RISĀLATA 'L BADĪ‘IYYAH FĪ THARĪQATI 'N NAQSYABANDIYYATI 'L ‘ĀLIYAH KARYA SYEKH ABDALLAH DIHLAWI SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI

(1)

"RIS

Ā

LATA 'L- BAD

Ī

‘IYYAH

F

Ī

THAR

Ī

QATI 'N-NAQSYABANDIYYATI 'L-‘

Ā

LIYAH"

KARYA SYEKH ABDALLAH DIHLAWI:

SUNTINGAN TEKS,

ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh

NURHAYATI

C0202002

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2006


(2)

"RIS

Ā

LATA 'L-BAD

Ī

‘IYYAH

F

Ī

THAR

Ī

QATI 'N-NAQSYABANDIYYATI 'L-‘

Ā

LIYAH"

KARYA

SYEKH ABDALLAH DIHLAWI:

SUNTINGAN TEKS,

ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI

Disusun oleh NURHAYATI

C0202002

Telah disetujui oleh Pembimbing

Pembimbing

Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag. NIP 131 895 875

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Indonesia

Drs. Henry Yustanto, M.A. NIP 131 913 433


(3)

"RIS

Ā

LATA 'L-BAD

Ī

‘IYYAH

F

Ī

THAR

Ī

QATI 'N-NAQSYABANDIYYATI 'L-‘

Ā

LIYAH"

KARYA

SYEKH ABDALLAH DIHLAWI:

SUNTINGAN TEKS,

ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI

Disusun oleh

NURHAYATI C0202002

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sasatra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal: 22 Juli 2006

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Drs Henry Yustanto, M.A. (……….. )

NIP 131 913 433

Sekretaris Drs. Hanifullah Syukri, M.Hum. (………)

NIP 132 231 674

Penguji I Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. (………)

NIP 131 895 875

Penguji II Dr. H. Bani Sudardi, M.Hum. (………)

NIP 131 841 883

Dekan,

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Uneversitas Sebelas Maret Surakarta

Prof. Dr. Maryono Dwirahardjo, S.U. NIP 130 675 167


(4)

PERNYATAAN

Nama : Nurhayati NIM : C0202002

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul "Risālata 'l-Badī‘iyyah fī

Tharīqati 'n-Naqsyabandiyyati 'l-‘Āliyah Karya Syekh Abdallah Dihlawi: Suntingan

teks, Analisis Struktur, dan Isi" adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 22 Juli 2006 Yang membuat pernyataan,

Nurhayati


(5)

MOTTO

اﺮﺴﯾﺮﺴﻌﻟا

ﻊﻣ

نﺎﻓ

.

اﺮﺴﯾﺮﺴﻌﻟا

ﻊﻣ

نا

"Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan".

(Alquran dan Terjemahnya, Q.S. Al- Insyirāh: 5-6)

Bagaimanapun, suatu hal pasti akan berlalu dan suatu hari, kita pun akan tersenyum, menyadari


(6)

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini penulis persembahkan kepada:

• Ayah dan Bundaku tercinta

• Adindaku tersayang, Dik Aah

Mas Hanafiku yang selalu di hati


(7)

KATA PENGANTAR

Al-hamdu li 'l- Lāhi rabbi 'l- `ālamīn, segala puji dan syukur penulis

panjatkan ke hadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, terutama nikmat iman, Islam, dan ilmu, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini dengan lancar. Selawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya.

Karya ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Maryono Dwiraharjo, S.U. selaku Dekan Fakultas Sasra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Henry Yustanto, M.A. selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. selaku pembimbing skripsi yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan petunjuk, arahan, dan motivasi yang sangat luar biasa berharga bagi penulis.

4. Dra. Hesti Widyastuti, M.Hum. selaku pembimbing akademik penulis selama masa studi.

5. Pimpinan dan staf Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Perpustakaan Islam Surakarta, Perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta yang telah memberikan kemudahan dalam mendapatkan sumber data dan buku-buku referensi untuk penyelesaian skripsi.


(8)

6. Ayah dan bundaku yang entah sampai kapan aku dapat membalas setiap tetesan air mata, leleran keringat, dan lantunan doa yang telah terangkai. 7. (orang lain boleh saja datang dan pergi, tapi yang namanya sahabat akan

selalu dihati….dan buatku mereka adalah matahari yang sebenarnya, mereka akan selalu ada dan tak akan pernah pergi ~M.M~) Sahabat-sahabatku tercinta dan tersayang penghuni kos "Danone" (Fungani, Diah, Ummi, Iswati) yang selalu menemaniku baik suka maupun duka, serta terima kasih untuk setiap motivasi, keluh kesah dan sharing kita yang membuat kita agak sedikit dewasa.

8. Teman-teman seperjuangan pecinta filologi sejati Mbak Fathilah, Mbak Innatul, Mbak Sarah, Dimas Gendut, Ika, Mursini, Endang Rina, Nur Rohmah, Puji, terima kasih atas kekompakan dan kerja samanya.

9. Rekan-rekan mahasiswa Sastra Indonesia Angkatan 2002, I luv U all

10.Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah swt membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya, penulis berharap karya tulis ini akan bermanfaat bagi para pembaca.

Surakarta, Juli 2006


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan………... ii

Lembar Pengesahan ……… iii

Lembar Pernyataan………... iv

Motto………... v

Persembahan……….... vi

Kata Pengantar………... vii

Daftar Isi………... ix

Daftar Tabel……….. xi

Abstrak……….. xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1

B. Pembatasan Masalah………... 9

C. Rumusan Masalah ……….... 9

D. Tujuan Penelitian ………... 9

E. Manfaat Penelitian……….... 10

F. Sistematika Penulisan…..………... .... 11

BAB II LANDASAN TEORI A. PenyuntinganTeks ...……… 12

B. Sastra Kitab…………....……… ………. 14

C. Struktur Teks Sastra Kitab …...………. 15


(10)

E. Tarekat Naqsyabandiyah ... 22

F. Kerangka Pikir ...………..………... 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Sumber Data…….. ……….. 26

B. Metode Penelitian………... ………. 26

C. Teknik Pengumpulan Data………….………... 28

D. Teknik Pengolahan Data……….………. 29

BAB IV SUNTINGAN TEKS A. Inventarisasi Naskah………. 31

B. Deskripsi Naskah ………. 32

C. Ikhtisar Isi Teks………. 40

D. Kritiks Teks……… 41

E. Suntingan Teks ..……… 49

F. Daftar Kata-kata Sukar……….. 57

BAB V TAREKAT NAQSYABANDIYAH A. Struktur Teks RBTNA…..……… 62

B. Tarekat Naqsyabandiyah….………. 82

BAB VI PENUTUP A. Simpulan ………..………... 97

B. Saran ………..………. 98

DAFTAR PUSTAKA……….. 99 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1 Lakuna ………... 43

Tabel 2 Adisi……… 43

Tabel 3 Ditografi………. 43

Tabel 4 Substitusi……… 44

Tabel 6 Ketidakkonsistenan kata adalah……….. 44

Tabel 7 Pedoman Transliterasi ……… 48

Tabel 8 Kosa Kata Arab Istilah Tasawuf………. 75


(12)

ABSTRAK

Nurhayati. C0202002. 2006. "Risālata 'l-Badī‘iyyah fī Tharīqati

'n-Naqsyabandiyyati'l-‘Āliyah" Karya Syekh Abdallah Dihlawi: Suntingan Teks,

Analisis Struktur, dan Isi. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimanakah suntingan teks Risālata 'l-Badī‘iyyah fī Tharīqati 'n-Naqsyabandiyyati'l-‘Āliyah? (2)

Bagaimanakah struktur teks dan kandungan teks Risālata 'l-Badī‘iyyah fī Tharīqati

'n-Naqsyabandiyyati'l-‘Āliyah?

Tujuan penelitian ini adalah (1) menyediakan suntingan teks RBTNA yang baik dan benar, baik dalam arti mudah dibaca karena telah ditransliterasikan dari huruf Arab ke dalam huruf Latin, benar dalam arti kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan. (2) Mendeskripsikan struktur teks Risālata 'l-Badī‘iyyah fī

Tharīqati 'n-Naqsyabandiyyati'l-‘Āliyah yang meliputi struktur penyajian teks, gaya

penyajian, pusat penyajian, gaya bahasa dan mengungkapkan kadungan teks Risālata

'l-Badī‘iyyah fī Tharīqati 'n-Naqsyabandiyyati'l-‘Āliyah.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode filologis, metode struktural dan analisis isi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah Risālata

'l-Badī‘iyyah fī Tharīqati 'n-Naqsyabandiyyati'l-‘Āliyah dengan nomor kode ML 479 F.

Teknik pengumpulan data dengan teknik pustaka. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah tahap reduksi data, tahap penyajian data, dan tahap penarikan simpulan

Dari hasil analisis dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Naskah Risālata

'l-Badī‘iyyah fī Tharīqati 'n-Naqsyabandiyyati'l-‘Āliyah merupakan naskah tunggal,

sehingga metode yang sesuai untuk menyunting teks adalah metode standar. Setelah dilakukan kritik terhadap teks ini, maka ditemukan beberapa kesalahan salin tulis antara lain: 5 buah lakuna, 3 buah adisi, 1 buah ditografi, 5 buah substitusi, dan ketidakkonsistenan dalam penulisan kata adalah. (2) Teks Risālata 'l-Badī‘iyyah fī

Tharīqati 'n-Naqsyabandiyyati'l-‘Āliyah menggunakan struktur penyajian eksposisi

yang sistematis terdiri dari pendahuluan, isi, penutup; gaya penyajiannya menggunakan bentuk interlinier dengan penggunaan kalimat bahasa Arab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu; pusat penyajiannya menggunakan metode orang pertama (Ich-Erzählung) yaitu teks yang dituturkan sendiri oleh pengarang; dari segi gaya bahasanya memiliki 4 buah gaya bahasa yaitu terdiri dari 29 kosa kata Arab istilah tasawuf dan 14 kosa kata Arab bukan istilah tasawuf, kata-kata khusus, sintaksis dengan penggunaan kata dan, maka, bagi, sarana retorika terdiri dari gaya penguraian, penguatan, hiperbola, gaya retorika, penyimpulan, dan bahasa kiasan. Secara garis besar teks Risālata 'l-Badī‘iyyah fī Tharīqati

'n-Naqsyabandiyyati'l-‘Āliyah berisi tentang ajaran Tarekat Naqsyabandiyah yang berupa zikir Tarekat

Naqsyabandiyah, 3 jalan yang harus ditempuh salik untuk sampai kepada Allah Taala (ma'rifatullah), dansaran kepada salik agar memilih dan mentaati guru (syekh).


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia memiliki aneka jenis bahan peninggalan budaya masa lampau. Peninggalan itu ada yang berupa karya sastra dalam bentuk naskah-naskah kuno. Menurut Edwar Djamaris naskah merupakan suatu peninggalan tertulis nenek moyang kita pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan. Tulisan pada kertas itu biasa dipakai pada naskah-naskah yang berbahasa Melayu dan yang berbahasa Jawa, lontar banyak dipakai pada naskah-naskah berbahasa Jawa dan Bali, kulit kayu dan rotan biasa digunakan pada naskah-naskah berbahasa Batak (1997:3).

Naskah adalah produk masa lampau hasil sastra lama warisan nenek moyang, dan isi naskah itu bermacam-macam, seperti sejarah, hukum, bahasa, sastra, filsafat, moral, obat-obatan, dan banyak pula di antaranya yang mengungkapkan ajaran agama seperti agama Islam. Sebagian naskah dapat digolongkan dalam karya sastra, dalam pengertian khusus, seperti cerita-cerita dongeng, hikayat, cerita binatang, pantun, syair, guridam, dan sebagainya (Edwar Djamaris, 1997:4-5). Informasi yang terkandung dalam naskah-naskah tersebut kesemuanya memiliki nilai khusus yang tak ternilai harganya sebagai bentuk peninggalan budaya bangsa Indonesia.

Usaha untuk menggali informasi dalam naskah-naskah lama perlu mendapat perhatian yang khusus dan saksama. Naskah sebagai produk masa lampau warisan


(14)

dari nenek moyang yang bernilai tinggi, dalam perjalanan waktunya telah mengalami perubahan dan kerusakan, baik karena faktor waktu maupun karena ulah manusia.

Kemusnahan naskah atau hilangnya naskah dari bumi Indonesia disebabkan oleh hal-hal yang tidak disengaja. Kemusnahan naskah di Indonesia yang beriklim tropis disebabkan karena kerusakan alas naskah (seperti kertas) karena tidak dapat bertahan terhadap iklim. Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis membuat naskah-naskah kurang bertahan lama dibandingkan naskah-naskah yang ada di negara barat. Iklim di Indonesia yang panas dan lembab lebih mempercepat kemusnahan naskah. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemusnahan naskah dapat juga terjadi karena ulah serangga (kutu, ngengat) yang mungkin saja membuat naskah rusak, sehingga tidak dapat dipakai lagi karena tidak terbaca isinya (Sri Wulan Rujiati Mulyadi, 1994:79). Oleh karena itu, usaha penyelamatan terhadap naskah-naskah lama melihat kondisi naskah yang memprihatinkan dan kandungan teks yang dinilai penting harus mendapat perhatian yang lebih dari berbagai pihak.

Buah karya sastra yang berasal dari zaman masuknya Islam berupa kitab-kitab agama yang telah di golongkan tersendiri ke dalam kesusastraan kitab-kitab (Siti Baroroh Baried, et. al., 1994:23). Sastra Kitab mempunyai corak khusus di antaranya meliputi teks-teks yang berhubungan dengan renungan mistik, kumpulan doa-doa dan mantra-mantra yang berhubungan dengan Islam, risalah-risalah tentang teologi Islam dan buku-buku daktik yang berhubungan dengan etika Islam (moral) (Siti Chamamah Soeratno, et. al, 1982:151). Ditinjau dari segi isinya, sastra kitab mempunyai kegunaan untuk penanaman ajaran dan akidah Islam, serta menguatkan iman dan meluruskan ajaran yang sesat (Siti Chamamah Soeratno, et. al., 1982:209).


(15)

Naskah Aneka Karangan merupakan salah satu naskah Melayu yang termasuk dalam kategori Sastra Kitab, karena teks dari naskah ini mengandung ajaran agama (fikih dan tasawuf). Naskah Aneka Karangan ini tercatat di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta, dengan nomor ML 479. Menurut

Katalogus Koleksi Naskah Melayu yang ditulis oleh Amir Sutaarga et.al, naskah

Aneka Karangan berisi delapan teks (1972:315-316). Untuk membedakan antara satu teks dengan teks yang lain, maka setiap teks akan diberikan kode huruf Latin dari A sampai H, sehingga terdapat delapan teks dengan nomor ML 479A--H:

1) Jamah dan ayat-ayat yang dibaca di dalamnya (ML 479 A).

2) Adab berdzikir dan segala sesuatu yang berhubungan dengan itu (ML 479 B). 3) Perbedaan mazhab Imam Syafii dan Imam Hanafi (ML 479 C).

4) Hukum warisan (fikih) (ML 479 D).

5) Hukum nikah ajaran Syekh Abdulmufti As Samalawi (ML 479 E). 6) Tarekat Naqsyabandiyah dan kitab Syekh Abdullah (ML 479 F). 7) Hukum menyembelih dan ijmak ulama (ML 479 G).

8) Ijmak mengenai hakim dan Tauliyah (ML 479 H).

Dalam naskah ini, antara teks satu dengan teks yang lain tidak berhubungan.

Dari kedelapan teks tersebut, hanya teks Tarekat Naqsyabandiyah dan kitab Syekh Abdullah saja yang akan diteliti. Hal tersebut dikarenakan karena keterbatasan dari peneliti. Alasan yang mendasari hanya diambilnya teks Tarekat Naqsyabandiyah dan kitab Syekh Abdullah yaitu :

1. Kedelapan teks yang terdapat dalam katalog Amir Sutaarga baru sebagian yang telah diteliti maupun yang masih dalam proses penelitian oleh peneliti lain.


(16)

Adapun teks yang sudah teliti adalah teks perbedaan mazhab Imam Syafii dan Imam Hanafi (ML 479 C) oleh Innatul Khoiriyah, sedangkan teks yang masih dalam penelitian oleh peneliti lain adalah teks hukum nikah ajaran Syekh Abdulmufti As Samalawi (ML 479 E) oleh Siti Sarah, dan teks hukum menyembelih dan ijmak ulama (ML 479 H) oleh Moh. Dimas Ash`ari. Selain itu, berdasarkan pemeriksaan daftar skripsi di berbagai perguruan tinggi dan

Direktori Edisi Naskah Nusantara, teks Tarekat Naqsyabandiyah dan kitab Syekh Abdullah belum pernah digarap secara filologis. Jika dilihat dari segi kondisi pernaskahan di Indonesia, naskah ini harus segera diselamatkan karena faktor usianya yang sudah mencapai 160 tahun lebih. Teks Tarekat Naqsyabandiyah dan kitab Syekh Abdullah merupakan warisan budaya bangsa yang harus dipelihara dan dilestarikan dari kemusnahan. Usaha yang dapat dilakukan dalam rangka penyelamatan naskah di antaranya adalah dengan menyediakan terbitan suntingan naskah yang mudah dibaca dan dipahami oleh masyarakat karena sudah ditransliterasi dari huruf Arab (Melayu/Pegon) ke dalam huruf Latin. Sementara itu, dari segi kandungan isinya, teks ini mengandung ajaran rohani yang penting karena berisi tentang ajaran agama Islam terkait dengan konsep ajaran Tarekat Naqsyabandiyah.

2. Teks Tarekat Naqsyabandiyah dan kitab Syekh Abdullah merupakan teks yang lengkap. Lengkap berarti dimulai dengan basmalah dan diakhiri dengan tamat serta terdapat kolofon di dalamnya (sesuai dengan struktur sastra kitab) jika dibandingkan dengan teks yang lain yang masih dalam satu naskah, seperti teks ijmak mengenai hakim dan tauliyah.


(17)

3. Sumber tertulis (naskah manuskrip) yang menunjukkan perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Mujaddidiyah pada awal abad ke-18 M tidak begitu banyak diketahui. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Martin van Bruinessen, "Kita kurang banyak mengetahui mengenai abad kedelapan belas dibandingkan dengan abad ketujuh belas atau abad ke sembilan belas; secara umum demikianlah yang sebenarnya, dan begitu pula yang sebenarnya mengenai tarekat Naqsyabandiyah" (Bruinessen, 1992:64). Martin van Bruinessen hanya menemukan satu sumber tertulis mengenai perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah pada abad ke-18, yaitu sebuah risalah pendek berbahasa Arab dalam sebuah naskah kumpulan risalah pendek dari Museum Nasional Jakarta (Ms. A, fol 162a-164b). Adapun teks Tarekat Naqsyabandiyah dan kitab Syeh Abdullah yang berbahasa Melayu juga merupakan teks yang ditulis pada abad ke-18. Oleh karena itu, penelitian terhadap teks Tarekat Naqsyabandiyah dan Kitab Syekh Abdullah sangat perlu dilakukan.

Pemberian judul Tarekat Naqsyabandiyah dan kitab Syekh Abdullah dalam katalog Amir Sutaarga bukan merupakan judul asli dari teks. Judul teks Tarekat Naqsyabandiyah dan kitab Syekh Abdullah mengandung kelemahan yang di antaranya adalah:

1. Judul yang diberikan oleh Amir Sutaarga pada pemberian nama Syekh Abdullah adalah salah, karena sumber-sumber tertulis mengenai silsilah guru Naqsyabandiyah tidak ditemukan adanya nama guru Naqsyabandiyah yang bernama Syekh Abdullah dari Dihlawi (India), melainkan menyebutkan nama Syekh Abdallah Dihlawi. Nama Syekh Abdullah yang diberikan oleh Amir


(18)

Sutaarga semata-mata hanya sebatas membaca teks tanpa mempelajari lebih jauh tentang silsilah guru Tarekat Naqsyabandiyah. Adapun kutipannya berbunyi:

…makasanya minta kepada kami berulang-ulang beberapa kali oleh setengah kekasihan aku bahwa aku pindah kitab imam yang alim lagi wali Allah yang ahli 'sh-Shūfī, dan yaitu Syekh Abdallah Dihlawi nama

negerinya. Wa kāna fī kitābi 'l- mazkūri mubayyinan li tharīqati

'n-Naqsyabandiyyati 'l-‘āliyah dan adalah dalam // kitab yang tersebut

menyata(kan) bagi Tarekat Naqsyabandiyyah yang tinggi (RBTNA: 1-2).

2. Jika dibaca lebih teliti lagi, di dalam pendahuluan teks penyalin menerangkan dengan jelas tentang judul teks. Judul teks tersebut adalah "Risālata 'l-Badī‘iyyah

Tharīqati 'n-Naqsyabandiyyati 'l-‘Āliyah" (selanjutnya disingkat RBTNA)

artinya Risalah yang indah dalam tarekat Naqsyabandiyah. Adapun keterangan dalam pendahuluan yang menyiratkan sebagai judul karangan berbunyi, "Dan aku akan kitab ini seperti kitab yang mustaqal pada bahasa Jawi. Wa sammaituhu risālata 'l-badī‘iyyah fī tharīqati 'n-Naqsyabandiyyati 'l-‘āliyah. Dan aku namai

akan dia Risālata 'l-Badī‘iyyah fī Tharīqati 'n-Naqsyabandiyyati 'l-‘Āliyah.

