Bila stok jagung di negara pengimpor diasumsikan tetap, maka permintaan impor jagung negara pengimpor akan konsisten dengan pola konsumsinya
sehingga fungsi permintaan impor dapat diturunkan dari fungsi konsumsinya, sedangkan fungsi konsumsi dapat diturunkan dari fungsi utilitas. Seperti
dijelaskan sebelumnya bahwa maksimisasi fungsi utilitas dengan kendala pendapatan akan menghasilkan fungsi konsumsi sebagai berikut:
Cj = f Pj, Pnj, Y, PO ........................................................................ 3.29
Menurut Krugman dan Obstfeld 2003 permintaan impor juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti tarif impor negara pengimpor, tarif
ekspor negara pengekspor, quota dan lain-lain. Jika digabungkan dengan persamaan 3.26 maka fungsi permintaan impor dapat dirumuskan menjadi:
Q
m t
= f Pm
t
, Pnj
t
, GNP
t
, G
m t
, G
x t
...................................................... 3.30
dimana: Pm
t
= harga jagung di negara pengimpor pada tahun ke-t Pnj
t
= harga barang substitusi jagung pada tahun ke-t GNP
t
= pendapatan nasional negara pengimpor pada tahun ke-t G
m t
= kebijakan perdagangan negara importir pada tahun ke-t G
m t
= kebijakan perdagangan negara eksportir pada tahun ke-t.
3.4. Dampak Kesepakatan Perjanjian Perdagangan
Kesepakatan perjanjian perdagangan suatu negara ternyata dapat menimbulkan efek yang berbeda, bisa positif atau negatif. Viner adalah orang
pertama yang mendefinisikannya sebagai dampak diantara anggota custome union
Abrego et al. 2005. Sebagai contoh adalah keikutsertaan Indonesia dalam
AFTA yang menyepakati pemberlakuan CEPT pada seluruh anggota AFTA. Untuk komoditi jagung, selama ini impor Indonesia berasal dari Amerika Serikat,
China dan negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand. Sebelum pemberlakuan CEPT, bagi negara anggota AFTA tarif impor jagung yang diberlakukan adalah
sama seperti semua negara asal impor, yaitu tarif MFN. Namun setelah pemberlakuan CEPT, tarif impor diturunkan sampai nol persen sehingga
pemberlakuan tarif ini dapat menciptakan trade creation seperti yang terlihat pada Gambar 3. Hal ini terjadi karena konsumen Indonesia akan menghadapi harga
yang lebih rendah akibat penghapusan tarif impor dari negara ASEAN sehingga secara umum surplus naik sebesar b+d meski terjadi penurunan surplus produsen
dan penerimaan fiskal negara.
Sumber: Tweeten 1992 Gambar 3. Trade Creation Akibat Keikutsertaan Indonesia dalam AFTA
P
asean
+t
q
s
q
d
q
s
’ q
d
’
Kuantitas
c S
D
Harga
M
asean
M
asean
+t
P
asean
a b
d
Perubahan surplus akibat pemberlakuan CEPT bagi Indonesia adalah sebagai berikut:
Surplus konsumen a+b+c+d
Surplus produsen -a
Penerimaan negara -c
Net surplus b+d
Surplus tersebut akan semakin besar jika tarif yang diberlakukan selama ini semakin besar, demikian juga jika kurva S dan D semakin elastis. Volume
perdagangan menjadi meningkat dari sebesar q
d
– q
s
menjadi sebesar q
d
’ – q
s
’ sehingga terjadi trade creation seperti pada Gambar 3.
Sumber: Tweeten 1992 Gambar 4. Trade Divertion Akibat Keikutsertaan Indonesia dalam AFTA
Sebaliknya, jika negara-negara ASEAN tersebut ternyata produksinya kurang efisien jika dibandingkan negara eksportir jagung lain seperti misalkan
Amerika Serikat, maka keikutsertaan Indonesia dalam AFTA dapat menimbulkan penurunan volume perdagangan atau trade divertion dalam perdagangan jagung
q
s
’ q
s
Kuantitas P
asean
+t
q
d
q
d
’ S
D
Harga
M
asean
M
asean
+t P
asean
M
us
M
us
+t P
US
+t P
US
karena jika Indonesia mengimpor jagung dari Amerika Serikat akan mendapatkan harga yang lebih rendah jika sama-sama diterapkan tarif yang sama sehingga
dengan nilai impor yang sama seharusnya diperoleh volume impor yang lebih besar. Berdasarkan Gambar 4, volume perdagangan yang seharusnya bisa
mencapai q
d
– q
s
maka hanya sebesar q
d
’ – q
s
’. Selain itu penerimaan pemerintah juga tidak ada lagi dengan penghapusan tarif negara-negara ASEAN tersebut.
IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS