RISĀLAH MAJMU’ SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI

(1)

commit to user

RIS

Ā

LAH MAJMU

:

SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI

SKRIPSI

DiajukanuntukMemenuhisebagianPersyaratan gunaMelengkapiGelarSarjanaSastraJurusanSastra Indonesia

FakultasSastradanSeniRupa UniversitasSebelasMaret

Disusunoleh

MURYANTO CATUR ATMOJO C0204047

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

ii

RIS

Ā

LAH MAJMU’

:

SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI

Disusunoleh

MURYANTO CATUR ATMOJO C0204047

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Drs. Istadiyantha, M.S. NIP 195410151982111001


(3)

commit to user

iii

RIS

Ā

LAH MAJMU’

:

SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI

Disusunoleh:

MURYANTO CATUR ATMOJO C 0204047

Telahdisetujuioleh Tim PengujiSkripsi FakultasSastradanSeniRupaUniversitasSebelasMaret

PadaTanggal: Januari

Jabatan Nama TandaTangan

Ketua Dra. ChattriSigitWidyastuti, M.Hum.

NIP 196412311994032005 …………..

Sekretaris AsepYudhaWirajaya, S.S.

NIP 197608122002121001 …………..

Penguji I Drs. Istadiyantha, M.S.

NIP195410151982111001 …………...

Penguji II Drs. SholehDasuki, M.S.


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : MuryantoCaturAtmojo

Nim : C0204047

MenyatakandengansesungguhnyabahwaskripsiberjudulRisālahMajmu’:

SuntinganTeks, AnalisisSruktur, dan Isiadalahbetul-betulkaryasendiri, bukanplagiatdantidakdibuatkanoleh orang lain. Hal-hal yang bukankaryasaya,

dalamskripsiinidiberitandacitasi(kutipan) danditunjukkandalamdaftarpustaka.

Apabiladikemudianhariterbuktipernyataaninitidakbenar,

makasayabersediamenerimasanksiakademikberupapencabutanskripsidangelar yang diperolehdariskripsitersebut.

Surakarta, 19 Januari 2011


(5)

commit to user

v MOTTO

“Allah tidakmembebaniseseorangmelainkansesuaidengankesanggupannya” (QS. Al-Baqarah:286)

“Senyum, Sabar, danSemangatdalamMenghadapiHidup”


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karyatulisinipenulispersembahkankepada:

Orang tua ku tercinta yang telah memberikan dukungan baik berupa doa, semangat mau pun biaya.

Mas, mbak, adik, danseluruhkeluarga. AlmamaterUniversitasSebelasMaret


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis menyelesaikan

skripsi yang berjudul, RisālahMajmu’: Suntingan Teks, Analisis Sruktur, dan Isi

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Sastra, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini selesai berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Drs.Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret yang telah memberikan izin untuk melakukan penyusunan skripsi.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. selaku KetuaJurusan Sastra Indonesia Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kemudahan selama menjalani studi di Jurusan Sastra Indonesia.

3. Prof. Dr. H. Bani Sudardi selaku pembimbing akademik, yang telah

membimbing dari awal perkuliahan sampai terselesaikannya studi di Jurusan Sastra Indonesia.

4. Drs. Istadiyantha, M.S. selaku pembimbing penyusunan skripsi yang dengan

penuh kesabaran dan perhatian senantiasa memberikan petunjuk dan dorongan semangat demi terwujudnya skripsi ini.

5. Bapak Ibu dosen, yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada


(8)

commit to user

viii

6. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dan Perpustakaan

Pusat Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kemudahan dalam mendapatkan sumber data dan buku-buku referensi untuk penyelesaian skripsi.

7. Bapak dan Ibu tercinta, kakak, adik, dan seluruh keluarga atas curahan kasih

sayang yang tidak henti-hentinya kalian berikan.

8. Wiwit, Lina, Canggih, Indah, Mila, Said, Ian,Agus,Alip, Erwin, Opix, Eko,

Maya, Mami, Ana, Septi, Nisa, Ruri, Pinda, Epit, Lita, Dea, Andi, Sinta, Nina, Sigit, Wira, dan teman-teman sastra Indonesia angkatan 2005 tak terkecuali, terima kasih atas kekompakannya.

9. Ridho, Bang List, Hilda, Andika, Dodit, Joko, Dedi, Andry, Hedonal, Adit ,

Riza, Rini, dan kawan-kawan `04 yang telah memberikan bantuan informasi dan semangat.

10.Amel dan rekan-rekan Sasindo `06 terima kasih atas waktu dan kerjasamanya.

11.Toni, Deswanto, Agus, Nasir, Wiro, Iken, Pian, dan Rekan-rekan SMA 3

Sukoharjo yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis. Semoga amal kebaikan mereka mendapat anugerah dari Tuhan Yang Maha Pemurah. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini sangat diharapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta,


(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

JUDUL……….. i

LEMBAR PERSETUJUAN……….………. ii

LEMBAR PENGESAHAN……….... iii

LEMBAR PERNYATAAN……… iv

MOTTO………... v

PERSEMBAHAN………. vi

KATA PENGANTAR……….. vii

DAFTAR ISI………. ix

DAFTAR TABEL………. xii

DAFTAR SINGKATAN……….. .. xiii

DIAGRAM……… xiv

ABSTRAK………... xv

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. LatarBelakangMasalah……….. 1

B. PembatasanMasalah……… 6

C. PerumusanMasalah………..……… 7

D. TujuanPenelitian……….. 7


(10)

commit to user

x

F. SistematikaPenulisan………... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI……….. 10

A. TinjauanSingkatPenelitianTerdahulu……… 10

B. SuntinganTeks……….. 21

C. AnalisisStruktur……… 26

D. KerangkaBerpikir……….. 42

BAB III METODE PENELITIAN………. 44

A. Sumber Data.………. 44

B. MetodePenelitian………. 45

C. TeknikPengumpulan Data………... 49

D. TeknikPengolahan Data……… 50

E.TeknikPenarikanKesimpulan……….. 51

BAB IV SUNTINGAN TEKS………. 52

A. InventarisasiNaskah………..……... 52

B. DekripsiNaskah………. 54

C. Ikhtisar Isi Teks………. 61

D. KritikTeks………. 65

E. PengantarPenyuntingan……….. 71

F. Daftar Kata Sukar………. 90

BAB V ANALISIS DATA...……… 94

A. AnalisisStruktur………... 94

B. Analisis Isi TeksRisālahMajmu’………... 113


(11)

commit to user

xi

A. Simpulan……… 130

B. Saran………... 132

DAFTAR PUSTAKA……… 133


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 KeadaanNaskahRisālahMajmu’ ... 56

Tabel 2 Lakuna yang TerdapatpadaTeks RM ... 67

Tabel 3 Adisiyang TerdapatpadaTeks RM ... 68

Tabel 4 Ditografiyang TerdapatpadaTeks RM ... 70

Tabel 5 Subtitusiyang TerdapatpadaTeks ... 70

Tabel 6 Transposisiyang TerdapatpadaTeks RM ... 71

Tabel 7 TulisanMelayu Yang TidakTerbacapadaTeks RM ... 71

Tabel 8 PedomanTransliterasi ... 75

Tabel 9 Kosa Kata Teks RM yang sudahDiserapkedalamBahasa Indonesia102 Tabel 10 Kosa Kata danFraseBahasaArab ... 103


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR SINGAKATAN

As : „Alaihisallam

dkk : dankawan-kawan

EYD : EjaanBahasa Indonesia Yang Disempurnakan

RM : RisālahMajmu’

KBBI : KamusBesarBahasa Indonesia

No : Nomor

p x l : panjang kali lebar

saw : shala `lāhu ‘alaihiwasallam


(14)

commit to user

xiv DIAGRAM


(15)

commit to user

xv ABSTRAK

MuryantoCaturAtmojo. C0204047. 2011. RisālahMajmu’: SuntinganTeks,

AnalisisSruktur, dan Isi. SkripsiJurusanSastra Indonesia FakultasSastradanSeniRupaUniversitasSebelasMaret Surakarta.

Penelitianiniberjudul,RisālahMajmu’: SuntinganTeks, AnalisisSrukturdan

Isi. TeksRisālahMajmu’ (selanjutnyadisingkat RM)

merupakannaskahMelayuyaitunaskah yang ditulisdenganmenggunakanhuruf Arab

MelayudanberbahasaMelayu.Teks RMmerupakankaryasastra yang

berbentuksastrakitabkarenaisinyamengenai agama

islamkhususnyadalambidangtasawuf.

Permasalahanpenelitianiniadalah, (1) bagaimanakahsuntinganteks RM? (2) bagaimanakahstrukturteks RM? (3) Bagaimanakah ajaran tasawuf yang terkandung dalam teks RM?

Metode yang

digunakandalampenelitianiniadalahmetodekualitatifdeskriptif.Sumber data yang

digunakanadalahteks RM yang terdapatdalamnaskahanekakarangan yang

tersimpandiPerpustakaan Banda Aceh yang terletak di Jalan Sultan Alaidin

Mahmud SyahNomor12 KecamatanBaiturahman Banda Aceh 23241.Teks

RMmerupakansalahsatudaritujuhteks yang

terkumpuldalamnaskahanekakaranganDalambentukfotodigitalnya,

naskahtersebuttersimpandalamkatalogonline Manuskrip-ManuskripPeninggalan

Aceh dengannomorinventarisasi07_00006 . Katalogonline

tersebutdapatdiaksesmelaluisitus internet

http://acehms.dl.uni-leipzig.de.Metodepenyuntinganteks yang

digunakanadalahmetodeedisistandaryaituberusahamenerbitkanteksdenganmembet

ulkankesalahan-kesalahankecildanketidakajegan.Metodepengkajianteks yang

digunakandalampenelitianiniadalahmetodestrukturaldananalisisisi.Teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka. Teknikpengolahan data terdiridaritigatahap, yaitudeskripsi, analisis, danevaluasi.

Berdasarkanpenelitiantersebutdapatdisimpulkanbeberapahal.Pertama,

dalampenyuntinganterhadapteksRMdiketemukankesalahansalintulisberupa,

9buahlakuna, 17buahadisi, 3buahditografi, 2buahsubtitusi, 4 tulisanmelayu yang

tidakterbacadan 1 buahtransposisi. Kedua,

strukturpenyajianteksRMmenggunakanstruktursastrakitab yang

terdiriatasstrukturpenyajian, gayapenyajian, pusatpenyajian, dangayabahasa. Strukturpenyajianterdiriatas, pendahuluan, isi, danpenutup. Gaya penyajianteks


(16)

commit to user

xvi

RM menggunakangayapenyajianinterlinear,

yaituuraiandalamteksmenggunakanbahasa Arab

diikutidenganterjemahandalambahasaMelayu.