Artinya risalah yang indah pada menyatakan Tarekat Naqsyabandi." (RBTNA:2-3).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa deskripsi yang diberikan oleh Amir Sutaarga mengenai judul teks tidak sesuai dengan judul asli teks. Oleh karena itu, keterangan judul teks yang diberikan oleh Amir Sutaarga perlu disesuaikan dengan judul asli teks, yaitu "Risālata 'l-Badī‘iyyah fī Tharīqati 'l-Naqsyabandiyyah

'l-‘Āliyah". Teks ini berisi tentang konsep ajaran Tarekat Naqsyabandiyah.

Dalam penelitian ini, inventarisasi naskah hanya dilakukan melalui studi katalog saja. Adapun studi lapangan tidak dilakukan karena keterbatasan peneliti.


(19)

Berdasarkan hasil studi katalog diketahui bahwa teks RBTNA termasuk naskah tunggal. Hasil studi katalog yang telah dilakukan di antaranya:

1. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat yang ditulis oleh Amir Sutaarga, et.al pada tahun 1972.

2. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 5A yang ditulis oleh Edi S Ekadjati dan Undang A Darsa, tahun 1999.

3. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4 yang ditulis oleh TE Behrend, tahun 1998.

4. Malaische en Minangkabausche Hansshriften in de Leidsche Universiteis-Bibliotheek oleh Van Ronkel, tahun 1921.

5. Malay Manuscripts a Bibliographical Guide oleh Joseph H Howard, tahun 1966.

6. Direktori Edisi Naskah Nusantara oleh Edi S Ekadjati (penyunting), tahun 2000.

7. Katalog Naskah Buton: Koleksi Abdul Mulku Zahari oleh Achadiati Ikram, Tjiptaningrum F Hassan, dan Dewaki Kramadibrata yang terbit pada tahun 2002.

8. Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscripts oleh Joan de Lijster Streef dan Jan Just Witkam yang diterbitkan di Leiden oleh Legatum Warnerianum in Leiden University Library, tahun 1998.

Dari katalog-katalog tersebut diatas, teks RBTNA hanya tercantum dalam

Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat dalam naskah Aneka Karangan


(20)

Penelitian ini difokuskan pada masalah suntingan teks, analisis struktur, dan isi. Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul "Risālata 'l-Badī‘iyyah fī Tharīqati

'n-Naqsyabandiyyati 'l-Āliyah" Karya Syekh Abdallah Dihlawi: Suntingan teks,

Analisis Struktur, dan Isi.

B. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada suntingan teks, analisis struktur dan isi teks RBTNA. Masalah yang dibahas meliputi:

1. Suntingan teks yang dibatasi pada ejaan yang berlaku, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dengan mempergunakan pedoman transliterasi Arab-Latin.

2. Analisis Struktur yang dibatasi pada struktur teks yaitu struktur penyajian teks, gaya penyajian, pusat penyajian, gaya bahasa dan analisis isi yang dibatasi pada kandungan teks RBTNA.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah suntingan teks RBTNA?

2. Bagaimanakah struktur teks RBTNA dan kandungan teks RBTNA?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menyediakan suntingan teks RBTNA yang baik dan benar, baik dalam arti mudah dibaca karena telah ditransliterasikan dari huruf Arab ke dalam huruf Latin, benar dalam arti kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan karena


(21)

telah dibebaskan dari segala macam kesalahan yang terjadi pada waktu penyalinannya sehingga akan didapatkan sebuah teks yang mendekati aslinya. 2. Mendeskripsikan struktur teks RBTNA yang meliputi struktur penyajian teks, gaya

penyajian, pusat penyajian, gaya bahasa dan mengungkapkan kadungan teks RBTNA.

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan dapat memberi manfaat baik teoretis maupun praktis.

1. Manfaat Teoretis

a. Turut memperkaya hasil-hasil penelitian, terutama dalam bidang filologi. b. Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain, baik itu di bidang filologi

maupun peneliti ilmu lain, dalam hal ini ilmu agam Islam, sehingga dapat memberikan kontribusi berupa referensi dalam bidang filologi dan agama. 2. Manfaat Praktis

a. Memperkenalkan keberadaan teks RBTNA kepada masyarakat

b. Membantu melestarikan peninggalan budaya rohani bangsa Indonesia.

c. Memberi tambahan wawasan bagi pembaca dalam pengembangan ajaran agama Islam terkait dengan masalah Tarekat Naqsyabandiyah.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab pertama, pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah yang menguraikan tentang hal-hal yang menjadi alasan peneliti untuk melakukan


(22)

penelitian; pembatasan masalah yang berisi masalah-masalah yang akan dibahas yang meliputi suntingan teks yang dibatasi pada ejaan yang berlaku, analisis struktur yang dibatasi pada struktur teks; perumusan masalah yang meliputi bagaimana suntingan teks, struktur penyajian teks dan kandungan teks RBTNA; tujuan penelitian adalah menyediakan suntingan teks yang baik dan benar, mendeskripsikan struktur teks dan mengungkap kandungan teks RBTNA; manfaat penelitian yang meliputi manfaat teoretis dan manfaat praktis; sistematika penulisan.

Bab kedua, landasan teori. Bab ini berisi tentang langkah-langkah dalam melakukan penyuntingan teks, pengertian Sastra Kitab, menjelaskan tentang struktur teks Sastra Kitab, menjelaskan tentang tasawuf dan tarekat, menjelaskan tentang Tarekat Naqsyabandiyah.

Bab ketiga, metode penelitian. Bab ini berisi tentang sumber data yang dipakai dalam penelitian ini dan asalnya; metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu metode filologi, metode struktural, dan analisis isi; teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu teknik kepustakaan; teknik pengolahan data yang meliputi tahap reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan yang dilakukan dengan cara induktif.

Bab keempat, suntingan teks. Bab ini berisi inventarisasi naskah yang dilakukan melalui studi katalog; deskripsi naskah; kritik teks; ikhtisar isi teks; suntingan teks; daftar kata sukar untuk membantu pembaca memahami teks.

Bab kelima, Tarekat Naqsyabandiyah. Bab ini berisi tentang struktur teks RBTNA dan Tarekat Naqsyabandiyah. Struktur teks RBTNA meliputi struktur penyajian, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya bahasa.


(23)

Bab keenam, penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran. Simpulan meliputi hasil penelitian yang merupakan tujuan dari penelitian ini menyangkut suntingan teks, struktur dan kandungan teks RBTNA.


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penyuntingan Teks

Filologi dipakai untuk menyebut ilmu yang berhubungan dengan studi teks, yaitu studi yang dilakukan dalam rangka mengungkapkan hasil budaya masa lampau yang tersimpan di dalamnya. Konsep tersebut bertujuan mengungkapkan hasil budaya masa lampau sebagaimana yang terungkap dalam teks (Siti Baroroh Baried,

et. al, 1994:4). Ini berarti bahwa sebagai salah satu disiplin ilmu, filologi memiliki objek penelitian yang berupa teks yang bertujuan mengungkapkan hasil budaya masa lampau yang berupa naskah. Naskah merupakan objek konkrit filologi dan pada hakikatnya yang dituju dari naskah bukanlah fisik naskah tersebut, melainkan teks yang tersimpan di dalam naskah.

Penyuntingan teks merupakan kegiatan utama dalam filologi yang bertujuan untuk mendapatkan kembali teks yang mendekati asli dan untuk membebaskan teks itu dari segala macam kesalahan yang terjadi pada waktu penyalinannya sehingga teks itu dapat dipahami sebaik-baiknya. Cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan itu adalah dengan membetulkan segala kesalahan, mengganti bacaan yang tidak sesuai, menambah bacaan yang ketinggalan, dan mengurangi bacaan yang kelebihan (Edwar Djamaris, 1997:21)

Penyuntingan teks memerlukan metode yang tepat dan sesuai dengan kondisi naskah yang disunting. Penyuntingan teks dengan menggunakan metode yang tepat dan sesuai dengan objek yang diteliti akan menghasilkan suntingan yang baik dan


(25)

benar. Baik dalam arti mudah dibaca dan pahami, sebab sudah ditransliterasikan dan ejaannya sudah disesuaikan dengan ejaan bahasa sasaran. Benar dalam arti kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan, sebab sudah dibersihkan dari kesalahan-kesalahan (Sholeh Dasuki, 1999:60).

Kegiatan menyunting teks meliputi: 1) inventarisasi naskah, 2) deskripsi naskah, 3) perbandingan naskah, 4) dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi, 5) singkatan naskah, dan 6) tranliterasi naskah. Inventarisasi naskah dapat ditempuh dengan mengumpulkan seluruh informasi mengenai naskah, baik dari katalogus naskah atau dari berbagai perpustakaan universitas, museum atau perorangan yang diketahui memiliki atau menyimpan naskah. Langkah selanjutnya adalah membuat uraian atau deskripsi naskah secara terperinci. Dalam uraian tersebut dijelaskan mengenai judul naskah, keadaan naskah, kertas, watermarek (kalau ada), catatan lain mengenai isi naskah, serta pokok-pokok isi naskah. Perbandingan naskah perlu dilakukan, apabila naskah merupakan naskah jamak sehingga diperlukan dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi dan singkatan naskah untuk memudahkan pengenalan isi naskah (Edwar Djamaris, 1977:23-30). Langkah terakhir dalam penelitian filologi adalah transliterasi naskah. Transliterasi adalah penggantian jenis tulisan, huruf dari abjad satu ke abjad yang lain. Istilah ini dipakai dengan pengertian sama pada penggantian jenis tulisan naskah. Dalam melakukan transliterasi, perlu diketahui pedoman yang berhubungan dengan pemisahan dan pengelompokan kata, ejaan, dan pungtuasi. Berdasarkan pedoman, transliterasi harus memperhatikan ciri-ciri teks asli sepanjang hal itu dapat


(26)

dilaksanakan karena penafsiran teks yang bertanggungjawab sangat membantu pembaca dalam memahami isi teks (Siti Baroroh Baried, et. al, 1994:63-64).

Penyuntingan teks selalu disertai dengan kegiatan kritik teks. Kritik teks diartikan sebagai pengkajian terhadap kandungan teks yang tersimpan dalam naskah untuk mendapatkan teks yang paling mendekati aslinya (constitutio textus) (Bani Sudardi, 2003a:55). Inilah tugas utama filologi, yaitu melalui kritik teks memurnikan teks. Teks yang sudah bersih dari kesalahan-kesalahan dan telah tersusun kembali seperti semula yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai sumber untuk kepentingan berbagai penelitian dalam bidang ilmu-ilmu lain (Siti Baroroh Baried,

et. al. 1994:61).

B. Sastra Kitab

Dalam khazanah kesusastraan Indonesis lama Melayu terdapat karya yang bercorak Islam. Liaw Yock Fang dalam bukunya Sejarah Kesusasatraan Melayu Klasik menyebutkan bahwa terdapat sejumlah karya sastra yang dikenal dengan sebutan "sastra keagamaan" (1991:286).

