41 Tabel 8. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Organik dan Anorganik per Hektar
pada Musim Tanam September-Desember 2010 di Desa Purwasari
Biaya Usahatani Usahatani Padi Organik
Usahatani Padi Anorganik
Nilai Rp Nilai Rp
A. Total Penerimaan
B. Biaya Tunai
C. Total Biaya
D. RC atas Biaya Tunai
E. RC atas Biaya Total
10.828.933 1.818.367
1,845.272 5,96
5,87 10.477.902
3.023.861 3.054.064
3,47 3,43
Sumber: Data Primer diolah 2011 Berdasarkan nilai RC rasio total dan tunai, kedua usahatani layak atau
sudah efisien. Namun penerimaan atas setiap satu rupiah yang dikeluarkan baik dari biaya total maupun tunai usahatani padi organik lebih besar dibandingkan
dengan usahatani anorganik, maka dapat dikatakan bahwa usahatani padi organik lebih menguntungkan dan efisien.
5.2. Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik dan
Anorganik
Pendapatan dari suatu usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan biaya dari usahatani tersebut. Analisis perbandingan usahatani yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah membandingkan antara pendapatan rata-rata usahatani padi organik dengan pendapatan usahatani anorganik. Pendapatan rata-rata
usahatani yang dibandingkan terdiri dari pendapatan rata-rata atas biaya tunai dan pendapatan rata-rata atas biaya total. Pendapatan rata-rata atas biaya tunai
merupakan selisih antara penerimaan total rata-rata dengan biaya tunai rata-rata. Pendapatan rata-rata atas biaya total merupakan selisih antara penerimaan total
rata-rata dengan biaya total rata-rata. Adapun perbandingan pendapatan rata-rata usahatani organik dengan anorganik dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.
42 Tabel 9. Analisis Pendapatan Rata-Rata Usahatani Padi Organik dan Anorganik
per Hektar pada Musim Tanam September-Desember 2010 di Desa Purwasari
Biaya Usahatani Usahatani Padi Organik
Usahatani Padi Anorganik Nilai Rp
Nilai Rp
A. Pendapatan atas Biaya
Tunai B.
Pendapatan Total 9.010.566
8.983.660 7.454.040
7.423.837
Sumber: Data Primer diolah 2011 Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa pendapatan total rata-rata usahatani
padi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan total rata-rata usahatani padi anorganik. Pendapatan total rata-rata usahatani padi organik adalah sebesar
Rp 8,98 juta, sedangkan pendapatan rata-rata total untuk usahatani padi anorganik
adalah sebesar Rp 7,42 juta. Dilihat dari pendapatan rata-rata atas biaya tunai,
pendapatan rata-rata atas biaya tunai usahatani organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan rata-rata usahatani anorganik, yaitu masing-masing sebesar Rp
9,01 juta dan Rp 7,45 juta. Perbedaan pendapatan usahatani padi organikdan
anorganik ini disebabkan oleh adanya perbedaan penerimaan dan biaya antar kedua usahatani.
Penerimaan total rata-rata usahatani pada penelitian ini terbagi atas penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan. Adanya pembagian
penerimaan usahatani ini dikarenakan petani padi organik maupun anorganik tidak menjual hasil produksi secara keseluruhan. Hasil produksi yang dijual oleh petani
hanya sebagian kecil saja untuk modal berusahatani kembali, sisanya untuk kebutuhan sehari-hari.
