2.2.2 Fase rigormortis
Fase rigormortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia yang kompleks di dalam otot ikan sesudah kematiannya. Setelah ikan mati,
sirkulasi darah terhenti dan suplai oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat. Perubahan ini menyebabkan pH tubuh ikan
menurun, diikuti dengan penurunan jumlah ATP dan ketidakmampuan mempertahankan kekenyalan oleh jaringan otot. Tinggi rendahnya pH awal ikan
sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga pada daging ikan. Pada fase ini, pH tubuh ikan menjadi 6,2-6,6 dari pH semula 6,9-7,2
Junianto 2003. Hal ini menstimulasi enzim-enzim yang menghidrolisis fosfat organik. Fosfat yang pertama kali terurai adalah fosfat keratin dengan membentuk
keratin dan asam fosfat, kemudian diikuti oleh terurainya adenosin trifosfat ATP membentuk adenosin difosfat ADP dan asam fosfat Irianto dan Giyatmi 2009.
Pada fase ini belum terjadi aktivitas bakteri yang berarti, pH ikan masih turun dikarenakan penumpukan asam laktat sehingga bakteri belum bisa tumbuh dengan
baik Adawyah 2007. Fase rigormortis ini biasanya berlangsung sekitar 5 jam. Selama berada
dalam tahap rigormortis ini, ikan masih dalam keadaan sangat segar. Ini berarti bahwa apabila rigormortis dapat dipertahankan lebih lama maka proses
pembusukan dapat ditekan Irianto dan Giyatmi 2009.
2.2.3 Fase postrigor
Fase postrigor ditandai dengan melunaknya daging. Proses ini diawali terjadinya proses autolisis. Proses autolisis tidak dapat dihentikan walaupun pada
suhu yang rendah. Nilai pH yang semakin turun menyebabkan enzim-enzim dalam jaringan otot menjadi aktif. Katepsin, yaitu enzim proteolitik yang
berfungsi menguraikan protein menjadi senyawa sederhana, merombak struktur jaringan protein otot menjadi lebih longgar sehingga rentan terhadap serangan
bakteri. Demikian pula enzim lain yang ada dalam organ tubuh ikan, misalnya perut, melakukan aktivitas yang sama. Hal ini mengakibatkan daging ikan
menjadi agak lunak. Fase perombakan jaringan oleh enzim dalam tubuh ikan ini disebut dengan autolisis. Ikan dalam fase autolisis ini sering masih dianggap
cukup segar dan layak dimakan. Meskipun demikian, fase ini merupakan fase transisi antara segar dan busuk Irianto dan Giyatmi 2009.
Penguraian protein menghasilkan senyawa amonia yang terjadi pada fase ini. Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi pH yang semakin naik dengan
semakin banyaknya senyawa volatil yang dihasilkan. Biasanya proses autolisis akan selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri Junianto 2003.
2.2.4 Fase busuk
Fase busuk merupakan fase akhir dari kemunduran mutu pada ikan dan ikan sudah tidak dapat dikonsumsi. Mikroorganisme dominan yang berperan penting di
dalam proses penurunan kesegaran ikan adalah bakteri. Dekomposisi berjalan intensif, khususnya setelah ikan melewati fase rigormortis, pada saat jaringan otot
longgar dan jarak antar serta diisi oleh cairan. Bakteri mengeluarkan getah pencernaan, enzim yang merusak dan menghancurkan jaringan. Bakteri pada
daging menyebabkan perubahan bau dan rasa, perubahan tampilan dan ciri fisik lendir, serta warna kulit ikan hilang dan menjadi tampak pucat dan pudar. Lapisan
perut menjadi pucat dan hampir lepas dari dinding bagian dalam tubuh Irianto dan Giyatmi 2009.
2.3 Anatomi Usus