Penyediaan Air Bersih Pengelolaan Makanan Warga Binaan Pemasyarakatan

mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya. Menurut Riyadi 1984 sanitasi lingkungan adalah prinsip-prinsip untuk meniadakan atau setidak-tidaknya mengurangi faktor-faktor pada lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit, melalui kegiatan-kegiatan yang ditunjukkan untuk mengendalikan: sanitasi air, sanitasi makanan, pembuangan kotoran, air buangan dan sampah, sanitasi udara, vektor dan binatang pengerat.

2.5.1 Penyediaan Air Bersih

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara, sekitar ¾ bagian tubuh kita terdiri atas air, tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga di pergunakan untuk memasak, mandi, mencuci, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Ditinjau dari ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu perhari berkisar antara 150-200 liter35-40 galon.kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Berdasarkan analisis WHO 2006, pada negara-negara maju, setiap orang memerlukan air antara 120 liter per hari, sedangkan pada negara berkembang tiap orang memerlukan air antara 100 liter per hari. Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Pengelolaan Makanan Warga Binaan Pemasyarakatan

Pengelolaan makanan di Rutan dan Lapas sehingga setiap warga binaan dimungkinkan mendapatkan makanan yang layak adalah : 1 Penetapan menu makanan bagi tiap-tiap narapidana dalam satu hari ditetapkan oleh menteri kehakiman. 2 Besarnya kalori tidak boleh kurang dari : a. 2.500 kalori perhari bagi orang dewasa b. Tambahan 300 kalori per hari bagi wanita yang sedang hamil c. Tambahan 800 – 1000 kalori per hari bagi wanita yang sedang menyusui. 3 Menu makanan bagi narapidana yang sedang ditetapkan oleh dokter lembaga pemasyarakatan. 4 Tanpa sarannasehat dokter lembaga pemasyarakatan, perubahan menu makanan bagi narapidana yang sakit tidak diperbolehkan. Beberapa faktor pada sanitasi lingkungan sebagai determinan penyakit tuberkulosis paru adalah : a. Penghuni Rumah Penghuni rumah dapat mempengaruhi kualitas udara didalam rumah. Adapun hal- hal yang menyebabkan menurunnya kualitas udara ini dapat dibedakan menjadi 2 hal hal pokok : 1 Kepadatan hunian. Semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara didalam rumah mengalami pencemaran. Manusia dalam kehidupan sehari-hari akan membutuhkan udara 33 m² per jam atau 40 litermenit. Dari 40 Universitas Sumatera Utara liter itu jumlah oksigen yang diambil adalah sebanyak 2 liter dan akan menghasilkan 1,7 liter gas asam arang . Dengan Demikian akan meningkatkan kadar CO 2 2 Kesehatan para penghuni. Kesehatan penghuni juga memegang peranan penting dalam mempengaruhi kualitas udara terutama ditinjau dari segi bakteriologisya. Hal itu akan lebih nyata apabila penghuni rumah tersebut, ialah mereka yang mempunyai penyakit saluran pernapasan, dan bila mereka mengeluarkan bakteri melalui pernapasannya maka akan ditularkan kepada penghuni lainnya melalui udara yang kotor tersebut. yang telah ada di dalam rumah dan akan menurunkan kadar oksigen di dalam udara. Konsep Departemen Kesehatan RI yang menggunakan luas lantai kamar menimal sebesar 4,5 m² dan anak-anak usia 1–10 tahun memerlukan 1,5 m², sedangkan ketentuan luas ruangan untuk setiap orang di Lapas menurut Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan tahun 2005 adalah 1,80 x 3,00 morang. Sebenarnya udara bukanlah merupakan habitat atau tempat hidup bakteri. Oleh karena itu bakteri di udara hanya kejadian yang sewaktu-waktu terkontaminasi. Bakteri pathogen dapat ditularkan melalui udara dalam bentuk partikel debu dan pengeringan dari drooplet liur. Meskipun demikian pada dasarnya perjalanan bakteri di udara mempunyai pola umum berupa garis lurus yang terus menerus jumlahnya sesuai dengan lamanya waktu di udara. Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya Universitas Sumatera Utara akan menyebabkan berjubelan overcrowded. Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabakan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Kepadatan merupakan faktor awal yang berperan pre-requisite dalam proses penularan penyakit, semakin padat maka perpindahan penyakit khususnya penyakit melalui udara akan semakin mudah dan cepat. Oleh sebab itu kepadatan hunian dalam rumah tempat tinggal merupakan variabel yang berperan dalam kejadian tuberkulosis b. Ventilasi. Udara segar diperlukan dalam rumah untuk mengganti udara ruangan yang yang sudah terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Sebaiknya temperatur udara dalam ruangan harus lebih rendah paling sedikit 4ºC dari temperatur udara luar untuk daerah tropis. Umumnya temperatur kamar 22 ºC – 30 ºC sudah cukup segar. Pergantian udara bersih untuk orang dewasa adalah 33 m³orangjam. Kelembaban udara berkisar 50 – 75 optimum. Untuk memperolah kenyamanan udara seperti dimaksud di atas diperlukan adanya ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik dalam ruangan harus memenuhi syarat lainnya. Untuk luas lubang ventilasi tetap, minimum 5 dari luas lantai ruangan. Sedangkan luas lubang insidentil dapat dibuka dan ditutup minimum 5 dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10 kali luas lantai ruangan. Ukuran Universitas Sumatera Utara luas ini diatur sedemikian rupa sehingga udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak selalu sedikit. c. Pencahayaan Pencahayaan yang cukup untuk penerangan ruang di dalam rumah merupakan kebutuhan kesehatan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh dengan pengaturan cahaya buatan dan cahaya alam. Kebutuhan standar cahaya alam yang memenuhi syarat kesehatan untuk berbagai keperluan manusia. Standar pencahayaan diatas sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohon- pohon maupun tembok pagar yang tinggi. Cahaya matahari ini berguna selain untuk penerangan juga dapat mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh bakteri penyebab penyakit tertentu seperti tuberkulosis paru. Pencahayaan alami dalam rumah yang kurang dari 60 lux meter mempunyai risiko meningkatkan kejadian tuberkulosis paru. d. Kelembaban Kelembaban udara dalam rumah minimal 40 – 70 dan suhu ruangan yang ideal antara 18 C – 30 C Keman, 2005. Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan alergi Atmosukarto, 2000. Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah perkembangbiakan mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus. Universitas Sumatera Utara Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri termasuk bakteri tuberkulosis Atmosukarto, 2000. e. Lantai rumah Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya Atmosukarto, 2000. 2.6 Rumah Tahanan Negara Struktur Organisasi Rumah Tahanan Negara Rutan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.04.0PR.07.03 Tahun 1985 diklasifikasikan dalam 3 tiga klas, yaitu: a Rumah Tahanan Negara Klas I, b Rumah Tahanan Negara Klas IIA dan c Rumah Tahanan Negara Klas IIB serta didukung oleh Cabang Rutan, Klasifikasi tersebut didasarkan atas kapasitas dan lokasi. Rutan sebagai salah tempat yang sulit untuk menjalankan program pencegahan dan perawatan efektif bagi warga binaan. Namun sampai akhir tahun 2010, dari 207 Lapas dan 190 Rutan di Indonesia dan tersebar di 33 propinsi belum Universitas Sumatera Utara semuanya memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai, namun sudah dapat melaksanakan pelayanan kesehatan kepada warga binaan. 2.7 Warga Binaan Pemasyarakatan WBP Menurut Undang-Undang No 12 tahun 1995 WBP adalah insan tahanan, narapidana dan anak didik pemasyarakatan sebagai anggota masyarakat yang mempunyai hak yang sama dengan anggota masyarakat lainnya untuk mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Salah satu aspek penting yang memerlukan perhatian yaitu keadaan kesehatan baik fisik, mental maupun sosial. Perlakuan dan pelayanan kesehatan pada tahanan, narapidana atau anak didik pemasyarakatan dapat dipakai sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang hukum baik secara nasional ataupun internasional. Narapidanatahanan merupakan kelompok khusus yang mempunyai risiko tinggi terhadap tuberkulosis paru, yang perlu terjangkau oleh pelayanan bermutu sesuai standar program nasional. Masalah tuberkulosis paru di Rutan diperkirakan tinggi dikarenakan oleh: a. Kondisi Rutan memudahkan terjadinya penyebaran infeksi tuberkulosis paru karena lamanya dan berulangnya paparan terhadap Mycobacterium Tuberculosis sebagai hasil dari: keterlambatan deteksi kasus, dan kurangnya ruangan isolasi, ketidaktepatan pengobatan kasus tuberkulosis paru yang menular, tingginya turnover dari narapidanatahanan melalui transfer antar Rutan, narapidanatahanan Universitas Sumatera Utara bebas dan residivis, jumlah narapidana yang melebihi kapasitas penjara, ventilasi dan cahaya matahari langsung yang kurang, higiene dan sanitasi yang buruk. 