3. Pusat Penyajian Teks RBTNA
Pusat penyajian pada teks RBTNA menggunakan metode orang pertama Ich- Erchählung. Teks dituturkan sendiri oleh diri tokoh atau penulis teks. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan di berikut ini. makasanya minta kepada kami berulang-ulang beberapa kali oleh
setengah kekasihan aku bahwa aku pindah kitab imam yang alim lagi wali Allah yang ahli sh-Shūfī, dan yaitu Syekh Abdallah Dihlawi
nama negerinya. Wa kāna fī kitābi l-mazkūri mubayyinan li tharīqati l-naqsyabandiyyati l-‘āliyah. Dan adalah dalam kitab yang tersebut
menyatakan bagi Tarekat Naqsyabandiyyah yang tinggi. Famtasaltu wa‘atamadtu illa l-Lāhi ta‘ala rājiyan li s-Sawābi mina l-Lāhi l-
karīmi yaumi l ma’āb. Maka aku ikut dan aku pegang diri kepada Allah taala hal keadaan aku harap bagi pahala daripada Allah taala
yang amat murah pada hari kiamat RBTNA:1-2.
Kata aku dalam kutipan di atas menjelaskan bahwa pengarang mewakili dirinya sendiri sebagai penulis. Walaupun demikian konsep-konsep pemikiran yang
tertuang dalam teks RBTNA merupakan hasil pembacaan dari kitab karangan Syekh Abdallah Dihlawi.
4. Gaya Bahasa Teks RBTNA
a. Kosa kata Sastra Kitab sebagai ragam sastra Islam mempunyai gaya bahasa khusus yang
terlihat dalam istilah-istilah khusus dari lingkungan agama Islam. Istilah-istilah khusus tersebut berupa kosa kata Arab dan ungkapan-ungkapan khusus dalam
kalimat-kalimat bahasa Arab. Pemungutaan istilah dan kosa kata Arab tersebut disesuaikan dengan pokok isi uraian sastra kitab tersebut. Apabila ajaran tasawuf
yang dikemukakan, maka kata-kata dan istilahya pun diambil dari lapangan
tasawuf. Di dalam teks RBTNA terdapat kosa kata Arab yang merupakan istilah tasawuf dan kosa kata istilah Arab biasa yang bukan istilah tasawuf. Adapun
rinciannya adalah sebagai berikut. Tabel 8
Kosa Kata Arab Istilah Tasawuf dalam Teks RBTNA NO
KOSA KATA NO
KOSA KATA 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
14 15
doa isbat
ismu zat ismu l-mubarak
ikhlas kamil-mukamil
khafi lathīfah qalbu
lathīfah akhfā lathīfah khāfī
lathīfah Nafs lathīfatu r-Ruh
lathīfah Sir lisānu l-khayāl
madrak 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 maqām
murāqabah mursyid
musyahadah nafi
sālik syekh
talkin tarekat
tashawwur tawajuh
wājibbu l-wujūd wasitah
zikir
Tabel 9 Kosa Kata Arab Biasa bukan Istilah Tasawuf dalam Teks RBTNA
NO KOSA KATA
NO KOSA KATA
1 2
3 4
5 6
7 jahar
jamiyah kadar
kaifiyat hazhah
khafaqān lafaz
8 9
10 11
12 13
14 mafhum
mualif mustaqal
mutalaah sahih
tayibbah wakaf
b. Ungkapan
Ungkapan merupakan ucapan-ucapan khusus yang sudah tetap atau sudah menjadi formula khusus. Dalam teks RBTNA dipergunakan ungkapan-ungkapan
khusus dalam bahasa Arab sebagai berikut. Nabi Muhammad Shalla l-Lāhu ‘alaihi wa sallam RBTNA: 1, 2, 3, yang
berarti Semoga selawat dan salam tetap kepadanya. Ungkapan tersebut diucapkan sesudah menyebut Nabi Muhammad.
Allah Taala RBTNA:3,4, yang berarti Allah Mahatinggi. Ungkapan tersebut diucapkan sesudah menyebut Allah.
Allah ‘Azza wa jalla RBTNA:3, yang berarti Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia. Ungkapan tersebut diucapakan setelah menyebut nama Allah.