PusatpenyajianRMmenggunakanmetode orang pertama.Teks

RMmemilikitigabuahgayabahasa, yaitu (1) kosakata yang

digunakanbanyakmenyerapunsur-unsurbahasa Arab, (2)

ungkapan-ungkapankhusus, dan (3) kata penghubung yang digunakandalamteks, yaitu kata dan,makadanbagiuntukmengawalikalimat. Ketiga, isikaryasastrakitab yang

adadalamteks RMmengenaisyaratmasukdalamtarekatsyattariyah.Isi teks

RM,banyakmenjelaskansyaratberzikir,

syaratberkhalwatdansyaratsempurnanyaseorangsalikdalambersuluk di


(17)

RISĀLAH MAJMU:

SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI

Muryanto Catur Atmojo1 Drs. Istadiyantha, M.S.2

ABSTRAK

2011. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini berjudul, Risālah Majmu: Suntingan Teks, Analisis Sruktur dan Isi. Teks Risālah Majmu’ (selanjutnya disingkat RM) merupakan naskah Melayu yaitu naskah yang ditulis dengan menggunakan huruf Arab Melayu dan berbahasa Melayu. Teks RM merupakan karya sastra yang berbentuk sastra kitab karena isinya mengenai agama islam khususnya dalam bidang tasawuf. Permasalahan penelitian ini adalah, (1) bagaimanakah suntingan teks RM? (2) bagaimanakah struktur teks RM? (3) Bagaimanakah ajaran tasawuf yang terkandung dalam teks RM?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah teks RM yang terdapat dalam naskah aneka karangan yang tersimpan di Perpustakaan Banda Aceh yang terletak di Jalan Sultan Alaidin Mahmud Syah Nomor 12 Kecamatan Baiturahman Banda Aceh 23241. Teks RM merupakan salah satu dari tujuh teks yang terkumpul dalam naskah aneka karangan Dalam bentuk foto digitalnya, naskah tersebut tersimpan dalam katalog online Manuskrip-Manuskrip Peninggalan Aceh dengan nomor inventarisasi 07_00006 . Katalog online tersebut dapat diakses melalui situs internet http://acehms.dl.uni-leipzig.de. Metode penyuntingan teks yang digunakan adalah metode edisi standar yaitu berusaha menerbitkan teks dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan. Metode pengkajian teks yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode struktural dan

1

Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia dengan NIM C0204047 2

Dosen Pembimbing

analisis isi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka. Teknik pengolahan data terdiri dari tiga tahap, yaitu deskripsi, analisis, dan evaluasi.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, dalam penyuntingan terhadap teks RM diketemukan kesalahan salin tulis berupa, 9 buah lakuna, 17 buah adisi, 3 buah ditografi, 2 buah subtitusi, 4 tulisan melayu yang tidak terbaca dan 1 buah transposisi. Kedua, struktur penyajian teks RM menggunakan struktur sastra kitab yang terdiri atas struktur penyajian, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya bahasa. Struktur penyajian terdiri atas, pendahuluan, isi, dan penutup. Gaya penyajian teks RM menggunakan gaya penyajian interlinear, yaitu uraian dalam teks menggunakan bahasa Arab diikuti dengan terjemahan dalam bahasa Melayu. Pusat penyajian RM menggunakan metode orang pertama.Teks RM memiliki tiga buah gaya bahasa, yaitu (1) kosa kata yang digunakan banyak menyerap unsur-unsur bahasa Arab, (2) ungkapan-ungkapan khusus, dan (3) kata penghubung yang digunakan dalam teks, yaitu kata dan,maka dan bagi untuk mengawali kalimat. Ketiga, isi karya sastra kitab yang ada dalam teks RM mengenai syarat masuk dalam tarekat syattariyah. Isi teks RM, banyak menjelaskan syarat berzikir, syarat berkhalwat dan syarat sempurnanya seorang salik dalam bersuluk di tarekat Syattariyah.


(18)

commit to user

BAB 1

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Peninggalan sejarah masa lampau di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan keanekaragaman budaya yang dimilikinya. Sebagai bangsa besar yang terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, ataupun agama telah mewariskan berbagai bukti sejarah yang berisi informasi penting pada kala itu, diantaranya ialah candi, bangunan kuno, prasasti, atau karya sastra. Salah satu karya sastra masa lampau di Indonesia adalah naskah yang ditulis dalam berbagai macam

bahasa. Dalam hal ini, Siti Baroroh Baried, et.al. menyimpulkan bahwa nilai-nilai

luhur dan pengalaman-pengalaman jiwa yang diwariskan oleh generasi sebelumnya yang tertuang ke dalam karya sastra dapat berfungsi sebagai sebuah pedoman dan filter yang tangguh bagi kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia

(Siti Baroroh Baried, et.al. 1985:82 – 86).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa naskah adalah karya sastra lama yang memiliki syarat dan imajinasi sebagai pembentuk karya sastra. Istilah naskah adalah kata serapan dari bahasa Arab, dalam filologi kata ini

merupakan padanan dari kata Inggris manuscript (tulisan tangan) atau kata

Belanda handscrift (tulisan tangan). Dapat dikatakan bahwa naskah adalah tempat

teks-teks ditulis, berbentuk konkret, nyata, dapat dipegang dan diraba (Bani Sudardi, 2003:10). Robson berpendapat bahwa naskah merupakan warisan rohani


(19)

commit to user

bangsa Indonesia, di dalamnya mengandung perbendaharaan dan cita-cita nenek moyang (Robson, 1978:5).

Naskah Melayu adalah salah satu wujud karya sastra masa lampau yang ditulis oleh pujangga-pujangga kerajaan di Nusantara dengan aksara Arab Melayu dan bahasa Melayu yang berisi beragam informasi misalnya masalah sosial,

politik, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa, dan sastra pada zamannya. “Karena

naskah berasal dari masa lampau dengan konvensi yang jauh berbeda dengan saat ini, untuk memahami informasi yang ada di dalamnya, naskah perlu digarap

sedemikian rupa” (Bani Sudardi, 2003:1). Filologi berperan penting sebagai studi

ilmu yang berhubungan dengan naskah.

Djamaris berpendapat filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitianya naskah-naskah lama (Edwar Djamaris, 2002:3). Bani Sudardi memiliki pandangan tersendiri tentang filologi, filologi menurutnya adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah klasik (Bani Sudardi, 2003:7). Jadi, Filologi adalah disiplin ilmu sastra yang berusaha mengkaji naskah-naskah dengan memilki tujuan dasar ingin menyelidiki kebudayaan suatu bangsa berdasarkan dengan naskah sebagai objek kajianya.

Studi tentang teks yang terdapat dalam naskah didasari oleh adanya informasi tentang hasil budaya manusia pada masa lampau yang tersimpan di dalamnya. Oleh karena itu, pengetahuan dan penelitian filologi secara lengkap sangat dibutuhkan, mengingat meneliti peninggalan masa lampau yang berupa tulisan bukan sekedar membacanya akan tetapi juga untuk mengetahui berbagai informasi penting yang terkandung di dalam isi naskah.


(20)

commit to user

Sastra lama dalam filologi juga memiliki jenis sastra seperti halnya dalam sastra modern. Salah satu jenis naskah Melayu dalam filologi adalah sastra kitab. Sastra kitab merupakan jenis karangan keagamaan yang khas ilmiah dalam metode penyampaian isinya, yang disusun untuk murid pondok pesantren dan anggota tarekat sufi (Braginsky, 1998:275). Yock Fang mengartikan bahwa sastra kitab mencangkup satu bidang yang luas sekali, termasuk didalamnya ilmu kalam, ilmu fikih dan ilmu tasawuf. Jenis sastra ini biasanya disadur dan diterjemahkan dari bahasa arab oleh orang Melayu yang tinggal di Mekah dan Madinah, Hal-hal

yang diuraikan meliputi semua segi dari Islam semisal ALqur’an, tafsir, tajwid,

hadst, arkan al-islam, fikh dan usul-al fikh. Adapun sastra kitab yang merupakan

risalah pendek yang membahas satu perkara saja, misalnya ilmu sufi, tasawuf,

dzikir, rawatib, primbon dan sebagainya. Kumpulan doa dan Azimat juga dianggap sebagai sastra kitab (Liaw Yock Fang, 1991: 286). Dari pengertian ini,

peneliti memilih sebuah teks yang berjudul Risālah Majmu’ yang selanjutnya

disingkat menjadi RM. Berdasarkan inventarisasi naskah yang telah dilakukan

dengan menggunakan studi katalog, dapat dinyatakan bahwa Risālah Majmu’

termasuk naskah tunggal. Katalog-katalog yang diteliti antara lain: Katalogus

Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat (Amir Sutaarga, et.al. 1972), Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 3A (Behrend, dan Titik Pudjihastuti, 1977), Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4 (Behrend. T. E. 1998), Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 5A (Edi S. Ekadjati, dan Undang A. Darsa,

1999) Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4 (Behrend, 1998),

Katalogus Naskah Bima II (Sri Wulan Rujiati Mulyadi, dan H.S. Maryam R.


(21)

commit to user

(Achadiati Ikram, Tjiptaningrum F. Hassan, dan Dewaki Kramadibrata, 2001), Maleische en Minangkabausche Handshriften in de Leidensche Universiteis Bibliotheek (Ronkel, 1921), Catalogus van de Maleische en sudaneesche Handschriften der Leidsche Universits-Bibliotheek.(Juynboll, 1899), Malay Manuscripts a Bibliographical Guide (Howard, 1966), dan Direktori Edisi Naskah Nusantara (Edi S. Ekadjati, 2000). Dari katalog-katalog tersebut, Risālah

Majmu’ tidak tercantum di dalam salah satu katalog tersebut.

Teks RM adalah salah satu teks dalam naskah aneka karangan dengan kondisi masih baik dan jelas dibaca. Aneka karangan tersebut berisi

1. Teks Ilmu Tukang: menjelaskan ilmu pertukangan pada masa Nabi

Ibrahim (hal.1-20).

2. Teks Risālah Majmu’ : menjelaskan adab mendekatkan diri kepada Tuhan

dalam ilmu tasawuf menurut tarekat Syattariah (hal. 34-49).

3. Teks Syamsul Ma’rifah ilā Hadhrati `Sy-syarī’ah: menjelaskan tata cara

bertarekat dalam tarekat Qadiriyah Syattariyah(hal. 50-79).

4. Teks Tuhfatu`I- Ahbab: menjelaskan tarekat Syattariyah (hal. 79-95).

5. Bab Sakaratu `I-Maut (hal. 95-98).

6. Teks Kasyful `l-Muntazar. (hal. 99-107).

7. Adab bersahabat dengan Allah: menjelaskan tata cara untuk mendekatkan diri kepada Allah (hal.107-112).

8. Hal Syair, Syarah Doa Husni `l-Basr, dan catatan-catatan lain yang tidak terbaca.


(22)

commit to user

Naskah ini tersimpan di Perpustakaan Banda Aceh yang beralamat di Jalan Sultan Alaidin Mahmudsyah Nomor 12 Kecamatan Baiturahman Banda Aceh 2324, dengan keterangan nomor inventaris 07_00006. Teks RM yang tertulis di dalam naskah masih dapat dibaca dengan jelas, sehingga naskah ini masih layak untuk dikaji. Berdasarkan deskripsi naskah yang dilampirkan, isi singkat dari teks bagaimana syarat seseorang masuk dalam tarekat Syattariah, dengan melakukan berbagai tahapan amalan seperti salat, zikir dan puasa dengan di bimbing oleh seorang kiai (guru).

Teks RM ini tergolong dalam karya sastra kitab karena di dalamnya berisi tentang ajaran Islam, yaitu ilmu tasawuf dengan aliran tarekat Syattariah sebagai kandungan teks tersebut. Ada sejumlah alasan yang menarik bagi peneliti dalam mengkaji naskah RM dibandingkan dengan teks-teks lain yang terdapat dalam satu naskah aneka karangan. Teks ini mengemukakan masalah berbagai syarat dalam menjalani kehidupan sufi di tarekat Syattariah, antara lain syarat untuk masuk ke dalam tarekat, syarat salik berkhalwat, syarat menjalankan khalwat, syarat baiat dan talkin dan syarat sempurna berkhalwat. Hal yang menarik dalam

teks yang berisi syarat masuk dalam tarekat Syattariah ini adalah apabila

seseorang melanggar pantangan yang dilarangkan maka dia akan kembali ke derajat awam. Teks ini selain menarik untuk dikaji dan diteliti juga disebabkan teks ini berisi pendidikan, khususnya pendidikan keagamaan yang menyangkut moral manusia. Artinya bahwa teks ini apabila dimengerti dan diambil manfaatnya dapat membangun kepribadian manusia.


(23)

commit to user

Latar belakang ketertarikan penulis untuk menjadikan naskah RM sebagai objek penelitian adalah sebagai berikut.

1. Perlu adanya upaya penyelamatan naskah sebagai peninggalan masa

lampau yang kondisi fisiknya tidak mungkin bertahan lama.

2. Bentuk tulisan yang tidak mudah dipahami oleh generasi sekarang karena

menggunakan huruf Arab Melayu atau bahasa Melayu.

3. Sampai saat penelitian ini dilakukan, penulis belum menjumpai penelitian

atau hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain terhadap teks ini.

4. Teks ini merupakan satu kesatuan utuh, diawali dengan bacaan basmalah

dan diakhiri kata tamat atau tamma yang merupakan salah satu ciri struktur

sastra kitab.

5. Tulisan pada naskah masih cukup jelas.

6. Mengungkapkan isi kandungan teks yang membahas ajaran tasawuf di

dalam tarekat Syattariyah.

Melalui latar belakang tersebut, maka diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai ajaran tasawuf di dalam tarekat Syattariyah seperti yang telah disebutkan dalam teks. Dengan demikian, penelitian

ini diberi sebuah judul Risālah Majmu’:SuntinganTeks, Analisis Struktur dan Isi.

B. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada suntingan teks, analisis struktur dan analisis fungsi dalam teks RM. Masalah yang dibahas meliputi:


(24)

commit to user

1. Suntingan teks RM yang dalam penelitian ini meliputi deskripsi teks,

Inventarisasi naskah, pedoman transliterasi, ikhtisar isi teks, kritik teks, dan suntingan teks.

2. Analisis Struktur teks RM, dalam analisis struktur dibatasi pada

struktur sastra kitab yaitu struktur penyajian teks dan gaya pengisahan.

3. Menjelaskan isi ajaran beribadah kepada Allah SWT di tarekat

Syattariyah dalam teks RM.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana suntingan teksRisālah Majmu’?

2. Bagaimana struktur sastra kitab dalam teks Risālah Majmu’?

3. Bagaimana isi ajaran tasawuf Syattariyah dalam teks Risālah Majmu’?

D. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian pasti mempunyai tujuan yang diharapkan dapat menjangkau hal yang hendak dicapai dari penelitian itu. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menyediakan suntingan teks yang baik dan benar.

2. Mendeskripsikan Struktur teks Risālah Majmu’


(25)

commit to user

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Manfaat teoretis penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya hasil penelitian filologi,

sastra dan dunia penelitian pada umumnya.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain, baik di bidang filologi

maupun peneliti ilmu lain, dalam hal ini ilmu agama islam

3. Mengetahui dan mempelajari struktur teks, serta isi dari teks Risālah

Majmu’.

Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut.

a. Memberikan informasi tentang keberadaan teks RM.

b. Membantu melestarikan peninggalan budaya pada masa lalu yang berupa

naskah.

c. Membuka wawasan dan sudut pandang pada dunia sastra khususnya sastra

lama dalam hal ini adalah memperkenalkan keberadaan teks RM sebagai salah satu hasil karya sastra lama yang sarat dengan nilai ajaran agama Islam.

d. Menambah pengetahuan bagi para pembaca sastra kitab terhadap teks RM

yang membahas mengenai jalan salik untuk mencapai insan kamil di Tarekat Syattariyah melalui tobat dan zikir.


(26)

commit to user

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Bab pertama pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua landasan teori. Bab ini berisi hakikat filologi, suntingan teks, sastra kitab dan struktur sastra kitab, isi karya sastra, dan tasawuf.

Bab ketiga metode penelitian. Bab ini berisi sumber data, metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan penarikan simpulan.

Bab keempat suntingan naskah teks Risālah Majmu’. Bab ini berisi

tentang inventarisasi naskah, deskripsi naskah, ikhtisar teks, kritik teks, pedoman penyuntingan, dan suntingan teks.

Bab kelima analisis teks Risālah Majmu’. Bab ini berisi analisis struktur

RM dan analisis isi teks RM.

Bab VI penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran yang berkaitan dengan penelitian, daftar pustaka, dan lampiran.


(27)

commit to user

10

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A.

Tinjauan Singkat terhadap Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terhadap teks yang membahas masalah tarekat sudah banyak dilakukan. Dari beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan, penulis hanya menyampaikan lima judul penelitan. Kelima penelitian tersebut tentu saja berkaitan dengan penelitian penulis yang kiranya layak untuk disampaikan dalam tulisan ini.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Oman Fathurahman (2008) yang

berjudul Tarekat Syattariyah di Minangkabau. Penelitian ini berasal dari disertasinya

di FIB (Fakultas Ilmu Budaya), Universitas Indonesia yang berjudul Tarekat

Syattariyah di Dunia Melayu-Indonesia di Sumatera Barat. Dalam kajiannya, terdapat 13 judul naskah sebagai acuan disertasinya. Naskah-naskah yang berasal dari Minangkabau (Sumatera Barat) tersebut memaparkan bidang keagamaan khususnya mengenai tasawuf dalam hal ini mengenai tarekat Syattariyah. Naskah-naskah Syattariyah yang menjadi sumber primer dalam penelitian ini berjumlah 10 judul yang ditulis oleh tiga ulama Syattariyah di Sumatera Barat, yakni Imam Maulana Abdul manaf Amin (1922-2006), H.K. Deram (w.2000), dan Tuanku Bagindo Abbas Ulakan. Selain itu, terdapat dua sumber Arab yang berkaitan dengan Syattariyah,


(28)

commit to user 11

yaitu al-Simth al-Majīd karangan Syekh Akhmad al-Qushashi dan ithāf al-Dhakī bi

sharh al-tuhfah al-Mursalah ilā Rūh al-Nabi, karangan Ibrahim al-Kurani.

Ajaran Syattariyah di Sumatera Barat yang dikembangkan oleh Abdurauf, mewarnai sisi kehidupan masyarakat Minangkabau. Hal tersebut dapat dilihat dari isi naskah-naskah Melayu yang membahas tarekat Syattariyah. Teks-teks yang terdapat pada dalam naskah-naskah Syattariyah itu masih melanjutkan apa yang sudah dirumuskan sebelumnya, baik ulama Haramyn yang diwakili Qushashi maupun oleh ulama Syattariyah di Aceh yang diwakili Abdurauf. Setiap tarekat memiliki tujuan yang sama yaitu berusaha mendekatkan diri pada Tuhan, seperti halnya tarekat Syattariyah. Ajaran yang bersifat makrifat terutama berkaitan dengan tata cara zikir, adab dan sopan santun zikir, serta formulasi zikir banyak diulas dalam naskah Melayu tersebut. Ajaran Abdurauf mengenai tarekat Syattariyah, lebih bersifat dinamis yaitu

menyesuaikan dengan kebudayaan masyarakat salah satu contohnya ritual Basapa.

Ritual ini dilakukan penganut tarekat Syattariyah pada bulan Safar di Tanjumg Medan Ulakan. Akulturasi budaya lokal ini menjadi salah satu syiar tarekat Syattariyah. Abdurauf juga memulai era baru dalam tarekat Syattariyah antara lain

dengan menghilangkan ajaran wahdatul wujud yang dianggap menyimpang dari

praktek syariat. Selain itu, kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam kajian atas naskah-naskah Syattariyah di Sumatra Barat adalah adanya ekspresi ajaran tarekat Syattariyah dengan nuansa lokal. Selain dengan pengajian, ajaran tarekat Syattariyah

disampaikan melalui kesenian “salawat dulang” hal tersebut dapat dikatakan sebagai

daya tarik tersendiri bagi masyarakat awam di Sumatra Barat. Melalui penelitian yang


(29)

commit to user

12

12

Minangkabau, dapat digunakan penulis untuk menambah wawasan mengenai perkembangan tarekat Syattariyah di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari perjalanan berdirinya tarekat Syattariyah di Indonesia dipimpin oleh mursyid Syattariyah yang berasal dari Aceh, yaitu Abdurauf. Melalui kepemimpinan beliau yang lunak, perkembangan tarekat Syattariyah dapat diterima oleh semua lapisan maasyarakat khususnya masyarakat Sumatra Barat.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Istadiyantha (2007) yang berjudul Tarekat Syattariyah: Suntingan Teks dan Analisis Fungsi. Penelitian ini berasal dari tesisnya di jurusan ilmu-ilmu Humaniora Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah

Mada yang berjudul Tarekat Syattariyah: Suntingan Teks dan Analisis Fungsi.

Ringkasan isi penelitian tentang tarekat Syattariyah di atas yaitu sebagai berikut. Isi ajaran tarekat Syattariyah yang dibatasi pada kandungan naskah Syattariyah

1. Permohonan Ratu Shafiyyatu d-Din mengajukan kepada syekh Abdurauf

Ratu Shafiyyatu d-Din mengajukan permohonan kepada syekh

Abdurauf agar dibimbing melaksanakan ajaran sufi. Permohonan ini dikabulkan setelah syekh Abdurrauf melakukan salat istikharah terlebih dahulu agar ia mendapat petunjuk dari Allah ketika melaksanakan ajaran tersebut.

2. Kriteria Guru dalam Tarekat Syattariyah

Seorang guru tarekat haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu, salah

satu syaratnya adalah sudah mencapai taraf muntahī (orang sufi yang


(30)

commit to user 13

3. Zikir dalam tarekat Syattariyah

Tarekat Syattariyah mengajarkan tentang tata cara pelaksanaan zikir.

Zikir ini dilaksanakan secara jahar atau bersuara dan khafi (sir) atau dalam

hati. Zikir dalam Tarekat Syattariyah terbagi menjadi tiga macam yaitu; (1) zikir Allah, Allah, dan lā illāha illallāh, (2) zikir Huwallāh, (3) zikir Allah Huwa. Tujuan dari pengamalan zikir tarekat Syattariyah adalah untuk mencapai martabat insan kamil yaitu tingkat kesempurnaan yang lazim menurut ukuran manusia. Selain itu, Di dalam teks Syattariyah disebutkan adab zikir bagi pengikut tarekat ini yang dibagi menjadi tiga

tataran yaitu zikir mubtadī, zikir mutawāsitah dan zikir muntahī.mubtadī,

artinya tingkat permulaan. Mutawāsitah artinya tingkat menengah.

Muntahī artinya tingkat terakhir. Tataran terakhir ini dapat dcapai oleh

seseorang yang mampu mengumpulkan dua makrifat yaitu Makrifat

Tanzaniyyah dan Makrifat Tasybiyyah.