2. Narapidanatahanan mempunyai resiko mendapat infeksi baru tuberkulosis paru atau reaktivasi dari infeksi laten karena: koinfeksi, HIV dan penyalahguna jarum suntik, status gizi yang buruk, tekanan fisik dan emosional, over kapasitas 3. Cukup besar proporsi narapidanatahanan berasal dari kelompok populasi dengan risiko tinggi tuberkulosis paru misalnya pecandu alkohol, narkoba, tunawisma, mantan narapidana, pelanggan PSK. Tuberkulosis paru merupakan infeksi oportunistik yang paling banyak terjadi pada Orang Dengan HIVAIDS ODHA yaitu mencapai 41 dari seluruh kasus infeksi oportunistik, kemudian diare kronis 21 dan kandidiasis 21. Infeksi oportunistik ini menyebabkan kematian pada ODHA. di lembaga pemasyarakatan 22,68 kematian disebabkan HIV, 18,37 diakibatkan oleh tuberkulosis paru dan 6,19 adalah akibat hepatitis. Hampir diseluruh dunia, pemerintah memberikan prioritas rendah terhadap masalah kesehatan masyarakat di Rutan. Penyebaran penyakit tuberkulosis paru sangat mudah terjadi di Rutan. Jika warga binaan terinfeksi selama masa penahanan maka akan sangat mudah terjadi peyebaran ke masyarakat luas. 2.8 Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis Paru di Rutan dan Lapas Program penanggulangan tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas merupakan bagian dalam Program Nasional Tuberkulosis paru yang terintegrasi dengan Universitas Sumatera Utara pelayanan kesehatan di Rutan dan Lapas. Kesepahaman antara Ditjen Pemasyarakatan yang bertanggungjawab terhadap pelayanan kesehatan di Rutan dan Lapas dan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan yang bertanggung jawab terhadap program Tuberkulosis paru Nasional, sangat diperlukan dalam implementasi program penanggulangan tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas Ditjen Pemasyarakatan, 2007. Penanggulangan tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas perlu mendapat perhatian karena tuberkulosis paru tidak mengenal batasan-batasan yang dibuat oleh manusia seperti tingginya dinding Rutan dan Lapas dan status sosial masyarakat. Kondisi di dalam Rutan dan Lapas mempermudah penyebaran tuberkulosis paru dan menyebabkan Rutan dan Lapas menjadi reservoir dari penyakit tersebut. Tingginya kasus tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas mempunyai dampak yang sangat penting terhadap tuberkulosis paru di masyarakat umum. Penanggulangan tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas harus dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi untuk meningkatkan kesehatan di dalam dan di luar Rutan dan Lapas yang pelaksanaannya harus berkoordinasi dengan program AIDS di Rutan dan Lapas dan program-program kesehatan yang lainnya Dirjen Pemasyarakatan, 2007. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk membina narapidanatahanan supaya menjadi lebih baik kehidupannya dengan salah satu kewajiban menyediakan akses pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan minimal dalam hal ini akses terhadap pelayanan diagnosis yang bermutu dan pengobatan tuberkulosis paru yang efektif. Walaupun perhatian kepada pasien tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas Universitas Sumatera Utara sudah mulai berjalan di beberapa Rutan dan Lapas di Indonesia dan diperkuat dengan Nota Kesepahaman antara Ditjen Pemasyarakatan dengan Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan tentang penanggulangan tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas, namun strategi yang efektif yang dapat digunakan dalam mengefektifkan pelaksanaan penanggulangan tuberkulosis paru Strategi DOTS pada Rutan dan Lapas di Indonesia sangat dibutuhkan. Kebijakan sistem pelayanan kesehatan di Rutan dan Lapas diperlukan untuk menjamin kesinambungan dan peningkatan kepedulian terhadap kualitas pelayanan kesehatan dalam Rutan dan Lapas Ditjen Pemasyarakatan, 2007. Beberapa kegiatan dalam upaya penanggulangan tuberkulosis paru di Rutan yang dilakukan adalah a membangun komitmen, b membangun kapasitas sumber daya, c membangun jejaring penanggulangan tuberkulosis paru strategi DOTS di Rutan, d penemuan kasus tuberkulosis paru, e penatalaksanaan kasus tuberkulosis paru sesuai standar, f meningkatkan kualitas pemeriksaan laboratorium, g mengembangkan sistem informasi untuk surveilans, h kegiatan monitoring dan evaluasi, i memperkuat