Konsep Kesenjangan Kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah

1 perencanaan komunitas; 2 sistem area wilayah; dan 3 optimalisasi pemanfaatan sumberdaya yang ada. Pembangunan wilayah adalah tahapan kegiatan pembangunan di wilayah tertentu yang dalam perwujudannya melibatkan interaksi antara sumberdaya manusia dengan sumberdaya lain termasuk sumberdaya alam dan lingkungan melalui kegiatan investasi pembangunan. Tujuan pembangunan wilayah adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dengan menitikberatkan kepada memanfaatkan sifat keadaan daerah dan lingkungan yang bersangkutan terutama aspek yang menyangkut sumberdaya fisik dan sosiokultural yang hidup di masing-masing wilayah Anwar, 2005. Ketimpangan pembangunan antar wilayah dan daerah dapat disebabkan oleh gagalnya pihak pengelola pembangunan atau birokrat dalam menjalankan kebijakan pembangunan atau karena sektor pembangunan yang melalui mekanisme pasar dalam penciptaan pemerataan pembangunan ekonomi antar wilayah. Menurut Abdul Wahab 1999 menambahkan bahwa besarnya dominasi negara dalam perencanaan pembangunan telah mengabaikan peran serta kekuatan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan negara. Keseimbangan antar kawasan menjadi penting karena keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu mengurangi disparitas antar wilayah dan pada akhirnya mampu memperkuat pembangunan ekonomi wilayah secara menyeluruh. Seperti halnya bagian tubuh manusia, ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah akan mengakibatkan kondisi yang tidak stabil. Kesenjangan antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Untuk itu dibutuhkan kebijakan program yang mampu mengatasi permasalahan kesenjangan antar wilayah atau kawasan, dan perencanaan yang mampu mewujudkan pembangunan wilayah atau kawasan yang berimbang.

2.2. Konsep Kesenjangan

Kesenjangan tidak lain adalah suatu representasi distribusional suatu objek. Konsep tentang kesenjangan mempunyai kemiripan dengan konsep tentang perbedaan. Pembahasan kesenjangan menghendaki pendefinisian kelompok- kelompok, pengelompokkan berbasis daerah mempunyai implikasi pengamatan kesenjangan masyarakat antar daerah. Berbagai cara pengelompokkan yang telah biasa digunakan adalah kelompok masyarakat wilayah desa dan masyarakat wilayah kota. Selain itu, saat ini juga berkembang perhatian terhadap pengukuran kesenjangan berbasis gender. Kondisi kesenjangan kesejahtaraan umumnya dinyatakan dalam bentuk indikator kesenjangan. Berbagai studi pada umumnya menggunakan kurva distribusi Lorenz dan indeks kemerataan distribusi Gini. Berbagai studi lain menggunakan indikator kesenjangan antar daerah yang pertama kali diperkenalkan oleh Williamson. Penghitungan indeks Gini dilakukan berbasis pada kurva distribusi Lorenz, sedangkan indeks Williamson berbasis kepada angka varian dalam distribusi statistik. Saat ini kesenjangan kesejahteraan masyarakat antar kelompok maupun antar daerah selalu terjadi. Persoalannya adalah apakah kesenjangan tersebut menurun atau naik sejalan dengan perubahan waktu atau kenaikan rata-rata kesejahteraan? Lebih lanjut, apakah kesenjangan tersebut menyebabkan hal-hal yang tidak bisa ditolerir lagi? Secara teoritik kesenjangan dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu faktor alam, faktor kultural, dan faktor struktural kebijakan. Teori- teori mengenai proses kesenjangan pada umumnya menekankan kepada peranan satu fakta atau lebih www.bappenas.go.id.

