Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang

dihadapi dan menjadi perhatian di setiap Negara. Persoalan kemiskinan

merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia sejak

dulu hingga sekarang. Berbagai perencanaan, kebijakan serta program

pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan pada intinya adalah mengurangi

jumlah penduduk miskin. Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan

yang kompleks dan multidimensional. Upaya pengentasan dan pengurangan

kemiskinan harus dilakukan secara komperhensif, mencakup seluruh aspek

kehidupan dan dilaksanakan secara terpadu. Kemiskinan terjadi karena

kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat

masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau

menikmati hasil pembangunan ( Soegijoko,2001).

Perhatian pemerintah Indonesia terhadap kemiskinan dituangkan didalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009.

Penurunan jumlah kemiskinan hingga 8,2 persen pada tahun 2009 merupakan

salah satu sasaran pertama dalam hal agenda pemerintah meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Bahkan untuk mencapai sasaran tersebut pemerintah

merumuskan prioritas pembangunan nasional 2004-2009 adalah penanggulangan

kemiskinan dengan kebijakan yang diarahkan untuk menghormati, melindungi,


(2)

Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan

kepeduliannya untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan tersebut kemudian

dirumuskan dengan new deal dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Ringkasan

dari new deal tersebut tertuang dalam prinsip triple track strategy : pro-growth, pro-job, dan pro-poor. Track pertama dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua,

menggerakan sektor riil untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dan yang ketiga,

merevitilisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk

mengurangi kemiskinan

Sejak digiatkan kembali program-program pengentasan kemiskinan

tersebut, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per

bulan di bawah garis kemiskinan) secara perlahan berhasil diturunkan jumlahnya.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2011 sebesar 30,02 juta

orang (12,49 persen). Dibandingkan penduduk miskin pada bulan Maret 2010

sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen ), berarti jumlah penduduk miskin turun

sebesar 1 juta orang (BPS 2012).

Provinsi NTT merupakan salah satu contoh daerah yang masih

menghadapi permasalahan kemiskinan dan penanggulangan kemiskinan. Masih

tingginya angka kemiskinan disetiap Kabupaten/Kota di Provinsi NTT, membuat

provinsi ini terus dilanda permasalahan kemiskinan. Tabel 1.1 menunjukan

tingkat rata kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi). Dalam perbandingan

rata-rata tingkat kemiskinan di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2007-2011,

Provinsi NTT memiliki rata-rata kemiskinan 23,73 persen, dimana NTT


(3)

Tabel 1.1

Persentase Tingkat Kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi) 2007-2011 (%)

No Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-Rata

1 NAD 26,65 23,53 19,57 20,98 19,57 22,06

2 Sumatera Utara 13,90 12,55 11,33 11,31 11,33 12,08

3 Sumatera Barat 11,90 10,67 9,04 9,50 9,04 10,03

4 Riau 11,20 10,63 8,47 8,65 8,47 9,48

5 Jambi 10,27 9,32 8,65 8,34 8,65 9,04

6 Sumatera Selatan 19,15 17,73 14,24 15,47 14,24 16,16

7 Bengkulu 22,13 20,64 17,50 18,30 17,50 19,21

8 Lampung 22,19 20,98 16,93 18,94 16,93 19,19

9 Kep. Bangka Belitung 9,54 8,58 5,75 6,51 5,75 7,23

10 DKI Jakarta 4,61 4,29 3,75 3,48 3,75 3,97

11 Jawa Barat 13,55 13,01 10,65 11,27 10,65 11,82

12 Jawa Tengah 20,43 19,23 15,76 16,56 15,76 17,54

13 D.I.Yogyakarta 18,99 18,32 16,08 16,83 16,08 17,26

14 Jawa Timur 19,98 18,51 14,23 15,26 14,23 16,44

15 Banten 9,07 8,15 6,32 7,16 6,32 7,40

16 Bali 6,63 6,17 4,20 4,88 4,20 5,21

17 Nusa Tenggara Barat 24,99 23,81 19,73 21,55 19,73 21,96

18 Nusa Tenggara Timur 27,51 25,65 21,23 23,03 21,23 23,73

19 Kalimantan Barat 12,91 11,07 8,60 9,02 8,60 10,04

20 Kalimantan Tengah 9,38 8,71 6,56 6,77 6,56 7,56

21 Kalimantan Selatan 7,01 6,48 5,29 5,21 5,29 5,86

22 Kalimantan Timur 11,04 9,51 6,77 7,66 6,77 8,35

23 Sulawesi Utara 11,42 10,10 8,51 9,10 8,51 9,53

24 Sulawesi Tengah 22,42 20,75 15,83 18,07 15,83 18,58

25 Sulawesi Selatan 14,11 13,34 10,29 11,60 10,29 11,93

26 Sulawesi Tenggara 21,33 19,53 14,56 17,05 14,56 17,41

27 Gorontalo 27,35 24,88 18,75 23,19 18,75 22,58

28 Maluku 31,14 29,66 23,00 27,74 23,00 26,90

29 Maluku Utara 11,97 11,28 9,18 9,42 9,18 10,21

30 Papua 40,78 37,08 31,98 36,80 31,98 35,73


(4)

Kondisi sebagian besar alam di Provinsi Nusa Tenggara Timur tandus dan

gersang. Kekeringan dan rawan pangan seolah menjadi bencana rutin yang

dihadapi warga NTT hampir setiap tahun. Kemiskinan, kasus gizi buruk, angka

putus sekolah, serta akses fasilitas kesehatan yang kurang memadai pada akhirnya

menjadi mata rantai lanjutan dari persoalan itu. Sumber Daya Alam (SDA) yang

cukup besar dan beragam yang tersebar di setiap daerah, namun sampai saat ini

potensi setiap sektor tersebut belum secara optimal dapat memberikan nilai

tambah yang signifikan untuk mensejahterakan rakyat dan daerah NTT. Hal ini

disebabkan karena masih kurangnya investasi yang dilakukan.

Masih tingginya kemiskinan menunjukan bahwa penanganan yang

dilaksanakan pemerintah untuk masyarakat miskin belum mampu untuk

menjangkaunya. Sejalan dengan adanya kebijakan otonomi daerah yang mulai

diberlakukan sejak tahun 2001, pemerintah daerah kini berwenang penuh

merancang dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan sesuai

dengan kebutuhannya. Sesuai UU No. 22 Tahun 1999 disebutkan bahwa otonomi

daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur

kepentingan masyarakat setempat. Dalam pelaksanaan otonomi daerah,

pemerintah daerah tidak hanya melaksanakan program pembangunan tetapi juga

bertanggung jawab secara langsung dan aktif dalam penanganan kemiskinan,

sehingga untuk menanggulangi kemiskinan perlu dikaji faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi kemiskinan, khususnya di NTT.

Proses pembangunan memerlukan pendapatan yang tinggi dan

pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak Negara syarat utama bagi


(5)

ekonomi merupakan kunci dari penurunan kemiskinan di suatu wilayah. Dengan

pertumbuhan ekonomi yang meningkat di masing-masing wilayah

mengindikasikan bahwa pemerintah mampu meningkatkan kesejahteraan

masyarakatnya, sehingga mampu mengurangi kemiskinan. Secara langsung, hal

ini menunjukan pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor pertanian

atau sektor yang padat karya. Adapun secara tidak langsung, diperlukan

pemerintah yang cukup efektif mendistribusikan manfaat pertumbuhan yang

mungkin didapatkan dari sektor modern seperti jasa yang padat modal (Siregar

dan Wahyuniarti, 2008)

1.2Rumusan Masalah

Kemiskinan merupakan salah satu tolak ukur sosial ekonomi dalam

menilai keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah disuatu daerah.

Banyak sekali masalah-masalah sosial yang bersifat negatif timbul akibat

meningkatnya kemiskinan. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi

termiskin ke tiga dari 30 provinsi yang ada di Indonesia, provinsi ini harus bekerja

keras untuk mengurangi tingkat kemiskinan agar pembangunan yang berjalan

benar-benar dapat memberikan manfaat secara optimal di segala bidang.

Pada tahun 2011 sebanyak 21,23 persen atau 1,01 juta jiwa penduduk di

Nusa Tenggara Timur tercatat sebagai penduduk miskin. Untuk mencapai

pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibutuhkan tenaga kerja yang

berkualitas dan produkif. Keadaan ketenagakerjaan di NTT pada tahun 2011

mengalami peningkatan kelompok penduduk yang bekerja dan penurunan tingkat

pengangguran, peningkatan jumlah tenaga kerja serta penurunan angka


(6)

Penurunan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Nusa Tenggara Timur,

kenyataannya menunjukan bahwa proporsi penduduk 15 tahun ke atas yang

menjadi angkatan kerja proporsinya mengalami penurunan

Tabel 1.2 Penduduk NTT Usia 15 Tahun Ke Atas menurut kegiatan 2010-2011

Jenis Kegiatan 2010 2011

Penduduk 15+ (jiwa) 2.922.601 2.976.070

Angkatan Kerja (jiwa) 2.226.884 2.234.887

Bekerja (jiwa) 2.150.763 2.175.232

Penganggur (jiwa) 76.081 59.655

TPAK (%) 76,19 75,10

TPT (%) 3,40 2,67

Sumber : BPS Tenaga Kerja NTT, 2012

Kondisi ketenagakerjaan di provinsi Nusa Tenggara Timur ditandai

dengan masih besarnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang

produktifitasnya masih rendah. Kualitas pekerja NTT dapat dikatakan rendah

diukur dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Hal ini, disebabkan proporsi

penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja dengan tingkat pendidikan tamat sekolah

dasar (SD) ke bawah masih sangat besar.

