5 pertanian anorganik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk melihat
bagaimana efisiensi usahatani padi organik dengan anorganik dilihat dari sisi biaya produksi dan pendapatan.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dikaji adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perbandingan efisiensi usahatani padi organik dengan
anorganik dilihat dari sisi biaya produksi dan pendapatan di Desa Purwasari?
2. Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani padi organik dengan
anorganik di Desa Purwasari? 3.
Apa saja faktor yang berpengaruh terhadap biaya produksi dan pendapatan usahatani padi organik dengan anorganik di Desa Purwasari?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis perbandingan efisiensi usahatani padi organik dengan
anorganik dilihat dari sisi biaya produksi dan pendapatan di Desa Purwasari.
2. Mengestimasi perbandingan pendapatan usahatani padi organik dengan
anorganik di Desa Purwasari. 3.
Mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap biaya produksi dan pendapatan usahatani padi organik dengan anorganik di Desa Purwasari.
6
1.4. Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat:
1. Memberikan informasi kepada petani sebagai pertimbangan dalam upaya
meminimumkan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan dari usahatani padi.
2. Memberikan manfaat bagi pembaca, baik sebagai tambahan pengetahuan
maupun sebagai informasi untuk melaksanakan studi yang relevan di masa mendatang.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis usahatani yang
membandingkan efisiensi usahatani padi organik dan anorganik yang dilihat dari sisi biaya produksi dan pendapatan. Data dalam penelitian ini diambil melalui
pendekatan survey lapang.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertanian Anorganik
Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk
kimia, dan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan memanen hasil. Paket pertanian anorganik tersebut yang memberikan hasil panen
tinggi namun berdampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, residu yang dihasilkan oleh bahan-bahan kimia yang digunakan oleh pertanian anorganik telah
mencemari air tanah sebagai sumber air minum yang tidak baik bagi kesehatan manusia. Hasil produk pertanian organik juga berbahaya bagi kesehatan manusia
yang merupakan akibat penggunaan pestisida kimia Sutanto, 2002. Menurut Ayatullah 2009 keberhasilan pertanian anorganik diukur dari
berapa banyaknya hasil panen yang dihasilkan. Semakin banyak, semakin dianggap maju. Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan
bagian dari Revolusi Hijau, pada zaman Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun
1970-an. Revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat
itu, pemerintah mengupayakan penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat
menikmati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-an, petani mulai kesulitan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot, ketergantungan
pemakaian pupuk dan pestisida yang semakin meningkat dan harga gabah dikontrol pemerintah. Petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan
8 memanfaatkan potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Petani
merupakan komunitas mandiri. Pertanian modern atau anorganik tidak menjadikan petani mandiri.
Padahal, FAO lembaga pangan PBB, telah menegaskan Hak-Hak Petani Farmer‘s Rights sebagai penghargaan bagi petani atas sumbangan mereka. Hak-
hak Petani merupakan pengakuan terhadap petani sebagai pelestari, pemulia, dan penyedia sumber genetik tanaman.
2.2. Pertanian Organik