Menurut Rolvink, kajian tentang Al Quran, tafsir, tajwid, arkanul-Islam, usuluddin, fikih, ilmu sufi, ilmu tasawuf, tarekat, zikir, rawatib, doa, jimat, risalah, wasiat dan kitab tib (obat-obatan, jampi-jampi), semuanya dapat digolongkan ke dalam Sastra Kitab (Fang, 1993:41). Sastra Kitab mencakup bidang yang amat luas sekali, termasuk di dalamnya ilmu kalam, ilmu fikih dan ilmu tasawuf. Jenis sastra ini biasanya disadur dan diterjemahkan dari bahasa Arab oleh orang Indonesia yang tinggal di Mekah dan Madinah (Fang, 1991:286). Menurut Siti Baroroh Baried, et.al


(27)

yang dimaksud dengan Sastra Kitab adalah naskah-naskah yang berisi keagamaan, tasawuf, dan mistik Islam (1994:23).

Sastra tasawuf merupakan bagian terpenting dalam Sastra Kitab. A. John berpendapat bahwa sastra tasawuf memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan agama Islam di nusantara karena 1) para ahli tasawuf (sufi) dapat menyesuaikan ajaran Islam kepada tingkat pemahaman masyarakat setempat, 2) ajaran tasawuf mempunyai daya tarik yang lebih. Menerima ajaran tasawuf dan memasuki tarekatnya berarti memasuki suatu keluarga besar yang saling tolong menolong. Atas jasa para pengikut tarekat maka Islam di Nusantara menjadi berkembang melalui ajaran mistik mereka. Oleh karena itu, maka pada paruh abad pertama ke-17, ada empat tarekat yang berkembang luas di Aceh, yaitu tarekat Qadariyah, Naqsyabandiyah, Syattariyah, dan Suhrawardi (Fang, 1993:41).

C. Struktur Teks Sastra Kitab

Sastra Kitab sebagai salah satu ragam sastra Islam mempunyai corak yang khusus yang tampak dalam stuktur penceritaan dan pemakaian bahasa. Adapun yang dimaksud dengan struktur di sini adalah struktur narasi. Struktur narasi Sastra Kitab adalah struktur penyajian teks, yang sama halnya dengan struktur penceritaan dalam sastra fiksi yang berupa plot dan alur (Siti Chamamah Soeratno, et. al.,1982:152).

Sastra Kitab mempunyai ciri-ciri khusus. Ciri-ciri khusus dalam Sastra Kitab tersebut meliputi struktur penyajian teks, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya bahasa. Struktur penyajian Sastra Kitab pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu 1) pendahuluan, 2) isi, dan 3) penutup. Pada umumnya struktur penyajian teks pada


(28)

Sastra Kitab adalah alur lurus, yaitu masalah-masalah yang disajikan diuraikan secara berurutan sesuai dengan urutan kronologinya (Siti Chamamah Soeratno, et. al., 1982:209-210)

Pendahuluan dalam Sastra Kitab dimulai dengan doa pembuka karangan yang biasanya berupa basmalah dan selawat untuk Nabi Muhammad untuk keluarga dan sahabatnya dalam bahasa Arab disertai terjemahannya dalam bahasa Melayu secara interlinier. Isi dibentangkan sesuai dengan masalah yang dibahas. Sesudah pembentangan isi yang menjadi masalah, karangan ditutup dengan doa kepada Tuhan dan salawat nabi beserta keluarganya dan sebagai penutup digunakan kata "tamat" yang berarti selesai atau sempurna (Siti Chamamah Soeratno, et. al., 1982:156-157)

Sastra Kitab sebagai ragam sastra Islam mempunyai gaya bahasa yang khusus yang terlihat dalam istilah-istilah khusus dari lingkungan agama Islam yang berupa istilah-istilah kata Arab dan ungkapan-ungkapan khusus dalam kalimat-kalimat bahasa Arab. Pemungutan istilah dan kosa kata Arab tersebut disesuaikan dengan pokok isi uraian sastra kitab tersebut. Bila ajaran tasawuf yang dikemukakan, maka kosakata dan istilah pun diambil dari lapangan tasawuf (Siti Chamamah Soeratno, et. al., 1982:211).

D. Tasawuf dan Tarekat 1. Tasawuf

Istilah tasawuf secara etimologis dikatakan beberasal dari beberapa kata-kata yang berbeda-beda. Istilah-istilah tersebut antara lain:


(29)

a. Berasal dari kata Ibnu Sauf, yaitu seorang Arab yang hidup sebelum Islam datang dan bertapa di sekitar Kakbah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, berasal dari kata Sufah yang digunakan sebagai nama surat ijazah orang naik haji, berasal dari kata sophia (bahasa Yunani) yang berarti kebijaksanaan (Bani Sudardi, 2003b:14).

b. Diambil dari kata Sawf yang artinya bersih, atau Shafaa yang berarti bersih. Ada juga yang berpendapat kata tasawuf diambil dari Shuffah yaitu suatu kamar disamping masjid Nabi Muhammad di Madinah yang disediakan untuk sahabat-sahabat nabi yang miskin, tapi kuat imannya, yang makan minum mereka ditanggung oleh orang-orang yang mampu dalam kota Madinah. Ada juga yang mengambil sandaran kalimat tasawuf ini dari shaff yaitu baris-barisan saf ketika sembahyang, sebab orang-orang yang kuat imannya dan murni kebatinannya ketika sembahyang memilih saf yang pertama. Ada juga yang mengambil sandaran kata tasawuf dari saufanah yaitu sebangsa buah-buahan kecil berbulu-bulu yang banyak tumbuh di padang pasir tanah Arab, sebagaiman pakaian kaum sufi yang berbulu-bulu seperti buah tersebut (Barmawie Umarie, 1966:9 dan Hamka, 1993:79).

Tasawuf berarti membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang dalam memerangi hawa nafsu untuk mendekati sifat-sufat suci kerohanian, dan bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, mamakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasehat memegang tegung janji Allah dan mengikuti contoh Rasulullah (Al Junaid dalam Hamka, 1993:84).


(30)

Tasawuf dapat pula diartikan mencari jalan untuk memperoleh kecintaan dan kesempurnaan rohani. Kecintaan dan kesempurnaan rohani yang dapat dirasakan dalam dunia rohani, dunia yang tidak dapat di raba dan dirasa melalui pancaindra, tetapi dapat dirasa dengan kelezatan perasaan yang halus, dunia yang ghaib, serta berpadu dengan arti cinta dan kesempurnaan (Abubakar Aceh, 1992:28).

Bani Sudardi (2003b:13) berpendapat bahwa tasawuf dapat dikatakan sebagai paham yang berusaha membersihkan jiwa dari sifat-sifat yang tercela dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Tasawuf lebih menekankan ibadah berdasarkan kecintaan terhadap Tuhan daripada ibadah yang semata-mata memenuhi hukum fikih. Penekanan terletak pada batin manusia, bukan dari kegiatan lahirnya.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas tasawuf dapat diartikan secara sederhana sebagai paham yang mementingkan kepentingan rohaniah yang berusaha membersihkan hati dari bermacam-macam godaan kesenangan duniawi dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah untuk memperoleh kecintaan dan kesempurnaan rohani.

Tasawuf atau sufisme adalah nama yang biasanya dipergunakan untuk menyebut mistik Islam. Mistik telah disebut sebagai arus besar kerohanian yang mengalir dalam semua agama, yang dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai kesadaran terhadap "Kenyataan Tunggal" yang mungkin disebut "Kearifan", "Cahaya" atau "Nihil" atau bisa disebut sebagai cinta kepada Yang Mutlak (Schimmel, 2000:1-2).

Tasawuf tidak tersusun dari praktik dan ilmu, tetapi merupakan akhlak, dan siapa yang yang melebihimu dalam nilai akhlak maka melebihimu dalam tasawuf.


(31)

Maksudnya ialah bertindak sesuai dengan perintah dan hukum Allah, yang dipahami dalam pengertian rohaninya yang dalam tanpa mengingkari bentuk-bentuk luarnya (Schimmel, 2000:17).

Karakter khas yang terdapat di dalam tasawuf ialah mengenai adanya pembagian agama ke dalam tingkatan-tingkatan tertentu. Tingkatan-tigkatan tersebut meliputi 1) syariat, 2) tarekat, 3) hakikat dan 4) makrifat. Syariat adalah hukum-hukum dasar dalam menjalankan agama yang oleh para pengikut tasawuf dipakai dalam pedoman lahiriah seperti menjalankan salat atau puasa. Tarekat berarti jalan yang ditempuh oleh para pengikut tasawuf dengan menjalankan ibadah sekhusyuk-khusuknya. Di dalam tarekat diharuskan ada guru yang membimbing dan sering kali dalam pelaksanaan peribadatannya terdapat banyak variasi (misalnya dalam tata cara zikir dan doa). Oleh karena itu, dalam perkembangannya menjadi suatu aliran khas yang namanya dinisbatkan kepada pemimpin awalnya. Pada tingkatan hakikat timbul suatu kesadaran dan kemampuan dalam diri seorang sufi terhadap realitas gaib yang sebelumnya tidak diketahui. Pada tingkatan ini seorang sufi dituntut untuk mengekang nafsu agar tidak tergelincir kepada jalan kesesatan. Tingkatan tertinggi dalam tasawuf adalah makrifat, yaitu realitas hakiki yang menjadi tujuan utama. Seorang sufi senantiasa memusatkan perhatiannya untuk mencapai realitas tertinggi, yakni Allah. Pada tingkatan tertinggi ini sufi merasa bermesra-mesraan dengan Allah melalui pengalaman batinnya (Bani Sudardi, 2003b:6-7)

Model jalan mistik dalam tasawuf memiliki perwujudan yang bervariasi, yang pada umumnya bahwa jalan menuju Tuhan diibaratkan manusia sebagai perantau yang melakukan perjalanan atau perpindahan. Dalam Islam, jalan mistik ibarat jalan,


(32)

maka sering disebut dengan "tarekat" (thariqat dalam bahasa Arab) yang dalam pengamalannya melalui tingkatan-tingkatan yang dinamakan dengan maqam. Orang mistik yang mengerjakannya dinamakan salik (Romdon, 1995:32-33).

2. Tarekat

Secara etimologi tarekat (thariqat dalam bahasa Arab) berasal dari kata Arab "Tariqatun" jamaknya "tharaiq" (Ahmad Fuad Said, 2005:1) yang berarti:

1. jalan atau cara (al-kaifiah)

2. metode atau sistem (al-uslub)

3. mazab, aliran, haluan (al-mazab)

4. keadaan (al-halah)

5. pohon kurma yang tinggi (an-nakhiah ath-thawilah)

6. tiang tempat berteduh, tongkat atau gagang payung (amadul midzhallah)

7. yang mulia terkemuka dari kaum (syariful qaum)

8. gores atau garis pada sesuatu (al-khath fi as-syi`i)

Istilah 'tarekat' memiliki banyak pengertian. Tarekat bisa berarti 'jalan', terutama tradisi kesufian, atau 'organisasi persaudaraan sufi'. Istilah tarekat diartikan sebagai organisasi persaudaraan sufi, sehingga tarekat dalam pengertian ini berarti pengorganisasian ajaran isoteris (khusus kesufian) yang terpusat pada hadirnya pembimbing (mursyid). Makna ini dekat dengan kata kata sirath yang berarti 'jalan jembatan', syari`at (jalan menuju sumber air), sabil (jalan). Kata 'suluk' juga mengandung makna jalan, cara atau prosedur yang harus ditempuh seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuannya. Secara terminologis, ringkasnya paling


(33)

tidak memiliki tiga arti diatas, yaitu jalan lurus, praktek tasawuf dan persaudaraan sufi (Lubis, 2005:3).