4. Teks Syattariyah dan pengertian Makrifat

Makrifat adalah penyerahan diri kepada Tuhan yang naik setingkat demi setingkat sehingga akhirnya sampai keapada tingkat keyakinan yang

kuat (Ramli Harun et.al, 1985:26). Teks Syattariyah membahas tentang

tingkatan makrifat yaitu

a. Makrifat Tanzaniyyah, ialah makrifat yang diperoleh dengan cara memperhatikan/ mempelajari segala sesuatu dari segi batiniah dan hakikatnya.


(31)

commit to user

14

14

b. Makrifat Tasybiyyah, ialah makrifat yang diperoleh dengan cara mempelajari segala sesuatu dari segi lahiriahnya.

c. Himpunan Makrifat Tanziyyah dan Tasybiyyah.

Gabungan kedua makrifat ini yaitu makrifat yang diperoleh orang-orang sufi dengan cara mempelajari segala sesuatu dari segi lahiriah dan batiniahnya. Makrifat ini dianggap sempurna bagi orang-orang sufi.

Dari hasil penelitian di atas dapat diperoleh keterangan bahwa tarekat Syattariyah memiliki adab zikir tertentu bagi pengikutnya. Zikir tersebut dibagi menjadi tiga tataran yaitu zikir mubtadi, zikir mutawasitah, dan zikir muntahi. Selain zikir, tarekat Syattariyah juga mengajarkan tentang tata cara pelaksanaan zikir. Tujuan dari pengamalan zikir tarekat Syattariyah adalah untuk mencapai martabat insan kamil yaitu tingkat kesempurnaan yang lazim menurut ukuran manusia.

Sumbangan utama teks Syattariyah terhadap penelitian penulis adalah penjelasan

mengenai syarat-syarat berzikir dan pejelasan mengenai makrifat. Syarat-syarat berzikir tersebut apabila dicocokkan dengan teks RM dapat diketahui bahwa syarat-syarat dalam menjalankan kehidupan sufi dalam teks RM lebih condong kepada persyaratan permulaan dalam menjalani tarekat Syattariyah, di antaranya syarat masuk dalam tarekat Syattariyah, syarat berkhalwat, syarat berbaiat dan bertalkin terhadap guru, dan syarat bersuluk. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa teks RM

maupun Syattariyah merupakan teks yang mengajarkan kehidupan tasawuf di tarekat


(32)

commit to user 15

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Herlian Ardivianti, FSSR (Fakultas Sastra dan Seni Rupa), Universitas Sebelas Maret (2010) dalam skripsi yang berjudul Tarjumānu Al-Murtafīdimin Al-‘Arabiyyati Li Adab Az-Zikri ‘alā At-Tarīlati Al

-Khalwātiyyatti : Suntingan teks, Analisis Struktur dan ajaran Tarekat Khalwatiyyah.

Penelitian ini membahas tentang ajaran tarekat Khalwatiyyah yaitu usaha manusia mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan amalan dan latihan kerohanian. Amalan tarekat Khalwatiyyah terletak pada pelaksanaan salat dan zikir yang tertib dan teratur. Bagi tarekat Khalwatiyyah zikir merupakan amalan yang sifatnya wajib

‘ain (wajib bagi setiap individu).

Penulis teks Tarjumān menjelaskan adab zikir tarekat Khalwatiyyah yang

berjumlah 20 adab dengan jelas dan runtut. Adab zikir ini dibagi menjadi 3, yaitu 5 adab sebelum zikir, 12 adab saat berzikir, dan 3 adab setelah zikir.

a. 5 adab sebelum zikir, yaitu (1) tobat dari maksiat; (2) suci dari hadas

kecil dan besar; (3) berusaha membimbing hati kepada Allah;(3) minta tolong dengan hatinya kepada syekh ketika mabuk lepas zikir dan kaifiatnya; (5) minta tolong kepada syekhnya dalam berzikir.

b. 12 adab saat berzikir diantaranya, ialah (1) duduk di tempat suci; (2)

meletakkan dua tangan diatas kedua paha seperti duduk dalam sembahyang dan menghadap kiblat; (3) menghilangkan bau badan memakai wangi-wangian; (4) memilih tempat yang sunyi jika mampu;

(5) zikir berjamaah atau sendiri; (6) ikhlas; (7) memilih zikirlā illāha

illallāh; (8) menghadirkan makna zikir dengan hati sesuai dengan


(33)

commit to user

16

16

c. 3 adab setelah zikir, yaitu (1) diam khusyu dan menunduk saat

berzikir; (2) menetapkan nafas dari keluarnya kadar tiga nafas/lebih; (3) menahan diri dari minum air segar samat atau setengahnya.

d. Zikir lā illāha illallāh

Zikir ini dalam tarekat Khalwatiyyah termasuk dalam salah satu

amalan zikir yang disebut Al-Asma’ As-Sab’ah, yaitu tujuh macam

zikir atau tujuh tingkatan jika harus diamalkan oleh setiap murid

tarekat Khalwatiyyah. Manfaat dari zikir lā illāha illallāh adalah agar

mendapat pahala yang sempurna dari Allah SWT.

Penelitian yang dilakukan oleh Herlian Ardivianti tersebut dapat digunakan

penulis untuk mengetahui bahwa zikir lā illāha illallāh merupakan amalan penting

bagi setiap tarekat apapun. Selain itu dapat disimpulkan bahwa setiap ajaran tarekat (Sufi) adalah berusaha mendekatkan manusia pada sang Pencipta.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Rahma Widyastuti, FSSR (Fakultas Sastra dan Seni Rupa), Universitaas Sebelas Maret (2005) dalam skripsi yang

berjudul Al-Kitabul Al-Maj’mū: Suntingan Teks dan Analisis Fungsi. Dalam

penelitian ini membicarakan tentang ajaran yang menjadi pokok-pokok ajaran agama Islam, yaitu tentang akidah, syariat, dan akhlak. Dalam penelitian ini dibahas tentang

1. Mengenal Allah SWT

Bagi seorang muslim dalam usaha mengenal lebih dalam tentang agamanya maka harus mengenal Tuhannya. Dengan demikian akan menyempurnakan seseorang dalam menjalankan agamanya. Mengenal


(34)

commit to user 17

Tuhan dapat ditempuh dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengenal nama dan sifat Allah.

2. Selain itu, isi teks Al-Kitabul Al-Maj’mū juga membicarakan tentang

rukun iman. Rukun iman tersebut adalah iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada rasul, iman kepada Al Quran, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada Qadha dan Qadhir.

3. Syariat

Syariat adalah hukum atau undang-undang agama yang sudah pasti ketentuannya. Di dalamnya termasuk keterangan mengenai halal-haram, wajib dan sunah, syahadat, salat, puasa, zakat, haji, keimanan, dan sebagainya. Hasan Shadiliy mengatakan bahwa syariat juga dapat dikatakan sebagai peraturan yang ditetapkan Tuhan bagi manusia berupa hukum-hukum yang disampaikan oleh rasul-Nya, yang berhubungan dengan keyakinan, ibadah, dan muamalah (Hassan Shadiliy dalam Istadiyantha, 2006:401). Setiap muslim yang ingin mencapai derajat kesempurnaan iman wajib melakukan syariat Islam dengan benar. Teks ini juga menyebutkan rukun Islam sebagai syariat yang harus dilaksanakan setiap muslim yaitu syahadat, salat, puasa, zakat, dan naik haji bila mampu.

Tanda orang yang memeluk agama Islam dalam teks Al-Kitabul

Al-Maj’mū di antaranya adalah (1) merendahkan diri; (2) suci

perbuatan; (3) tetap hatinya; (4) tetap kelakuanya; (5) malu akan Allah dan Nabi; (6) baik pekerti; (7) sabar; (8) syukur; (9) sabar; (10)


(35)

commit to user

18

18

penyayang dll. Persyaratan bagi orang yang ingin memeluk agama Islam adalah sabar akan hukum Allah, ridha, ikhlas dan menjalankan

segala perintah Allah dan nabi-Nya. Selain hal di atas, teks Al-Kitabul

Al-Maj’mūmenjabarkan salat lima waktu.

Penelitian Rahma Widyastuti tersebut dapat digunakan penulis untuk menambah wawasan mengenai ajaran Islam terutama tentang syariat agama Islam yang merupakan suatu aturan dalam pencapaian derajat insan kamil. Seperti halnya pada tarekat Syattariah yang terdapat dalam teks RM, pelaksanaan syariat seperti syahadat, salat, puasa dll, lebih ditekankan dan memiliki kaidah tersendiri menurut aturan tarekat tersebut. Inti dari pelaksanaan syariat tersebut adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT untuk mencapi derajat insan kamil.

Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Nurul Amalia Viliasari, FSSR (Fakultas Sastra dan Seni Rupa), Universitas Sebelas Maret (2010) dalam skripsi

yang berjudul Syamsu `l-Ma’rifah Ilā Hadlrati `Sy- Syarīah : Suntingan Teks,

Analisis Struktur dan Isi. Penelitian ini membicarakan tentang ajaran tarekat Qadiriyyah-Syattariyah. Ajaran tarekat tersebut menjabarkan tentang syarat seseorang dalam mendekatkan diri kepada Allah, yakni dengan tobat. Membersihkan diri dari segala dosa baik dosa besar maupun kecil adalah kriteria tobat yang sahih. Tobat

sendiri dibagi menjadi dua yaitu tobat lahir (zhāhir) dan batin. Selain tobat

dibicarakan pula mengenai suci, tajalli, tauhid, dan zikir.

1. Suci, yaitu suci zhāhir, batin, sir (takhalli) dan pakaian-pakaian suci (tahalli).

Suci dalam tarekat Qadiriyyah-Syattariyah terbagi menjadi tiga sedangkan pakaian-pakaian memiliki pengertian penyucian sifat-sifat


(36)

commit to user 19

tercela dengan pengamalan sifat-sifat yang terpuji yaitu, (1) suci zhāhir,

yaitu bersuci dari hadas besar dan kecil, bersuci dari sekalian najis yang

terdapat pada badan, tempat dan pakaian yang dipakai. Pakaian zhāhir,

yaitu pakaian untuk menutupi suci yang zhāhir yaitu mengerjakan rukun

Islam, mengiktiqadkan rukun iman, mengiktiqadkan rukun syahadat, dan mengerjakan agama empat (iman, Islam, tauhid, dan makrifat); (2) Suci batin, yaitu menyucikan hati dari kejelekan, dengki, dendam, bakhil, kibir,

ujub, riya (pamer), dan sumah. Pakaian batin, yaitu dengan tobat kepada

Allah, berusahaa pada semua kebaikan, memerangi hawa nafsu dll; (3)

Suci sirr, yaitu yang menyucikan daya yang dimiliki kalbu untuk melihat

Tuhan agar untuk tidak mengingat sesuatu dari selain Allah. Pakaian sir,

yaitu senantiasa berzikir pada Allah.

2. Sirrullāh (tajalli)

Dalam teks Syamsu `l-Ma’rifah Ilā Hadlrati `Sy- Syarīah, dijelaskan

tentang tajalli (memperoleh kenyataan tuhan), setelah melewati takhalli dan tahalli maka dengan memutuskan segala hubungan yang dapat merugikan kesucian dirinya menjadi syarat untuk menerima pancaran Nur cahaya Allah

(Sirrullāh).