2.3. Kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah

Kesenjangan pembangunan terjadi karena tiga faktor yaitu faktor alami, kondisi sosial budaya dan keputusan-keputusan kebijakan. Keseimbangan antara kawasan menjadi penting karena keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu mengurangi kesenjangan antar wilayah yang pada akhirnya akan mampu memperkuat pembangunan ekonomi wilayah secara keseluruhan seperti halnya bagian tubuh manusia, ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah akan mengakibatkan suatu kondisi yang tidak stabil. Kesenjangan antar wilayah telah banyak menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik Rustiadi dkk, 2004. Untuk itu dibutuhkan kebijakanprogram yang dapat mengatasi permasalahan kesenjangan antar wilayahkawasan, dan perencanaan yang mampu mewujudkan pembangunan yang berimbang. Setiap pemerintah baik di negara berkembang maupun belum berkembang selalu berusaha untuk meningkatkan keterkaitan yang simetris antar wilayah dan mengurangi disparitas karena beberapa alasan, antara lain: • Untuk mengembangkan perekonomian secara simultan dan bertahap • Untuk mengembangkan ekonomi secara cepat • Untuk mengoptimalkan pengembangan kapasitas dan mengkonservasi sumber daya • Untuk meningkatkan lapangan kerja • Untuk mengurangi beban sektor pertanian • Untuk mendorong desentralisasi • Untuk menghindari konflik lepas kendali dan instabilitas politik disintegratif • Untuk meningkatkan Ketahanan Nasional Menurut Anwar 2005 ada 6 enam hal yang menjadi faktor penyebab terjadinya kesenjangan kesenjangan antar daerah yaitu : 1 karakteristik limpahan sumberdaya alam; 2 demografi; 3 kemampuan sumberdaya manusia; 4 potensi lokasi; 5 aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan; dan 6 potensi pasar. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka suatu wilayah akan terdapat beberapa macam tipologi wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya, yaitu: 1 wilayah maju; 2 wilayah sedang berkembang; 3 wilayah belum berkembang; dan 4 wilayah tidak berkembang Anwar, 2005. Menurut Sukanto dan Kuncoro 2004 ada empat macam karakteristik wilayah berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan yaitu: 1 cepat maju dan cepat tumbuh; 2 maju tapi tertekan; 3 berkembang cepat dan 4 tertinggal. Kesenjangan ini pada akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan yang dalam konteks makro sangat merugikan bagi keseluruhan proses pembangunan. Demikian pula hubungan antar wilayah telah membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah Rustiadi, 2001. Wilayah-wilayah hinterland menjadi lemah karena pengurasan sumberdaya yang berlebihan, sedangkan pusat-pusat pertumbuhan pada akhirnya juga menjadi lemah karena proses urbanisasi yang luar biasa. Secara lebih terperinci terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah sebagaimana diungkapkan Rustiadi 2001 yaitu: 1 Faktor geografis Suatu wilayah atau daerah yang sangat luas akan terjadi variasi pada keadaan fisik alam berupa topografi, iklim, curah hujan, sumberdaya mineral dan variasi spasial lainnya. Apabila faktor-faktor lainnya baik, dan ditunjang dengan kondisi geografis yang baik, maka wilayah tersebut akan berkembang dengan lebih baik. 2 Faktor historis Perkembangan masyarakat dalam suatu wilayah tergantung dari kegiatan atau budaya hidup yang telah dilakukan masa lalu. Bentuk kelembagaan atau budaya dan kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab yang cukup penting terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja. 3 Faktor politis Tidak stabilnya suhu politik sangat mempengaruhi perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah. Instabilitas politik akan menyebabkan orang ragu untuk berusaha atau melakukan investasi sehingga kegiatan ekonomi di suatu wilayah tidak akan berkembang. Bahkan terjadi pelarian modal ke luar wilayah, untuk diinvestasikan ke wilayah yang lebih stabil. 