Allah Subhānahu wa ta‘āla RBTNA:4,7,8, yang berarti Maha suci Allah dan Mahatinggi. Ungkapan ini diucapkan sesudah menyebut Allah.
Syekh Tajuddin Al Hindi Al-‘ārifi bi l-Lāhi qaddasa l-Lāhu sirrah, RBTNA:8, yang berarti Semoga Allah mensucikan rahasianya. Ungkapan
tersebut diucapkan bagi orang-orang yang menghasilkan sesuatu fatwa dan sebagainya dan diakui keilmuannya.
Yā ikhwānī RBTNA:3, yang berarti Hai saudaraku. Ungkapan tersebut diucapkan sebagai sapaan kepada sesama orang Islam.
Wa l-Lāhu ‘alam RBTNA:8, yang berarti Hanya Allah yang tahu. Ungkapan tersebut diucapkan pada bagian akhir selesainya suatu pokok uraian
dari seorang ulama. c. Sintaksis
Teks RBTNA merupakan teks yang termasuk dalam kategori Sastra Kitab, oleh karena itu banyak mendapat pengaruh sintaksis Arab. Pengaruh sintaksis
Arab pada teks RBTNA dapat dilihat dalam pemakaian kata penghubung dan yang dipakai pada awal kalimat. Dalam bahasa Melayu kata dan tidak pernah
dipakai untuk membuka kalimat. Pemakaian kata wa و secara etimologis berarti dan yang dalam struktur sintaksis bahasa Arab dapat dipakai di awal
kalimat. Pemakaian kata dan pada teks RBTNA tidak berfungsi sebagai kata penghubung, melainkan sebagai kata tumpuan. Hal ini dapat dilihat dalam
kutipan teks RBTNA berikut ini. Wa ja‘altu hāza l-kitāba ka l-kitābi mustaqal fī lisāni l-Jāwī. Dan
aku akan menjadikan kitab ini seperti kitab yang mustaqal pada bahasa Jawi. Wa sammaituhu risālata l-badī‘iyyah fī tharīqati n-
Naqsyabandiyyati l-‘āliyah. Dan aku namai akan dia Risālatu l- Badī‘iyyah fī Tharīqati n-Naqsyabandiyyati l-‘Āliyah artinya
risalah yang indah pada menyatakan Tarekat Naqsyabandi yang tinggi. Wa l-Lāhu yas’alu an yanfa‘a bihi kamā nafa‘a bi ashli l-
hazā l-kitābi wa an yaj‘alahu khālishan li wajhi l-karīmi l- wahhābi wa sababan li l-fawzi yauma l-ma’ab. Dan kepada Allah
Taala aku pohon akan bahwa memberi manfaat ia seperti barang yang telah memberi manfaat bagi pohon kitab ini dan bahwa
menjadi oleh Allah Taala akan dia tulus ikhlas bagi Zat yang mulia lagi yang baik pemberian dan jalan bagi kemenangan pada hari
kiamat RBTNA:2-3.
Adapun selain penggunaan kata wa و sintaksis dalam teks RBTNA juga mempergunakan kata lī ﻰ ﻟ . Kata lī ﻰ ﻟ sebagai penunjuk kepunyaaan adalah
pinjaman dari bahasa Arab yang menunjukkan arti milik. Misalnya, Al-hamdu li l-Lāhi rabbi l-‘ālamīn. Artinya segala puji-pujian tertentu bagi Allah Taala
Tuhan seru alam RBTNA:1 Disamping pemakaian kata wa و dan lī ﻰ ﻟ , teks RBTNA juga memakai
pemakaian kata maka ف dalam bahasa Arab. Kata maka ف secara etimologis berarti maka, dan dalam bahasa Arab dapat dipakai diawal kalimat. Kata maka
dalam bahasa Melayu dapat digunakan sebagai kata tumpuan yang berada diawal kalimat. Misalnya, Famtasaltu wa‘atamadtu ilā l-Lāhi ta‘āla rājiyan li s-
Sawābi mina l-Lāhi l-karīmi yaumi l ma’ab. Maka aku ikut dan aku pegang diri kepada Allah Taala hal keadaan aku harap bagi pahala daripada Allah Taala yang
amat murah pada hari kiamat RBTNA:2. d. Sarana Retorika
1 Gaya penguraian Gaya penguraian pada teks RBTNA menggunakan gaya yang menguraikan
suatu gagasan secara terperinci serta urut. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Ketahui olehmu hai sālik, barang siapa masuk tarekat ini, hendaklah mengucap selawat pada mula-mula lima kali, dan dihadiah akan dia
kepada roh Nabi Shalla l-Lāhu ‘alaihi wa sallam, dan kepada roh segala guru-guru yang empunya silsilah yang sampai isnad-nya
kepada Nabi Shalla l-Lāhu ‘alaihi wa sallam, dan hendaklah menyampang diri dengan wasitah mereka itu kepada Tuhan ‘Azza
wa jalla. Setelah itu, maka mengucap istigfar dua puluh lima kali; yaitu, Astaghfiru l-Lāha rabbī min kulli zanbin wa atūbu ilaih;
kemudian maka memaca Fatihah sekali; kemudian maka memaca surat Al-Ikhlas tiga kali RBTNA:3-4.
