Histologi usus ikan bandeng selama periode kemunduran mutu

Fase prerigor ditunjukkan dengan nilai organoleptik 9 dengan ciri-ciri susunan organ-organ jeroan masih teratur, kompak, cemerlang, amis segar, selaput hitam mengkilat, lekat erat, dinding perut berwarna merah muda cemerlang. Fase rigormortis jeroan ikan bandeng dengan nilai organoleptik 7-8. Pada kondisi ini susunan jeroan masih teratur, belum ada kerusakan yang berarti namun mulai mengalami penurunan mutu seperti mulai munculnya lendir. Fase postrigor ditunjukkan dengan nilai organoleptik 5 dengan ciri-ciri susunan jeroan sudah tidak teratur, dinding lembek dan terjadi perubahan warna menjadi pucat. Fase busuk ditunjukkan dengan nilai organoleptik 3. Pada fase ini susunan organ berantakan, dinding perut lembek dan mudah rusak, bau amis sangat kuat, serta warna yang pucat. Pada penelitian ini diperoleh bahwa sampel jeroan yang disimpan pada suhu chilling masih layak digunakan sampai penyimpanan 17 hari 396 jam. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Wibowo dan Yunizal 1998, yang menyatakan bahwa ikan bandeng utuh yang disimpan dalam es pada kondisi kenyang mampu bertahan selama 11 hari.

4.3 Histologi Jeroan Ikan Bandeng Usus, Hati, dan Ginjal selama Periode

Kemunduran Mutu Jeroan ikan merupakan salah satu hasil samping proses pengolahan ikan yang bisa dimanfaatkan untuk industri pembuatan pakan ikan. Organ dalam atau jeroan ikan merupakan sumber alami enzim terbesar. Protease merupakan enzim yang terbesar dalam hasil perairan. Protease akan menghidrolisis ikatan peptida dan disebut proteinase atau peptidase tergantung keberadaan protein atau polipeptida. Sumber proteinase secara menyeluruh ada pada organ lambung, usus, dan hati Feraro et al. 2010. Ikan termasuk bahan yang mudah mengalami kemunduran mutu selama penyimpanan postmortem. Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas enzim proteolitik baik pada otot maupun jaringan ikat Wang et al. 2011. Mikrostruktur jeroan ikan bandeng mengalami perubahan selama fase kemunduran mutu. Penelitian ini mengamati mikrostruktur jeroan ikan bandeng diantaranya organ usus, hati, dan ginjal.