Tabel 1.3 Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut

Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Tahun 2006-2009 (%)

Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan 2006 2007 2008 2009

1. Tidak/Belum Sekolah 6,95 7,35 - -

2. Belum Tamat SD 2,27 22,79 71,83* 69,14*

3. Sekolah Dasar 45,20 40,86 - -

4. SMP 11,60 14,06 11,94 13,55

5. SMA 10,31 11,51 12,56 13,01

6 Perguruan Tinggi 2,68 3,43 3,67 4,30

Sumber : Hasil Sakernas 2006-2009, Keterangan * :Gabungan Tidak/Belum Sekolah, Tidak/Belum Tamat SD, Sekolah Dasar


(7)

Atas dasar permasalahan diatas , maka penelitian yang ingin dipecahkan

yaitu:

1. Bagaimana kondisi kemiskinan di NTT?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi tingkat kemiskinan di NTT?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah :

1. Mendeskripsikan kondisi kemiskinan di NTT

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di NTT.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari Penelitian ini diharapkan mmberikan manfaat sebagai berikut :

1. Memberikan masukan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan

yang tepat untuk mengurangi kemiskinan di provinsi NTT

2. Menjadi bahan acuan dan refrensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti

lebih lanjut dan lebih mendalam tentang kemiskinan.


(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kemiskinan

Kemiskinan dapat dicirikan keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal

yang biasa dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum,

hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga

berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaaan yang mampu

mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai

warga Negara (Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN). Secara ekonomi,

kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat

digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan

sekelompok orang.

Menurut Chambers (1998) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu

integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2)

ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of

emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup

dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal

lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam

hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan

menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya

sendiri.


(9)

(1) kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak

cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan

yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja; (2) kemiskinan relatif: kondisi

miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh

masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan; (3)

kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat

yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki

tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari

pihak luar; (4) kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena

rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial

budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi

seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.

2.2 Ukuran-Ukuran Kemiskinan

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS,2004), tingkat kemiskinan didasarkan

pada jumlah rupiah konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per

hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk

yang berada dilapisan bawah), dan konsumsi nonmakan (dari 45 jenis komoditi

makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antar wilayah pedesaan

dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur,

jenis kelamin, tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis

ukuran penduduk, ukuran ini sering disebut juga dengan garis kemiskinan.

Penduduk yang memiliki garis kemiskinan dibawah maka dinyatakan dalam


(10)

Menurut Sayogyo dalam Suryawati (2005), tingkat kemiskinan

didasarkan pada jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan

dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah

pedesaan dan perkotaan.

Daerah pedesaan :

a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 320 Kg nilai tukar beras

per orang per tahun.

b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 240 Kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 180 Kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

Daerah perkotaan :

a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 480 Kg nilai tukar beras

per orang per tahun.

b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 380 Kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 270 Kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

Bank Dunia (2000) mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada

pendapatan seseorang, jika pendapatan kurang dari US$ 1 per hari, maka

dikatakan miskin.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasioanl (BKKBN,2010),


(11)

a. Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), yaitu keluarga tidak mempunyai

kemampuan untuk menjalankan agama dengan baik, minimum makan dua kali

sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per orang per tahun, lantai rumah

bersemen minimal 80%, dan berobat ke puskesmas bila sakit.

b. Kriteria Keluarga Sejahtera 1(KS 1), yaitu keluarga yang tidak berkemampuan

untuk melaksanakan perintah agama dengan baik, minimal satu kali per

minggu makan daging/telor/ikan, membeli pakaian satu stel per tahun, rata-rata

luas lantai rumah 8 meter persegi per anggota keluarga, tidak ada keluarga

umur 10 tahun samapai 60 tahun yang buta huruf, semua anak yang berusia 5

sampai 15 tahun bersekolah, satu dari anggota keluarga memiliki pengahasilan

yang tetap atau rutin, dan tidak ada yang sakit dalam tiga bulan.

2.3 Teori Lingkaran Setan Kemiskinan

Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000) sebagai berikut :

1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola

kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang,

penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan

kualitas nya rendah.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena

kualitas sumber daya manusia yang rendah berate produktivitasnya juga akan

rendah, upahnya nya pun rendah.

3. kemiskinan muncul karena adanya akses modal.

Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada lingkaran setan

kemiskinan (vicious circle of poverty ) lihat gambar 2.1. Adanya keterbelakangan,


(12)

produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan

yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya

tabungan dan investasi, redahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan

dan seterusnya.

Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan.

Sumber : Nurkse (1953) dalam Kuncoro, 2000

Logika berpikir yang dikemukakan Nurkse yang dikutip Kuncoro (2000)

yang mengemukakan bahwa Negara miskin itu karena dia miskin (a poor country

is poor because it is poor). Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran setan kemiskinan, pada hakikatnya Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan

saja disebabkan oleh ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan

oleh hambatan pembangunan di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal

ini Nurkse mengatakan : “Suatu Negara menjadi miskin karena ia merupakan Negara miskin” (A country is poor because is poor).

Menurut pendapatnya inti dari lingkaran setan kemiskinan adalah

keadaan-keadaan yang menyebabkan timbulnya hambatan terhadap teciptanya


(13)

oleh tingkat tabungan dan di lain pihak oleh perangsang untuk menanam modal.

Di Negara berkembang kedua faktor itu tidak memungkinkan dilaksanakannya

tingkat pembentukan modal yang tinggi. Jadi, menurut pandangan Nurkse,

terdapat dua jenis lingkaran setan kemiskinan yang menghalangi Negara

berkembang mencapai pembangunan yang pesat yaitu. Dari segi penawaran

modal dan permintaan modal.

Dari segi penawaran modal ingkaran setan kemiskinan dapat dinyatakan

sebagai berikut. Tingkat pendapatan masyarakat redah yang diakibatkan oleh

tingkat produktivitas yang rendah, menyebabkan kemampuan masyarakat untuk

menabung juga rendah. Ini akan menyebabkan suatu Negara menghadapi

kekurangan barang modal dan dengan demikian tingkat produktivitasnya akan

tetap rendah yang akan mempengaruhi kemiskinan.

Dari segi permintaan modal, corak lingkaran setan kemiskinan mempunyai

bentuk yang berbeda di setiap negara. Di Negara-negara miskin perangsang untuk

melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar untuk berbagai jenis

barang terbatas, dan hal ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat rendah.

Sedangkan pendapatan masyarakat yang rendah disebabkan oleh produktivitasnya

rendah ditunjukan oleh pembentukan modal yang terbatas pada masa lalu dan

mengakibatkan pada masa yang akan datang. Pembentukan modal yang terbatas

ini disebabkan oleh kekurangan perangsang untuk menanam modal, sehingga

kemiskinan tidak berujung pada pangkalnya.

2.4 Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan

Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan antara


(14)

dan Wahyuniarti,2008), pengangguran (Prasetyo,2010), kependudukan

(Wongdesmiwati,2009), dan kesehatan (Myrdal,2000).

2.4.1 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang

dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada

penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi,

institusional (Kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan

yang ada menurut Michael Todaro (2004). Menurut pandangan ekonom klasik,

Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, maupaun ekonom

Neoklasik, Robert Solow dan Trover Swan, menyatakan pada dasarnya ada empat

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu :

a. Jumlah penduduk

b. Jumlah stok barang modal

c. Luas tanah dan kekayaan alam

d. Tingkat teknologi yang digunakan

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang

apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada sebelumnya. Sedangkan

menurut Schumpater, faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi

adalah proses inovasi dan pelakunya adalah inovator atau wiraswata. Menurut

Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita

dalam jangka panjang. Menurut Todaro (2004), ada tiga faktor utama dalam

pertumbuhan ekonomi, yaitu


(15)

Termasuk semua investasi baru yang berwujud, misalkan tanah, bangunan,

peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (Human resources). Akumulasi

modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di tabung

kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di

masa-masa yang akan datang.

b. Pertumbuhan penduduk angkatan kerja

Pertumbuhan penduduk yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan

kerja secara tradisonal telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam

pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin

produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan

meningkatkan potensi pasar domestiknya.

c. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi cara-cara baru dan cara-cara

lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisonal. Ada

tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu :

1. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output

yang dicapai lebih tinggi dari kuantitas dan kombinasi-kombinasi

input yang sama.

2. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labour saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih tinggi yang bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau modal yang


(16)

3. Kemajuan teknologi dalam meningkatkan modal, terjadi jika

penggunaaan teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan

barang modal yang ada secara produktif.

2.4.2 Pendidikan

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga Negara

yang demokratis dan bertanggung jawab.

Pendidikan dibagi tiga, yaitu :

1. Pendidikan Formal

Adalah jalur pendidikan yang struktur dan berjenjang yang terdiri atas

pendidikan dasar, menengah, dan tinggi jenjang pedidikan formal :

a. Pendidikan Dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain

yang sederajat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah

Tsanawiyah (MTS).

b. Pendidikan Menegah, merupakan lanjutan dari pendidikan dasar.


(17)

Sekolah Menengah Kejurusan (SMK), Madrasah Aliyah (MA), serta

bentuk lain yang sederajat.

c. Pendidikan Tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program pendidikan Diploma, Sarjana, dll.

2. Pendidikan Non Formal

Adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan

dengan terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi

masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai

pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal.

3. Pendidikan Informal

Adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan

belajar mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal

maupun informal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional

pendidikan.

2.4.3 Pengangguran

Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin

mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran

yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran

masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro

ekonomi yang paling utama (Todaro, 2005).


(18)

Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja

atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka

pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

a. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga

kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.

b. Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak

bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya

tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang

bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.

c. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang

sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini

cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah

berusaha secara maksimal.

2. Macam-macam pengangguran

Berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokan menjadi beberapa jenis,

yaitu:

a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment)

adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang

(naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.

b. Pengangguran struktural (Struktural Unemployment)

adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur

ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran


(19)

permintaan berkurang, akibat kemajuan dan teknologi, dan akibat

kebijakan pemerintah.

c. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment)

adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian

antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut

pengangguran sukarela.

d. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat

pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.

a. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi

akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi

tenaga mesin-mesin

b. Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan

oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi).

Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan

masyarakat (aggrerat demand).

Indikator pengangguran terbuka yang digunakan oleh BPS adalah tingkat

pengangguran terbuka (TPT).

TPT ...(2.1)

Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat

kemiskinan dengan berbagai macam cara, antara lain :

1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi

saat ini sangat dipengaruhi oleh pandapatan saat ini, maka bencana

pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income proverty rate


(20)

2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti bahwa

konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka

peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam

jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek. Tingkat

pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan pekerjaan

yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada.

2.4.4 Kependudukan

Penduduk mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan

suatu wilayah. Karena itu perhatian terhadap penduduk tidak hanya dari sisi

jumlah, tetapi juga kualitas. Penduduk yang berkualitas merupakan modal bagi

pembangunan dan diharapkan dapat mengatasi berbagai akibat dari dinamika

penduduk (BPS,2011).

Pertumbuhan penduduk yang cepat akan berpengaruh terhadap tingkat

kepadatan penduduk di wilayah tersebut. Kepadatan penduduk dapat didefinisikan

sebagai jumlah orang persatuan luas lahan (per km2, per mil) di suatu daerah. Laju

pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat diakibatkan karena tingginya angka

kelahiran di suatu wilayah tersebut. Salah satu implikasinya akan tingginya angka

kelahiran adalah banyaknya jumlah anak-anak di wilayah tersebut. Dengan

demikian, jumlah angkatan kerja secara otomatis menanggung beban yang lebih

banyak untuk menghidupi anak-anak dibawah usia 14 tahun. Penduduk yang

berusia lanjut maupun yang masih anak-anak secara ekonomis disebut beban

ketergantungan artinya, mereka merupakan anggota masyarakat yang tidak


(21)

Laju pertumbuhan maupun penurunan penduduk tidak cukup

menggambarkan kondisi kemiskinan tersebut disuatu daerah. Dalam hubungannya

dengan tingkat kemiskinan, selain jumlah penduduk harus memperthatikan pada

variable lainnya, misalnya kesejahteraan masyarakat di daerah itu, tingkat

pendidikan dan kesehatan masyarakat, tingkat penyerapan tenaga kerja, serta laju

pertumbuhan ekonomi. Sehingga jumlah penduduk yang diimbangi dengan

perbaikan dalam pembangunan manusia seharusnya mampu mengurangi tingkat

kemiskinan di daerah tersebut (BPS,2010)

2.5.5 Kesehatan

Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak

dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pembangunan

kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas

sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki

peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Langkah-langkah yang telah ditempuh adalah peningkatan akses kesehatan

terutama bagi penduduk miskin melalui pelayanan kesehatan gratis; peningkatan

pencegahan dan penanggulangan penyakit menular termasuk polio dan flu burung;

peningkatan kualitas, keterjangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan dasar;

peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; penjaminan mutu, keamanan

dan khasiat obat dan makanan; penanganan kesehatan di daerah bencana; serta

peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

Kemampuan untuk bertahan hidup lama diukur dengan indikator harapan


(22)

yang disajikan merupakan hasil penghitungan secara tidak langsung dengan

menggunakan paket program Mortpack berdasarkan data rata-rata jumlah anak

lahir dengan rata-rata jumlah anak masih hidup yang menurut umur ibu 15-49

tahun, yang bersumber dari data hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas

) dengan memperlihatkan tren hasil sensus penduduk (SP). Selain angka kematian

bayi, Angka Harapan Hidup (AHH) juga digunakan sebagai indikator untuk

menilai derajat kesehatan penduduk. Semakin tinggi nilai angka harapan hidup di

suatu wilayah, maka mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi terutama

yang terkait dengan fasilitas kesehatan wilayah tersebut semakin maju. Semakin

maju pembangunan daerah di bidang kesehtan menunjukan tingkat kesehatan

yang ada dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat

miskin.

Berdasarkan teori mengenai lingkaran kemiskinan yang dikemukakan

Myrdal bahwa semakin tinggi tingkat kesehatan masyarakat yang ditunjukan

dengan meningkatnya nilai AHH maka produktivitas akan semakin meningkat .

peningkatan produktivitas dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang

nantinya akan menurunkan tingkat kemiskinan. Artinya semakin tinggi angka

harapan hidup maka tingkat kemiskinan akan menurun.

2.5 Penelitian Terdahulu

Siregar dan Wahyuniarti (2008), dalam jurnal kajian ekonomi dan

lingkungan “Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah

Penduduk Miskin. Data yang digunakan adalah 26 Provinsi dari tahun 1995

sampai dengan 2005. Model yang digunakan POVij= β0+ β1 PDRBij+ β2 POPij+ β3


(23)

β9 DUUMYKRISISIJ+ εIJ. Dimana POV adalah jumlah penduduk miskin, PDRB

adalah pertumbuhan ekonomi, POP adalah jumlah penduduk, AGRISHR adalah

pangsa sektor pertanian, INDTRSHR adalah pangsa sektor industri, INFLASI

adalah tingkat inflasi tahunan, SMP adalah jumlah lulusan sekolah SMP, SMA

adalah jumlah lulusan sekolah SMA, DIPLM adalah jumlah lulusan tingkat

diploma, dan DUMMYKRISIS adalah dummy krisis ekonomi. Hasil dari

penelitian ini adalah variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatife dan

signifikan terhadap jumlah penduduk miskin walaupun pengaruhnya kecil.

Variabel inflasi dan jumlah populasi penduduk berpengaruh positif dan signifikan

terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan variabel pangsa sektor pertanian

dan industri berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk

miskin. Variabel yang berpengaruh negatif paling besar dan signifikan terhadap

jumlah penduduk miskin yaitu pendidikan. Variabel yang berpengaru negative

paling besar dan signifikan terhadap terhadap jumlah penduduk miskin yaitu

variabel pendidikan.

Sitepu dan Sinaga (2005), dalam ejournal economics prisma, volume 1, hal

17-31, “Dampak Investasi Sumber Daya Manusia Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia : Pendekatan Model Compotable General

Equiliberium”, menggunakan metode Compotable General Equiliberium (CGE) dan Fooster Greer Thorbecke method. Variabel yang digunakan adalah tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, investasi pendidikan, dan investasi kesehatan.

Hasil dari penelitian ini adalah investasi sumber daya manusia berdampak


(24)

investasi pendidikan sama-sama dapat mengurangi tingkat kemiskinan, namun

investasi kesehatan memiliki persentase yang paling besar.

Rizky dan Shaleh (2007), dalam jurnal ekonomi pembangunan volume 12

No. 3, hal 223-233 “Keterkaitan Akses Sanitasi dan Tingkat Kemiskinan Jawa

Tengah”, hasil dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat akses sanitasi rumah tangga pada 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah adalah

PDRB per kapita, distribusi pendapatan masyarakat, dan budaya kesehatan

terhadap sanitasi/kesehatan.

