3. Interval kepercayaan untuk konfirmasi, dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
⎥ ⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎢
⎣ ⎡
+ ±
= r
1 n
1 x
V x
F CI
eff e
v2 v1,
α,
.........................................persamaan 2.28 dengan;
v2 v1,
α,
F = tabel F rasio
α = resiko. Level kepercayaan = 1 – resiko v1 = derajat bebas untuk rata-rata dan nilainya selalu 1 untuk
interval kepercayaan v2 = derajat bebas untuk pooled error variance
Ve = variasi kesalahan gabungan pooled error variance n = banyak pengamatan
r = jumlah pengulangan atau replikasi r ≠ 0
Sehingga interval kepercayaan dapat diperoleh dengan selang sebagai berikut:
CI µ
µ CI
µ
predicted predicted
predicted
+ ≤
≤ −
2.2.11 Eksperimen Konfirmasi
Tahap ini dilakukan dengan eksperimen konfirmasi. Eksperimen konfirmasi dilakukan untuk membuktikan performansi yang diramalkan yaitu
kondisi optimal untuk level faktor-faktor dalam eksperimen. Jika hasil eksperimen konfirmasi membuktikan performansi yang diramalkan, maka kondisi optimum
dapat diterapkan dalam proses. Jika sebaliknya, maka desain eksperimen seharusnya dievaluasi lagi dan eksperimen tambahan yang diperlukan. Jumlah
sampel atau replikasi dalam eksperimen konfirmasi yaitu r diambil sejumlah 10 sampel. Keputusan kondisi optimal dapat diterima atau tidak yaitu dengan
membandingkan rata-rata nilai estimasi dan rata-rata hasil eksperimen konfirmasi dengan masing-masing level kepercayaan. Penjelasan lebih lanjut diuraikan pada
tabel 2.4 berikut:
II-30
Tabel 2.4 Perbandingan interval kepercayaan untuk kondisi optimal dan eksperimen konfirmasi
Kondisi Perbandingan
Keterangan Keputusan
Optimal A
Konfirmasi diterima
Optimal B
Konfirmasi diterima
Optimal C
Konfirmasi ditolak
Sumber: Belavendram, 1995
2.3 REGRESI LINEAR BERGANDA
Persamaan matematik yang memungkinkan untuk meramalkan nilai-nilai suatu variabel dependen dari nilai-nilai satu atau lebih variabel independen adalah
persamaan regresi. Regresi dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan jumlah variabel independennya yaitu regresi sederhana dan regresi berganda. Jika pada
regresi sederhana hanya ada satu variabel dependen Y dan satu variabel independen X, maka pada kasus regresi berganda terdapat satu variabel
dependen dan lebih dari satu variabel independen. Misalnya, peramalan nilai variabel dependen Y dilakukan berdasarkan
hasil pengukuran pada beberapa variabel independen X
1
, X
2
, ….., X
i
. Sampel diambil dengan ukuran n dapat ditulis sebagai {x
1r
, x
2r
, ….., x
ir
, y
r
; r = 1, 2, ….n}. Nilai y
r
adalah nilai yang berasal dari suatu variabel Y
r
. Diasumsikan berlaku persamaan 2.29 berikut:
µ
Y ⏐x1, x2,….., xi
= β
+ β
1
x
1
+ β
2
x
2
+ …… + β
i
x
i
…..............persamaan 2.29 dimana dalam hal ini
β ,
β
1
, β
2
, …… β
i
adalah parameter yang harus diduga dari data. Dengan melambangkan nilai dugaannya yaitu b
, b
1
, b
2
, …., b
r
, maka persamaan regresi dapat ditulis dalam bentuk persamaan 2.30 berikut.
y = b + b
1
x
1
+ b
2
x
2
+ ……+ b
r
x
r
……………………… persamaan 2.30 2.4
PENELITIAN SEBELUMNYA
Hety 2004 meneliti karakteristik kualitas nomer benang, ketidakrataan benang, dan kekuatan tarik benang. Penelitian ini difokuskan pada bagaimana
menentukan setting level yang tepat dari prses pembuatan benang jenis R30 pada mesin ring spinning dilihat dari karakteristik kualitas nomer benang, ketidakrataan
II-31
benang dan kekuatan tarik benang sebagai upaya untuk meminimasi total kerugian yang diakibatkan variasi tiga karkateristik kualitas secara simultan.