4 Faktor kebijakan Terjadinya kesenjangan antar wilayah bisa diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir di semua sektor, dan lebih menekan pertumbuhan dan membangun pusat-pusat pembangunan di wilayah tertentu menyebabkan kesenjangan yang luar biasa antar daerah. 5 Faktor administratif Kesenjangan wilayah dapat terjadi karena kemampuan pengelola administrasi. Wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik cenderung lebih maju. Wilayah yang ingin maju harus mempunyai administrator yang jujur, terpela jar, terlatih, dengan sistem administrasi yang efisien. 6 Faktor sosial Masyarakat dengan kepercayaan-kepercayaan yang primitif, kepercayaan tradisional dan nilai-nilai sosial yang cenderung konservatif dan menghambat perkembangan ekonomi. Sebaliknya masyarakat yang relatif maju umumnya memiliki institusi dan perilaku yang kondusif untuk berkembang. Perbedaan ini merupakan salah satu penyebab kesenjangan wilayah. 7 Faktor Ekonomi. Faktor ekonomi yang menyebabkan kesenjangan antar wilayah yaitu: a Perbedaan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki seperti: lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi dan perusahaan; b Terkait akumulasi dari berbagai faktor. Salah satunya lingkaran kemiskinan, kemudian kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidup rendah, efisiensi rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, dan pengangguran meningkat. Sebaliknya diwilayah yang maju, masyarakat maju, standar hidup tinggi, pendapatan semakin tinggi, tabungan semakin banyak yang pada akhirnya masyarakat semakin maju; c Kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan faktor-faktor ekonomi seperti tenaga kerja, modal, perusahaan dan aktifitas ekonomi seperti industri, perdagangan, perbankan, dan asuransi yang dalam ekonomi maju memberikan hasil yang lebih besar, cenderung terkosentrasi di wilayah maju; d Terkait dengan distorsi pasar, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi, keterbatasan ketrampilan tenaga kerja dan sebagainya. Pengukuran kesenjangan wilayah adalah sebuah konsepsi dari adanya kebijakan ketidakberimbangan pembangunan wilayah. Dua poin penting yang harus diperhatikan dalam memahami konsep ini: pertama, kesenjangan tidak selalu harus dipahami dengan cara yang sama. Sebagai contoh, di negara-negara, Uni Eropa seperti Finlandia dan Swedia, keduanya merupakan negara yang masih terbelakang dengan jumlah penduduk paling sedikit, merupakan kawasan lindung, terisolir dari negara lain, dan kondisi alamnya memiliki karakteristik yang dianggap tidak memiliki perkembangan atau perkembangan per kmnya rendah. Namun keduanya memiliki pendapatan per kapita yang tidak rendah. Kedua, bahwa mata rantai antara kebijakan terhadap suatu wilayah dan kesenjangan wilayah tidaklah berdiri sendiri. Maksudnya, dengan memahami faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan dan pengukurannya maka diharapkan dapat dengan mudah melakukan kegiatan perencanaan pembangunan wilayah sekaligus memetakannya Wishlade dan Douglas, 1997 Selanjutnya Wishlade dan Douglas 1997 menyatakan bahwa secara konseptual ada tiga indikator yang dapat dijadikan ukuran kesenjangan wilayah yaitu:1 indikator fisik, 2 indikator ekonomi, dan 3 sosial. Dalam kenyataan di lapangan, sulit menggolongkan indikator dengan cara terbuka. Meskipun demikian, ketiga kategori tersebut telah memberikan kerangka yang bermanfaat bagi masalah kesenjangan di suatu wilayah Uni Eropa. Kesenjangan antar wilayah bisa ditemui baik di negara maju maupun berkembang. Kesenjangan antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Setiap pemerintah baik negara berkembang maupun belum berkembang selalu berusaha untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah karena beberapa alasan Murty 2001, diacu dalam Pribadi, 2005, yaitu: a Untuk mengembangkan perekonomian secara simultan dan bertahap Jika setiap wilayah bisa tumbuh dan berkembang, maka mereka akan membentuk hubungan mutualisma yang saling menguntungkan. Jika tidak, sebagai contoh pendapatan yang rendah di daerah hinterland backward area, akan menghambat pertumbuhan demand terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh wilayah yang lebih maju. Lebih jauh lagi, pembangunan wilayah yang berimbang akan mampu menghindari transport dan sekaligus dapat meminimalisasi tekanan inflasi terhadap perekonomian. b Untuk mengembangkan ekonomi secara cepat Jika kecepatan semua pekerja dalam satu grup setara, maka grup tersebut akan memberikan output lebih cepat. Demikian pula apabila kemajuan ekonomi negara ditopang oleh pertumbuhan semua wilayah secara simultan sesuai dengan potensinya masing-masing, maka pertumbuhan ekonomi akan berjalan dengan cepat. c Untuk mengoptimalkan dan mengkonservasi sumberdaya Ketika suatu wilayah mengembangkan sumberdayanya, maka sumberdaya tersebut akan mengakibatkan wilayah tersebut menjadi berkembang. Keterkaitan ini akan mengurangi terjadinya pengurasan sumberdaya oleh wilayah lain umumnya wilayah yang lebih maju, karena resiko dan manfaat penggunaannya sangat dirasakan oleh wilayah yang memiliki sumberdaya itu sendiri. d Untuk meningkatkan lapangan kerja Berkembangnya infrastruktur dan penyebaran industri di daerah hinterland backward region akan meningkatkan lapangan kerja yang lebih luas di semua wilayah. e Untuk mengurangi beban sektor pertanian Produktivitas per kapita sektor pertanian di Indonesia sangat rendah karena terlalu banyak penduduk yang bekerja di sektor ini. Dengan pembangunan wilayah yang berimbang, sektor-sektor non pertanian juga akan berkembang di daerah hinterland, sehingga lapangan kerja di sektor pertanian juga akan berkembang. f Untuk mendorong desentralisasi Disparitas antar wilayah akan mendorong terjadinya sentralisasi. Wilayah berkembang mempunyai kapasitas untuk menarik investasi, industri, dan institusi- institusi perekonomian baru, sedangkan wilayah-wilayah yang tertinggal tidak mempunyai kapasitas tersebut. Akhirnya, permasalahan sentralisasi akan semakin berkembang. Sentralisasi di bidang ekonomi sendiri sebenarnya tidak menjadi masalah, tetapi kondisi ini kenyataannya mengakibatkan berbagai masalah yang lebih pelik seperti lokalisasi, urbanisasi, internal konflik dan sebagainya. Lokalisasi dan urbanisasi pada akhirnya menimbulkan berbagai masalah seperti kepadatan, kemacetan, kebisingan, polusi, masalah permukiman dan sebagainya. Sebagai akibatnya biaya hidup akan menjadi semakin tinggi, dan mengakibatkan timbulnya kemiskinan perkotaan. g Untuk menghindari konflik internal dan instabilitas politik Kesenjangan disparitas antar wilayah dari segi pendapatan dan kesejahteraan merupakan ancaman terbesar yang dapat meruntuhkan solidaritas masyarakat sebagai satu bangsa. Suatu wilayah akan cenderung melepaskan diri apabila terlalu kaya. Sebaliknya suatu wilayah juga akan cenderung melepaskan diri apabila terlalu miskin dan merasa diabaikan. h Untuk mempertahankan negara dari serangan musuh Apabila suatu wilayah mampu tumbuh dan berkembang, maka serangan musuh pada wilayah-wilayah tertentu tidak akan mampu melumpuhkan perekonomian negara. Berdasarkan hasil penelitian Romadhon 2004, untuk mengurangi kesenjangan yang disebabkan oleh faktor kuantitas dan kualitas sumberdaya yang dimiliki desa di pulau Sapudi Kabupaten Sumenep- Madura