Wongdesmiwati (2009) dalam jurnal ekonomi pembangunan

“Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia: Analisis

Ekonometrika”, menggunakan metode analisis regesi berganda dari tahun

1990-2004,LogYi=β0+β1LogXIi+β2LogX2i+β3LogX3i+β4LogX4i+β5LogX5i+β6LogX6i

+εi. DimanaYi adalah jumlah penduduk miskin, XIi jumlah penduduk Indonesia

per tahun, X2i adalah PDB yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi, X3i

adalah angka harapan hidup, X4i adalah persentase angka melek huruf, X5i adalah

persentase penggunaan listrik, X6i adalah persentase konsumsi makanan. Hasil

penelitian ini adalah variable jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan

terhadap penambahan jumlah penduduk miskin, variable pertumbuhan ekonomi

dan variable angka melek huruf berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

jumlah penduduk miskin.

Penelitian tentang kemiskinan telah dilakukan, Prasetyo (2010) dengan

judul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus di 35

Kabupaten/Kota di Jawa Tengah 2003-2007) menggunakan alat analisis regresi


(25)

oleh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, dan pendidikan berpengaruh negatif

terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan variabel pengangguran berpengaruh

positif terhadap jumlah penduduk miskin.

Penelitian dari Utami (2011), dengan judul “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan dan Kebijakan Penanggulangannya Di

Provinsi Jawa Timur “, dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis data panel. Faktor-faktor yang digunakan yaitu, kependudukan, PDRB, pendidikan,

kesehatan serta pengangguran. Dari lima variabel yang digunakan, semuanya

signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Timur. Varibael kependudukan

berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan, variabel Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan,

variabel pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, vaiabel

kesehatan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, dan variabel

penggangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan

Penelitian tentang “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kemiskinan di Provinsi NTT”, memiliki perbedaan dengan penelitian

sebelumnya, perbedaan terletak pada daerah yang menjadi objek penelitiannya

dimana didalam penelitian ini menggunakan data panel seluruh kabupaten/kota di

Provinsi Nusa Tenggara Timur dan alat analisis yang digunakan adalah analisis

panel data.dan analisis deskriptif.

2.6 Kerangka Pemikiran

Untuk memudahkan kegiatan penelitian, maka dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:


(26)

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran.

Dari kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan

ekonomi adalah indikator yang lazim digunakan untuk melihat keberhasilan

pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan kemiskinan.

Pengangguran akan menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial. Kondisi

pengangguran menyebabkan seseorang tidak mempunyai pendapatan sehingga

kesejahteraan akan menurun.

Karena menganggur tentunya akan meningkatkan kemiskinan. Keterkaitan

kemiskinan dengan pendidikan sangat besar karena dengan pendidikan seseorang

akan meningkatkan keterampilan sehingga akan miningkatkan produktifitas.

Sehingga kesejahteraan seseorang akan meningkat. Seiring meningkatnya

pertumbuhan penduduk mengakibatkan peningkatan pemenuhan kebutuhan hidup

Keadaan Umum di NTT : Tanah yang tandus

SDM yang berkualitas Rendah SDA yang belum dapat dioptimalkan Infrastruktur yang buruk

Kemiskinan di NTT

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan

Pertumbuhan Ekonomi Pendidikan Tamat SMP Jumlah Penduduk Pengangguran Terbuka Angka Harapan Hidup

Analisis Deskriptif Analisis Regresi Data Panel

Persentase Jumlah Penduduk Miskin


(27)

pula,apabila seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mengakibatkan

kemiskinan terjadi.

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara/kesimpulan yang diambil untuk

menjawab pemasalahan yang ada yang diajukan oleh peneliti yang sebenarnya

harus diuji secara empiris. Maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis penelitian untuk faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan :

a. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Kabupaten/

Kota di NTT tahun 2004-2010.

b. Pendidikan tamat SMP berpengaruh negatif terhadap kemiskinan

Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010.

c. Pengangguran terbuka berpengaruh positif terhadap kemiskinan

Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010.

d. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di

NTT tahun 2004-2010.

e. Angka Harapan Hidup (AHH) berpengaruh negatif terhadap kemiskinan


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu

berkaitan dengan data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk

memenuhi kebutuhan penelitian yang sedang dihadapi sekarang oleh peneliti

(Juanda,2009). Data sekunder yang digunakan berupa data kemiskinan, data

pengangguran terbuka, jumlah penduduk pendidikan lulus SMP, jumlah

penduduk, angka harapan hidup dan pertumbuhan ekonomi.

Data yang menunjang penelitian diperoleh dari Badan Pusat Statistik

(BPS) dan perpustakaan IPB, sedangkan informasi yang lain bersumber dari

jurnal ilmiah dan buku teks. Data sekunder yang digunakan adalah deret waktu

(times series data) untuk kurun waktu 2004-2010 dan data kerat lintang (cross section) yang meliputi 15 Kabupaten/kota di NTT yaitu : Sumba Barat, Sumba Timur, Kupang, Timur Tengah Selatan, Timur Tengah Utara, Belu, Alor,

Lembata, Flores Timor, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai, Rote Ndao, dan Kota

Kupang.

3.2 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan untuk untuk menganalisis kondisi

kemiskinan dan strategi kebijakan yang lebih efektif dalam upaya pengentasan

kemiskinan di NTT digunakan analisis deskriptif. Sedangkan untuk melihat

faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di NTT digunakan analisis panel


(29)

3.2.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran kondisi

kemiskinan dan strategi kebijakan yang efektif dalam upaya pengentasan

kemiskinan di NTT. Analisis deskriptif digunakan untuk melakukan analisis

terhadap data-data kuantitatif dan interpretasi terhadap data-data kuantitatif seperti

hasil faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan.

3.2.2 Analisis Panel Data

Dalam melakukan sebuah penelitian, banyaknya data merupakan salah

satu syarat agar penelitian tersebut dapat mewakili perilaku dari model yang

dikehendaki. Masalah keterbatasan data dalam sebuah penelitian merupakan hal

yang sering dialami oleh para peneliti, terkadang dalam penelitian yang

menggunakan data series, data yang tersedia terlalu pendek sehingga dalam

pengolahan data time series tidak dapat dilakukan. Begitu pula dengan pengolahan

data cross section, terkadang jumlah unit data yang dibutuhkan terbatas. Persoalan

keterbatasan data seperti itu, dalam ekonometrika dapat diatasi dengan

menggunakan analisis panel data. Analisis panel data secara umum dapat

didefinisikan sebagai analisis satu kelompok variabel yang tidak saja mempunyai

keragaan (dimensi) dalam time series tetapi juga dalam cross section.

Penggunaan panel data memberikan banyak keuntungan secara statistik

maupun teori ekonomi. Manfaat dari penggunaan data panel antara lain

(Baltagi,1995):

1. Memberikan data yang informative, menambah derajat bebas, lebih efisien dan


(30)

2. Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang krusial

yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau kerat lintang saja.

3. Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi

karakteristik dari individual antar waktu.

4. Adanya fleksibilitas yang lebih tinggi dalam memodelkan perbedaan perilaku

antar individu dibandingkan data kerat lintang

5. Dapat menjelaskan dyanamic adjustment secara lebih baik.

Dalam model data panel menggunakan data time series adalah :

Yt= 0+ 1 Xt + µt; t= 1,β,..,T………(γ.1)

Dimana T adalah banyaknya data Time-Series. Sedangkan model data

panel menggunakan data cross section adalah :

Yi= 0+ 1 Xi + µi ; i= 1,β,..,N………(γ.β)

Dimana N adalah banyaknya data cross section

Mengingat data panel merupakan gabungan dari data time series dan cross

section, maka model dapat ditulis sebagai berikut :

Yit= 0+ 1 Xit + µit...(3.3)

Terdapat beberapa asumsi dasar yang melandasi penentuan model data

panel. Asumsi dasar ini ditentukan oleh conditionality dari variabel bebas (xij)

yang digunakan dalam model data panel itu sendiri. Berdasarkan pemiliham

model, akan menentukan model estimasi dari model panel yang dipilih. Terdapat


(31)

1. Pooled Least Square (PLS)

Dalam metode ini terdapat (K) regresor dalam (Xit), kecuali kosntanta.

Metode ini juga dikenal sebagai Common Effect Model (CEM). Jika efek

individual (αi) kostan sepanjang waktu (t) dan spesifik terhadap setiap unit (i)

maka modelnya akan sama dengan model regresi biasa. Jika nilai (αi) sama

untuk unitnya, maka OLS akan menghasilkan estimasi yang konsisten dan

efisien untuk (α) dan ( ). Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan dalam

mengestimasi model.