promosi kesehatan di lingkungan Rutan, j melakukan kolaborasi program tuberkulosis paru HIV, k mengembangkan upaya pengendalian penularan tuberkulosis paru di Rutan, l mobilisasi pendanaan 2.9 Pemeriksaan Kesehatan Warga Binaan Pemasyarakatan Hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan merupakan standar internasional hak asasi manusia yang penting. Hak ini tidak hilang meskipun Universitas Sumatera Utara seseorang menjadi narapidana. Tanggung jawab untuk menjamin penghormatan atas hak ini pindah ke Rutan atau Lapas karena narapidana tidak bisa melakukan semua ini secara mandiri Nemberini, 2007. Rutan atau Lapas memiliki kewajiban untuk melayani narapidana. Ini adalah salah satu dari prinsip-prinsip kunci dalam Peraturan Minimum Standar Perlakuan terhadap narapidana. Hal ini berarti apabila narapidana tidak dapat mencari perawatan kesehatannya sendiri maka Lapas harus menyediakannya. Karena narapidana tidak bisa berkunjung ke dokter yang ada di luar Rutan atau Lapas, maka dokter tersebut yang akan mengunjungi narapidana. Hal tersebut berlaku juga untuk dokter gigi, dan untuk ahli kesehatan jiwa Nemberini, 2007. Standar perawatan kesehatan di Rutan atau Lapas harus sekurangnya sama dengan standar kesehatan yang ada di masyarakat. Tak seorang pun harus menderita karena tidak adanya perawatan kesehatan hanya karena mereka di penjara. Selain itu, karena banyak orang miskin dan yang berpenyakit masuk penjara, otoritas lapas harus memperkirakan kebutuhan perawatan kesehatan yang lebih besar bagi narapidana yang ada di masyarakat pada umumnya Nemberini, 2007. Paramedis harus memberikan perawatan kesehatan di lapas. Dokter dan perawat yang berkualitas harus tersedia. Petugas lapas juga harus membantu mengidentifikasi narapidana yang mungkin sakit, dan memberikan pertolongan pertama kepada narapidana yang cedera. Petugas lapas tidak boleh menghalangi warga binaan pemasyarakatan yang membutuhkan perawatan kesehatan, justru mereka harus membantu narapidana untuk menemui petugas medis. Ini juga berlaku Universitas Sumatera Utara untuk semua warga binaan pemasyarakatan baik itu yang sangat jahat sekalipun. Semua tergantung petugas medis untuk memutuskan apa yang perlu dilakukan terhadap warga binaan pemasyarakatan, dan bukan petugas Rutan atau Lapas Nemberini, 2007. Semua narapidana harus menerima pemeriksaan medis ketika masuk ke lapas. Penyakit kronis dan menular adalah yang terutama penting. Obat-obatan harus tersedia bilamana diresepkan oleh dokter. Petugas lapas harus membantu agar semua ini dapat berjalan dengan lancar. Petugas lapas perlu memahami apa yang dimaksud dengan kontrol penyakit menular. Mereka harus dilatih dalam pencegahan universal, yang harus selalu mereka terapkan kapan pun juga. Ini adalah cara yang terbukti dapat melindungi mereka, rekan kerja mereka dan narapidana. Pencegahan ini secara gampang berarti memperlakukan semua cairan tubuh sebagai sesuatu yang tertular. Ini berarti air liur, air seni, darah dan tinja. Jika mereka melakukan tindakan ini, tidak perlu ada kekhawatiran khusus tentang terjangkit atau tidaknya narapidana. Ini peraturan yang sederhana. Perlakuan setiap orang seakan-akan mereka telah tertular, termasuk petugas lainnya dan pengunjung. Selain itu, petugas harus memperlakukan setiap cairan tubuh yang tertumpah seakan-akan itu menular, dan karenanya, desinfeksi harus dilakukan secepatnya, menggunakan desinfektan yang telah disetujui dan efektif Nemberini, 2007. Universitas Sumatera Utara

2.10 Landasan Teori

Dokumen yang terkait

Pengaruh Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene terhadap Kejadian Penyakit Skabies pada Warga Binaan Pemasyarakatan yang Berobat Ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan

10 99 155

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

1 31 134

GAMBARAN FUNGSI KELUARGA PADA WARGA BINAAN REMAJA DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS I BANDUNG.

0 1 1

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 17

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 2

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 6

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 41

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 6

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 24

STRATEGI DAKWAH PROFESOR SALMADANIS BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS IIB PADANG

0 1 155