3. Tauhid

Tingkatan tauhid menurut tarekat Qadiriyyah-Syattariyah terbagi

menjadi tiga macam yakni, (1) tauhid awam (2) tauhid muqarrabin, dan (3)

tauhid yaqīn. Selain itu, dibicarakan pula mengenai martabat tujuh untuk


(37)

commit to user

20

20

4. Zikir

Zikir dalam setiap tarekat memiliki peranan penting dalam usaha mendekatkan diri pada Allah. Macam zikir dalam tarekat Qadiriyyah-Syattariyah adalah zikir hasanah (zikir menghasilkan pahala tanpa mengikuti adab dan tertib), zikir derajat (zikir yang berkehendak adab dan tertib) dan

zikir sirr (Zikir dengan menghadirkan hati yang sungguh-sungguh untuk

mengingat Allah).

Secara garis besar teks Syamsu `l-Ma’rifah Ilā Hadlrati `Sy- Syarīah,

menjabarkan ajaran yang merupakan gabungan dua tarekat yaitu tarekat Qadiryyah dan tarekat Syattariyah. Karateristik dari tarekat Qadiriyyah yang ditemukan dalam

teks Syamsu `l-Ma’rifah Ilā Hadlrati `Sy- Syarīah adalah adanya silsilah tarekat

Qadiriyyah dimulai dari Faqih Jalaluddin sampai pada Syekh Abdul Qadir Jaelani, sedangkan karateristik tarekat Syattariyah yang ditemukan dalam teks tersebut adalah konsep hubungan antara Tuhan dan alam.

Menurut ajaran tarekat Syattariyah, alam diciptakan oleh Allah dari nur Muhammad. Sebelum segala sesuatu diciptakan oleh Allah, alam berada di dalam

ilmu Allah yang dinamaiA’yān tsābitah. Ia merupakan bayang-bayang dari zat Allah.

Sesudah A’yān tsābitah menjelma pada A’yān khārijiyyah (kenyataan yang diluar),

maka A’yān khārijiyyah itu merupakan bayang bagi yang memiliki

bayang-bayang, dan ia tiada lain daripada Allah sendiri. Karateristik lain yang berasal dari

tarekat Syattariyah adalah pelaksanaan zikir yang menjadi tiga tingkatan (mubtadiī,


(38)

commit to user 21

Penelitian Nurul Amalia Viliasari tersebut dapat digunakan penulis untuk menambah wawasan mengenai adanya penggabungan dua ajaran tarekat yakni Qadiriyah-Syattariyah. Hal ini dapat dimungkinkan bahwa penggabungan ajaran dua tarekat yang berbeda bisa saja dilakukan dengan syarat-syarat tertentu yang intinya bahwa ajaran kedua tarekat tersebut sama-sama berusaha mendekatkan manusia pada Tuhan Yang Maha Esa.

Beberapa penelitian terdahulu di atas, sama-sama membahas tarekat, yaitu tarekat Syattariyah, Khalwatiyyah, dan Qadiriyyah-Syattariyah. Hal ini menandakan bahwa di Indonesia, terdapat aliran-aliran tarekat. Salah satunya adalah tarekat Syattariyah. Penelitian terhadap teks RM yang membahas ajaran (adab dan tata-cara ibadah) di tarekat Syattariyah. Teks Syattariyah yang diteliti oleh Istadiyantha (2007) berbeda dengan teks RM, teks RM lebih menekankan pada berbagai syarat dalam menjalankan ibadah di tarekat Syattariyah di antaranya adalah syarat masuk ke dalam tarekat, syarat salik berkhalwat, syarat menjalankan khalwat, syarat baiat dan talkin dan syarat sempurna berkhalwat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kandungan isi pada teks RM berbeda dengan kandungan teks di atas.

B.

Penyuntingan Teks

Filologi merupakan disiplin ilmu yang diperlukan dalam upaya pelestarian terhadap peninggalan tulisan masa lampau. Selama ini, filologi dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan karya masa lampau yang berupa tulisan. Penelitian filologi mempelajari kehidupan di masa lampau melalui peninggalan-peninggalan masa


(39)

commit to user

22

22

disiplin, Filologi tergolong dalam ilmu-ilmu kemanusiaan yang bertujuan untuk mengungkapkan hasil budaya masa lampau yang tersimpan dalam peninggalan yang

berupa karya tulisan” (Siti Baroroh Baried, et.al. 1994:4). Berdasarkan pendapat di

atas dapat ditarik kesimpulan bahwa objek penelitian filologi adalah tulisan tangan (naskah) yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau.

Naskah sebagai karya sastra masa lampau dalam menelitinya diperlukan

disiplin ilmu filologi. Siti Baroroh Baried, et.al., menjelaskan bahwa “kajian filologi

terhadap naskah nusantara berusaha dan bertujuan untuk menyunting dan membahas atau menganalisis atau kedua-duanya. Kajian awal tentang naskah itu terutama untuk

tujuan penyuntingan” (Siti Baroroh, et.al. 1994:50). Menyunting teks dalam filologi

merupakan suatu penyalinan teks yang pada akhirnya bertujuan untuk merekrontuksi teks. Hal ini bertujuan untuk membersihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalam teks. Salah satu bentuk kegiatan praktis filologi adalah membuat suntingan (edisi) suatu teks dan mengadakan perbaikan-perbaikan bagian teks yang korup

(rusak). Namun, agar karya sastra klasik “terbaca/dimengerti”, pada dasarnya ada dua

hal yang harus dilakukan: menyajikan dan menafsirkannya (Robson, 1994:12). Tujuan dari penyuntingan teks menurut Siti Baroroh adalah untuk menghasilkan teks yang mendekati aslinya, membersihkan kesalahan, memberikan keterangan tentang teks dan sifat isinya secara jelas. Hal tersebut dilakukan melalui kegiatan kritik teks (1994:50).

Kritik teks dalam penelitian filologi, dilakukan setelah transliterasi. Kegiatan kritik teks dilakukan untuk membantu tersedianya sebuah suntingan teks yang baik.


(40)

commit to user 23

Dengan kritik teks peneliti bekerja memurnikan teks. Kritik teks memiliki makna yaitu memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada tempatnya yang tepat. Kegiatan kritik teks bertujuan untuk menghasilkan teks yang

sedekat-dekatnya dengan teks aslinya (Siti Baroroh Baried, et. al.1994:61). Kritik

teks dalam penelitian filologi dilakukan dengan cara menentukan teks-teks sesuai dengan urutan umur teks sehingga tersusun perkembangan teks dari masa ke masa (Bani Sudardi, 2003:82). Kegiatan ini biasanya meliputi identifikasi kesalahan salin tulis dan alternatif perbaikannya (Sholeh Dasuk, 1992:177). Dari uraian tersebut dapat diartikan bahwa kritik teks merupakan suatu upaya perbaikan teks-teks dalam naskah dengan membersihkannya dari kesalahan-kesalahan serta membetulkannya. Pembetulan disesuaikan dengan kondisi zaman dan pengetahuan yang dimiliki peneliti. Catatan-catatan tersebut dicantumkan dalam aparat kritik sebagai wujud pertanggungjawaban ilmiah (Bani Sudardi, 2003:57).

Dalam penelitian filologi, Edwar Djamaris menyebutkan terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh dalam menyunting naskah yaitu Inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasikan (pada naskah jamak, namun pada naskah tunggal tidak dilakukan

perbandingan naskah, dan dasar-dasar penentuan naskah yang akan

ditransliterasikan), singkatan naskah, dan transliterasi naskah (Edwar Djamaris, 2002:9).

Inventarisasi naskah merupakan langkah pertama dalam penelitian filologi. Langkah pertama dalam inventarisasi naskah adalah mencatat naskah yang berjudul sama atau yang berisi sama, yang termuat dalam katalogus di berbagai perpustakaan ,


(41)

commit to user

24

24

terutama di pusat-pusat studi Indonesia di dunia. Di samping itu perlu dicari naskah-naskah yang mungkin masih tersimpan dalam koleksi perseorangan (Siswo Sugiharto, 1994:73).

Langkah berikutnya adalah deskripsi naskah. Deskripsi naskah dilakukan untuk menggambarkan keadaan naskah secara rinci. Deskripsi naskah merupakan lingkup kerja kodikologi. Semua naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu nomor naskah, ukuran naskah, keadaan naskah, tulisan naskah, bahasa, kolofon dan garis besar isi cerita. (Edwar Djamaris, 2002:11). Hal ini dilakukan untuk mempermudah tahap penelitian selanjutnya.

Sepuluh prinsip Lichachev, berguna sekali dalam penelitian filologi. Dalam

bukunya yang berjudul “Pengantar Filologi”, Siti Baroroh et.al. (1985:57),

disebutkan bahwa sepuluh prinsip Lichachev itu adalah:

1. Tekstologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki sejarah teks

suatu karya. Salah satu di antara penerapannya yang praktis adalah edisi ilmiah teks yang bersangkutan.

2. Penelitian teks harus didahulukan dari penyuntingannya.

3. Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya.

4. Tidak ada kenyataan tekstologi tanpa penjelasannya.

5. Secara metodis perubahan yang diadakan secara sadar dalam sebuah

teks (perubahan, ideologis, artistik, psikologis, dan lain-lain) harus didahulukan daripada perubahan mekanis, misalnya kekeliruan tidak sadar oleh penyalin.


(42)

commit to user 25

6. Teks harus diteliti sebagai keseluruhan (prinsip kekompleksan pada

penelitian teks)

7. Bahan-bahan yang mengiringi sebuah teks (dalam naskah) harus

diikutsertakan dalam penelitian.

8. Perlu diteliti pemantulan sejarah teks sebuah karya dalam teks-teks

dan monumen sastra lain.

9. Pekerjaan seorang penyalin dan kegiatan skriptoria-skriptoria (sanggar

penulisan/penyalinan: biara, madrasah) tertentu harus diteliti secara menyeluruh.

10.Rekontruksi teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan

dalam naskah-naskah.

Teks Risālah Majmu’ (RM) yang dijadikan sumber data untuk penulis

merupakan naskah yang tersimpan di Museum Negeri Banda Aceh yang beralamat di Jalan Sultan Alaidin Mahmudsyah Nomor 12 Kecamatan Baiturahman Banda Aceh 2324. Pada saat melakukan studi katalog penulis menemukan adanya judul teks yang

mirip dengan dengan teks RM, yaitu Al-Kitabul Al-Maj’mu dalam Katalog Koleksi

Naskah Melayu (Amir Sutaarga). Deskripsi yang tercantum di dalam naskah Al -Kitabul Al-Maj’mu dengan nomor naskah ML.225 disebutkan bahwa teks tersebut berisi tentang ajaran agama Islam yang difokuskan pada akidah dan syariat. Selain

itu, isi dari teks Al-Kitabul Al-Maj’mū lebih menekankan pada keimanan. Apabila

dilihat dari jumlah halamannya naskah ini terdiri dua puluh delapan halaman dengan

tidak ada nama pengarangnya. Dibandingkan dengan naskah Al-Kitabul Al-Maj’mu,


(43)

commit to user

26

26

belas halaman dan lebih mengedepankan permasalahan tentang tata cara masuk dalam tarekat Syattariyah. Dengan demikian, teks RM dapat diperlakukan sebagai naskah tunggal. Oleh karena itu, dalam penyuntingan teks RM, metode yang digunakan adalah metode standar. Metode standar yaitu berusaha menerbitkan teks dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan. Di samping itu, ejaannya disesuaikan dengan ejaan yang berlaku dalam Bahasa Indonesia, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Tulisan-tulisan yang rusak, salah atau kosong sepanjang masih dapat direkrontuksi akan diperbaiki.