2. Fixed Effects Model (FEM)

Model ini menggunakan semacam peubah boneka untuk memungkinka n

perubahan-perubahan dalam intersep kerat lintang dan runtut waktu akibatnya

adanya peubah-peubah yang dihilangkan. Intersep hanya bervariasi terhadap

individu namun konstan terhadap waktu sedangkan slopenya konstan baik

terhadap individu maupun waktu. Kelemahan model efek tetap adalah

penggunaan jumlah derajat kebebasan yang banyak serta penggunaan peubah

boneka tidak secara langsung mengidentifikasikan apa yang menyebabkan

garis regresi bergeser lintas waktu dan lintas individu. Modelnya ditulis

sebagai Υi = αi + χi+εi.

3. Random Effects Model (REM)

Intersepnya bervariasi terhadap individu dan waktu namun slopnya

konstan terhadap individu maupun waktu. Metode ini juga dikenal sebagai

variance components estimation. Model ini meningkatkan efisiensi proses

pendugaan kuadrat terkecil dengan memperhitungkan


(32)

adalah it =αi + χit +µi + εi dengan (µi) adalah nilai gangguan acak pada

observasi (i) dan konstan sepanjang waktu.

Dapat dikatakan bahwa FEM digunakan atas asumsi bahwa dari gangguan

mempunyai pengaruh yang tetap. Sedangkan REM digunakan atas asumsi

bahwa gangguan diasumsikan bersifat acak.

3.2.3 Pemilihan Model dalam Pengolahan Data

Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu

dilakukan berdasarkan pertimbangan statistic. Hal ini ditunjukan untuk

memperoleh dugaan yang efisien. Diagram pengujian statistic untuk memilih

model yang digunakan dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 berikut ini

Gambar 3.1 Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data

Panel.

Hausman Test

Pooled Least Square

Random Effects Models Fixed Effects Model


(33)

3.2.3.1 Uji Chow Test

Chow test (uji F-statistik) adalah pengujian untuk memilih apakah model

yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effects. Sebagaimana yang

diketahui bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki

perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit

cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujiannya hipotesa sebagai berikut:

H0 : Model Pooled Least Square

H1: Model Fixed effects

Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan menggunakan F

statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow:

………(γ.4 )

Dimana :

ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square

ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect

N = Jumlah data Cross section

T = Jumlah data time series

K= Jumlah variabel penjelas

Jika nilai CHOW statistics (F stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel,


(34)

model yang digunakan adalah fixed effects, dan begitu juga sebaliknya. Pengujian

ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang

digunakan untuk menguji stabilitas parameter.

3.2.3.2 Uji Hausman Test

Hausman test adalah pengujian statistic sebagai dasar pertimbangan dalam

memilih apakah model fixed effects atau model random effects. Seperti yang kita

ketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengndung suatu unsur trade off

yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukan variabel dummy. Namun,

penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan

pelanggaran asumsi dasar dari setiap komponen galat. Hausman test dilakukan

dengan hipotesa sebagai berikut

H0 : Model Random Effects

H1 : Model Fixed Effects

Sebagai dasar penolakan Hipotesa Nol maka digunakan statistic Hausman

dan membandingkan dengan Chi-square statistic Hausman dirumuskan dengan :

М=( -b)(M0-M1)-1( -b)χ2(K)……… ..(γ.5 )

Dimana adalah vektor untuk statistic variabel fixed effect, b adalah

vektor statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan

random effects dan Mi adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model.

Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari χ2tabel atau nilai hausman test lebih

besar dari taraf nyata maka cukup bukti untuk melakukan penerimaan terhadap

hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah random effects, dan begitu


(35)

3.2.4 Evaluasi Model

3.2.4.1 Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen. Model regresi

yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel. Apabila nilai R2 yang dihasilkan dalam model regresi sangat tinggi, tetapi secara individual variabel

bebas banyak yang tidak signifikan, hal ini merupakan salah satu terjadinya

indikasi multikolinearitas.

3.2.4.2 Autokorelasi

Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk

mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai

Durbin-Watson(DW) dalam Eviews. Untuk mengatahui ada atau tidaknya autokorelasi,

maka dilakukan dengan membandingkan DW statistiknya dengan DW-tabel.

Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam tabel 3.

Tabel 3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai Durbin Watson Kesimpulan

DW < 1,10 Ada autokorelasi

1,10 < DW < 1,54 Tanpa kesimpulan

1,55 < DW < 2,46 Tidak ada auto korelasi

2,46 < DW < 2,90 Tanpa kesimpulan

DW > 2,91 Ada autokorelasi


(36)

3.2.4.3 Heteroskedasitas

Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedasitas

atau memiliki ragam error yang sama. Gejala adanya heteroskedasitas dapat

ditunjukan oleh probability Obs*R-Squared pada uji White Heteroskedacity.

H0= = 0

H1= ≠ 0

Kriteria uji :

Probality Obs*R-Squared< α, maka tolak Ho

Probality Obs*R-Squared> α, maka terima H0

3.2.4.4 Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

variabel residual memiliki distribusi normal atau tidak. Seperti diketahui bahwa

uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.

Ada beberapa metode untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi

residual antara lain Jarque-Bera Test (J-B test)dan metode grafik. Dalam

penelitian ini akan menggunakan metode J-B , apabila J-B hitung < nilai χ2

(Chi-Squared), maka nilai residual terdistribusi normal.

3.3 Model Umum Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengangguran,


(37)

Kabupaten/Kota di NTT, menggunakan data time series selama tujuh tahun

terakhir yaitu 2004-2010 dan data cross section sebanyak 15 data mewakili

Kabupaten/Kota di NTT. Kombinasi atau Pooling menghasilkan 105 observasi

dengan fungsi persamaan data panelnya sebagai berikut :

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ln Kit= α0+ β1 PE it+ β 2 SMP it + β3 PGit+ β4 ln JP it + β5 ln AHit + µit ………..…(γ.6)

Dimana :

Ln K = Logaritma natural jumlah penduduk miskin

PE = Persentase pertumbuhan ekonomi

SMP = Persentase jumlah penduduk berumur 10 tahun keatas yang lulus

SMP

PG = Persentase tingkat pengangguran terbuka

Ln JP = Logaritma natural jumlah penduduk

Ln AH = Logaritma natural angka harapan hidup

0 = Intersep

1, 2, 3 = Koefisien regresi variabel bebas

µit = Komponen error

i = 1,2,3,..15 (data cross section Kabupaten/Kota di NTT)


(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

4.1.1Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang

memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar belakang yang

berbeda-beda. Provinsi NTT sebelumnya lazim disebut dengan “Flobamora” (Flores,

Sumba, Timor dan Alor). Sebelum kemerdekaan RI, Flobamora bersama

Kepulauan Bali, Lombok dan Sumbawa disebut Kepulauan Sunda Kecil. Namun

setelah proklamasi kemerdekaan beralih nama menjadi “Kepulauan Nusa Tenggara”, sampai dengan tahun 1957 Kepulauan Nusa Tenggara merupakan

daerah Swatantra Tingkat I (statusnya sama dengan Provinsi sekarang ini).

Selanjutnya tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 tahun 1958

Daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara dikembangkan menjadi 3 Provinsi

yaitu Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara

Timur. Dengan demikian Provinsi Nusa Tenggara Timur keberadaannya adalah

sejak tahun 1958 sampai sekarang.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2008 tanggal

31 Januari 2008, luas daerah Provinsi NTT adalah 48.718,10 kilometer persegi

atau sebesar 2,55 persen dari total luas daerah wilayah Indonesia (BPS, 2009).

Provinsi NTT terletak antara 80-1200 Lintang Selatan dan 1180-1250 Bujur

Timur dan memiliki 1.192 pulau (42 pulau dihuni dan 1.150 pulau tidak dihuni).


(39)

Memiliki sebanyak 40 sungai dengan panjang antara 25-118 kilometer (BPS,

2010). Sebagai bagian dari negara maritim, Provinsi NTT dikelilingi oleh perairan

maupun daratan. Provinsi NTT di sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores, di

sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat berbatasan

dengan pulau Sumbawa dan Provinsi NTB, dan di sebelah timur berbatasan

dengan negara Timor Leste. Secara administratif, berdasarkan Peraturan Menteri

Dalam Negeri No. 6 Tahun 2008, Provinsi NTT terdiri dari 20 kabupaten, 1 kota,

254 kecamatan, 297 kelurahan dan 2.387 desa.

4.1.2 Kemiskinan

Kemiskinan merupakan suatu topik pembahasan yang menarik dan

senantiasa diwacanakan pada berbagai kesempatan oleh berbagai pelaku. Pada

berbagai tahapan pembangunan di Indonesia termasuk Nusa Tenggara Timur issue

kemiskinan mendapatkan perhatian yang serius. Berbagai upaya telah dilakukan

pemerintah untuk mengatasi persoalan ini. Sekalipun demikian permasalahan ini

tak juga dituntaskan. Faktanya, kemiskinan bersifat multidimensional yang tidak

saja berakar pada realitas fisik dan psikologis, tetapi juga pada masalah struktural.

Upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan melalui berbagai strategi,

salah satunya dengan pemberian BLT(Bantuan Langsung Tunai). Jumlah rumah

tangga sasaran penerima BLT di Provinsi NTT tercatat sebanyak 623.137 rumah

tangga atau sebesar 64,42 persen. Rumah tangga tarsebut terdiri dari kategori

sangat miskin sebanyak 137.233 rumah tangga(22,02 persen), miskin sebanyak

297.997 rumah tangga (47,82 persen) dan kategori hampir miskin sebanyak

187.907 rumah tangga (30,16 persen). Alokasi BLT di propinsi NTT lebih dari


(40)

Manggarai, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan,

Kabupaten Kupang dan Kabupaten Belu.

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Miskin NTT Tahun 2004-2010 (Jiwa)

Sumber : BPS NTT 2010

Dari tabel 4.1 terlihat bahwa dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir

terjadi kecenderungan kenaikan angka persentase penduduk miskin pada tahun

2004-2006 yang kemudian menurun pada tahun 2007 sampai 2010. Kenaikan

persentase jumlah penduduk miskin pada tahun 2004-2006 di duga kuat

disebabkan karena adanya penurunan daya beli masyarakat adanya kenaikan harga

BBM. Perkembangan angka kemiskinan di Nusa Tenggara Timur tersebut

mencerminkan betapa beratnya beban pemerintah dalam angka pengentasan

kemiskinan penduduk wilayah ini. Berdasarkan data yang didapat dari BPS,

kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi di provinsi NTT yaitu

kabupaten Timor Tengah Selatan dengan jumlah penduduk miskin tahun 2010

No Nama Kabupaten

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Sumba

Barat

164.300 172.100 184.600 172.900 148.520 143.370 141.700

2 Sumba

Timur

80.300 85.500 90.200 82.800 81.090 76.560 74.000

3 Kupang 109.000 110.200 122.600 111.600 96.630 90.030 93.600

4 TTS 149.500 153.700 194.800 147.500 130.770 123.420 126.600

5 TTU 62.700 65.500 68.000 60.400 55.170 50.620 52.200

6 Belu 70.400 72.100 79.000 83.900 82.740 77.140 54.700

7 Alor 48.700 52.000 54.700 48.200 43.180 39.220 40.300

8 Lembata 33.500 35.200 37.700 33500 28.840 26.990 31.500

9 Flores Timor

33.100 34.200 37.200 31.200 29.260 24.820 22.400

10 Sikka 53.000 55.500 59.600 50.500 45.900 40.460 40.200

11 Ende 49.600 51.000 53.200 46.000 57.480 51.710 56.400

12 Ngada 37.300 39.200 41.900 40.700 36.200 32.900 33.700

13 Manggarai 203.600 214.700 226.100 204.000 186.060 171.790 178.100

14 Rote Ndao 28.200 29.100 30.700 30.100 38.830 37.300 39.500

15 Kota Kupang

27.800 25.200 24.200 20.300 46.110 35.420 35.600


(41)

sebanyak 126.600 jiwa (28,69 persen) darai total penduduk 441.155 jiwa.

Tingginya tingkat kemiskinan di Kabupaten Timor Tengah Selatan dikarenakan,

secara topografis wilayah kabupaten TTS memiliki curah hujan yang rendah

sehingga lahan di wilayah tersebut umumnya kering dan tandus, selain itu sektor

pertanian (95,3 persen) masih memegang peranan penting karena sebagian besar

penduduk bekerja dan mengandalkan hidupnya dari pertanian.

Gambaran tingkat pendidikan penduduk wilayah kabupaten TTS memiliki

tingkat pendidikan yang rendah, indikator ini dapat ditunjukan dengan rata-rata

lama sekolah pada tahun 2009 rata-rata lama sekolah Timor Tengah Selatan

adalah 6,12 tahun berarti hanya menyelesaikan pendidikan sampai pada kelas

enam SD. Sedangkan, untuk jumlah penduduk miskin terendah berada di Kota

Kupang sebagai ibukota Provinsi Nusa Tengggara Timur, jika diamati menurrut

daerah tempat tinggal menunjukan jumlah penduduk miskin dipedesaan lebih

banyak dibandingkan di perkotaan. Hal ini disebabkan penduduk diperkotaan

umumnya bekerja di sektor sekunder maupun tersier sehingga memiliki

pendapatan yang lebih banyak dibandingkan penduduk pedesaan yang sebagian

besar bekerja di sektor pertanian dan informal. Banyaknya penduduk miskin di

pedesaan masih banyak yang belum menikmati kesejahteraan dibandingkan

penduduk diperkotaan.

4.1.3 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan kapasitas dalam jangka

panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang

ekonomi kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau


(42)

terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Simon Kuznet dalam Todaro,

2004). Angka pertumbuhan ekonomi diperoleh dai perubahan nilai Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah yang dinilai atas dasar harga

konstan (BPS,2012). Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sebagai salah satu

indikator keberhasilan pembangunan mengalami fluktuasi (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota NTT

2004-2010 (%)

Sumber : BPS NTT 2004-2010

Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT relatif meningkat

dari tahun 2004-2010. Hanya saja pada tahun 2007 ke 2008, rata-rata laju

pertumbuhan menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Lambatnya laju

pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 dipengaruhi adanya krisis moneter

(keuangan) global pada tahun 2008. Selama periode 2004-2010 rata-rata laju

pertumbuhan ekonomi tertinggi didominasi oleh kota Kupang sebesar 6,85 persen.

Sedangkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi terendah ditempati oleh kabupaten

No Nama Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata

1 Sumba Barat 4,35 4,87 4,73 7,09 4,78 5,07 5,57 4,60

2 Sumba Timur 5,06 4,83 4,99 6,02 6,01 3,81 4,83 5,07

3 Kupang 5,11 3,46 4,85 4,43 5,03 3,84 4,09 4,58

4 TTS 4,43 4,03 4,11 5,05 4,46 4,06 4,23 4,33

5 TTU 4,57 3,33 3,83 5,03 4,39 3,46 5,79 4,38

6 Belu 5,79 4,75 7,16 4,83 4,05 3,47 4,89 4,99

7 Alor 5,98 5,84 4,15 6,92 4,67 4,13 4,86 5,22

8 Lembata 3,41 1,94 4,92 4,90 5,13 4,36 4,70 4,19

9 Flores Timor 4,68 4,00 4,16 4,19 4,68 4,11 5,83 4,52

10 Sikka 4,57 3,50 4,74 3,78 4,09 4,12 4,46 4,18

11 Ende 5,02 5,02 4,56 5,63 5,38 4,48 5,30 5,05

12 Ngada 4,35 5,06 5,17 6,17 4,99 5,05 5,46 5,82

13 Manggarai 2,69 2,59 3,63 6,12 4,34 5,91 5,00 3,85

14 Rote Ndao 5,07 4,67 5,05 4,93 5,51 4,67 5,14 4,98

15 Kota Kupang 6,28 5,67 5,19 9,00 7,45 6,13 8,23 6,85

16 Nusa Tenggara Timur


(43)

Manggarai sebesar 3,85 persen. Hal ini mengindikasikan adanya kontribusi sektor

jasa-jasa di Kota Kupang sangat mendominasi.

Tabel 4.2 juga menunjukkan secara umum bahwa rata-rata laju

pertumbuhan ekonomi pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi NTT

cenderung stabil mendekati rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT

bahkan ada beberapa kabupaten/kota di atas rata-rata laju pertumbuhan ekonomi

Provinsi NTT. Perekonomian Nusa Tenggara Timur pada dasanya merupakan

perekonomian agraris yang dicirikan dengan besarnya peranan sektor pertanian.

Dari table 4.3 dapat dilihat bahwa perekonomian Nusa Tenggara Timur memiliki

ketergantungan yang cukup besar terhadap sektor pertanian.