Penerimaan total rata-rata usahatani organik adalah sebesar Rp 10,82 juta Lampiran 1, sedangkan penerimaan total rata-rata usahatani
anorganik adalah sebesar Rp 10,48 juta Lampiran 2. Hal ini berarti penerimaan
43 total rata-rata organik lebih besar dibandingkan penerimaan total rata-rata
usahatani anorganik. Apabila dilihat dari penerimaan tunai, usahatani padi organik mendapatkan
penerimaan tunai rata-rata lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik. Penerimaan tunai rata-rata usahatani padi organik adalah Rp 3,36 juta atau
30,98 dari penerimaan total Lampiran 1, sedangkan usahatani padi anorganik mendapatkan penerimaan tunai rata-rata sebesar Rp 1,65 juta atau 15,78 dari
penerimaan total Lampiran 2. Namun untuk rata-rata penerimaan yang diperhitungkan usahatani padi anorganik lebih besar dibandingkan rata-rata
penerimaan yang diperhitungkan oleh usahatani organik, yaitu masing-masing sebesar Rp 8,82 juta atau 84,22 dari penerimaan total Lampiran 2 dan Rp 7,47
juta atau 69,02 dari penerimaan total Lampiran 1. Hal tersebut dikarenakan hasil produksi padi yang dijual oleh petani padi organik lebih besar dibandingkan hasil
produksi padi yang dijual oleh petani padi anorganik. Produksi padi yang dijual oleh petani padi organik maupun anorganik
adalah berupa gabah kering. Petani padi organik menjual hasi produksinya rata- rata sebesar 1.493,33 kg dan yang tidak di jual adalah sebesar 3.326,67 kg
Lampiran 1. Sedangkan petani padi anorganik menjual hasil produksi padinya sebesar 813,33 kg dan yang tidak di jual sebesar 4.339,73kg Lampiran 2. Harga
jual gabah kering rata-rata organik dan anorganik untuk penerimaan tunai masing- masing sebesar Rp 2.246 Lampiran 1 dan Rp 2.033 Lampiran 2. Sedangkan
harga jual gabah kering organik dan anorganik rata-rata untuk penerimaan yang diperhitungkan masing-masing sebesar Rp 2.246 Lampiran 1 dan Rp 2.033
Lampiran 2.
44 Biaya dalam penelitian ini merupakan biaya rata-rata per hektar pada satu
musim tanam periode September-Desember 2010. Total biaya yang dikeluarkan petani untuk melakukan usahatani padi terdiri dari biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan atau non tunai. Biaya tunai untuk usahatani padi organik dalam penelitian yang dilakukan terdiri dari biaya sarana produksi benih, pupuk, pupuk
organik cair, sewa alat bajak, biaya tenaga kerja laki-laki dan perempuan, serta pajak lahan. Sedangkan untuk usahatani padi anorganik biaya yang dikeluarkan
terdiri dari biaya sarana produksi benih, pupuk kimia, pestisida kimia, sewa alat bajak, biaya tenaga kerja laki-laki dan perempuan, serta biaya pajak lahan.
Selanjutnya, untuk biaya yang diperhitungkan atau non tunai baik petani padi organik maupun anorganik hanya mengeluarkan biaya penyusutan.
Total biaya rata-rata dari usahatani padi anorganik lebih tinggi dari total biaya rata-rata organik, yaitu Rp 3,05 juta Lampiran 2 untuk usahatani anorganik
dan Rp 1,85 juta untuk usahatani organik Lampiran 1. Tingginya total biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh petani anorganik disebabkan oleh biaya tunai dan
biaya yang diperhitungkan untuk usahatani anorganik lebih tinggi, yaitu sebesar Rp 3,02 juta dan Rp 30.203 Lampiran 2, dibandingkan biaya tunai dan biaya
yang diperhitungkan untuk usahatani organik, yaitu sebesar Rp 1,82 juta dan Rp 26.906 Lampiran 1.
Dilihat dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan baik untuk usahatani padi organik maupun usahatani anorganik, biaya tunai yang dikeluarkan
jauh lebih besar dibandingkan biaya yang diperhitungkan. Pada usahatani padi organik, persentase biaya tunai adalah sebesar 98,60 dari biaya total, sedangkan
biaya yang diperhitungkan sebesar 1,46 dari biaya total Lampiran 1. Pada
45 usahatani padi anorganik, persentase biaya tunai adalah sebesar 99,04 dari biaya
total, sedangkan biaya yang diperhitungkan sebesar 0,99 dari biaya total Lampiran 2. Hal tersebut dikarenakan biaya yang diperhitungkan pada kedua
usahatani padi hanya memperhitungkan biaya penyusutan. Biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan untuk usahatani anorganik
lebih besar daripada usahatani organik dikarenakan perbedaan dari komponen biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan antara kedua usahatani. Hal tersebut
dimulai dari biaya benih, pada usahatani padi organik biaya benih rata-rata yang dikeluarkan adalah Rp 196 ribu atau 10,63 dari total biaya keseluruhan
Lampiran1. Pada usahatani anorganik, biaya benih rata-rata yang dikeluarkan adalah Rp 352 ribu atau 11,55 dari total biaya keseluruhan Lampiran 2. Biaya
benih usahatani padi anorganik lebih besar karena jumlah benih yang digunakan dan harga benih lebih tinggi dibandingan dengan usahatani organik. Hal tersebut
dikarenakan petani organik yang melakukan penanaman bibit satu lubang tanam berisi maksimum 3 bibit padi. Menurut hasil wawancara dengan petani padi
organik apabila menanami satu lubang padi dengan jumlah bibit yang sedikit, maka hasil panen yang di dapat lebih baik dibandingkan dengan menanami satu
lubang dengan bibit yang lebih banyak. Jumlah benih rata-rata yang digunakan petani padi anorganik adalah 54,00 kgha Lampiran 2 , sedangkan jumlah benih
rata-rata yang digunakan petani padi organik adalah 37,73 kgha Lampiran 1. Harga benih rata-rata untuk usahatani padi anorganik adalah Rp 6.533kg
Lampiran 2, sedangkan harga benih rata-rata untuk usahatani organik adalah Rp 5.200kg Lampiran 1. Petani di Desa Purwasari ini rata-rata menggunakan benih
padi varietas Inpari 10 dan beberapa menggunakan varietas Inpari 9.
46 Dilihat dari biaya pupuk, usahatani padi anorganik mengeluarkan biaya
lebih banyak daripada biaya pupuk yang dikeluarkan oleh usahatani organik. Hal ini dikarenakan usahatani padi anorganik menggunakan pupuk Urea, TSP, dan
Phonska. Sedangkan usahatani padi organik menggunakan pupuk organik kompos, pupuk organik cair, dan sedikit pupuk urea, namun untuk pupuk
organik tidak mengeluarkan biaya karena pupuk tersebut dibuat sendiri oleh petani. Biaya rata-rata untuk pupuk Urea, TSP, dan Phonska masing-masing
adalah Rp 526 ribu atau 17,22 , Rp 171 ribu atau 5,61, dan Rp 25.000 atau 0,82 Lampiran 2. Biaya rata-rata untuk pupuk Urea dan pupuk organik cair
yang digunakan petani padi organik masing-masing sebesar Rp 160 ribu atau 8,69 dan Rp 25.200 atau 1,37 dari total keseluruhan biaya Lampiran1.
Jumlah dan harga rata-rata dari pupuk Urea, TSP, dan Phonska masing-masing adalah 263,00 kgha dan Rp 2.000kg, 79,00 kgha dan Rp 2.167kg, serta 25,00
kgha dan Rp1.000kg Lampiran 2. Rata-rata penggunaan pupuk organik, Urea dan pupuk organik cair masing-masing adalah 2.869,87 kgha, 93,20 kgha, dan
1,2 literha Lampiran 1. Harga pupuk Urea rata-rata yang digunakan petani organik adalah Rp 1.720kg dan harga pupuk cair organik rata-rata Rp 21.000liter
Lampiran 1. Petani padi organik di Desa Purwasari masih menggunakan sedikit pupuk
Urea sebagai perangsang pertumbuhan padi di awal. Menurut hasil wawancara dengan responden petani organik, sejak mereka beralih ke pertanian organik,
berangsur-angsur mereka mengurangi penggunaan pupuk kimia dan tidak menggunakan pestisida. Pestisida hanya digunakan oleh petani padi anorganik.
Pestisida yang digunakan biasanya adalah Matador dan Decis. Biaya rata-rata
47 yang dikeluarkan untuk pestisida kimia adalah Rp 553ha dengan rata-rata
penggunaan sebanyak 0,05 literha dan harga per liter pestisida adalah Rp 11.067 Lampiran 2.
Selanjutnya, biaya untuk sewa alat bajak terdiri dari sewa traktor dan sewa kerbau. Petani padi organik hanya mengeluarkan biaya rata-rata untuk sewa
traktor, sedangkan petani padi anorganik mengeluarkan biaya rata-rata untuk sewa traktor dan sewa kerbau. Rata-rata petani padi organik menggunakan 1 unit traktor
untuk 1 ha, dengan harga sewa rata-rata sebesar Rp 50.000unit Lampiran 1. Sedangkan petani padi anorganik rata-rata menggunakan traktor dan kerbau
masing-masing sebanyak 1 unitha dan 3 ekorha Lampiran 2. Rata-rata harga sewa traktor adalah Rp 50.000 dan untuk rata-rata harga sewa kerbau adalah Rp
70.000 Lampiran 2. Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk sewa traktor dan kerbau masing-masing adalah Rp 50.000 dan Rp 210 ribu Lampiran 2.