Tarekat juga berarti tasawuf, apabila tasawuf dipandang sebagai jalan spiritual menuju Tuhan. Sang penempuh jalan spiritual (salik) harus menempuh jalan tersebut (suluk) dibawah pimpinan seorang guru terpercaya (syekh, mursyid, atau pir

dalam bahasa Persia) yang dalam pengembaraannya melalui tingkatan-tingkatan yang disebut maqam (Schimmel, 2000:101). Ini berarti tarekat adalah nama khusus bagi sekumpulan latihan kejiwaan (riyadhah al-nafs) dan ritual spiritual yang memandu seseorang atau sekelompok orang yang menapaki jalan khusus dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan (Lubis, 2005:3)

Tarekat adalah jalan atau cara pelaksanaan teknis untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan bimbingan seorang mursyid. Mursyid menunjuk kepada hubungan penurunan ilmu tarekat dari satu guru kepada guru tarekat yang lainnya. Adapun tujuan tarekat adalah mempertebal keimanan dalam hati sedemikian hingga tidak ada yang lebih indah dan dicintainya selain dari Allah, dan kecintaannya itu melupakan dirinya dan dunia ini seluruhnya. Perjalanan kepada tujuan itu harus dilandasi rasa ikhlas dan bersih dari segala amal dan niatnya yang dilakukan dengan cara memperbanyak zikir kepada Allah (Abubakar Aceh, 1992:64).

Pusat kegiatan tarekat di dunia Islam dikenal antara lain dengan nama ribath, zawiyah, tekke, darqah. Anggota tarekat dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang bermukim dalam ribat serta memusatkan perhatian sepenuhnya pada ibadah. Kelompok kedua adalah mereka yang tinggal di luar ribath dan tetap melakukan pekerjaan sehari-hari, namun pada waktu tertentu


(34)

berkumpul di ribath untuk mengikuti pelatihan spiritual tertentu. Murid yang menjadi tingkat lanjutan tertentu biasanya diberi ijazah dan diperbolehkan keluar dari

ribath yang kemudian biasanya mendirikan ribath baru di tempat lain dengan cara menjadi mursyid bagi murid-muridnya. Dengan cara inilah pengikut tarekat semakin banyak dan menyebar hingga membentuk suatu jaringan yang signifikan (Lubis, 2005:4-5).

E. Tarekat Naqsyabandiyah

Penyelenggaraan tarekat merupakan salah satu perkembangan yang menarik dalam perkembangan di Nusantara kita. Melalui pengikut tarekat, Islam di Indonesia berkembang pesat, oleh karena itu pada paruh abad ke-17 berkembanglah beberapa aliran tarekat, di antaranya tarekat Naqsyabandiyah yang berkembang di daerah Aceh (Fang, 1994: 41).

"Naqsyabandiyah" menurut Syekh Najmuddin Amin Al Kurdi dalam kitabnya Tanwirul Qulub berasal dari dua kata dalam bahasa Arab, yaitu "naqsyi" yang berarti "ukiran atau gambar" yang dicap pada sebatang lilin atau benda lainnya, dan kata "band" yang berarti "bendera atau layar besar". Jadi, Naqsyabandiyah dapat diartikan sebagai ukiran atau gambar yang terlukis pada suatu benda, melekat, tidak terpisah lagi, seperti tertera pada sebuah bendera atau spanduk besar (Ahmad Fuad Said, 2005:5)

Orang yang memberi tarekat Naqsyabandiyah adalah Syekh Bahauddin Naqsyabandi, berasal dari tradisi Asia Tengah yang merupakan keturunan Yusuf Hamdhani (Shcimmel, 2000:462). Sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa


(35)

"naqsyiban" merupakan nama sebuah negeri di Turkistan, tempat lahir Syeh Bahauddin. Selanjutnya Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Latif dalam kitabnya ayātu

'l-Baiyinaat halaman 23 menyatakan bahwa Tarekat Naqsyabandiyah ialah tarekat Nabi Muhammad yang diajarkan dan diasuh oleh Bahauddin Naqsyabandi dan diamalkan oleh muridnya. Syekh Bahauddin mengajarkan kepada murid-muridnya untuk mengamalkan tiga ilmu, yaitu tauhid, fikih dan tasawuf. Berbeda nama tarekat berarti berbeda orang yang melaksanakannya, sehingga berbeda pula

wirid yang datang dari nabi Muhammad yang dipakai mereka (Ahmad Fuad Said, 2005:6).

Aliran-aliran tarekat diketahui banyak jenisnya, namun terdapat perbedaan yang khas dalam pelaksanaan peribadatannya. Ibadah yang membedakan antara aliran-aliran tarekat adalah zikir.

Amalan pokok paling mendasar bagi penganut tarekat Naqsabandiyah adalah zikir untuk mengingat Allah. Menurut Ahmad Fuad Said zikir itu terbagi menjadi dua, yaitu zikir qalbi (hati) dan zikir lisan (lidah). Zikir dengan lidah ialah menyebut Allah dengan berhuruf dan bersuara. Zikir dengan hati ialah mengingat atau menyebut Allah dalam hati, tidak berhuruf dan tidak bersuara (2005:17). Penganut Tarekat Naqsyabandiyah memilih zikir qalbi, karena peranan hati dalam kehidupan sangat menentukan. Hati adalah tempat iman, sumber pancaran cahaya dan penuh dengan rahasia. Jika hati baik, niscaya anggota tubuh yang lain akan menjadi baik, jika hati buruk maka buruklah anggota badan yang lain (Ahmad Fuad Said, 1996:53).

Pelaksanaan zikir dalam Tarekat Naqsyabandiyah adalah dengan zikir qalbi. Adapun zikir qalbi terbagi menjadi dua, yaitu zikir Ismu Zat dan zikir Nafi Isbat.


(36)

Zikir Ismu Zat yaitu zikir dengan menyebut nama zat Allah yaitu Allāh Allāh. Zikir

Nafi Isbat adalah zikir dengan mengucap ilāha illa 'l-Lāh. Variasi lain yang

diamalkan oleh pengikut Tarekat Naqsyabandiyah yang lebih tinggi tingkatannya adalah zikir Lathaif. Melalui zikir ini, orang memusatkan kesadarannya, yakni membayangkan nama Allah itu bergetar dan memancarkan panas, berturut-turut pada tujuh titik halus (Bruinessen, 1992:80-81). Ketujuh tempat tersebut adalah: 1) latifatu 'l-qalbi yang merupakan sentral dan rohaniah manusia dan merupakan induk dari

lathifah-lathifah lainnya yang terletak dua jari di bawah susu kiri dan satu jari arah ke kiri (hati sanubari manusia sendiri), 2) latifatu 'r-Ruh terletak dua jari di bawah susu kanan dan satu jari arah ke kanan, 3) latifatu 's-Sirri terletak dua jari di bawah susu kiri dan satu jari arah ke kanan, 4) latifatu 'l-Khafi terletak dua jari di bawah susu kanan dan satu jari ke arah dalam dari susu kanan, 5) latifatu 'l-Akhfa yang terletak di tengah-tengah dada kita, 6) latifatu 'n-Natika terletak di ubun-ubun dan berhubungan dengan otak jasmani, 7) latifatu kullu 'l-Jasad yaitu menzikirkan seluruh latifah-latifah dan seluruh anggota badan serta ruas-ruasnya dari ujung rambut sampai ujung kuku (Djamaan Nur, 2004: 264-268).

Latihan mistik lain yang terdapat dalam Tarekat Naqsyabandiyah di samping amalan yang berupa zikir adalah muraqabah. Muraqabah ini berarti menjaga atau merasa dirinya selalu diawasi oleh Allah dalam segala sikap dan hukum Allah. Sikap batin ini timbul dengan membangkitkan kepekaan rasa pada kesenantiasaan Allah melihat segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia (Al-Qusyairy, 2002:286).


(37)

F. Kerangka Pikir

Naskah RBTNA merupakan salah satu hasil sastra lama warisan nenek moyang yang di dalamnya menyimpan sejumlah informasi penting. Usaha penyelamatan dan penggalian informasi terhadap naskah RBTNA sangat perlu dilakukan mengingat kondisi naskah dan kepentingan isinya yang memuat ajaran agama. Adapun usaha yang dapat dilakukan adalah dengan menerbitkan suntingan teks yang mudah dibaca dan mudah dipahami oleh masyarakat dengan mentransliterasikannya dari huruf Arab Melayu ke dalam huruf Latin.

Teks RBTNA termasuk dalam kategori sastra kitab. Stuktur teks Sastra kitab mempunyai kekhasan tersendiri dibanding dengan sastra fiksi pada umumnya. Pengkajian teks RBTNA adalah dengan mendeskripsikan struktur teks sebagaimana struktur teks sastra kitab.

Dalam rangka interpretasi teks maka analisis terhadap kandungan teks perlu dilakukan untuk mengungkap dan memahami teks. Dengan demikian, isi (kandungan) naskah dapat dibaca dengan mudah dan dapat menambah wawasan pembaca tentang ajaran Tarekat Naqsyabandiyah yang termuat dalam teks RBTNA.

Naskah RBTNA

Suntingan Teks RBTNA

Analisis Struktur Teks RBTNA Analisis isi

Pelestarian terhadap hasil budaya bangsa dan tambahan wawasan


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah RBTNA dengan nomor kode ML 479 F (huruf F menunjukkan urutan nomor teks yang terdapat dalam deskripsi naskah Aneka Karangan), yang berada pada halaman 98–108. Naskah RBTNA ditulis dalam bahasa Melayu dengan huruf Arab-Melayu. Naskah ini diperoleh dari Perpustakaan Nasional Jalan Salemba Raya 28 A Jakarta.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara kerja yang bersistem untuk memulai pelaksanaan suatu kegiatan penelitian untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Sangidu, 2004:13). Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang data-datanya bukan berdasarkan angka-angka tetapi berdasarkan konsep-konsep, kategori-kategori, dan bersifat abstrak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Metode Filologis

Berdasarkan inventarisasi naskah yang dilakukan dengan studi katalog, dapat diketahui bahwa naskah RBTNA merupakan naskah tunggal. Penyuntingan naskah dalam penelitian ini akan menggunakan metode penyuntingan naskah tunggal. Adapun metode penyuntingan naskah yang digunakan peneliti untuk


(39)

menyunting naskah RBTNA adalah metode edisi strandar. Metode edisi standar yaitu menyunting teks dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan. Ejaannya disesuaikan dengan ejaan yang berlaku dalam bahasa sasaran (Bahasa Indonesia). Tulisan-tulisan yang rusak, salah atau kosong sepanjang masih dapat direkonstruksi sedapat mungkin diperbaiki. Pembetulan dilakukan atas dasar pemahaman yang sempurna sebagai hasil dari perbandingan dengan naskah-naskah yang sejenis dan sezaman (Siti Baroroh Baried, 1994:68). Setiap perbaikan yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan dengan memberi penjelasan mengenai kesalahan-kesalahan teks yang dicatat khusus, misalnya memberikan penjelasan di dalam pengantar suntingan, memakai catatan kaki

(footnote) agar dapat diperiksa dan diperbandingkan dengan bacaan naskah sehingga masih memungkinkan penafsiran lain oleh pembaca, sehingga pertanggungjawaban atau setiap perbaikan yang dilakukan oleh penyunting akan memberikan tambahan bobot atau kualitas keilmiahan yang menurut pertimbangan keilmiahan dirasa lebih tepat (Sholeh Dasuki, 1999:61).

