2009 adalah 64.8 dan 66.60, yang menempati urutan ke 31 dari keseluruhan propinsi yang ada di Indonesia.
Tabel 4.9 Kabupaten dan Kota dengan Urutan IPM Tertinggi dan Terendah, 2006-2010
Tertinggi KabupatenKota
2006 2007
2008 2009
2010
Kota Kupang 74,75
75,91 76,58
76,94 77,31
Ngada 67,33
67,95 68,56
69,01 69,45
Alor 66,93
67,31 67,82
68,16 68,48
Terendah KabupatenKota
2006 2007
2008 2009
2010
Sumba Tengah 58,36
58,63 59,01
59,84 60,80
Sumba Barat Daya 59,93
59,29 59,87
60,54 60,99
Sumba Timur 60,02
60,26 60,80
61,41 61,80
Sumba Barat 60,14
60,82 62,17
62,90 63,85
Belu 61,71
62,82 63,41
63,91 64,34
Sumber : BPS diolah 2006-2010 Tingginya peringkat IPM NTT mengindikasikan rendahnya kualitas
sumberdaya manusia dalam perbandingan dengan daerah lainnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena akumulasi dari berbagai permasalahan seperti rendahnya
tingkat pendidikan rendahnya tingkat kesehatan, yang secara berlanjut mengakibatkan rendahnya kinerja perekonomian rakyat yang berimplikasi pada
rendahnya tingkat pendapatan masyarakat.
4.2 Uji Kesesuaian Model
Dalam menentukan model yang akan digunakan untuk mengestimasi data, maka dilakukan Uji Chow dan Uji Hausman. Hasil kedua pengujian tersebut
disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 4.10 Hasil Uji Kesesuaian Model Nama Pengujian
Probabilitas Keterangan
Uji Chow 0,0000
Signifikan pada taraf nyata 5 Uji Hausman
0,3118 Tidak Signifikan pada taraf nyata
5 Sumber : Olahan Data Eviews 06
Uji Chow digunakan untuk memilih model antara pooled least square dengan fixed effect model. Dari hasil pengujian didapatkan nilai probabiltas
kurang dari taraf nyata 5 persen, artinya model yang digunakan untuk mengestimasi dari hasil Uji Chow adalah model fixed effect.
Sedangkan pada uji Hausman yang digunakan untuk memilih model antara model fixed effect dan random effect didapatkan nilai probabilitas 0,3118 lebih
dari taraf nyata 5 persen maka terima H , artinya model yang digunakan adalah
Random. Dari hasil uji tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada model terbaik yang akan digunakan. Namun, bedasarkan kriteria ekonomi dan statistik model
yang dipilih yaitu pooled least square karena model ini memiliki kesesuaian tanda sesuai teori ekonomi.
4.3 Uji Pelanggaran Asumsi
Setelah dilakukan uji kesesuian model yaitu dengan memilih model pooled least square
sebagai model yang digunakan dalam mengestimasi data, selanjutnya dilakukan uji pelanggaran asumsi agar memenuhi asumsi klasik regresi yaitu
terbebas dari multikolinearitas, heteroskedasitas, dan autokorelasi. Untuk menguji multikolinearitas dapat melihat di tabel 4.11
Tabel 4.11 Uji Multikolinearitas
JM PE
SMP PG
JP AH
JM 1
-0,22395 -0,30056
-0,21638 0,7315
-0,34295 PE
-0,22395 1
0,326055 0,303104
-0,08772 0,179386
SMP -0,30056
0,326055 1
0,568574 -0,15702
0,432853 PG
-0,21638 0,303104
0,568574 1
-0,07072 0,46692
JP 0,7315
-0,08771 -0,15702
-0,07072 1
-0,0441 AH
-0,34295 0,179386
0,432853 0,46692
-0,0441 1
Sumber : Data Olahan Eviews 06.
Dari output korelasi parsial, dapat disimpulkan tidak terdapat multikolinieritas karena tidak ada korelasi antar variable X yang mendekati 1 atau
-1 dan korelasi antar variabel bebas memilki r
2
yang lebih kecil dari R
2
r
2
R
2
memberi kesimpulan bahwa semua variabel bebas dalam spesifikasi model yang digunakan terlepas dari mulitikolinieritas.
Untuk mengetahu nilai r
2
korelasi antar peubah dapat dilihat di tabel 4.12, dimana r
2
kurang dari R
2
0,869009. Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regres adalah homoskedasitas atau dengan kata lain bersifat
BLUE Best Linear Unbiased Estimate. Kondisi ini tercapai jika semua residual atau error memiliki varian yang sama. Apabila varian error tidak konstan atau
berubah-ubah, maka hal tersebut disebut heteroskedasitas. Dari plot residual dibawah, terlihat residual tidak membentuk pola atau
ragam konstan maka dapat disimpulkan bahwa sudah homoskedasitas. Setelah menguji masalah heteroskedasitas, asumsi lain yang harus terpenuhi adalah tidak
adanya autokorelasi dalam model
Gambar 4.1 Uji Heteroskedasitas. .Dalam menguji ada atau tidaknya autokorelasi, dapat dijelaskan adanya
autokorelasi jika nilai d mendekati 0 maka diindikasikan adanya autokoelasi positif. Jika nilai d mendekati nilai 2 maka diindikasikan tidak adanya
autokorelasi positif dan negatif. Jika nilai d mendekati 4 maka diindikasikan adanya autokorelasi positif dan negatif.
Nilai d yang didapat dalam model sebesar 1,262365 nilai tersebut lebih mendekati 2 dari pada 0 ataupun 4. Sehingga dapat diasumsikan bahwa tidak ada
autokorelasi positif maupun negatif dalam model. Selain itu, untuk mengidentifikasi adanya autokolinearitas dapat diukur melalui plot data residual.
Berdasarkan Gambar 4.3 diatas menunjukan bahwa ragam residual tidak membentuk pola linear kuadratik dan bergerak konstan. Artinya dapat
disimpulkan bahwa model sudah tidak ada mengandung autokorelasi positif maupun negatif.
-2 -1
1 2
3
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Standardized Residuals
4.4 Evaluasi Model