4.4.2. Pertambangan
Berbagai macam tambang terdapat di wilayah Kabupaten Halmahera Timur, dan yang telah dieksploitasi baru nikel, tetapi hambatan untuk
meningkatkan luas eksploitasi terbentur pada adanya tumpang tindih lahan dengan sektor lain. Untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi perlu adanya program
pengembangan atau pembangunan terpadu antar sektor, sehingga kekayaan alam yang ada dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan atau
kemakmuran rakyat. Kenyataan yang ada adalah bahwa lahan bekas penambangan terbuka biasanya tidak segera diikuti oleh rehabilitasi lahan, yang sebenarnya
sudah harus ditetapkan pada tahap perencanaan, baik sistemnya maupun jadwalnya, serta ditaati sesuai dengan yang seharusnya, lebih jelasnya dapat
dilihat pada identifikasi potensi. Produksi biji nikel selama tahun 2007 untuk yang berkadar tinggi
sebanyak 1,87 juta ton atau rata-rata sekitar 155.965 ton setiap bulan. Untuk biji nikel berkadar rendah sebanyak 135.313 ton atau rata-rata sebanyak 16.914 ton
setiap bulan. Biji Nikel sebagian besar dipasarkan ke luar negeri yakni diekspor ke Jepang sebanyak 1,56 juta ton untuk yang berkadar tinggi dan ke Australia
sebanyak 119,616 ton untuk yang berkadar rendah Bappeda, 2005, dapat dilihat pada Tabel 20.
4.4.3. Kehutanan
Kabupaten Halmahera Timur masih didominasi sekitar 70 oleh hutan dari berbagai jenis hutan dan kondisi. Luas hutan produksi yang dapat dikonversi
dan luas lahan yang telah digunakan sekitar 210.000 Ha masih jauh lebih besar dari yang telah digunakan untuk non-hutan sekitar 131.500 Ha.
Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa masih terdapat areal yang luas untuk berbagai
pengembangan non hutan.
4.4.4. Perikanan dan Kelautan
Mengingat lokasi kabupaten Halmahera Timur yang ‘menghadap’ ke Lautan Pasifik, potensi ikan pelagis tuna, cakalang, tongkol pasti besar, sehingga
pembangunan industri perikanan mempunyai potensi yang baik. Selain ikan tersebut di atas, ikan lain yang biasa ditangkap adalah julung, kembung, layang,
lemuru, ekor kuning, selar, tembang dan teri. Pengalaman industri perikanan laut
di Pulau Bitung Sulawesi Utara, Biak Papua dan daerah lain di tepi laut Pasifik, perlu dipelajari dengan seksama sebelum investasi besar ditanamkan.
Titik tolak pengembangan harus dari segi pemasaran yang harus mantap, terutama untuk pemasaran ke luar kabupaten, bahkan ke luar propinsi. Idealnya dapat
dikembangkan untuk ekspor, mengingat posisinya yang dekat dengan laut Pasifik yang kaya akan ikan pelagis danatau dekat dengan potensi pasar seperti Jepang,
baik untuk komoditas ikan tangkap maupun hasil marikultur non- ikan, seperti rumput laut. Potensi pasar rumput laut cukup besar Dinas Perikanan, 2007,
sedangkan budidaya dan pengolahan pasca panen juga sederhana, cukup dikeringkan dengan sinar matahari; penanganan selanjutnya tidak berisiko besar.
Untuk pengembangannya jelas memerlukan studi khusus, termasuk dalam hal pelatihan dan pemasaran. Untuk itu, wilayah yang diidentifikasi sesuai, seperti di
Teluk Kao yang kondisi ombaknya relatip tenang, sehingga baik untuk pengembangan marikultur, harus dipertahankan kualitasnya sebagai cadangan
untuk pengembangan lebih lanjut. Demikian pula halnya untuk wilayah yang potensial untuk pengembangan
budidaya tambak. Sedangkan di Teluk Buli, pada musim angin timur, kondisinya tidak bersahabat. Pengembangan budidaya ikan air tawar mungkin masih belum
saatnya, mengingat geografi wilayah yang didominasi laut. Untuk pengembangan usaha penangkapan di laut, pengalaman usaha yang ada di Bitung, Sulawesi Utara
atau di Biak dan Sorong, Papua, merupakan acuan, baik untuk pengembangan sendiri atau dalam rangka kerjasama.
4.5. Penggunaan Lahan