Persentase biaya sewa traktor dari keseluruhan total biaya untuk usahatani padi organik dan anorganik yaitu, 2,71 Lampiran 1 dan 1,64 Lampiran 2.
Persentase biaya pada sewa kerbau untuk usahatani padi anorganik sebesar 6,88 dari total biaya keseluruhan Lampiran 2. Tidak semua petani menggunakan
traktor dan kerbau untuk membajak sawah Beberapa dari mereka hanya menggunakan cangkul saja. Hal tersebut dikarenakan lahan sawah yang sulit
untuk dijangkau oleh traktor dan kerbau. Biaya selanjutnya adalah biaya tenaga kerja yang terdiri dari tenaga kerja
laki-laki dan tenaga kerja perempuan. Upah rata-rata untuk tenaga kerja di Desa Purwasari sebesar Rp 25.000 untuk laki-laki dan Rp 20.000 untuk perempuan.
Tenaga kerja dihitung dengan satuan Hari Orang Kerja HOK. Tenaga kerja di
48 Desa Purwasari biasanya 1 hari bekerja selama 5 jam, yaitu dari jam 7 pagi
sampai jam 12 siang. Pada usahatani padi organik menggunakan tenaga kerja laki- laki sebanyak 32 HOK dan tenaga kerja perempuan sebanyak 26 HOK Lampiran
1. Sedangkan pada usahatani padi anorganik menggunakan tenaga kerja lebih banyak, yaitu 37 HOK untuk laki-laki dan 34 HOK untuk perempuan Lampiran
2. Oleh karena itu, biaya tenaga kerja yang dikeluarkan petani padi anorganik lebih besar daripada biaya tenaga kerja yang dikeluarkan petani padi organik.
Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan petani padi anorganik adalah Rp 925 ribu atau 30,29 untuk tenaga kerja laki-laki dan Rp 680 ribu atau 22,27 untuk
tenaga kerja perempuan Lampiran 2. Sedangkan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan petani padi organik adalah Rp 800 ribu atau 43,35 untuk tenaga
kerja laki-laki dan Rp 520 ribu atau 28,18 untuk tenaga kerja perempuan Lampiran 1.
Apabila dilihat dari biaya rata-rata pajak lahan, pajak lahan rata-rata untuk usahatani padi anorganik lebih besar daripada pajak lahan rata-rata untuk
usahatani organik. Pajak lahan rata-rata untuk usahatani padi anorganik adalah sebesar Rp 83.333hamusim atau 2,76 Lampiran 2, sedangkan untuk
usahatani padi organik pajak lahan rata-ratanya adalah Rp 66.650 atau 3,67 Lampiran 1. Petani organik dan anorganik dalam penelitian ini secara
keseluruhan merupakan petani pemilik lahan, sehingga tidak ada biaya untuk sewa lahan.
Pada biaya yang diperhitungkan masing-masing usahatani hanya mengeluarkan biaya penyusutan alat. Alat-alat pertanian yang digunakan adalah
cangkul, garu, sabit, parang, dan linggis. Biaya penyusutan rata-rata adalah Rp
49 26.906 atau 1,46 untuk petani organik Lampiran 1 dan Rp 30.203 atau 0,99
untuk petani padi anorganik Lampiran 2. Secara keseluruhan biaya usahatani padi organik dan anorganik baik dari biaya total maupun biaya tunai, komponen
biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya tenaga kerja laki-laki dan perempuan. Tenaga kerja cukup berperan penting dalam melakukan usahatani,
mulai dari menanam hingga panen. Berdasarkan hasil penelitian, penyebab pendapatan rata-rata usahatani padi
baik total maupun tunai lebih besar usahatani padi organik dibandingkan dengan pendapatan rata-rata petani anorganik dapat dilihat dari sisi penerimaan usahatani
organik lebih besar dibandingkan usahatani anorganik. Namun dari segi biayanya usahatani padi organik lebih kecil dibandingkan usahatani padi anorganik.
5.3. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Biaya dan