maka harus mengacu pada kondisi tingkat perkembangan kuantitas dan kualitas sumberdaya yang dimiliki. Contohnya, Desa Pancor memiliki potensi sektor perikanan dan transportasi yang kompetitif serta memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Maka arahan pengembangannya adalah bahwa Desa Pancor dijadikan sebagai daerah perikanan dan outlet perdagangan serta pusat perdagangan hasil pertanian dan kelautan. Dengan demikian daerah tersebut bisa berkembang sesuai dengan karakteristik dan potensinya serta yang lebih penting tidak melakukan pengurasan sumberdaya lainnya yang mungkin berada di daerah sekitarnya. Dengan demikian jelas bahwa disparitas antar wilayah ini harus diatasi mengingat banyak dampak negatif yang bisa ditimbulkan. Hal ini tentunya sejalan dengan tujuan hakiki pembangunan. Karena itu diperlukan upaya-upaya untuk mengatasi terjadinya urban bias yaitu kecenderungan proses pembangunan untuk lebih memihak pada kepentingan perkotaan dengan memulai memperhatikan pengembangan kawasan pedesaan. Menurut Rustiadi dan Hadi 2007, strategi pembangunan wilayah yang pernah dilaksanakan di Indonesia untuk mengatasi berbagai permasalahan disparitas pembangunan wilayah, antara lain : 1. Secara nasional dengan membentuk Kementrian Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia KTI; 2. Percepatan pembangunan wilayah-wilayah unggulan dan potensial berkembang tetapi relatif tertinggal dengan menetapkan kawasan-kawasan seperti a Kawasan andalan Kadal, b Kawasan pembangunan ekonomi terpadu Kapet yang merupakan salah satu Kadal terpilih di tiap provinsi; 3. Program percepatan pembangunan yang bernuansa mendorong pembangunan kawasan perdesaan dan sentra produksi pertanian seperti: a Kawasan sentra produksi KSP atau Kasep; b Pengembangan kawasan perbatasan; c Pengembangan kawasan tertinggal; d Proyek pengembangan ekonomi lokal; 4. Program progam sektoral dengan pendekatan wilayah seperti: a Perwilayahan komoditas unggulan; b Pengembangan sentra industri kecil; c Pengembangan ekonomi masyarakat pesisir PEMP, dan lain- lain. Program-program tersebut sebagian besar dilaksanakan setelah munculnya berbagai tuntutan pemerataan pembangunan, khususnya pada menjelang dan awal era reformasi atau sekitar tahun 1996-1997. Namun pendekatan yang digunakan masih terpusat dan masih menggunakan pendekatan pembangunan yang sama yaitu mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi hanya di pusat-pusat perkotaan tidak sampai di perdesaan, sehingga tidak memberikan dampak yang besar terhadap tujuan pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah - wilayah yang diidentifikasikan tertinggal. Banyak pusat pusat pertumbuhan baru berkembang dengan pesat namun wilayah hinterland-nya mengalami nasib yang sama yaitu mengalami pengurasan sumberdaya yang berlebihan. Beberapa pengalaman empiris bahkan menunjukkan bahwa berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan baru seringkali lebih memberikan akses bagi para pelaku ekonomi di pusat pertumbuhan yang lebih besar untuk melakukan eksploitasi sumberdaya di daerah hinterland. Akibatnya proses eksploitasi wilayah belakang terus berjalan dan ketimpangan tetap terjadi Rustidi dan Hadi, 2007. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya backwash effect. Pertama, terbukanya akses ke daerah perdesaan seringkali mendorong kaum elit kota, pejabat pemerintah pusat, dan perusahaan-perusahaan besar untuk mengeksploitasi sumberdaya yang ada di desa. Masyarakat desa sendiri tidak berdaya karena secara politik dan ekonomi para pelaku eksploitasi sumberdaya tersebut memiliki posisi tawar yang jauh lebih kuat. Kedua, kawasan perdesaan sendiri umumnya dihuni oleh masyarakat yang kapasitas SDM dan kelembagaannya kurang berkembang. Kondisi ini mengakibatkan ide-ide dan pemikiran modern dari kaum elit kota sulit untuk didesiminasikan. Oleh karena itu sebagian besar aktivitas pada akhimya lebih bersifat enclave dengan mendatangkan banyak SDM dari luar yang dianggap lebih mempunyai ketrampilan dan kemampuan Rustiadi et al, 2006. Demikian pula hubungan antar wilayah telah membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah Rustiadi, 2001. Wilayah-wilayah hinterland menjadi lemah karena pengurasan sumberdaya yang berlebihan, sedangkan pusat-pusat pertumbuhan pada akhirnya juga menjadi lemah karena proses urbanisasi yang luar biasa. Menurut Murty 2000 proses penyebab kesenjangan yang pertama tersebut adalah faktor ekonomis yakni perbedaan faktor produksi secara kualitatif dan kuantitatif seperti tanah, tenaga kerja, modal, organisasi dan perusahaan. Penyebab kedua adalah proses kumulatif dari berbagai faktor yang menyebabkan ekonomi yang sudah maju terus berkembang dan ekonomi yang tidak berkembang terus meburuk kecuali jika pemerintah turut campur dalam menciptakan skema pemerataan antar regional. Proses kumulatif yang pertama dimulai oleh siklus kemiskinan yang ganas. Ada dua jenis siklus dalam perekonomian yang tertinggal. Siklus yang pertama dibentuk oleh sumberdaya yang belum dikembangkan dan keterbelakangan penduduk yang berpengaruh satu dengan yang lain. Siklus kedua yang ganas meliputi ketertinggalan penduduk, standar hidup yang rendah, efisiensi rendah, produktifitas rendah, pendapatan rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, tingkat pekerjaan rendah, dan ketertinggalan penduduk. Faktor-faktor ini terjadi dan saling bereaksi satu terhadap yang lain sedemikian rupa sehingga menetap dalam suatu daerah dan menjadi proses penurunan secara kumulatif. Di lain pihak, terjadi siklus kemakmuran di wilayah yang berkembang. Penduduk yang maju, standar hidup yang tinggi, efisiensi yang lebih baik, produktifitas yang tinggi, produksi yang lebih banyak, pendapatan lebih, konsumsi lebih banyak, investasi lebih tinggi,penggunaan tenaga kerja lebih banyak, dan lebih lagi penduduk yang progresif memulai proses kemajuan yang kumulatif dan akhirnya kesenjangan antara dua daerah makin meningkat. Wilayah maju adalah wilayah yang telah berkembang yang biasanya dicirikan dengan: 1 sebagai pusat pertumbuhan; 2 terdapat pemusatan penduduk, industri, pemerintahan, dan pasar potensial; 3 tingkat pendapatan yang tinggi, tingkat pendidikan dan kualitas sumberdaya manusia yang tinggi, serta struktur ekonomi yang relatif didominasi oleh sektor industri dan jasa. Wilayah yang sedang berkembang biasanya dicirikan dengan: 1 pertumbuhan yang cepat; 2 biasanya merupakan daerah penyangga dari wilayah maju; dan 3 mempunyai aksesibilitas yang sangat baik terhadap wilayah maju. Wilayah yang belum berkembang mempunyai ciri berikut: 1 tingkat pertumbuhan yang masih rendah, baik secara absolut maupun relatif; 2 memiliki potensi sumberdaya alam yang belum dikelola atau dimanfaatkan; 3 kepadatan penduduk yang masih rendah dan tingkat pendidikan yang relatif rendah. Wilayah yang tidak berkembang dicirikan oleh dua hal: 1 tidak memiliki potensi sumberdaya alam dan potensi lokasi sehingga secara alamiah sulit berkembang dan mengalami pertumbuhan; 2 sebenarnya memiliki potensi baik sumberdaya alam maupun potensi tetapi tidak dapat berkembang karena tidak memiliki kesempatan dan cenderung dieksploitasi oleh wilayah yang lebih maju. Adapun ciri-ciri yang dapat dilihat dari jenis wilayah ini adalah tingkat kepadatan penduduk yang jarang dan kualitas sumberdaya manusia yang rendah, tingkat pendapatan yang rendah, tidak memiliki infrastruktur yang lengkap, dan tingkat aksesibiltas yang rendah Anwar, 2005.

2.4. Interaksi Spasial