karena pada analisis skalogram yang dihitung adalah jumlah sarana prasarana fisik dan non fisik yang dimiliki suatu desakecamatan dalam bentuk indeks
perkembangan wilayah IP yang sifatnya kumulatif. Pada analisis skalogram suatu desa memiliki nilai IP yang tinggi, tetapi setelah dikelompokkan
berdasarkan karakteristik berada dalam suatu kelompok yang memiliki tingkat perkembangan wilayah “sedang” yang berdasarkan karakteristik wilayahnya.
Menurut Prakoso 2005 dalam Baskoro 2007 perkembangan hirarki wilayah dan sistem kota tergantung pada tahapan pembangunan disuatu wilayah
atau negara. Terdapat tiga tahapan perkembangan sistem kota, yaitu : a.
Sistem kota pada tahap pra-industrialisasi, yang terdiri hanya satu kota individual urban nuckleus;
b. Sistem kota pada tahap industrialisasi, yang ditandai oleh terjadinya proses
perkembangan pesat kota tunggal secara fisikal sebagai akibat urbanisasi c.
Sistem kota pada tahap post industrialisasi, yang ditandai oleh terbentuknya kota-kota regional
Terkait dengan teori diatas maka, asumsi dasar bahwa penentuan pusat pelayanan adalah wilayah yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap
atau memiliki rangking hirarki paling tinggi, maka semakin besar pula potensinya untuk dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan. Hasil
análisis skalogram berdasarkan data Podes tahun 2007, wilayah-wilayah di kabupaten Halmahera Timur memiliki nilai IPKIPD dan struktur hirarki yang
relatif rendah, hanya terdapat 1 kecamatan dari 10 kecamatan atau hanya terdapat 6 desa dari 73 desa yang tergolong hirarki I. Hal ini menunjukkan bahwa
pembangunan infrastruktur belum merata dan belum memiliki strategi serta arahan pengembangan wilayah dalam menyikapi kondisi dan permasalahan yang
dihadapi masing-masing wilayah, sehingga diharapkan kedepannya kegiatan pembangunan dilakukan secara merata antar wilayah wilayah di kabupaten
Halmahera Timur.
5.2.2. Kesenjangan Pendapatan antar Wilayah berdasarkan Indeks Williamson
Kesenjangan antar wilayah dalam suatu perekonomian nasional maupun regional merupakan fenomena dunia. Hal ini terjadi pada semua negara, baik
negara maju maupun pada negara berkembang. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut adalah struktur sosial ekonomi dan distribusi spasial
dari sumberdaya bawaan. Pada umumnya kesenjangan antar wilayah lebih tajam terjadi pada negara atau wilayah sedang berkembang karena kekakuan sosial
ekonomi dan faktor imobilitas. Salah satu parameter yang digunakan dalam analisis kesenjangan
pembangunan kesenjangan pendapatan antar kecamatan adalah data Pendapatan Asli Daerah PAD yang sebagaimana diasumsikan bahwa PAD merupakan salah
satu representasi penerimaan pendapatan seluruh penduduk dari berbagai lapangan usaha di suatu wilayah pembangunan, di lain sisi penerimaan PAD
merupakan kontribusi penerimaan pendapatan daerah dari setiap kecamatan yang dapat direlokasi dalam RAPBD bagi kegiatan pemerintahan dan pembangunan di
daerah setiap tahun angggaran. Dari hasil perhitungan dengan mengunakan analisis Indeks Williamson,
dapat diketahui kesenjangan antar kecamatan di kabupaten Halmahera Timur. Hasil perhitungan Indeks Williamson tersebut dapat dilihat pada Tabel 24 dan
Gambar 16.
Tabel 24. Nilai Kesenjangan Indeks Williamson dan Tingkatannya Berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan
No. Nama Kecamatan
IndeksKesenjangan Vw Tingkat Kesenjangan
1 Maba
3.37 Sedang
2 Maba Selatan
3.17 Sedang
3 Kota Maba
2.74 Rendah
4 Maba Tengah
2.85 Rendah
5 Maba Utara
3.29 Sedang
6 Wasile Utara
2.34 Rendah
7 Wasile Tengah
2.67 Rendah
8 Wasile Timur
3.49 Sedang
9 Wasile Selatan
3.78 Tinggi
10 Wasile
3.62 Tinggi
Sumber : Data hasil olahan, 2009 Keterangan:
Kriteria rendah :V
w
= 3.00 Kriteria sedang : V
w
= 3.01– 3.50 Kriteria tinggi :V
w
= 3.51
Secara spesifik berdasarkan unit analisis wilayah administrasi kecamatan dengan menggunakan variabel Pendapatan Asli daerah PAD perkapita maka
diperoleh Indeks Williamson yang tinggi yaitu di kecamatan Wasile 3,62 dan kecamatan Wasile Selatan 3,78. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan di
ke 2 kecamatan masih mengalami kesenjangan antar kecamatan. Dengan
demikian maka kecamatan yang memiliki fasilitas pelayanan dan tingkat perkembangan yang berbeda memacu terjadinya kesenjangan. Kecamatan yang
indeksnya sedang yaitu kecamatan Maba 3.37, Maba Selatan 3.17, Maba Utara 3.29, dan Wasile Timur 3.49. Kecamatan yang berada pada indeksnya rendah
ada 4 kecamatan yaitu: Kecamatan Kota Maba 2,74, Maba Tengah 2,85, Wasile Utara 2,34, dan Wasile Tengah 2,67. Hal ini menunjukkan bahwa
wilayah yang memiliki kesenjangan rendah relatif memiliki fasilitas pelayanan yang kurang merata dan tingkat perkembangannya relatif kurang berkembang
sehingga tingkat pendapatannya juga rendah Sehubungan dengan itu, Hanafiah 1988 menyatakan bahwa secara alami
tingkat pembangunan di berbagai wilayah dalam suatu daerah atau negara adalah tidak sama. Dengan demikian dalam suatu wilayah tertentu dapat diidentifikasikan
adanya wilayah yang kaya, maju, dinamis, dan berkembang serta wilayah yang miskin, tradisional, statis dan terbelakang. Wilayah yang kaya adalah wilayah
yang mempunyai sumberdaya alam melimpah dan diikuti oleh kegiatan manusia yang tinggi sehingga berkembang menjadi wilayah yang maju. Sedangkan
wilayah yang miskin adalah wilayah yang mempunyai sumberdaya alam yang terbatas dan kegiatan penduduk yang masih rendah sehingga wilayah tersebut
lambat berkembang atau wilayah tersebut belum berkembang akibat sumberdaya alamnya yang belum dieksploitasi secara optimal dan berkelanjutan. Akibat
adanya perbedaan tingkat pendapatan daerah dan tingkat pembangunan dalam suatu wilayah tertentu maka terjadi jurang kesejahteraan masyarakat antara
wilayah kaya dan wilayah miskin. Apabila tidak ada campur tangan pemerintah secara aktif, keadaan tersebut akan bertambah buruk bagi corak pembangunan
selanjutnya.
Gambar 16. Peta Tingkat Kesenjangan Kabupaten Halmahera Timur 2008
5.2.3. Kesenjangan Keberagaman Aktivitas antar Wilayah Berdasarkan Model Indeks Entropy IE