Anti Tuberkulosis paru OAT lebih dari satu bulan. 2 Kasus Kambuh relaps adalah penderita yang pernah dinyatakan sembuh dari tuberkulosis paru tetapi kemudian timbul lagi tuberkulosis paru aktifnya. 3 Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih. Universitas Sumatera Utara Gagal adalah penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan. 4 Kasus Kronik adalah penderita yang BTA-nya tetap positif setelah mendapat pengobatan ulang lengkap yang disupervisi dengan baik. Menurut Depkes RI 2002, tipe penderita dibagi ke dalam beberapa tipe, yaitu kasus baru; kambuh relaps; pindahan transfer in; setelah lalai drop-out; gagal dan kasus kronik.

2.2.3 Pencegahan Tertier

Dokumen yang terkait

Pengaruh Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene terhadap Kejadian Penyakit Skabies pada Warga Binaan Pemasyarakatan yang Berobat Ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan

10 99 155

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

1 31 134

GAMBARAN FUNGSI KELUARGA PADA WARGA BINAAN REMAJA DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS I BANDUNG.

0 1 1

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 17

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 2

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 6

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 41

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 6

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 24

STRATEGI DAKWAH PROFESOR SALMADANIS BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS IIB PADANG

0 1 155