Transliterasi naskah merupakan langkah terakhir dalam penelitian filologi.

Bani Sudardi berpendapat bahwa “transliterasi adalah proses pengalihan dari huruf ke

huruf, dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Hal tersebut bertujuan memepermudah pembaca yang tidak memahami abjad asli teks tersebut” (Bani Sudardi, 2003:66). Ada dua tugas pokok yang harus dilakukan oleh seorang filolog dalam melakukan

transliterasi. Pertama, menjaga kemurnian bahasa lama dalam naskah khususnya

penulisan kata dan yang kedua, menyajikan teks sesuai dengan pedoman ejaan yang

berlaku sekarang, khususnya teks yang tidak menunjukkan ciri bahasa lama yang

dikemukakan dalam tugas pokok pertama (Edwar Djamaris, 2002:19–20).

C.

Analisis Struktur

1. Sastra Kitab

Sastra kitab merupakan karya-karya keagamaan yang berbentuk kitab yang dimasukkan ke dalam kesusastraan Melayu. Sastra kitab berbeda dengan karya-karya sastra pada umumnya yang mengandung unsure imajinasi atau rekaan. Kandungan isi


(44)

commit to user 27

sastra kitab bersifat ilmiah, logis dan tidak mengandung imajinasi atau rekaan yang bersifat fiktif melainkan ajaran agama yang jelas sumbernya, seperti Alquran dan hadis Nabi serta diyakini sebagai sebuah kebenaran oleh pemeluknya.

Kajian terhadap sastra yang dipengaruhi ajaran Islam, R. Roollvink berpendapat bahwa, untuk sementara waktu, kaidah yang paling baik untuk mengkaji sastra yang dihasilkan di bawah pengaruh islam itu adalah membaginya ke dalam beberapa jenis atau kategori. Lima jenis sastra zaman Islam antara lain: cerita Alquran, cerita Nabi Muhammad, cerita sahabat Nabi Muhammad, cerita pahlawan Islam dan sastra kitab (dalam Liaw Yock Fang, 1991:204).

Siti Chamamah Soeratno berpendapat bahwa “sastra kitab” adalah sastra yang

mengemukakan ajaran Islam yang bersumber pada ilmu fikih, tasawuf, ilmu kalam, dan tarikh serta riwayat tokoh-tokoh historis (Siti Chamamah Soeratno, 1982:149).

Dalam bukunya “Memahami Karya-karya Nurudin Ar Raniri, Siti Chamamah

Soeratno berpendapat bahwa sastra kitab atau kesusastraan kitab di Indonesia merupakan corak yang khusus, yang tersebar luas bersama penyebaran Islam, tidak hanya di Melayu dan dalam sastra Melayu saja melainkan di daerah-daerah Indonesia lain juga, misalnya Jawa dengan sastra Jawa yang oleh pegaud disebut atau digolongkan pada sastra keagamaan Jawa, antara lain meliputi teks-teks yang berhubungan dengan Islam, mistik, kumpulan doa-doa dan mantera-mantera yang berhubungan dengan Islam, risalah-risalah Jawa tentang teologi Islam, dan buku.-buku didaktis serta pendidikan Jawa yang berhubungan dengan etika Islam (Siti Chamamah Soeratno, 1982:150-151).


(45)

commit to user

28

28

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra kitab adalah suatu jenis karya sastra yang mengemukakan ajaran Islam, mengemukakan ajaran yang bersumber dari ilmu tasawuf, ilmu fikih, ilmu kalam dan kitab-kitab lain dalam agama Islam. Teks RM dapat dimasukkan ke dalam sastra kitab karena kandungan isi teks tersebut memuat ajaran Islam khususnya ilmu tasawuf.

2. Struktur Sastra Kitab

Suatu karya sastra merupakan suatu kesatuan yang utuh. Ada beberapa unsur pembangun yang terstruktur hingga menjadi suatu karya sastra yang dapat dinikmati. Sastra kitab memiliki struktur berbeda dengan karya sastra pada umumnya. Sulastin Sutrisno (Sulastin Sutrisno, 1981:36) dalam menyikapi struktur sebuah karya sastra menyatakan bahwa setiap karya sastra merupakan satu kesatuan yang didukung oleh bagian-bagianya guna membawakan suatu kesan.

Sastra kitab sebagai salah satu ragam sastra Islam mempunyai struktur yang berbeda dengan karya sastra Islam lainnya. Selanjutnya Chamamah (1982:152) juga berpendapat bahwa struktur narasi sastra kitab adalah struktu penyajian teks, sama halnya dengan struktur penceritaan dalam sastra fiksi yang berupa plot atau alur. Struktur sastra kitab terbagi dalam empat hal yaitu:

(1). Struktur Penceritaan

Struktur penceritaan sastra kitab pada umumnya dibagi dalam tiga hal yaitu bagian pendahuluan, isi, dan penutup. Adapun rinciannya sebagai berikut.


(46)

commit to user 29 a). Pendahuluan

Pendahuluan dalam sastra kitab siasanya dimulai dengan bacaan Bismillah, dilanjutkan dengan pujian dan salawat kepada Nabi Muhammad saw serta doa kepada para sahabat dan keluarga Nabi Muhammad saw, motivasi penulis dan judul

b). Isi

Isi biasanya berupa uraian panjang atau penjelasan mengenai masalah yang menjadi topik dalam naskah tersebut.

c). Penutup

Bagian penutup atau bagian akhir ini biasanya berupa doa kepada Allah SWT, salawat Nabi dan doa kepada keluarga dan para sahabat Nabi Muhammad hanya saja pada bagian ini ditutup dengan

kata tamat atau kata penutup sejenis seperti Wa` l-lhu alam (Siti

Chamamah Soeratno, 1982:153) (2). Gaya Pengisahan

Gaya pengisahan dalam sastra kitab dimulai dengan pembukaan. Siti Chamamah Soeratno (1982:160) mengungkapkan bahwa gaya pengisahan di sini adalah cara pandang yang khusus dalam penyampaianya ceritanya, pikiran, serta pendapat-pendapatnya. Setiap karya sastra mempunyai gaya sendiri yang membedakanya dengan gaya tulisan orang lain dengan mengetahui gaya pengisahannya, maka orang akan mudah mengetahui uraian karya sastranya.


(47)

commit to user

30

30 (3). Pusat Pengisahan

Sebuah cerita, ajaran disampaikan oleh pencerita atau pembawa ajaran. Orang yang menyampaikan cerita atau ajaran tersebut menjadi pusat atau titik pandang cerita yang menyampaikan cerita atau ajaran kepada orang lain. Atau istilah

lainnya Point of viuw (Siti Chamamah Soeratno, 1982:172). Rene Wellek

(1976:222, dalam Siti Chamamah Soeratno, et.al. 1982:172), menjabarkan

bahwa pendapat dapat dituturkan oleh diri si tokoh sendiri sebagai penyampai pikiran atau pendapatnya sendiri, dapat pula disampaikan oleh orang lain. Pengarang dapat secara langsung menjadi pusat penyajian atau disebut sebagai sudut pandang orang pertama. Sudut pandang orang pertama biasanya menggunakan kata ganti: aku, saya, kami, kita dan semcamnya. Pusat pengisahan yang demikian itu disebut pusat pengisahan metode orang pertama.

Pusat pengisahan dapat juga disampaikan orang lain, melalui tokoh yang disebut kata ganti orang ketiga, yakni: ia, dia, mereka ataupun yang semacam itu. Metode pusat pengisahan semacam itu disebut dengan metode orang ketiga (omniscient author), pengarang mahatahu, sebab si penyampai (pengarang) tahu

segala-galanya tentang tokoh yang diberikan (Siti Chamamah Soeratno, et.al.

1982: 172). Metode orang ketiga ini dibagi dua cara, yakni cara romantik-ironik

dan cara objektif (Rene Weleek dalam Siti Chamamah Soeratno et.al.

1982:173). Dalam cara Romantik-Ironik ini pengarang sengaja memperbesar

peranannya, sebab apa yang disampaikan berupa “kehidupan” dan bukan “seni”.

Dalam metode objektif, pengarang membiarkan para tokohnya berbicara dengan berbuat sendiri.


(48)

commit to user 31 (4) Gaya Bahasa

Gaya bahasa dalam karya sastra merupakan ciri khas tersendiri yang membedakan antara pengarang satu dengan yang lainya. Gaya bahasa dalam sastra kitab memiliki gaya bahasa yang khusus. Siti Chamamah Soeratno

berpendapat bahwa “sastra kitab sebagai ragam sastra Islam mempunyai gaya

bahasa yang khusus” (Siti Chamamah Soeratno,1982:211). Meninjau gaya

bahasa seorang pengarang berati meneliti segala permainan bahasanya yang khusus, sejak dari pemilihan kata sampai pada penyusunan kalimat yang menarik pembaca.

3. Tasawuf

Ilmu tasawuf merupakan suatu ilmu yang menekankan aspek kerohanian dalam Islam. Ilmu ini mementingkan perasaan cinta kepada Tuhan dengan beribadah dan berzikir kepada-Nya. Ilmu ini muncul sebagai reaksi terhadap perkembangan intelektual pada masa keemasan Islam yang memalingkan hal-hal yang sifatnya empirical dan material (Sangidu, 2003: 106).

Tasawuf mempunyai ciri-ciri terminologi tertentu yang dapat dibedakan dengan gerakan kerohanian Islam lainnya. Ciri yang menonjol adalah adanya

syekh (guru) yang dianggap sebagai wasilah (perantara) menuju Allah, adanya

silsilah ilmu yang mendudukan guru pada tingkat tertinggi, adanya pembagian ilmu menjadi ilmu syariat, tarekat, hakikat dan makrifat, serta adanya latihan-latihan kerohanian tertentu (Bani Sudardi, 2003:13). Jadi, dalam tasawuf syekh atau guru sangat berpengaruh.


(49)

commit to user

32

32

Menurut Hamka jalan tasawuf adalah merenung ke dalam diri sendiri yakni dengan membersihkan diri dan melatihnya dengan berbagai macam latihan (riadlatun nafs), sehingga kian lama kian terbukalah selubung diri itu dan timbullah cahayanya yang gemilang, yang dapat menembus segala hijab yang menyelubunginya selama ini (Hamka, 1973:73). Pendapat Istadiyantha tentang tasawuf yaitu, bahwa tasawuf diartikan suatu upaya pendekatan diri kepada Allah secara bersungguh-sungguh berdasarkan Alquran dan hadis Nabi (Istadiyantha, 2007:50).

Asmaran berpendapat lain terhadap tasawuf. Tasawuf adalah falsafah hidup yang di maksudkan untuk meningkatkan jiwa seorang manusia secara moral lewat

latihan-latihan praktis tertentu, kadang-kadang untuk menyatakan kondisi fana‟

dalam realitas tertinggi serta mengenal-Nya secara intuitif, tidak secara rasional, yang membuahkan kebahagiaan rohaniah yang hakikatnya sukar diungkapkan dengan kata-kata, sebab karakternya bercorak intuitif dan subjektif (Asmaran, 2002:43).

Adapun definisi tasawuf menurut Ahmad Amin di dalam Ensikopedi Islam, bahwa tasawuf ialah bertekun dalam beribadah, berhubungan langsung dengan Allah, menjauhkan diri dari kemewahan duniawi, berlaku zuhud terhadap yang diburu oleh orang banyak (hal-hal yang bersifat duniawi), khalwat (pengasingan

diri) untuk beribadah (Sirojuddin, et.al. 2003: 75).

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa arti tasawuf adalah suatu jalan untuk mendekat kepada Tuhan dengan cara membersihkan hati dan anggota-anggota lahir daripada dosa-dosa dan kesalahan dengan berlandaskan


(50)

commit to user 33

Alquran dan Hadis Nabi. Membersihkan hati dapat dicontohkan dengan hati

terbebas dari sifat syirik, riya‟, ujub, pendendam dan lain-lain. Bersih dari

anggota-anggota lahir hal ini dimaksudkan adalah menjaga segala panca indra dari perbuatan maksiat dan dosa. Tujuan akhir dari penyucian diri adalah tercapainya kebahagian dan keselamatan yang abadi. Seorang sufi seringkali menghindari keramaian, bahkan terkadang hidup menyendiri merenungi makna hidup dengan melakukan amalan agama sebagai sarana pencucian diri sebagai wujud pendekatan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Secara garis besar aliran tasawuf dibagi menjadi dua macam yaitu:

1.Wahdatu’I-wujūd

Peletak dasar ajaran Wahdatu’I-wujūd adalah Al-Hallaj, Ajaran

ini berkembang dikalangan para sufi serta pengaruhnya sampai ke

Indonesia. Ajaran Al-Hallaj dapat dibagi menjadi tiga golongan. Pertama,

ajaran tentang hulul (Tuhan menjelma menjadi dalam diri manusia). Kedua, Hakikat Muhammadiyyah (Nur Muhammad) sebagai asal mula

segala sesuatu. Ketiga kesatuan semua agama (Bani Sudardi, 2003:18).

Wahdatu’I-wujūd menurut Asmaran adalah suatu paham yang

mengakui hanya ada satu wujud dalam kesemestaan ini, yaitu satu wujud Tuhan. Tuhan adalah alam dan alam adalah Tuhan, sehingga dapat disimpulkan bahwa alam ini merupakan emanasi Tuhan (Asmaran, 2002:

174). Simuh berpandangan lain terhadap aliran wahdatu’I-wujūd, aliran

ini berpaham bahwa wujud yang hakiki itu hanyalah satu, walaupun ada banyak macam penampakan keluarnya. Artinya, bahwa mahkluk adalah


(51)

commit to user

34

34

aspek lahiriah, sedang aspek batin dari segala sesuatu ini adalah Allah (Simuh, 2002:177).

Sangidu dalam bukunya yang berjudul “Wachdatul Wujud”

menjabarkan pengertian wahdatu’I-wujūd yaitu:

a. sang hamba menegetahui bahwa Allah Taala adalah hakikat

seluruh mahkluk. Akan tetapi, ia tidak menyaksikan Allah Taala dalam ciptaan-Nya.

b. sang hamba dapat menyaksikan Allah Taala melalui mahkluknya

melalui kesaksian hati.

c. sang hamba menyaksikan Allah Taala pada mahkluk-Nya dan

menyaksikan mahkluk pada Allah Taala (Sangidu, 2003:46).

2. Wahdatu ‘sy-syuhūd

Para sufi juga mengembangkan pemahaman dzattullah. Selain

paham tasawuf Wahdatu’I-wujūd, berkembang juga paham Wahdatu ‘sy

-syuhūd. Paham Wahdatu ‘sy-syuhūd dapat diartikan bahwa diri manusia

mampu menjadi satu zat dengan Allah (Bani Sudardi, 2003:4) 4. Tarekat

Pada abad keenam sampai ketujuh di kalangan dunia sufi timbul kelompok-kelompok yang disebut tarekat. Tarekat dapat dikatakan sebagai tempat khusus bagi para penempuh jalan sufi (ahlussuluk) untuk mendapatkan maqam-maqam yang makin meningkat kemuliaannya di bawah bimbingan guru (syekh) yang dianggap musyid. Dalam tarekat ini ditemukan wirid-wirid yang kadang-kadang


(52)

commit to user 35

demikian panjang yang digali dari Alquran dan Sunah Rasul, dan sebagaian dari karangan dari guru-guru mereka (Bani Sudardi, 2003:22).

Tarekat berati „jalan‟, yaitu bertunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh nabi dan dikerjakan

oleh sahabat dan tabi‟in, turun temurun sampai dengan guru-guru,

sambung-menyambung (Aboebakar Atjeh, 1992: 67).

Tarekat menurut istilah tasawuf adalah perjalanan seorang salik menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan (Noegarsyah, 2004: 472).

Dari pendapat-pendapat di atas dapat diperoleh simpulan bahwa tarekat adalah suatu cara khusus yang dipakai oleh seseorang untuk mendekatkan diri pada Allah Taala melalui tahapan-tahapan ibadah sesuai contoh Nabi Muhammad dengan bimbingan seorang guru atau mursyid (wali). Dikalangan tarekat ini kemudian dipercaya adanya wali-wali yang mempunyai silsilah jiwa kebatinan sampai pada Nabi Muhammad.

Goldziher menerangkan bahwa seorang pemeluk tarekat harus melalui empat tahapan dalam belajar tasawuf (Ignaz Goldziher, 1991:146). Empat tahapan tersebut adalah :

a) Syariat

Syariat secara harfiah berati jalan menuju air, etika eksternal dan normal moral islam yang di dasarkan atas Alquran dan sunah. (Noegarsyah, 2004:438).


(53)

commit to user

36

36

Makna syariat ialah peraturan-peraturan atau garis-garis yang telah ditentukan, termaasuk di dalamnya hukum-hukum halal dan haram, yang disuruh dan yang dilarang, yang sunah, yang makruh dan yang mubah (M. Zain Abdullah, 1991:26).

Syariat adalah hukum atau undang-undang agama yang sudah pasti ketentuannya. Di dalamnya termasuk keterangan mengenai halal-haram, wajib dan sunah, syahadat, salat, puasa, zakat, haji, keimanan, dan sebagainya. Hasan Shadiliy mengatakan bahwa syariat juga dapat dikatakan sebagai peraturan yang ditetapkan Tuhan bagi manusia berupa hukum-hukum yang disampaikan oleh rasul-Nya, yang berhubungan dengan keyakinan, ibadah, dan muamalah (Hasan Shadiliy dalam Istadiyantha, 2006:401).

b) Tarekat

Tarekat berati jalan. Tarekat menurut istilah tasawuf adalah perjalanan seorang salik menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan (Nogarsyah, 2004:472).

Asmaran memiliki pandangan tersendiri mengenai arti tarekat. Beliau menjelaskan bahwa tarekat adalah berupa teori yang diigunakan untuk memperdalam syariat sampai kepada hakikatnya

dengan melalui tingkat-tingkat pendidikan tertentu, maqamat dan


(54)

commit to user 37

c) Hakikat

Hakikat berasal dari istilah arab haqiqatun yang berati

„kebenaran‟; al-haq : berati Tuhan, maka hakikat menurut istilah sufi

diartikan sebagai suatu kebenaran yang berhubungan dengan masalah ke-Tuhanan. Ibnu Arabi (dalam Aboebakar Atjeh, 1984:67) berpendapat bahwa hakikat yang menjadi maujud itu satu, yang berada dalam jauhar (Arab: nyata) dan zat-Nya, jika ditinjau dari sudut dan sifatnya terjadilah berbagai kemungkinan, yaitu mahkluk dan alam.

Noegarsyah berpendapat bahwa hakikat adalah segala sesuatu dibalik kenyataan, makna dasar yang terkandung di dalamnya (Noegarsyah, 2004:177).

Bani Sudardi menerangkan bahwa hakikat adalah satu realitas hakiki yang menjadi sumber dasi segala realitas. Realitas yang hakiki inilah yang menjadi tujuan seorang sufi (Bani Sudardi, 2003:7). Seorang salik dalam mencapai tingkatan hakikat haruslah melewati beberapa fase yang tidak mudah dan sedikit. Karena suatu keberhasailan dan kesuksesan tidak dapat diraih tanpa kerja keras.

d) Makrifat

Simuh memandang bahwa makrifat dalam konsep tasawuf diartikan sebagai penghayatan atau pengalaman kejiwaan (Simuh, 2002:115). Dalam menghayati kemahabesaran Tuhan tidak hanya dengan pikiran saja, melainkan dengan mata batin (kalbu). Hati merupakan organ yang sangat penting, karena hanya dengan mata


(55)

commit to user

38

38

hatilah bisa mengahayati segala rahasia yang ada dalam alam ghaib dan puncaknya adalah penghayatan makrifat (kesungguhan dalam beribadah) pada zatullah. Kesungguhan dalam peribadatan, dalam istilah barat disebut gnosis. Reynold berpendapat tentang gnosis sebagai berikut:

“Makrifat dalam pengertian sufisme adalah “gnosis” dari teori Hellenistik, yaitu pengetahuan langsung tentang Tuhan berdasarkan atas wahyu atau petunjuk Tuhan. Ia bukanlah hasil atau buah dari proses mental, tetapi sepenuhnya amat tergantung pada kehendak dan karunia Tuhan, yang akan memberikannya sebagai karunia

dari-Nya” (Reynold A. Nicholson, 1993: 68).

5. Aliran Tarekat Syattariah

Gerakan Sufi sebenarnya bermanfaat bagi dunia muslim dalam berbagai segi. Pada masa-masa kemunduran politik dan ekonomi (1500-1900), beberapa tarekat sufi mengambil alih tugas dakwah Islam kepada seluruh manusia. Sementara ulama tradisonal umumnya jauh dari umat, lebih suka meneliti dan berdebat di ruang tertutup, adalah kaum sufi yang berkelana sebagai pendakwah, mendistribusikan derma, dan memberi bimbingan spiritual di tempat terpencil (Yahya, 2007:387). Salah satu tarekat yang telah berhasil membangun moral umat manusia adalah tarekat Syattariyah.

Tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad ke 15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya yaitu Abdullah asy-Syattar. Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah,


(56)

commit to user 39

sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Kedua nama ini diturunkan dari nama Abu Yazid al-Isyqi, yang dianggap sebagai tokoh utamanya. Tarekat Syattariyah berkembang dan memiliki banyak pengikut namun, dalam perjalanan dakwahnya tarekat ini tidak menganggap dirinya sebagai cabang dari persatuan sufi mana pun (Nogarsyah, 2004:441-443).

Tarekat Syattariyah dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh syekh Abdur Rauf Singkel (1615-1693), seorang ulama yang berasal dari singkel Aceh. Dia turut mewarnai sejarah mistik Islam di Indonesia pada abad ke-17. Pada waktu melaksanakan ibadaah haji ia memperdalam ilmu tasawuf kepada banyak guru

diantaranya adalah Ahmad Qusasi dan dan Ibrahim al-Qur‟ani (Sirojuddin et.al,

2003:1).

Sebagaimana halnya dengan tarekat-tarekat lain, Tarekat Syattariyah menonjolkan aspek zikir di dalam ajaranya. Para pengikut tarekat ini mencapai tujuan-tujuan mistik melalui kehidupan yang sederhana (zuhud).

