Produktivitas Jagung Pembahasan Hasil Pendugaan Model Kinerja Perdagangan Jagung

status hara tanah spesifik lokasi dan pengendalian organisme penggangu tanaman yang dibarengi dengan penerapan teknologi pasca panen untuk menjamin kualitas dan nilai tambah produksi Suryana et al. 2007. Dukungan pemerintah dengan pengadaan tenaga penyuluh lapang yang telah dilakukan beberapa tahun terakhir untuk memasyarakatkan berbagai hasil penelitian dan pengembangan tersebut mampu mempengaruhi keputusan petani untuk mengembangkan budidaya jagung.

5.2.2. Produktivitas Jagung

Produktivitas usahatani jagung Indonesia masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan produktivitas jagung di negara-negara eksportir jagung. Produktivitas jagung Amerika mencapai sebesar 8.60 ton per ha, China sebesar 5.40 ton per ha dan Thailand sebesar 3.50 ton per ha. Sementara itu produktivitas jagung Indonesia per hektar hanya sekitar 2.70 ton. Bahkan hasil penelitian Nazar 2006 yang menguji beberapa genotip jagung hibrida menunjukkan bahwa genotip yang diteliti, yang memiliki hasil tertinggi hanya mencapai sebesar 3.16 ton per ha. Produktivitas usahatani jagung secara signifikan dipengaruhi oleh sebagian besar variabel eksogennya yaitu suku bunga, harga pupuk TSP, upah tenaga kerja sektor pertanian dan teknologi yang merupakan proksi dari tren waktu dan mempunyai nilai determinasi yang tinggi, yaitu sebesar 98.17 persen sehingga cukup baik sebagai penduga fenomena produktivitas jagung di Indonesia. Sementara itu variabel harga pupuk Urea dan areal intensifikasi tidak berpengaruh nyata. Secara umum produktivitas jagung kurang respon terhadap perubahan variabel-variabel penjelasnya yang menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas selama ini memang sulit dilakukan. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas jagung disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Pendugaan Parameter Produktivitas Jagung PersamaanPeubah Notasi Parameter Estimasi P-value Elastisitas Persamaan Produktivitas Jagung PRJ Intersept - 2.114115 .0001 - Tingkat suku bunga SB -0.01555 0.064 -0.036 Harga pupuk Urea HPURR 0.000043 0.162 0.146 Harga pupuk TSP HPTSR -0.00004 0.058 -0.174 Upah tenaga kerja sektor pertanian UTPR -0.00201 0.003 -0.199 Harga jagung domestik HJR -0.00002 0.889 - Areal intensifikasi AIN 0.00062 0.406 - Tingkat teknologi produksi T 0.080409 .0001 0.479 R² = 0.98168 Perubahan suku bunga sebagai modal kerja ternyata berpengaruh signifikan terhadap produktivitas petani jagung namun produktivitas jagung kurang respon terhadap perubahan suku bunga. Hal ini menunjukkan bahwa sulitnya petani mendapatkan kredit dari perbankan. Oleh karena itu diperlukan dukungan pemerintah dengan memberikan kredit murah melalui subsidi penurunan suku bunga sangat diperlukan sehingga dapat dijangkau petani tetapi distribusinya harus diawasi dengan baik sehingga tidak disalahgunakan dan tepat sasaran. Sementara itu, faktor produksi pupuk memberikan arah parameter dugaan yang bertolak belakang antara harga pupuk TSP dan Urea. Penggunaan pupuk akan mempengaruhi produktivitas jagung. Jika produktivitas jagung masih belum mencapai produktivitas optimal maka penambahan input produksi akan meningkatkan produktivitas, sebaliknya jika sudah mencapai optimal maka penambahan input produksi justru menurunkan produktivitasnya. Harga pupuk TSP berbanding lurus dengan perubahan produktivitas karena dengan penurunan harga pupuk, maka penggunaan pupuk juga akan meningkat di kalangan petani sehingga akan meningkatkan produktivitas. Penggunaan pupuk Phosphor di kalangan petani jagung memang masih di bawah dosis