Uraian diatas menjelaskan secara jelas dan terperinci serta urut mengenai syarat bagi salik yang akan mengamalkan amalan Tarekat Naqsyabandiyah yang
dimulai dengan mengucap selawat sebanyak lima kali; mengucap istigfar; yaitu,: Astaghfiru l-Lāha rabbī min kulli zanbin wa atūbu ilaih sebanyak dua
puluh lima kali; membaca surat Al Fatihah sekali; membaca surat Al Ikhlas tiga kali.
Gaya penguraian pada teks RBTNA banyak mempergunakan sarana retorika enumerasi penjumlahan yang ditandai dengan polysindeton. Polysindeton
merupakan suatu gaya dengan cara beberapa kata, frase, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan kata penghubung
Gorys Keraf, 1990:131. Misalnya: Setelah itu maka mengucap istigfar dua puluh lima kali; yaitu,
Astaghfiru l-Lāha rabbī min kulli zanbin wa atūbu ilaih; kemudian maka memaca Fatihah sekali; kemudian maka memaca
surat Al Ikhlas tiga kali RBTNA:3-4.
Kemudian maka dimulai dengan lisānu l-khayāl daripada pusat kita kalimat, Lā, serta dipanjang akan dia hingga sampai kepada hotak
kita; kemudian maka dihela daripadanya serta didatang kalimat, Ilāha kepada bahu kanan kita, kemudian maka dimulai
daripadanya kalimah Illā l-Lāh RBTNA:7.
Kata penghubung kemudian maka pada kutipan di atas menunjuk pada gaya penguraian yang memaparkankan gagasan secara urut dan terperinci.
2 Penguatan Sarana retorika pada teks RBTNA yang menyangatkan dan
menegaskan atau menguatkan pernyataan disesuaikan dengan penggunaan kata dan lagi.
kemudian maka dimulai daripadanya kalimah Illā l-Lāh, serta dipalunya ke dalam hati sanubari dan lagi hendaklah dimula makna
kalimat itu yaitu, Lā maqshūda illā l-Lāh ….Dan jika engkau kehendaki lebih daripada yang tersebut itu, maka lazim olehmu
akan sendirimu mutalaah kepada kitab yang panjang-panjang pada alam ini, dan lagi hendaklah engkau ambil daripada syekh yang
mursyid, dan tiada hasil ilmu melainkan dengan syekh jua karena bahwasannya barang siapa tiada syekh yakni guru, maka yaitu
syetan syekhnya wa l-Lāhu a‘lamu bi sh-Shawāb RBTNA:7-8.
Kata dan lagi pada kutipan di atas menunjukkan penguatan terhadap pernyataan sebelumnya.
3 Hiperbola Hiperbola merupakan sarana retorika yang melebih-lebihkan sesuatu
hal atau keadaan, yang berfungsi sebagai penyangatan atau penegasan suatu pernyataan. Dalam teks RBTNA terdapat hiperbola sebagaiman kutipan di
bawah ini. Dan jika engkau kehendaki lebih daripada yang tersebut itu, maka
lazim olehmu akan sendirimu mutalaah kepada kitab yang panjang- panjang pada alam ini, dan lagi hendaklah engkau ambil daripada
syekh yang mursyid, dan tiada hasil ilmu melainkan dengan syekh jua karena bahwasannya barang siapa tiada syekh yakni guru, maka
yaitu setan syekhnya wa l-Lāhu a‘lamu bi sh-Shawāb RBTNA:10.
Kalimat di atas mengandung hiperbola yang melebih-lebihkan sesatu. Di dalam kalimat barang siapa tiada syekh yakni guru, maka yaitu setan
syekhnya menyatakan maksud, bahwa orang yang tidak mempunyai guru, maka setan adalah gurunya.
4 Gaya retorika Gaya retorika yang digunakan pada teks RBTNA menggunakan gaya
seorang ahli pidato yang sedang memberi khotbah kepada pendengar salik, yaitu memberikan penjelasan tentang suatu persoalan dengan gaya
berkhotbah. Seperti misalnya tampak pada kutipan berikut. Ketahui olehmu hai sālik, kata ulama ahli sh shūfī, bahwasannya
jalan sampai kepada Allah Taala itu tiga perkara, pertama berzikir dengan syaratnya seperti yang telah tersebut; kedua murāqabah,
yaitu tawajuh kepada Allah Subhanahu wa ta‘āla dan tawajuh kepada hati dan hilang segala khawatir daripadanya; ketiga berlazim
bersahabat seorang, dan adalah bersahabatnya itu memberi balas kepada kaifiat dan jamiyah, dan memelihara akan dia dengan
[dish]ditashawwur akan rupanya, serta dipelihara akan dia pada dari aku yakni pendapat dalam hati inilah hasil mafhum kitab karangan
Syekh Abdallah Ad-Dihlawi yang tempat hamba nukil wa l-Lāhu ‘alam RBTNA:7-8.
Pada bagian isi teks, untuk memulai suatu uraian tentang suatu pokok bahasan selalu diawali dengan kalimat Ketahui olehmu hai salik. Kalimat
Ketahui olehmu hai salik menandakan bahwa pengarang memposisikan diri sebagai orang yang akan memberikan penjelasan kepada salik.
5 Penyimpulan Sarana retorika ini berupa gaya penyimpulan suatu uraian dengan kata
maka…..maka…., yaitu penyimpulan suatu uraian sebelumnya. Hal ini dapat dicontohkan pada kutipan dibawah ini.
Adapun jika berzikir dengan jahar maka mengucap dengan lidah serta sahih lafaz-nya, dan serta dimula hazhah makna zikir dan serta
tawajuh kepada hati, dan hati itu tawajuh kepada Zat Subhānahu wa ta‘āla, dan apabila nyata bagi orang yang berzikir itu kaifiat dan
jamiyah, maka hendaklah memelihara akan dia, dan apabila tiada baginya kaifiat dan jamiyah, maka hendaklah berulang-ulang zikir
hingga nyata keduanya RBTNA:8. Dan jika engkau kehendaki lebih daripada yang tersebut itu, maka
lazim olehmu akan sendirimu mutalaah kepada kitab yang panjang- panjang pada alam ini, dan lagi hendaklah engkau ambil daripada
syekh yang mursyid, dan tiada hasil ilmu melainkan dengan syekh jua karena bahwasannya barang siapa tiada syekh yakni guru, maka
yaitu syetan syekhnya wa l-Lāhu a‘lamu bi sh-Shawāb RBTNA:10.
Pada kutipan diatas, kata maka menandai suatu kesimpulan dari pernyataan sebelumnya.
6 Bahasa kiasan Pada teks RBTNA, terdapat bahasa kiasan yang berupa perbandingan atau
perumpamaan simile, yaitu membandingkan suatu hal dengan kata pembanding: seperti, misalnya, umpama, laksana atau kata-kata semacam itu.
Berikut ini adalah kutipannya. Dan adalah ada di dalam lathīfah itu tempatnya di bawah susu kiri
kadar dua jari, hal keadaannya cenderung kepada pihak kiri sedikit kadar dua jari jua, hendaklah dimula-mula hazhah tatkala itu akan
mafhum ismu zat, yaitu Allah, dan adalah mafhumnya Zat Allah Subhānahu wa ta‘āla dengan tiada misal seperti firman Allah Taala,
Laisa kamislihī syaiun, artinya tiada seperti baginya suatu jua pun RBTNA:4.
B. Tarekat Naqsyabandiyah