4.3.1 Histologi usus ikan bandeng selama periode kemunduran mutu

Usus merupakan salah satu organ dalam yang berfungsi sebagai tempat pencernaan dan penyerapan makanan. Usus akan mengalami perubahan mikrostruktur selama periode kemunduran mutu. Mikrostruktur usus ikan bandeng pada fase kemunduran mutu selama penyimpanan suhu chilling disajikan pada Gambar 10-13. d e a c b Gambar 10 Penampang membujur usus ikan bandeng pada fase prerigor perbesaran 40x HE; tunika sub muskularis sirkular a; tunika sub muskularis longitudinal b; tunika submukosa c; mukosa d; epitel e; lamina propia panah kuning; tunika serosa panah putih; vili intestinal panah biru. Gambar 11 Penampang membujur usus ikan bandeng fase rigormortis perbesaran 40x HE; jaringan merenggang lingkaran a, deskuamasi pada epitel lingkaran b, vili intestinal panah. a b Gambar 12 Penampang membujur usus ikan bandeng fase postrigor perbesaran 40x HE; jaringan merenggang dan sudah tidak jelas bagian- bagiannya panah. Gambar 13 Penampang membujur usus ikan bandeng fase busuk perbesaran 200x HE; nekrosis total lingkaran; bakteri panah. Gambar 14 Bakteri pembusuk pada fase busuk usus ikan bandeng perbesaran 1000x HE; koloni bakteri berbentuk kokus lingkaran kuning; bakteri berbentuk kokus, soliter panah. Fase prerigor ditandai dengan masih kompaknya jaringan-jaringan penyusun lapisan usus. Pada usus terdapat vili-vili Gambar 10-panah biru yang merupakan penonjolan mukosa yang terdiri atas jaringan ikat di bagian tengah dari lamina propia Gambar 10-panah kuning dan dibatasi epitel di permukaannya Gambar 10-e. Mukosa dibatasi oleh sel epitel selapis kolumnar yang terdiri atas sel absorptif, sel goblet, sel paneth dan sel endokrin. Sel goblet tersebar tidak merata di antara sel-sel absorptif. Takasima dan Hibiya 1995 menyatakan bahwa dinding usus pada ikan hampir sama dengan dinding usus hewan vertebrata tingkat tinggi yang terdiri dari empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa, muscularis, dan serosa. Tunika muskularis mokosa terdiri atas lapisan sirkular di sebelah dalam Gambar 10-a dan lapisan longitudinal di sebelah luar Gambar 10-b. Tunika submukosa secara relatif terdiri dari jaringan ikat jarang, di dalamnya terdapat pembuluh darah dan pembuluk limfa yang lebih besar. Lapisan serosa terdiri dari mesotel dengan jaringan ikat subserosa dibawahnya Geneser 1994. Fase rigormortis ditandai dengan susunan jeroan masih teratur dan pH menurun akibat akumulasi asam laktat. Selain itu, pada fase ini mulai terjadi autolisis oleh enzim Eskin 1990. Hasil pengamatan sajian histologi usus ikan bandeng pada fase rigormortis menunjukkan warna merah yang lebih pekat dibandingkan dengan fase prerigor. Hal ini diduga disebabkan karena jaringan ikan menyerap pewarna eosin secara dominan. Pewarna eosin akan mewarnai jaringan yang bersifat asam dan memberi warna merah muda sampai merah. Menurut Cormack 1992, warna yang dihasilkan dalam suatu pewarnaan histologis bergantung pada pH jaringan yang diwarnai. Jaringan yang ber pH asam memiliki lebih banyak ion yang bermuatan positif untuk menyerap eosin. Hasil sajian histologi pada fase rigormortis juga menunjukkan mulai terlihatnya jaringan epitel yang rusak atau terputus Gambar 11-lingkaran b. Selain itu juga terjadi perenggangan jaringan Gambar 11-lingkaran a. Hal ini bisa disebabkan karena aktivitas enzim aspartic protease, yaitu pepsinogen. Enzim ini termasuk endopeptidase dan aktif pada pH rendah. Pepsin dihasilkan oleh mukosa usus Kamil dan Shahidi 2001. Fase postrigor ditandai dengan dihasilkannya senyawa amonia dari penguraian protein. Pada kondisi ini pH akan semakin naik dengan semakin banyaknya senyawa volatil yang dihasilkan. Biasanya proses autolisis akan selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri Junianto 2003. Hasil sajian histologis menunjukkan bahwa usus pada fase postrigor mengalami degenerasi, dimana lapisan-lapisan dalam usus tidak tersusun rapi, tetapi bagian yang merenggang memperlihatkan material yang eosinofilik Gambar 12. Lapisan memperlihatkan suatu penampilan homogen dan efektif terhadap pewarna eosin. Hal ini diduga disebabkan karena aktivitas enzim endogenous yang ada di dalam tubuh ikan. Degradasi protein dapat disebabkan oleh enzim AcP Acid phosphatase yang terdapat dalam mukosa Yang dan Lin 2005. Fase busuk merupakan fase akhir dari kemunduran mutu pada ikan dimana ikan tidak dapat dikonsumsi. Pada fase busuk Gambar 13, lapisan-lapisan usus mengalami nekrosis secara total. Inti sel pada lapisan mukosa, submukosa dan muscularis telah benar-benar hilang. Menurut Price dan Wilson 2006, jaringan yang mengalami nekrosa lama kelamaan akan hancur dan hilang. Selain itu ketebalan jaringan ikan semakin menurun seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Hal ini diduga karena terjadinya proses nekrosis pada jaringan usus ikan. Nekrosis merupakan kematian sel yang terjadi ketika terdapat luka berat atau lama hingga suatu saat sel tidak bisa beradaptasi atau memperbaiki diri. Perubahan-perubahan lisis yang terjadi dalam jaringan nekrotik secara umum dapat melibatkan sitoplasma, perubahan-perubahan sangat jelas terlihat dalam inti sel. Inti sel yang mengalami nekrosis akan menyusut, memiliki batas yang tidak teratur dan warna menjadi gelap. Proses ini dinamakan piknosis. Kemungkinan lain inti dapat hancur dan membentuk fragmen-fragmen materi kromatin yang tersebar di dalam sel, proses ini disebut karioreksis. Pada beberapa keadaan, inti sel tidak dapat diwarnai lagi dan benar-benar hilang, proses ini disebut kariolisis Price dan Wilson 2006. Pada fase busuk juga diduga terdapat bakteri pembusuk Gambar 13-panah. Bakteri tersebut berbentuk kokus dan berwarna ungu pekat, serta membentuk koloni dan ada yang menyebar soliter Gambar 14. Hubungan antara bakteri dan pewarna yang menonjol disebabkan terutama oleh adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel. Muatan negatif dalam asam nukleat bakteri akan bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa Volk dan Wheeler 1993.

4.3.2 Histologi hati ikan bandeng selama periode kemunduran mutu