Pada tahun 2004-2011 sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB Nusa

Tenggara Timur mengalami penurunanan dari 41,90 persen pada tahun 2004

menjadi 35 persen pada tahun 2011. Peranan sektor pertanian cenderung menurun

namun perekonomiannya semakin membaik. Perekonomian NTT mulai berubah,

dominasi sektor pertanian yang terjadi selama ini, mulai dibayang-bayangi sektor

jasa yag memberikan pertumbuhan yang signifikan, pada tahun 2011 sektor

pertanian mencapai 35 persen sedangkan sektor jasa mencapai 32 persen. Tiga

sumber utama yang memberikan andil dalam pertumbuhan PDRB NTT tahun

2011 adalah sektor jasa-jasa sebesar 2,09 persen, disusul oleh sektor perdagangan,

hotel, dan Restoran 1,32 persen dan sektor pertanian 1,18 persen. Sektor lainnya

memberi andil pertumbuhan antara (0,04-0,45) persen. Dilihat dari sisi

penggunaannya, sebagian besar PDRB NTT 2011 digunakan untuk memenuhi


(44)

Tabel 4.3 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto NTT

Atas Dasar Harga Berlaku menurut Sektor 2004-2011 (%)

Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

1. Pertanian 2. Pertambangan 3. Indsutri Pengolahan 4. Listrik,Gas& Air 5. Bangunan/Konstruksi 6. Perdagangan,Resto&Hotel 7. Pengangkutan&Komunikasi 8. Keuangan&Sewa 9. Jasa-jasa 41,90 1,54 1,63 0,40 7,57 15,77 5,97 3,11 22,10 40,74 1,48 1,80 0,42 7,55 15,99 6,41 3,38 22,22 40,56 1,42 1,76 0,45 7,38 16,09 6,45 3,34 22,55 40,27 1,37 1,70 0,44 7,06 15,99 6,22 3,90 23,05 40,39 1,34 1,56 0,41 6,88 15,65 6,41 3,80 23,52 39,51 1,31 1,55 0,42 6,93 16,09 6,08 3,99 24,12 38,45 1,31 1,54 0,42 6,97 16,76 5,78 4,07 24,60 35,00 1,00 1,50 1,00 7,00 16,00 5,00 2,00 32,00

PDRB 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber : BPS Provinsi NTT 2004-2011

Sementara konsumsi pemerintah hanya memberikan kontribusi sebesar

22,24 persen. Seiring dengan meningkatnya PDRB NTT, kontribusi konsumsi

rumah tangga terus meningkat yaitu dari 9,05 triliyun pada tahun 20101 menjadi

10,80 triliyun pada tahun 2011. Demikian juga dengan konsumsi pemerintah dan

komponen penggunaan lainnya.

4.1.4 Jumlah Penduduk

Dalam perekonomian suatu wilayah, penduduk memiliki peran penting,

yaitu sebagai pelaku ekonomi. Pengamatan potensi penduduk dalam konteks

perekonomian wilayah antara lain dapat dilakukan dari sisi jumlah, komposisi

umur, tingkat pengangguran, rasio beban ketergantungan dan sebagainya.


(45)

Pada periode 2004-2010 jumlah penduduk NTT terus meningkat dari 4,18

juta jiwa pada tahun 2004 menjadi 4,68 juta jiwa pada tahun 2010, namun

pertumbuhan pada tahun 2008-2010 pertumbuhannya semakin melambat dari 1,92

persen menjadi 1,28 persen. Hal ini selaras dengan penduduk yang

menggambarkan penduduk usia 0-4 tahun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan

penduduk usia 5-9 tahun.

Pengendalian pertumbuhan penduduk lewat revitalisasi program KB perlu

terus menjadi perhatian pemerintah agar tidak terjadi ledakan jumlah penduduk

usia muda yang dapat menambah beban tanggungan pemerintah. Dengan luas

wilayah sekitar 48.718 km2, berarti pada tahun 2010, setiap km2 wilayah di NTT

ditempati penduduk sebanyak 96 orang.

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Nusa Tenggara Timur Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2004-2010 (jiwa)

Sumber : BPS NTT(2004-2010)

Tabel 4.4 menunjukan bahwa secara rata-rata kota/kabupaten yang

memiliki jumlah penduduk terbanyak berada di Kabupten Manggarai dan yang

memiliki jumlah penduduk terendah berada pada Kabupaten Lembata, walaupun

Kabupaten Manggarai memiliki jumlah penduduk terbanyak namun kabupaten ini

No Nama

Kabupaten

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Sumba Barat 399.580 403.834 409.851 419.308 427.908 436.422 458.281 2 Sumba Timur 203.525 206.261 217.454 223.116 228.351 233.568 277.322 3 Kupang 337.406 344.008 362.790 373.663 383.896 394.173 377.508

4 TTS 405.993 409.696 412.353 415.660 417.942 419.984 441.155

5 TTU 197.714 211.616 209.307 211.350 213153 214.842 229.803

6 Belu 352.176 358.076 394.810 418.004 441.541 465.933 352.297

7 Alor 170.965 172.211 177.009 178.964 180.487 181.913 190.026

8 Lembata 99.458 98.646 102.344 104.440 106.312 108.152 117.829

9 Flores Timor 218.257 220.104 225.268 229.918 234.076 238.166 232.605 10 Sikka 280.841 281.345 275.936 277.627 278.628 279.564 300.328

11 Ende 241.826 241.929 237.555 238.040 238.137 238.195 260.605

12 Ngada 245.169 245.864 250.305 254.639 258.398 262.055 272.513 13 Manggarai 673.401 689.584 690.668 705.295 718.432 731.396 771.898 14 Rote Ndao 104.899 105.715 110.617 112.253 114.236 115.874 119.908 15 Kota Kupang 258.104 271.405 279.124 286.299 292.299 299.518 336.239 16 NTT 4.188.774 4.260.924 4.355.121 4.448.873 4.534.319 4.619.655 4.688.827


(46)

tidak mengindikasikan terjadinya kepadatan penduduk pada tahun 2010 tiap

kilometer persegi wilayah kota kupang ini dihuni oleh 1.870 orang, kepadatan

penduduk terjadi pada Kota kupang sebagai tempat lokasi berdirinya berbagai

perkantoran tingkat provinsi.

4.1.5 Pendidikan Tamat SMP

Peningkatan sumberdaya manusia meupakan bagian penting dalam

pembangunan. Pada bidang pendidikan upaya peningkatan kualitas sumberdaya

manusia telah mendapatkan perhatian yang cukup besar. Salah satunya adalah

penetapan kebijakan wajib belajar pendidikan dasar oleh pemerintah. Semua

wajib belajar pendidikan dasar ditetapkan untuk waktu 6 tahun yang dimulai sejak

tahun 1984. Kemudian sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989

tentang Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar, kebijakan wajib belajar

pendidikan dasar telah ditingkatkan menjadi 9 tahun yang dimulai pada tahun

1994.

Tabel 4.5 menunjukan pada tahun 2004 hingga tahun 2010, jumlah

persentase penduduk berumur sepuluh tahun keatas yang lulus pendidikan SMP di

NTT mengalami peningkatan dari 11,20 persen pada tahun 2004 menjadi 11,89

persen pada tahun 2010. Jumlah penduduk yang lulus SMP di Provinsi Nusa

Tenggara Timur (NTT) mengalami peningkatan, dikarenakan berjalannya

program pemerintah di bidang pendidikan, misalnya dengan adanya program

wajib belajar Sembilan tahun, program Pemberantasan Buta Aksara, serta


(47)

Tabel 4.5 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Lulus SMP Menurut Kabupaten/Kota di NTT 2004-2010 (%)

No Nama Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata

1 Sumba Barat 7,98 9,09 4,55 9,36 12,63 12,74 11,18 9,06

2 Sumba Timur 9,71 8,76 10,09 9,49 12,64 10,62 10,13 10,20

3 Kupang 11,65 10,72 9,22 14,3 14,29 13,05 12,13 11,91

4 TTS 10,67 11,94 6,58 12,05 15,35 12,64 12,14 11,62

5 TTU 9,70 6,84 9,28 9,74 12,50 13,11 9,32 10,07

6 Belu 11,56 12,02 11,3 11.47 15,16 10,82 10,89 11,88

7 Alor 14,82 15,2 17,44 16,7 16,38 15,25 13,41 15,60

8 Lembata 12,88 10,4 11,82 10,78 12,26 10,58 10,35 11,29

9 Flores Timor 10,85 9,82 11,06 11,86 14,21 12,89 10,56 11,60

10 Sikka 10,93 10,62 10,62 11,95 11,44 10,71 9,71 10,85

11 Ende 12,18 12,5 12,99 11,81 14,9 13,07 12,3 12,82

12 Ngada 9,71 10,25 10,39 9,78 10,84 11,24 10,99 10,45

13 Manggarai 12,94 8,60 8,75 7,71 10,09 10,32 9,85 9,54

14 Rote Ndao 9,99 11,07 13,74 10,79 13,17 11,62 10,33 11,51

15 Kota Kupang 19,31 17,75 17,37 17,07 18,99 17,9 15,98 17,76

16 NTT 11,20 11,03 11,01 10,46 13,18 12,02 11,89 11,75

Sumber : BPS(diolah) 2004-2010

Pada data diatas menunjukan bahwa persentase penduduk berumur

sepuluh tahun keatas yang lulus pendidikan SMP tertinggi berada di Kota Kupang

sebagai ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur, tingginya persentase ini

dikarenakan akses fasiilitas pendidikan di kota ini lebih baik dan lebih maju

dibandingkan dibeberapa kabupaten yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur,

selain itu kesadaran penduduknya di kota kupang akan pentingnya pendidikan

masih tinggi dibandingkan di Kota/Kabupaten lainnya, sehingga Kota Kupang

bisa lebih baik dan maju dari segi pendidikan tamat SMP.