Pendekatan yang digunakan adalah dengan mengkombinasikan antara desain eksprimen dari metode Taguchi, model regresi dan optimasi total quality loss
function dengan menggunakan model non linear programming. Pada studi kasus proses pembuatan benang jenis R30, target yang ingin dicapai adalah 30 hanklbs
untuk nomer benang, batas atas spesifikasi 10 untuk ketidakrataan benang dan batas bawah spesifikasi 238 gram untuk kekuatan tarik benang. Total kerugian
akibat tiga karakteristik kualitas pada kondisi aktual adalah sebesar Rp 750.943 per meter benang. Setelah dilakukan penelitian dengan hasil setting level optimal,
diperoleh peningkatan 0.34 untuk nilai nomer benang, 2.024 untuk nilai ketidakrataan benang dan 4.789 untuk nilai kekuatan tarik benang. Total
kerugian pada kondisi optimal adalah sebesar Rp 645.619 per meter benang. Sahrial 2005 menganalisis stabilitas dan kapabilitas proses spinning
benang katun dengan metode six sigma. Analisis terhadap stabilitas dan kapabilitas proses perlu dilakukan untuk membuktikan dan memperjelas adanya
permasalahan terutama pada proses yang berlangsung. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode Six Sigma yang dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan
pelanggan, memetakan kebutuhan pelanggan ke dalam karekteristik kualitas teknis CTQ, menentukan urutan prioritas CTQ tersebut berdasarkan tingkat
kepentingan dan kepuasan pelanggan, serta mengukur nilai sigma, stabilitas dan kapabilitas proses terhadap CTQ yang berada di urutan prioritas teratas. Hasil
penelitian yang ditekankan pada CTQ ketidakrataan benang sebagai urutan prioritas teratas menunjukkan bahwa, dengan nilai sigma ketidakrataan benang
sebesar 4.07 sigma, proses berada dalam kondisi kurang stabil dan meskipun telah distabilkan, proses tetap berada dalam kondisi tidak mampu untuk memenuhi
standar spesifikasi perusahaan. Dari hasil analisis juga diperoleh informasi bahwa faktor-faktor lingkungan, mesin dan peralatan, proses, material, tenaga kerja serta
faktor pengukuran diduga menjadi penyebab ketidakstabilan dan ketidakmampuan proses tersebut.
Sugeng 1995 membandingkan kualitas benang rayon Ne
1
30
S
produksi perusahaan yang berbeda ditinjau dari kekuatan tarik dan twist benangnya. Kuat
II-32
tarik benang merupakan besarnya gaya yang dapat memutuskan benang. Hasil pengujian kuat tarik benang menunjukkan bahwa nilai kedua variansi dan nilai
rata-rata kedua kekuatan tarik benang adalah sama. Adanya kesamaan kedua benang tersebut karena adanya perbedaan jumlah twist pada benang, dimana twist
dapat meningkatkan kekuatan tarik benang. Dengan twist, maka daya kohesi antar serat meningkat karena adnya gaya tekan kearah sumbu benang, gaya tekan
tersebut menjadikan serat induvidu semakin menyatu. Sedangkan hasil pengujian twist benang menunjukkan bahwa nilai kedua variansi sama dan nilai rata-rata
TPI kedua benang adalah berbeda. Perbedaan twist terjadi karena adanya perbedaan panjang serat, kekuatan serat, dan kehalusan serat.
II-33
BAB III METODOLODI PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan secara sistematis mengenai tahapan penelitian yang dilakukan dalam perancangan eksperimen. Tahap-tahap penelitian dimulai
dari tahap identifikasi masalah, perencanaan eksperimen, pelaksanaan, eksperimen, pengolahan data, analisa serta kesimpulan dan saran. Tahapan-
tahapan tersebut akan dijelaskan dalam bentuk flowchart seperti gambar 3.1 dibawah ini.
III-1