Syattariyah barangkali merupakan aliran sufi yang paling bercorak India, karena dalam praktik ajaran ia menampakkan hampir seluruh karakteristik budaya India dan gagasan agama hindu, khususnya menyangkut ajaran normatif yoga (John. L. Esposito, 2002: 301).

Snouck Hurgronje mengatakan bahwa selain bernama Syattariyah, tarekat tersebut diberi nama pula tarekat kosasi (Qusyayi), nama ini dihubungkan dengan nama tokoh tarekat tersebut yaitu syekh Ahmad Qusyayi dari Madinah. Salah seorang murid Ahmad Qusyayi yang terkenal di Nusantara adalah Abdurrauf


(57)

commit to user

40

40

Assingkeli. Setelah syekh Abdurrauf memperoleh ijazah dari gurunya, lalu dikukuhkan sebagai guru tarekat Syattariyah (Istadiyantha, 2007:56).

a. Ajaran Tarekat Syattariyah

Sebagaimana halnya dengan tarekat-tarekat lain, Tarekat Syattariyah menonjolkan aspek zikir didalam ajarannya. Para pengikut tarekat ini mencapai tujuan-tujuan mistik melalui kehidupam asketisme atau zuhud. Perkembangan mistik dalam tarekat ini ditujukan untuk mengembangkan suatu pandangan yang membangkitkan kesadaran akan kepasrahan hidup kepada Allah SWT di dalam hati, tetapi tidak harus mencapai atau melalui

tahap fana (Sirojuddin et.al, 2003:2).

Sebuah tarekat tentu saja memiliki pelatihan ibadah untuk mencapai tujuan tasawuf. M. Zain Abdullah menjelaskan bahwa mujahadah, khalwat dan zikir sangat penting untuk terbukanya dinding pendapatan hissi (perasaan pancaindera yang lima) dan terbukanya beberapa rahasia alam dari pekerjaan Allah Taala yang manusia lemah mendapatkannya (1991:60)

Zikir dalam tarekat memiliki arti yang sangat penting. Dengan berzikir seorang penganut tarekat akan senantiasa berada dalam penglihatan Allah. Zikir dalam Tarekat Syattariyah terbagi menjadi dalam tiga kelompok yaitu : menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan keagungan-Nya, menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan keindahan-Nya, dan menyebut nama-nama Allah SWT yang


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

8. Tidak mencampur kepercayaan hati (I‟tikad) dari tarekat sufi ini ke paham yang lain. Dijelaskan, bahwa tarekat sufi dimisalkan seperti bayang-bayang matahari diatas air.

9. Kefanaan dapat dicapai apabila salik mengikuti jalan Allah dan Rasul Muhammad.

10.Sampai akhir hayatnya, seorang salik harus selalu bersuluk, memahami hakikat hidup dengan jalan makrifat pada Allah Swt.

Berikut kutipan yang mengemukakan hal tersebut

Ketujuh tiada melihat akan orang yang banyak-banyak atau orang tiada sekota dengan dirinya dan apabila berjalan kepada tempat hambanya itu disilubung akan dirinya itu dengan //Kedelapan tiada memindah I’tikad seperti yang lain [dari] daripada tarekat ini. Yakni tiada bercampur tarekat dengan karena tarekat sufi itu lain dari pada fuqahā. Dan fuqahā itu lain daripada perbuatan sufi yaitu tiada bercampur sama-samanya dua perbuatan karena tarekat fuqahā itu misalnya persuruhan Tuhannya. Dan tarekat sufi itu mi[t]salnyaitu seperti bayang-bayang matahari di dalam air itulah seperti matahari. kelakuan bayang-bayangnya itulah tarekat sufi karena itu tiada bercampur dengan yang lain. Kesembilan tiada di qashd mengikut akan Tuhan dan akan Rasu lu `l-Lāh melainkan yang berbuat dia iatah Allah ta ala dan selama belum fana maka yaitu salik itu jatuh melihat akan dirinya karena salik itu adam pada wujudnya itu. Kesepuluh syarat sempurna khalwat// itu tiada bercerai dengan suluknya itu yaitu selama hidup dalam dunia ini itu suluknya semasa-[se]masa.

Seorang salik dalam tarekat sufi harus senantiasa memikirkan (tafkiri) kehidupan akhiratnya. Hal ini dapat dijabarkan bahwa seorang sufi harus benar-benar meninggalkan nafsu duniawinya. Kesemuanya adalah sepuluh sempurna khalwat, apabila dilanggar maka batallah suluknya dan ia akan kembali pada martabat awam.


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

7. Syarat Sempurna Suluk

Suluk dalam KBBI edisi kedua memilki pengertian jalan kearah kesempurnaan batin (1995:972). Ramli Harun berpendapat bahwa suluk adalah menempuh perjalanan batin dan mengabaikan sesuatu yang lahiriah; seuluk merupakan awal perjalanan gollongan sufi (1085: 36). Teks RM menjabarkan tiga syarat sempurna bersuluk yaitu: 1) Pertama zuhud yaitu mengekang akan nafsu dunia yang biasanya dihiasi kenikmatan semu; 2) syuhūd, berati selalu mengingat keberadan Allah dimanapun berada; 3) Selalu berzikir pada Allah dan senantiasa berpikir (tafkiri) akan kehidupan akhirat kelak. Kutipannya dalam teks RM adalah sebagi berikut

Adapun syarat sempurna suluk itu tiga perkara. Pertama zuhud yakni memerang-memerang(i) akan nafsunya yang ladzat-ladzat. Kedua syuhūd senantiasa yakni kuat ingat-ingat akan wujud Allah. Ketiga tiada berhenti dzikir Allah selama-lamanya suluk. (RM: 16).

Diibaratkan bahwa hati seseorang yang memikirkan kehidupan akhirat di misalkan orang tersebut hidup di dalam hutan dan puncak gunung ia senantiasa berpikir untuk mencari jalan keluarnya. Seperti halnya hati, ia harus senantiasa mencari jalan agar terhindar dari jerat setan dan menjalankan perintah Allah.

Berdasarkan analisis di atas, dapat digaris bawahi bahwa tarekat Syattariyah memiliki berbagai persyaratan dalam ibadahnya. Persyaratan tersebut diantaranya adalah syarat untuk masuk ke dalam tarekat, syarat salik berkhalwat, syarat menjalankan khalwat, syarat baiat dan talkin dan syarat sempurna berkhalwat maupun bersuluk. Selain itu, tarekat Syattariyah juga membahas adanya konsep hubungan antara Tuhan dengan alam (manusia). Menurut ajaran tarekat Syattariyah, alam diciptakan oleh Allah dari nur Muhammad. Sebelum segala sesuatu diciptakan oleh Allah, alam berada di dalam ilmu Allah yang di


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

namai A’yān tsābitah. Ia merupakan bayang-bayang dari zat Allah. Sesudah A’yān tsābitah menjelma pada A’yān khārijiyyah (kenyataan yang diluar), maka A’yān khārijiyyah itu merupakan bayang bagi yang memiliki bayang-bayang, dan ia tiada lain daripada Allah sendiri.

Zikir merupakan amalan yang sangat penting bagi suatu tarekat. Dalam tarekat Syattariyah zikir lisan dengan mengucapkan kalimat tahlil (lā ilāha illa `l -lahu) merupakan salah salah satu unsur penting dalam pencapaian kefanaan bagi salik dan pencapaian derajat yang tinggi (maqam baqa) dalam tarekat.


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

BAB VI

PENUTUP

A.

Simpulan

Berdasarkan pembahasan terhadap teks RM dapat ditarik beberapa simpulan penting yang secara rinci dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Suntingan teks RM menggunakan metode standar, yaitu menerbitkan teks dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan, dan ejaannya disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Setelah dilakukan kritik teks ditemukan beberapa kesalahan salin tulis yang terdiri dari: 9 buah lakuna; 17 buah adisi; 3 buah ditografi; 2 buah substitusi; 1 buah transposisi.

2. Struktur teks RM adalah struktur sastra kitab, yang meliputi struktur penyajian, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya bahasa. Struktur penyajian teks RM berstruktur eksposisi yang sistematis, terdiri dari tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Pendahuluan teks RM terdiri dari bacaan basmallah, puji-pujian kepada Allah SWT, salawat kepada Nabi Muhammad saw dan motivasi penulisan. Isi teks RM menguraikan berbagai syarat dalam tarekat Syattariyah, antara lain syarat masuk tarekat Syattariyah, Syarat baiat dan talkin terhadap guru, dan syarat sebelum dan sempurnanya berkhalwat maupun bersuluk. Adapun bagian terakhirnya dijelaskan judul teks dan penutup teks yaitu kata tamma. Gaya penyajian teks RM menggunakan bentuk interlinier dengan penggunaan kalimat bahasa Arab


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasaMelayu, terutama bentuk doa dan dalil. Di samping itu, pusat penyajian yang digunakan dalam RM adalah omniscent point of view, yakni pengarang bertindak sebagai orang yang tahu segalanya dengan menyampaikan pendapat dan ajarannya ditunjukkan dengan pemakaian kata ganti orang kedua, yaitu kata ganti kamu (mu). Gaya bahasa dalam teks RM meliputi:

a. kosa kata Arab yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia sebanyak 15 buah dan kosa kata dan frasa Arab yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia sebanyak 34 buah.

b. Ungkapan dalam bahasa Arab sebanyak 7 buah.

c. Sintaksis yang terdapat dalam teks RM adalah penggunaan kata dan, maka, dan bagi.

d. Sarana retorika terdiri dari gaya penguraian, penguatan, retorika, simile, metafora, dan penyimpulan.

3. Analisis isi RM membahas tentang pokok-pokok ajaran tarekat yang dititkberatkan pada berbagai adab menjalani kehidupan sufi di tarekat Syattariyah. Hal ini dimulai dengan syarat seseorang yang ingin masuk dalam tarekat Syattariyah kemudian, dilanjutkan dengan syarat berbaiat dan bertalkin terhadap guru pembimbing dalam ibadah kepada Allah. Setelah itu, dijelaskan syarat-syarat berkhalwat dan bersuluk dalam tarekat Syattariyah. Selain itu, mengenai zikir dan konsep hubungan antara Tuhan dan alam (manusia) di dalam tarekat Syattariyah dijelaskan secara terperinci di dalam teks RM.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

B. Saran

Penelitian ini merupakan salah-satu upaya dalam menggali nilai-nilai luhur yang terkandung dalam khasanah sastra lama Indonesia. Namun, penelitian ini baru menghadirkan suntingan teks, analisis struktur sastra kitab, dan isi. Penulis yakin bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan perlu dikembangkan dalam penelitian selanjutnya guna memperoleh pemahaman yang sempurna terhadap teks RM. Oleh karena itu, perlu adanya kajian dari berbagai disiplin ilmu lain seperti sejarah, sosiologi, agama, interteks dan sebagainya sehingga akan terkuak rahasia yang ada di dalam naskah tersebut. Diharapkan pula ada penelitian terhadap naskah Melayu lainnya yang masih belum diteliti karena masih banyak nilai-nilai budaya warisan leluhur yang belum tergali. Hal ini perlu dilakukan mengingat banyaknya manfaat yang diperoleh untuk menunjang perkembangan kebudayaan nasional.