4.1.6 Tingkat Pengangguran Terbuka

Ditinjau dari aspek tenaga kerja jumlah penduduk yang besar pada

dasarnya merupakan potensi sumberdaya yang sangat berharga. Potensi ini bila

digunakan baik akan berdampak besar dalam pembangunan. Tingakat Partisipasi


(48)

indikator yang sering digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan di

bidang ketenagakerjaan.

Penduduk NTT tahun 2010 mencapai 4,68 juta jiwa, dengan luas wilayah

48.718 km2 berarti setiap km2 wilayah NTT ditempati penduduk sebanyak 96

orang. Badan Pusat Statistik (BPS) NTT selama periode tahun 2004-2010, tingkat

pengangguran terbuka di semua kabupaten/kota di daerah NTT mengalami

penurunan. Tingkat penurunan terbesar ada di kota Kupang dengan penurunan

13,39 point.

Hasil Sakernas 2010 menunjukan, jumlah angkatan kerja di NTT sebanyak

2.226.884 orang dan jumlah yang terserap bekerja sebanyak 2.061.229 orang. Dari

table 4.6 terlihat bahwa pada tahun 2010 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di

NTT 3,40 persen, artinya dari setiap 100 orang yang aktif di pasar kerja 97

diantaranya bekerja sementara sekitar 3 orang lainnya merupakan pencari kerja

atau penganggur, akan tetapi penurunan angka pengangguran yang kecil ini tidak

dengan serta menginterpretasikan sama baiknya kondisi ketenagakerjaan. Hal ini

disebabkan, oleh karena tingkat pengangguran tidak didasarkan “labour force

approach” yaitu sistem pembayaran upah didasarkan atas perjanjian kerja dan peraturan perburuhan yang ketat, serta tidak tersedianya dana sosial bagi

penganggur, yang menyulitkan untuk membedakan yang bekerja dan penganggur.

Dari Tabel 4.6 mengenai tingkat pengangguran terbuka di NTT

menunjukan kecendrungan penurunan tingkat pengangguran yaitu dari 5,54

persen tahun 2004 ke 3,40 persen tahun 2010. Walaupun pada tahun 2008-2009

tingkat pengangguran seluruh kabupaten/kota NTT mengalami peningkatan


(1)

71

Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 38.961075 (14,85) 0.0000

uji hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.


(2)

72

Pooled Least Square Dependent Variable: JM

Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 05/09/12 Time: 21:45

Sample: 2004 2010 Periods included: 7

Cross-sections included: 15

Total panel (balanced) observations: 105

Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PE -0.038586 0.023141 -1.667457 0.0986 SMP -0.020604 0.009195 -2.240754 0.0273 PG 0.013440 0.010737 1.251788 0.2136 JP 0.937764 0.042091 22.27941 0.0000 AH -0.079170 0.009513 -8.322369 0.0000 C 5.005372 0.815760 6.135839 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.869009 Mean dependent var 19.30747 Adjusted R-squared 0.862393 S.D. dependent var 10.91510 S.E. of regression 0.385311 Sum squared resid 14.69802 F-statistic 131.3550 Durbin-Watson stat 0.535657 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.632414 Mean dependent var 11.05044 Sum squared resid 16.67245 Durbin-Watson stat 1.262365


(3)

71

Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 38.961075 (14,85) 0.0000

uji hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.


(4)

72

Pooled Least Square Dependent Variable: JM

Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 05/09/12 Time: 21:45

Sample: 2004 2010 Periods included: 7

Cross-sections included: 15

Total panel (balanced) observations: 105

Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PE -0.038586 0.023141 -1.667457 0.0986 SMP -0.020604 0.009195 -2.240754 0.0273 PG 0.013440 0.010737 1.251788 0.2136 JP 0.937764 0.042091 22.27941 0.0000 AH -0.079170 0.009513 -8.322369 0.0000 C 5.005372 0.815760 6.135839 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.869009 Mean dependent var 19.30747 Adjusted R-squared 0.862393 S.D. dependent var 10.91510 S.E. of regression 0.385311 Sum squared resid 14.69802 F-statistic 131.3550 Durbin-Watson stat 0.535657 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.632414 Mean dependent var 11.05044 Sum squared resid 16.67245 Durbin-Watson stat 1.262365


(5)

RINGKASAN

RISMA AMELIA Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI).

Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap Negara. Persoalan kemiskinan merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Berbagai perencanaan, kebijakan serta program pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan pada intinya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin. Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil pembangunan ( Soegijoko, 2001).

Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan kepeduliannya untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan tersebut kemudian dirumuskan dengan new deal dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Ringkasan dari new deal tersebut tertuang dalam prinsip triple track strategy : pro-growth,

pro-job, dan pro-poor. Track pertama dilakukan dengan meningkatkan

pertumbuhan, mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua, menggerakan sektor riil untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dan yang ketiga, merevitilisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk mengurangi kemiskinan

Provinsi NTT merupakan salah satu contoh daerah yang masih menghadapi permasalahan kemiskinan dan penanggulangan kemiskinan. Ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi yaitu diatas 20 persen dari tingkat rata-rata kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi). Dalam perbandingan rata-rata tingkat kemiskinan di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2007-2011, Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki rata-rata kemiskinan 23,73 persen, dimana NTT menduduki peringkat ke tiga provinsi termiskin setelah Papua dan Maluku.

Penelitian ini mempunyai dua tujuan. Pertama, mendeskripsikan kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kedua, menganalisis faktor –faktor yang memengaruhi kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder penggabungan data time

series tujuh tahun tahun 2004-2010 dan cross section 15 kabupaten/kota yang ada

di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dianalisis dalam model regresi data panel dengan metode Pooled Least Square, dan alat analisis yang digunakan adalah Eviews 6 dan Ms. Excel.

Dalam hasil analisis deskriptif ditunjukan bahwa perekonomian di NTT didominasi oleh sektor pertanian karena sebagian besar penduduk NTT bekerja disektor peratanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 35 persen. Kabupaten termiskin yang ada di NTT yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Tingginya tingkat kemiskinan di Kabupaten Timor Tengah Selatan dikarenakan, secara topografis wilayah Kabupaten TTS memiliki curah hujan yang rendah sehingga lahan di wilayah tersebut umumnya kering dan


(6)

tandus, selain itu sektor pertanian (95,3 Persen) masih memegang peranan penting karena sebagian besar penduduk bekerja dan mengandalkan hidupnya dari pertanian (80 Persen). Angka IPM (Indeks Pembangunan Manusia) terendah berada di Kabupaten Sumba Tengah, karena kabupaten ini belum banyak memiliki fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi, sehingga masyarakat lebih sulit untuk mengakses fasilitas tersebut, yang akan berdampak terhadap penurunan kualitas pembangunan manusia.

Hasil penelitian dengan menggunakan metode regresi data panel menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP, tingkat pengangguran terbuka, jumlah penduduk, dan angka harapan hidup. Sebanyak lima variabel tersebut terdapat satu variabel yang sesuai dengan hipotesis awal namun tidak signifikan yaitu tingkat pengangguran terbuka karena lapangan pekerjaan yang merupakan penampung terbesar tenaga kerja di NTT yaitu sektor pertanian dan sebagian besar status pekerjaan utama sebagai pekerja keluarga/tak dibayar diikuti buruh tidak tetap. Sehingga walaupun mereka bekerja mereka akan tetap kesulitan memenuhi kebutuhan hidup dasar dengan pendapatan mereka yang relatif kecil.

Dari hasil analisis panel data, menyebutkan bahwa variabel jumlah penduduk memiliki pengaruh positif dan elastisitas terbesar terhadap tingkat kemiskinan, sehingga perlu upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan dengan menggiatkan program Keluarga Berencana (KB) untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Variabel angka harapan hidup memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, sehingga perlu adanya upaya menyediakan fasilitas kesehatan yang lebih memadai untuk masyarakat. Selanjutnya, variabel jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, maka dari itu kebijakan program pemerintah terhadap pendidikan wajib belajar Sembilan tahun harus dapat dinikmati oleh setiap penduduk yang ada di seluruh kabupaten di Provinsi NTT, yang akan berdampak terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Vaiabel pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemisikinan, laju pertumbuhan daerah dapat di dorong dengan melakukan investasi daerah masing-masing. Untuk meningkatkan investasi daerah, pemerintah seharusnya turut andil dalam hal itu dengan melalui perbaikan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan dalam menunjang aktivitas tersebut

Model yang dikembangkan dalam penelitian ini masih terbatas karena hanya melihat pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP, jumlah penduduk, pengangguran, dan angka harapan hidup. Oleh karena itu perlu dikembangkan studi lanjutan yang lebih mendalam dengan data investasi dan kondisi infrastruktur wilayah sebagai variabel yang memengaruhi kemiskinan dan metode lebih lengkap sehingga dapat melengkapi hasil penelitian yang ada, sehingga dapat dipergunakan untuk kebijakan penurunan tingkat kemiskinan.