2. Metode Struktural

Naskah Aneka Karangan teks RBTNA termasuk ke dalam kategori Sastra Kitab. Pengkajian teks RBTNA adalah dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu memberikan uraian yang menjadi masalah, menganalisa, dan menafsirkan data yang ada. Mendeskripsikan struktur (struktur Sastra Kitab) di sini dengan menggunakan pendekatan intrinsik, yaitu pendekatan yang berusaha menafsirkan dan menganalisis karya itu sendiri sebagai suatu totalitas. Dalam rangka interpretasi teks maka digunakan analisis isi yang berusaha mengungkap,


(40)

memahami teks. Analisis isi merupakan strategi untuk menangkap pesan suatu karya sastra. Analisis ini digunakan apabila hendak mengungkap, memahami dan menangkap pesan karya sastra. Dengan demikian, isi (kandungan) naskah dapat dibaca dengan mudah dan diketahuai oleh para pembaca.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi pustaka (library reseach), yaitu penelitian yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Jenis penelitian dengan menggunakan studi pustaka akan lebih tepat jika menggunakan teknik simak dan catat sebagai teknik pengumpulan datanya. Teknik simak adalah metode yang berupa penyimakan atau dilakukan dengan menyimak. Teknik simak tersebut digunakan untuk mengumpulkan data tertulis. Setelah dilakukan penyimakan, kemudian data dicatat dengan teknik catat. Teknik catat dilakukan untuk mencatat bentuk-bentuk kesalahan salin-tulis yang terdapat di dalam teks RBTNA.

D. Data

Data dalam penelitian ini berupa kosa kata tertentu di dalam teks RBTNA yang termasuk ke dalam kesalahan salin-tulis yang terjadi pada waktu penyalinannya. Bentuk-bentuk kesalahan yang biasa terjadi dalam penulisan naskah lama di antaranya seperti lakuna, adisi, ditografi, transposisi, subtsitusi, dan lain-lain.


(41)

E. Teknik Analisis Data

Dalam analisis data digunakan jalinan sebagai berikut: a. Reduksi Data

Pada tahap ini data yang masih mentah dipilih untuk disederhanakan kemudian digolongkan, dibuang yang tidak perlu, diorganisasikan sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Data kualitatif dapat disederhanakan dan ditransformasikan melalui ringkasan atau uraian singkat. Misalnya, dalam penelitian ini data-data yang termasuk ke dalam bentuk kesalahan salin-tulis dalam naskah dipilih untuk kemudian digolong-golongkan sesuai dengan bentuk kesalahan salin-tulis.

b. Penyajian Data

Data yang telah disederhanakan dan ditransformasikan tersebut dianalisis berdasarkan acuan-acuan ilmiah yang sesuai dengan pokok permasalahan. c. Penarikan Simpulan

Berdasarkan reduksi data dan penyajian data, penarikan simpulan dari keseluruhan hasil penelitian terhadap naskah diambil secara induktif. Penarikan simpulan secara induktif adalah penarikan kesimpulan dengan berfikir berdasarkan pengetahuan yang bersifat khusus ke pengetahuan yang bersifat umum. Selain itu, penarikan kesimpulan harus diuji kembali (verifikasi) dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, dan penyajian data agar diperoleh simpulan yang tepat.

Ketiga komponen tersebut merupakan tiga hal utama yang jalin-menjalin pada saat, sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar.


(42)

Aktivitas ketiga komponen berbentuk interaksi dengan proses siklus, sehingga dapat dibuat skema sebagai berikut:

( Miles, 1992: 20 ) PENGUMPULAN DATA

PENYAJIAN DATA REDUKSI DATA


(43)

BAB IV

SUNTINGAN TEKS

A. Inventarisasi Naskah

Inventarisasi naskah merupakan kegiatan mendaftar semua naskah yang ada. Kegiatan ini dapat ditempuh dengan dua cara. Cara yang pertama dapat ditempuh melalui studi katalog, yaitu dengan mengumpulkan seluruh informasi mengenai naskah dari semua katalogus naskah yang ada. Cara yang kedua yaitu dengan studi lapangan. Studi lapangan dapat dilakukan dengan cara terjun ke lapangan langsung untuk mengumpulkan seluruh informasi mengenai naskah dari berbagai perpustakaan, museum atau perorangan yang diketahui memiliki atau menyimpan naskah. Dalam penelitian ini, inventarisasi naskah hanya dilakukan melalui studi katalog. Berdasarkan hasil studi katalog diketahui bahwa teks RBTNA termasuk naskah tunggal. Hasil studi katalog yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Katalogus Koleksi naskah Melayu Museum Pusat yang ditulis oleh Amir Sutaarga, et.al pada tahun 1972.

2. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 5A yang ditulis oleh Edi S Ekadjati dan Undang A Darsa, tahun 1999.

3. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4 yang ditulis oleh TE Behrend, tahun 1998.

4. Malaische en Minangkabausche Hansshriften in de Leidsche Universiteis-Bibliotheek oleh Van Ronkel, tahun 1921.


(44)

5. Malay Manuscripts a Bibliographical Guide oleh Joseph H Howard, tahun 1966.

6. Direktori Edisi Naskah Nusantara oleh Edi S Ekadjati (penyunting), tahun 2000.

7. Katalog Naskah Buton: Koleksi Abdul Mulku Zahari oleh Achadiati Ikram, Tjiptaningrum F Hassan, dan Dewaki Kramadibrata yang terbit pada tahun 2002.

8. Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscripts oleh Joan de Lijster Streef dan Jan Just Witkam yang diterbitkan di Leiden oleh Legatum Warnerianum in Leiden University Library, tahun 1998.

Dari hasil inventarisasi naskah melalui studi pada kedelapan katalog-katalog tersebut di atas, teks RBTNA hanya tercantum dalam Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat dalam naskah Aneka Karangan ML 479 pada halaman 315-316.

B. Deskripsi Naskah

Tahap kedua yang harus dilalui dalam rangka kerja penelitian filologi adalah membuat uraian atau deskripsi naskah. Deskripsi naskah berarti menguraikan hal-hal mengenai naskah dan pokok-pokok isi naskah secara terperinci untuk mengetahui keadaan naskah dan sejauh mana isi naskah. Deskripsi naskah dalam penelitian ini meliputi; 1) judul naskah, 2) nomor naskah, 3) tempat penyimpanan naskah, 4) asal naskah, 5) keadaan naskah, 6) ukuran naskah, 7) tebal naskah, 8)


(45)

jumlah baris pada setiap halaman naskah, 9) huruf, aksara, tulisan, 10) cara penulisan, 11) bahan naskah, 12) bahasa naskah, 13) bentuk teks, 14) umur naskah, 15) identitas pengarang kitab, dan penyalin, 16) fungsi sosial teks, dan 16) catatan-catatan lain.

Berikut ini akan disajikan deskripsi naskah teks RBTNA secara terperinci: 1. Judul Naskah

Teks RBTNA merupakan salah satu dari delapan teks yang terdapat pada naskah Aneka Karangan. Menurut Katalogus Koleksi Naskah Melayu yang dikarang oleh Amir Sutaarga et.al, teks RBTNA diberi judul Tarekat Naqsyabandiyah dan Kitab Syekh Abdullah. Pemberian keterangan oleh Amir Sutaarga tersebut dinilai kurang sesuai karena mengandung beberapa kelemahan. Adapun alasan kurang sesuainya pemberian judul oleh Amir Sutaarga telah dikemukakan pada latar belakang masalah. Berdasarkan hasil pembacaan yang lebih teliti, pada bagian pendahuluan teks RBTNA ditemukan sebuah keterangan yang memuat keterangan judul teks. Keterangan judul teks berbunyi:

Dan aku akan kitab ini seperti kitab yang mustaqal pada bahasa Jawi. Wa sammaituhu risālata 'l-badī‘iyyah fī tharīqati 'n-Naqsyabandiyyati

'l-‘āliyah. Dan aku namai akan dia Risālata 'l-Badī‘iyyah fī Tharīqati

'n-Naqsyabandiyyati 'l-‘Āliyah artinya risalah yang indah pada menyatakan

tarekat Naqsyabandi // yang tinggi (RBTNA:2-3).

Berdasarkan kutipan di atas, dapat diketahui bahwa penyalin naskah (Haji Abbas) memberikan judul kitab salinannya pada bahasa Melayu dengan judul yang cukup jelas pada pendahuluan teks. Oleh karena itu judul teks yang diberikan oleh Amir Sutaarga perlu disesuaikan dengan judul asli teks yaitu,


(46)

2. Nomor Naskah

Teks RBTNA bernomor naskah ML 479 F. ML merupakan singkatan dari Melayu, kode koleksi naskah Melayu di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, terdaftar dengan nomor ML 479, huruf F merupakan tambahan dari peneliti yang menunjukkan urutan nomor teks yang terdapat dalam naskah Aneka Karangan.

3. Tempat Penyimpanan Naskah

Naskah RBTNA tersimpan sebagai salah satu koleksi naskah Melayu yang berada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jalan Salemba Raya 28A, Jakarta, Indonesia.

4. Asal Naskah

Di dalam naskah RBTNA tidak terdapat keterangan yang menyatakan tentang asal naskah.

5. Keadaan Naskah

Keadaan naskah RBTNA masih utuh dan lengkap, artinya tidak terdapat lembaran-lembaran naskah yang hilang atau rusak, menggunakan kertas impor (deskripsi naskah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, penyunting Fathmi), tulisan masih jelas terbaca, ditulis dengan menggunakan tinta warna hitam dan merah. Naskah RBTNA merupakan naskah yang telah dijilid. Penjilidan masih dalam keadaan baik (utuh) dan dijilid dengan menggunakan karton berwarna coklat tua.


(47)

6. Ukuran Naskah

a. Ukuran lembaran naskah p x l : 16 x 22,5 cm b. Ukuran lembaran teks

p x l : 9 x 15,5 cm

7. Tebal Naskah

Naskah Aneka Karangan memiliki jumlah halaman keseluruhan 150 halaman dan tidak terdapat halaman yang kurang maupun kosong. Naskah RBTNA berjumlah 10 halaman mulai dari halaman 98 sampai dengan halaman 108.

