Pencegahan Tertier Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru

Gagal adalah penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan. 4 Kasus Kronik adalah penderita yang BTA-nya tetap positif setelah mendapat pengobatan ulang lengkap yang disupervisi dengan baik. Menurut Depkes RI 2002, tipe penderita dibagi ke dalam beberapa tipe, yaitu kasus baru; kambuh relaps; pindahan transfer in; setelah lalai drop-out; gagal dan kasus kronik.

2.2.3 Pencegahan Tertier

Sasaran dari pencegahan tertier dilakukan pada penderita yang telah parah, misalnya penderita tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, yang terjadi karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase: intensif dan lanjutan. Fase intensif ditujukan untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi obat. Sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak aktif. Fase lanjutan menggunakan lebih sedikit obat karena sebagian besar bakteri telah terbunuh sehingga risiko pembentukan bakteri yang resisten terhadap pengobatan menjadi kecil WHO, 2003. Pengobatan TB umumnya dilakukan dengan rawat jalan outpatient basis, namun ada beberapa kondisi yang membutuhkan perawatan di RS. Kondisi-kondisi Universitas Sumatera Utara tersebut seperti : meningitis dan tuberkulosis milier, anak dengan gangguan pernapasan dan tuberkulosis tulang belakang. Setelah pengobatan dimulai, kadang gejala tuberkulosis atau gambaran X-ray dada menjadi lebih parah. Hal ini umumnya terjadi seiring peningkatan kekebalan tubuh karena perbaikan gizi, pengobatan tuberkulosis itu sendiri, atau terapi antiviral pada anak dengan HIV. Efek samping pengobatan TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan pada pasien dewasa. Efek samping yang paling penting diperhatikan adalah keracunan pada hati hepatotoksisitas yang dapat disebabkan oleh isoniazid, rifampicin, dan pyrazinamide. Tidak ada anjuran untuk memeriksa kadar enzim hati secara rutin karena peningkatan enzim yang ringan. Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6 pyridoxine pada kondisi tertentu sehingga suplemen vitamin B6 direkomendasikan pada anak yang kurang gizi, anak yang terinfeksi HIV, bayi yang masih menyusu ASI, dan remaja yang hamil WHO, 2006. Menurut Maher et al 2008 dalam Oxford Textbook of Public Health disebutkan bahwa konsep pengobatan anti-TB kemoterapi sebagai latar belakang untuk pengembangan dan implementasi dari strategi untuk penanggulangan TB yang dikenal sebagai DOTS Directly Observed Treatment, Short-Course. Penilaian terhadap kemajuan yang telah dilakukan terhadap target internasional untuk penanggulangan TB tahun 2005, dan kemudian respon internasional yang berkembang untuk tantangan TBC, termasuk pengembangan Strategi Stop TB dan Global Plan untuk menerapkannya dengan penilaian prospek untuk pengendalian Universitas Sumatera Utara tuberkulosis di masa depan, melihat ke depan untuk 2015 tahun target Millenium Development Goals dan kemudian tahun 2050 tahun target untuk penghapusan TB sebagai masalah kesehatan publik secara global. 2.3 Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Paru Epidemiologi penyakit tuberkulosis paru adalah ilmu yang mengkaji frekuensi, distribusi serta determinan. Kajian tersebut menyangkut interaksi antara Mycobacterium Tuberculosis sebagai bakteri agent, manusia host dan lingkungan environment. Disamping itu mencakup perkembangan dan penyebarannya, termasuk didalamnya juga mencakup prevalensi dan insidensi penyakit tersebut yang timbul dari populasi yang tertular Depkes RI, 2006.

2.3.1 Distribusi Penyakit Tuberkulosis Paru

Dokumen yang terkait

Pengaruh Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene terhadap Kejadian Penyakit Skabies pada Warga Binaan Pemasyarakatan yang Berobat Ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan

10 99 155

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

1 31 134

GAMBARAN FUNGSI KELUARGA PADA WARGA BINAAN REMAJA DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS I BANDUNG.

0 1 1

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 17

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 2

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 6

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 41

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 6

Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

0 0 24

STRATEGI DAKWAH PROFESOR SALMADANIS BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS IIB PADANG

0 1 155