anjuran, dengan rata-rata 80 persen dari dosis anjuran pada lahan sawah dan 76 persen dari dosis anjuran pada lahan kering. Bahkan di NTT, penggunaan pupuk ini hanya 20 persen pada lahan sawah dan 28 persen pada lahan kering Djulin et al. 2005. Penggunaan pupuk Phospor yang masih di bawah dosis anjuran ini juga disebabkan oleh peralihan penggunaan pupuk TSP menjadi SP-36 dimana terdapat perbedaan kadar unsur Phospor dari 45 persen dalam TSP menjadi 36 persen dalam SP-36, sementara secara umum petani tidak menambahkan dosis pupuk yang diberikan. Sementara itu kenaikan harga Urea yang akan menurunkan penggunaan pupuk ternyata malah menaikkan produktivitas jagung. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan Urea pada tanaman jagung selama ini memang sudah melewati titik optimal yang dianjurkan sehingga jika penggunaannya ditambah lagi maka malah akan menurunkan produktivitasnya. Djulin et al. 2005 menyebutkan bahwa umumnya takaran penggunaan pupuk Urea pada pertanaman jagung di atas rekomendasi, yaitu rata-rata 378 kg per hektar, padahal dosis anjuran hanya 100 sampai 200 kg per hektar. Hal ini patut mendapat perhatian dari pemerintah dalam pemberian subsidi pupuk yang berimbang guna meningkatkan produktivitas jagung. Selama ini pemerintah lebih memprioritaskan subsidi untuk pupuk Urea, padahal penggunaan pupuk Urea di kalangan petani jagung sudah melewati dosis anjuran, sementara itu penggunaan pupuk TSP masih di bawah dosis anjuran. Faktor produksi lain yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung nasional adalah upah tenaga kerja sektor pertanian. Kenaikan upah tenaga kerja di sektor pertanian akan menurunkan produktivitas jagung. Penggunaan tenaga kerja di luar keluarga menyebabkan pada saat terjadi kenaikan upah tenaga kerja maka penggunaan tenaga kerja akan dikurangi sehingga pengolahan lahan kurang optimal dan berujung terjadinya penurunan produktivitas jagung. Hal ini terjadi karena secara umum budidaya jagung masih merupakan budidaya padat karya. Hasil analsis menunjukkan bahwa harga input produksi ternyata sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas, berbeda dengan harga output, yaitu harga jagung domestik yang pengaruhnya tidak signifikan terhadap produktivitas jagung. Hal ini disebabkan karena kenaikan harga jagung seringkali memerlukan time lag agar dapat diterima petani karena permainan pedagang akibat bargaining position petani jagung yang rendah sehingga mereka hanya menerima harga. Yusdja dan Agustian 2003 mengemukakan bahwa harga jagung di tingkat petani tidak ditentukan melalui proses tawar menawar yang normal, apalagi jika petani menjual secara borongan untuk memperoleh penerimaan dengan cepat. Di sisi lain perubahan harga input langsung ditransmisikan kepada petani jagung. Pengelolaan yang tepat akan meningkatkan produktivitas, demikian juga dengan instrumen perbaikan teknologi baik produksi melalui penggunaan bibit unggul yang adaptif dan tahan serangan hama penyakit, produksi yang tinggi serta sesuai dengan keinginan petani jagung, penggunaan pupuk yang berimbang dan tepat maupun teknologi pemberantasan hama penyakit yang terpadu sangat berpengaruh nyata dalam meningkatkan produktivitas jagung. Oleh karena itu masih diperlukan penelitian dan pengembangan jagung yang adaptif dan inovatif untuk meningkatkan produktivitas jagung dalam rangka meningkatkan produksi jagung domestik, karena perluasan areal jagung saat ini sulit dilakukan. Hasil penelitian Gongo et al. 2004 menunjukkan bahwa usaha perluasan areal jagung dengan memanfaatkan lahan gambut juga tidak menghasilkan hasil yang diharapkan.

5.2.3. Permintaan Jagung