8. Jumlah Baris pada Setiap Halaman Naskah

Pada naskah RBTNA, jumlah baris pada setiap halaman adalah 19 baris.

9. Huruf, Aksara, dan Tulisan a. Jenis tulisan

Jenis tulisan yang dipakai adalah Arab Melayu (Jawi/ Pegon). b. Ukuran huruf

Ukuran huruf yang dipakai pada naskah RBTNA relatif berukuran sedang (medium).


(48)

c. Bentuk huruf

Bentuk huruf yang dipakai pada naskah RBTNA memakai bentuk tegak.

d. Keadaan tulisan

Keadaan tulisan pada naskah RBTNA masih cukup baik dan jelas untuk dibaca. Ada beberapa tulisan yang sulit dibaca karena tidak jelas. Pada tulisan-tulisan yang salah, terdapat tulisan yang dicoret oleh pengarang karena salah tulis. Kata-kata yang tertulis dengan tinta warna merah pada hasil print-out kurang jelas tulisannya.

e. Jarak antar huruf

Jarak antar huruf pada naskah RBTNA termasuk renggang. f. Goresan Pena

Goresan pena dalam teks RBTNA tampak tebal. g. Warna tinta

Warna tinta yang digunakan pada naskah RBTNA adalah tinta warna hitam dan merah. Tinta merah hanya dipakai untuk menulis kata-kata khusus seperti kata-kata tumpuan dan kalimat zikir, selebihnya kata-kata yang lain menggunakan tinta warna hitam.


(49)

h. Pemakaian tanda baca

Peneliti tidak menemukan tanda baca standar seperti tanda titik ataupun koma dalam naskah RBTNA. Di dalam naskah terdapat kata-kata tumpuan yang berfungsi sebagai pembatas antarkalimat dan antaralenia, misalnya kata dan, maka, kemudian daripadanya, adapun.

10.Cara Penulisan

a. Penempatan tulisan pada lembar naskah

Cara penulisan pada lembar naskah RBTNA yaitu teks ditulis dari arah kanan ke kiri, cara seperti ini mengikuti cara penulisan huruf Arab. Penulisan teks pada lembaran naskah secara bolak-balik. Kedua sisi halaman pada setiap lembar naskah ditulisi semua. Cara penulisan seperti ini biasanya disebut dengan istilah recto dan verso.

b. Pengaturan ruang tulisan

Pengaturan ruang tulisan pada naskah RBTNA terbentuk secara bebas, tidak ada pembatas, misalnya garis yang mengatur ruang tulisan. Pada halaman terakhir pada naskah RBTNA ruang tulisan dibuat berbeda dengan halaman-halaman sebelumnya. Pengaturan ruang tulisan pada halaman terakhir (halaman 108) tulisan diatur sedemikian rupa hingga membentuk segitiga.

c. Penomoran naskah

Penomoran naskah pada naskah merupakan tambahan orang lain dengan menggunakan pensil yang ditulis di pojok kanan atas.


(50)

11.Bahan Naskah

Bahan naskah adalah kertas. Kertas naskah sudah berwarna kecoklat-coklatan karena dimakan usia. Watermark kertas tidak tampak dengan jelas karena bahan naskah yang lapuk, sehingga kapan tahun pembuatan kertas dan kertas buatan mana tidak dapat diketahui secara pasti.

12.Bahasa Naskah

Bahasa yang digunakan dalam naskah RBTNA adalah bahasa Melayu klasik, misalnya terdapat pemakaian kosa kata seperti memaca, dulapan, mengata, dan lain-lain, yang menunjukkan gejala ejaan yang menandai kurun waktu tertentu. Selain itu, di dalam teks banyak digunakan istilah Arab, misalnya shalla 'l-Lāhu

‘alaihi wa sallam, muhammadu 'r-Rasūlu 'l-Lāh, wa 'l-Lāhu ‘alamu bi

'sh-shawāb, subhānahu wa ta‘āla, dan lain-lain.

13.Bentuk Teks

Bentuk teks yang digunakan pada teks RBTNA adalah bentuk prosa.

14.Umur Naskah

Berdasarkan kolofon dan keterangan pada pendahuluan naskah, naskah RBTNA selesai ditulis pada tahun 1258 H. Keterangan pada pendahuluan teks tersebut berbunyi:

Falammā kānat hijratu 'n-Nabiyyi shalla 'l-Lāhu ‘alaihi wa sallam,

samāniyata wa 'l-khamsīna wa 'l-mi’ataini ba‘da 'l-alfi faqad thalaba

ilainā mirāran ba‘dhu 'l-ahibbā’i an naqla kitāba 'l-imāmi 'l- ‘ālimi 'l-

walī ahli 'sh-Shūfī wa huwa 'sy-Syaikhu ‘Abdallah Ad-Dihlawi ilā


(51)

'n-Nabiyyi shalla 'l-Lāhu ‘alaihi wa sallam dua ratus lima puluh dulapan

tahun kemudian daripada seribu tahun….(RBTNA:1).

Adapun keterangan pada kolofon berbunyi, "Wa kanā 'l-farāgha min rasmi

hazihi 'r-Risālah fī Makkati 'l-Musyarafah ‘āma 'l-mazkur. Dan adalah selesai

daripada mengarang risalah ini dalam negeri Mekah yang mulia dalam tahun yang telah tersebut"(RBTNA:10). Kalimat dalam tahun yang telah tersebut

mengacu keterangan pada pendahuluan teks, yaitu keterangan tahun 1258 H. Tahun 1258 H = 1842 M. Jika dihitung sejak naskah selesai ditulis sampai sekarang (2006) maka umur naskah RBTNA mencapai164 tahun.

15.Identitas Penyalin Naskah

Naskah RBTNA ini merupakan salinan dari kitab karangan Syekh Abdallah Dihlawi dari India. Hal tersebut dinyatakan di dalam teks yang berbunyi:

…makasanya minta kepada kami berulang-ulang beberapa kali oleh setengah kekasihan aku bahwa aku pindah kitab imam yang alim lagi wali Allah yang ahli 'sh-Shūfī, dan yaitu Syekh Abdallah Dihlawi nama

negerinya. Wa kāna fī kitābi 'l- mazkūri mubayyinan li tharīqati

'n-Naqsyabandiyyati 'l-‘āliyah, dan adalah dalam // kitab yang tersebut

menyata(kan) bagi Tarekat Naqsyabandiyah yang tinggi (RBTNA:1).

Kolofon yang berbunyi, "Qāla 'l-mu’allifu 'l-kharij ‘Abbas Al Asyi. Telah

mengata oleh mualif yaitu Haji Abbas namanya, Aceh nama negerinya. Wa kāna

'l-farāgha min rasmi hazihi 'r-Risālah fī Makkati 'l-Musyarafah ‘āma 'l-mazkur.

Dan adalah selesai daripada mengarang risalah ini dalam negeri Mekah yang mulia dalam tahun yang telah tersebut" (RBTNA:10), dapat diketahui bahwa kitab ini disalin dan sekaligus milik Haji Abbas dari Aceh yang tinggal di Mekah.


(52)

16.Fungsi Sosial Teks

Fungsi sosial teks RBTNA adalah untuk sarana dakwah. Selain sebagai sarana dakwah, teks RBTNA juga berfungsi untuk meningkatkan dan mempertebal keimanan khususnya bagi para penganut Tarekat Naqsyabandiyah karena berisi tentang ajaran Tarekat Naqsyabandiyah.

17. Catatan Lain

Catatan yang dapat ditambahkan pada deskripsi naskah RBTNA adalah nomor mikrofilm naskah ini. Naskah RBTNA bernimor mikrifilm Rol 429. 06, 665. 06.

B.Ikhtisar Isi Teks

Halaman I Pendahuluan terdiri dari:

1 A1: a. Basmalah

1 b. Hamdalah, puji-pujian kepada Allah.

1

1 1 2 2-3 3

B1: C1:

c. Selawat atas nama Nabi Muhammad Shalla 'l-Lāhu

‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabat.

Kata Ammā ba‘du yang berarti 'adapun kemudian dari itu'.

a. Latar belakang penyalinan kitab c. Motivasi penyalinan kitab d. Judul teks


(53)

II Isi terdiri dari:

3-4

4-6 6-7

A2: Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah:

a. Penjelasan bagi lik sebelum mengamalkan zikir

Tarekat Naqsyabandiyah.

b. Penjelasan mengenai zikir lathaif

c. Penjelasan mengenai zikir nafi isbat 7

8-10

10

d. Penjelasan zikir khafi dan zikir dengan jahar

e. Penjelasan kepada lik tentang jalan untuk sampai

kepada Allah Taala (ma`rifatullah)

f. Saran

III Penutup terdiri dari: 10 A3: Identitas penyalin naskah:

a. Nama penyalin

b. Tempat selesainya menyalin naskah c. Waktu selesainya menyalin naskah d. Doa

e. Kata Tamma

D. Kritik Teks

Dalam pelaksanaan tugas seorang filolog, bagian yang terpenting dari pekerjaannya adalah kritik teks. Menurut Sholeh Dasuki, kritik teks adalah suatu kegiatan menilai teks sebagaimana adanya. Kegiatan kritik teks ini dilakukan karena dilatarbelakangi oleh adanya tradisi salin-menyalin teks yang memungkinkan


(54)

timbulnya salin tulis, dan melalui kritik teks kita mendapat teks (bacaan) yang benar yaitu bacaan yang mendekati aslinya (1992:177). Tujuan kritik teks adalah menelusuri kembali suatu naskah dalam keadaan seasli mungkin, dengan jalan membandingkan dengan naskah-naskah sejenis dalam segi dan aspeknya, mulai dari bentuk tulisan, ejaan, leksikologi, morfologi, sintaksis sampai kepada isi ceritanya (Yuliana Agussalim, 1995:13)

Kegiatan kritik teks sangat memperhatikan kelainan bacaan yang ada dalam teks. Kelainan bacaan tersebut disebabkan oleh perubahan yang dilakukan oleh penyalin. Perubahan-perubahan itu merupakan kesalahan salin tulis baik sengaja maupan tidak disengaja. Kegiatan salin-menyalin teks tersebut menyebabkan korupsi atau rusak bacaan tidak dapat dihindari (Darusuprapto, 1984: 7).

Bentuk-bentuk kesalahan yang biasa terjadi dalam penulisan naskah lama, dinamakan dengan istilah-istilah filologi sebagai berikut:

1. Lakuna, yaitu pengurangan huruf atau suku kata, kata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf.

2. Adisi, yaitu penambahan huruf atau suku kata, kata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf.

3. Ditografi, yaitu perangkapan huruf atau suku kata, kata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf.

4. Substitusi, yaitu penggantian huruf atau suku kata, kata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf.

5. Transposisi, yaitu perpindahan letak huruf atau suku kata, kata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf.


(55)

Dalam naskah RBTNA ditemukan empat bentuk kesalahan yaitu lakuna, adisi, ditografi, dan substitusi. Selain ketiga bentuk kesalahan diatas ditemukan pula bentuk kesalahan ketidakkonsistenan penulisan kata adalah. Perincian kesalahan salin tulis dari masing-masing kasus dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 1 Lakuna

No. Hlm / Baris Naskah Latin Edisi

1 2 / 1 تﺎﯿﻣ menyata menyatakan

2 3 / 15 ﺔﻠﯿﻠﺳ sililah silsilah

3 4 / 7 نﻮﻔﻣا ampuan ampunan

4 5 / 3 ثﺪﯿﻟ lidanya lidahnya

5 7 / 6 ىﻮﻠﻄﻣ mathluwī mathlūbī

Tabel 2 Adisi

No. Hlm / Baris Naskah Latin Edisi

1 3 / 9 ﺖﻓادا adapat dapat

2 4 / 15 ﮫﻠﺜﻠﻤﻛ kamilislihī kamislihī

3 8 / 7 رﻮﺼﺗدصد dishditashawwur ditashawwur

Tabel 3 Ditografi

No. Hlm / Baris Naskah Latin edisi


(56)

Tabel 4 Substitusi

No. Hlm / Baris Naskah Latin edisi

1 2 3 4 5

2 / 7 2 / 16

3 / 1 6 / 2 6 / 14

ﻦﻋ ﺔﯿﻘﺑﺪﺒﻟا ﺎﯾ ﺐﻟﺎﻗ لءﺎﯿﺳ ‘an 'l-badabaqiyah

lab

saya’alu

min 'l-badī‘iyyah

kullu 'l-jasad as’alu

Selain kesalahan seperti lakuna, ditografi, adisi, substitusi, dan transposisi, terdapat pula ketidakkonsistenan penulisan kata adalah. Adakalanya kata adalah ditulis dengan tulisan ﺔﻟادا, namun kadang pula ditulis ﺔﻟدا. Ketidakkonsistenan dalam penulisan kata adalah yang menggunakan tulisan ﺔﻟ دا terdapat pada beberapa bagian saja, sedangkan penulisan kata adalah yang lain menggunakan tulisan ﺔﻟا دا. Berikut ini adalah rinciannnya.

Tabel 6

Ketidakkonsistenan Kata adalah

No. Hlm / Baris Tulisan Edisi

1 2 / 9, 2 / 13 ﺔﻟدا adalah

E. Suntingan Teks

Menyunting merupakan kegiatan menyiapkan naskah siap cetak untuk diterbitkan dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa. Bahasa disini sudah menyangkut ejaan, diksi, dan struktur (KBBI:871).


(57)

Suntingan teks yang disediakan dalam penelitian ini adalah suntingan teks RBTNA yang mendekati asli dan telah dibebaskan dari segala macam kesalahan yang terjadi pada waktu penyalinannya, sehingga teks RBTNA dapat dipahami sebaik-baiknya. Suntingan teks RBTNA dilakukan dengan mentransliterasikannya dari huruf Arab ke dalam huruf Latin agar mudah dibaca dan dipahami oleh masyarakat luas. Setiap perbaikan yang dilakukan oleh penyunting diberi penjelasan pada pengantar suntingan, memakai catatan kaki (footnote) agar dapat diperiksa dan diperbandingkan dengan bacaan naskah, sehingga memungkinkan penafsiran lain oleh pembaca. Dengan demikian kebenaran isinya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Dalam transliterasi teks RBTNA disajikan dengan menggunakan tanda-tanda sebagai berikut.

1. Tanda garis miring dua ( // ), digunakan untuk menunjukkan pergantian halaman.

2. Kata, frase atau kalimat yang diberi angka (1, 2, 3,……), di kanan atas dapat dilihat didalam catatan kaki.

3. Angka (1, 2, 3,.….), yang terdapat pada sisi pias kanan teks, menunjukkan halaman naskah

4. Tanda kurung dua [ ], menunjukkan penghilangan huruf atau suku kata oleh penyunting

5. Tanda kurawal { }, menunjukkan skolia atau kekurangan teks yang tercatat pada pias teks.


(58)

Pedoman ejaan yang digunakan dalam suntingan RBTNA ini adalah sebagai berikut.

1. Ejaan dalam suntingan ini disesuaikan dengan kaidah-kaidah dalam Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

2. Kosa kata yang berasal dari bahasa Arab yang sudah diserap dalam Bahasa Indonesia disesuaikan dengan EYD.

3. Kosa kata arkhais dan kosa kata yang menunjukkan ciri khas bahasa asal (Melayu) ditulis miring.

4. Istilah-istilah dan kosa kata dalam bahasa Arab yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia sesuai dengan pedoman transliterasi dan ditulis miring.

5. Penulisan kata ulang disesuaikan dengan EYD.

Pedoman transliterasi yang digunakan dalam suntingan teks RBTNA adalah sebagai berikut.

1. Huruf ain ( ع ) yang terletak di tengah dan disukunkan, diedisikan menjadi (k) pada kosa kata yang telah diserap dalam bahasa Indonesia, dan ( ) ‘ jika terdapat pada kosakata yang belum diserap.

2. Kata-kata bahasa Arab yang belum diserap dalam bahasa Indonesia diedisikan dengan ketentuan sebagai berikut.

a. Tasydid ّ dilambangkan dengan huruf rangkap. Misalnya : ﻞﺟوﺮﻋ ‘azza wa jalla


(59)

b. Tanda maddah (panjang) alif ( ا ), wawu ( و ), dan ya ( ي ) sebagai penanda vokal panjang diedisikan memberi garis datar di atasnya. Misalnya: ā, ī, ū

c. Kata sandang ( لا )yang diikuti huruf qomariah diedisikan dengan /al-/, apabila terletak di awal kalimat. Apabila terletak di tengah kalimat atau frase maka diedisikan dengan /'l-/, sedangkan kata sandang ( لا ) yang diikuti huruf syamsyiah diedisikan menjadi huruf syamsyiah yang mengikutinya.

3. Huruf-huruf pendiftong, yaitu (وا ) dan ai ( يا ) ditulis dengan vokal (au) untuk وا dan vokal (ai) untuk يا

4. Ta marbuthah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah, dan

dhammah, ditransliterasikan (t) atau (h), untuk hamzah ( ء ) mati di transliterasikan dengan huruf (k). Misalnya: ﺔﻤﺣر - rahmat

5. Suku kata akhir yang hidup atau mendapat harakat fatkah, kasrah, dan

dhammah, pada akhir kalimat ditransliterasikan mati mengikuti huruf konsonan yang mengikutinya. Misalnya: ﻢﯿﺣﺮﻟا 'r-Rahīm.

Pedoman transliterasi yang digunakan dalam suntingan teks RBTNA mengacu pada pedoman transliterasi yang disusun oleh Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang menjadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta) nomor 6. Namun, karena tidak semua fonem tercakup dalam sistem transliterasi IAIN Syarif Hidayatullah, maka ditambah dan dilengkapi dengan beberapa fonem-fonem untuk bahasa Melayu.


(60)

Tabel 7 Pedoman transliterasi

Huruf Nama Latin Huruf Nama Latin

ا alif a غ ghain gh

ب ba b ف fa f

ت ta t ق qaf q

ث sa s ك kaf k

ج jim j ل lam l

ح ha h م mim m

خ kha kh ن nun n

د dal d و wau w

ذ zal z ه ha h

ر ra r ء hamzah ’

ز zain z ي ya y

س sin s ک g

ش syin sy چ c

ص shad sh غ ng

ض dhad dh ﭗ ny

ط tha th ف p

ظ zha zh

ع ain ‘


(61)

Suntingan Teks

Bismi 'l- Lāhi 'r-Rahmāni 'r-Rahīm. Al-hamdu li 'l-Lāhi rabbi 'l-‘ālamīn.

Artinya segala puji-pujian tertentu bagi Allah Taala Tuhan seru alam. Wa 'sh-shalātu wa 's-salāmu ‘alā Muhammadin wa ‘alāālihi wa shahbihi ajma‘īn. Dan

rahmat Allah dan salam-Nya atas Muhammad dan atas segala keluarganya dan sahabatnya sekalian mereka itu.

Ammā ba‘du. Falammā kānat hijratu 'n-Nabiyyi shalla 'l-Lāhu ‘alaihi

wa sallam, samāniyata wa 'l-khamsīna wa 'l-mi’ataini ba‘da 'l-alfi faqad

thalaba ilainā mirāran ba‘dhu 'l-ahibbā’i an naqla kitāba 'l-imāmi 'l- ‘ālimi 'l-

walī ahli 'sh-Shūfī wa huwa 'sy-Syaikhu ‘Abdallah Ad-Dihlawi ilā lisānu 'l-Jāwi.

Adapun kemudian dari itu maka tatkala adalah hijratu 'n-Nabiyyi shalla 'l-Lāhu

‘alaihi wa sallam dua ratus lima puluh dulapan tahun / kemudian daripada seribu tahun, makasanya minta kepada kami berulang-ulang beberapa kali oleh setengah kekasihan aku bahwa aku pindah kitab imam yang alim lagi wali Allah yang ahli 'sh-Shūfī, dan yaitu Syekh Abdallah Dihlawi nama negerinya. Wa kāna

kitābi 'l-mazkūri mubayyinān li tharīqati 'n-Naqsyabandiyyati 'l-‘āliyah. Dan

adalah dalam // kitab yang tersebut menyata(kan)1 bagi Tarekat Naqsyabandiyah

yang tinggi.

Famtasaltu wa‘atamadtu ilā 'l-Lāhi ta‘āla rājiyān li 's-Sawābi mina

'l-Lāhi 'l-karīmi yaumi 'l ma’ab. Maka aku ikut dan aku pegang diri kepada Allah

Taala hal keadaan aku harap bagi pahala daripada Allah Taala yang amat murah


(1)

Schimmel, Annemarie. 2000. Dimensi Mistik dalam Islam (edisi terjemahan oleh Sapardi Djoko Damono, et. al.). Jakarta: Pustaka Firdaus.

Sholeh Dasuki. 1999. "Metode Penyuntingan Teks dalam Filologi" dalam Haluan Sastra Budaya. Surakarta: Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret.

Siti Baroroh Baried, et. al. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada.

Siti Chamamah Soeratno, et. al. 1982. Memahami Karya-karya Nuruddin Arraniri. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.

Solihin, M dan Rosihan Anwar. 2002. Kamus Tasawuf. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sri Wulan Rujiati Mulyadi. 1994. Kodikologi Melayu. Jakarta: Universitas Indonesia.

Streef, Joan de Lijster dan Jan Just Witkam. 1998. Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscripts. Leiden: Legatum Warnerianum in Leiden University Library.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III. Jakarta: Balai Pusataka.

Van Ronkel. 1921. Malaische en Minangkabausche Hansshriften in de Leidsche Universiteis-Bibliotheek. Leiden: Boekhandel en Drukerij voorhen E. J. Brill

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al Quran. 1971. Al Quran dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)