tuberkulosis di masa depan, melihat ke depan untuk 2015 tahun target Millenium Development Goals dan kemudian tahun 2050 tahun target untuk penghapusan TB
sebagai masalah kesehatan publik secara global. 2.3 Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Paru
Epidemiologi penyakit tuberkulosis paru adalah ilmu yang mengkaji frekuensi, distribusi serta determinan. Kajian tersebut menyangkut interaksi antara
Mycobacterium Tuberculosis sebagai bakteri agent, manusia host dan lingkungan environment. Disamping itu mencakup perkembangan dan penyebarannya,
termasuk didalamnya juga mencakup prevalensi dan insidensi penyakit tersebut yang timbul dari populasi yang tertular Depkes RI, 2006.
2.3.1 Distribusi Penyakit Tuberkulosis Paru
Penyakit tuberkulosis paru sumber infeksi adalah manusia yang mengeluarkan basil tuberkel dari saluran pernafasan. Kontak yang rapat misalnya dalam keluarga
menyebabkan banyak kemungkinan penularan melalui droplet. Kerentanan penderita tuberkulosis paru meliputi risiko memperoleh infeksi dan konsekuensi timbulnya
penyakit setelah terjadi infeksi, sehingga bagi orang dengan uji tuberkulin negatif risiko memperoleh basil tuberkel bergantung pada kontak dengan sumber-sumber
bakteri penyebab infeksi terutama dari penderita tuberkulosis paru dengan BTA positif. Konsekuensi ini sebanding dengan angka infeksi aktif penduduk, tingkat
kepadatan penduduk, keadaan sosial ekonomi yang merugikan dan perawatan kesehatan yang tidak memadai Depkes RI, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Berkembangnya penyakit secara klinik setelah infeksi dimungkinkan adanya faktor komponen genetik yang terbukti pada hewan dan diduga terjadi pada manusia,
hal ini dipengaruhi oleh umur, kekurangan gizi dan kenyataan status immunologik serta penyakit yang menyertainya.
2.3.2 Frekuensi Penyakit Tuberkulosis Paru
Resiko penularan setiap tahun Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI di Indonesia bervariasi, antara 1-3. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 berarti
setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita tuberkulosis paru Depkes RI,
2002. a. Berdasarkan host
1. Umur Insidens tertinggi biasanya mengenai usia dewasa muda. Informasi dari Afrika
dan India menunjukkan pola yang berbeda, dimana prevalensi meningkat seiring dengan peningkatan usia Albert, 2006. Di Indonesia, dengan angka risk of infection
2, maka sebagian besar masyarakat pada usia produktif telah tertular Aditama, 2010. Penelitian dengan pendekatan prospektif observasional analitik di RS
Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa usia produktif ≤ 55 tahun 0,9 kali lebih
sulit untuk sembuh dari pada usia yang non produktif pada penderita TB Paru Firdaus, 2005.
2. Jenis Kelamin Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita TB
Universitas Sumatera Utara
Paru. Hal ini disebabkan laki-laki lebih banyak melakukan mobilisasi dan mengkonsumsi alkohol dan rokok Depkes RI, 2005. Penelitian dengan pendekatan
prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa laki-laki 0,5 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada wanita pada penderita TB Paru.
c. Status Gizi Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan
timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit
infeksi Supariasa, 2001. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah Girsang, 2000. Penelitian Firdaus
2005 dengan desain prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa status gizi buruk 9,59 kali lebih sulit untuk sembuh dari
pada status gizi baik pada penderita TB Paru. d. Status Imunisasi BCG
Salah satu upaya pengendalian infeksi Mycobacterium Tuberculosis M.tb adalah dengan imunisasi Bacille Calmette Guerin BCG. Imunisasi BCG
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi bakteri. Imunitas yang terbentuk dengan imunisasi BCG untuk mencegah penyebaran TB secara hematogen bukan
mencegah penyebaran secara perkontinuitatum dan limfogen. e. Sosial ekonomi
Banyaknya penderita tuberkulosis paru terjadi pada masyarakat kelas ekonomi rendah dengan tingkat pendidikan rendah dan pekerjaan yang tidak tetap sehingga
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan tentang penyakit menular juga rendah. WHO 2003 menyebutkan 90 penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang pada kelompok dengan sosial
ekonomi yang lemah atau miskin Achmadi dkk, 2005
2.3.3 Faktor Penyebab Determinan Penyakit Tuberkulosis Paru