Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Komposisi Kimia Jeroan Ikan Bandeng Usus, Hati, dan Ginjal

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan; Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Histopatologi, Ruang Diskusi Histopatologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi KRP, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama berupa jeroan usus, hati, dan ginjal ikan bandeng Chanos chanos. Ikan bandeng yang diamati adalah ikan bandeng yang disimpan pada suhu chilling. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat meliputi H 2 SO 4 MERCK p.a., kjeltab Selenium MERCK p.a., NaOH MERCK p.a., H 3 BO 3 MERCK p.a., n-heksana MERCK p.a., dan HCl MERCK p.a.. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat histologi terdiri dari larutan Buffer Normal Formalin BNF 10 MERCK p.a., Bouin’s 10 MERCK p.a., alkohol 50-100 MERCK p.a., xylol MERCK p.a., parafin MERCK p.a., hematoksilin MERCK, eosin MERCK, dan mounting agent MERCK. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi soxhlet SIBATA SB 6, tabung kjeldahl PYREX, tanur pengabuan Yamato FM 38, timbangan analitik AND HF 400, oven Yamato DV 40, cetakan yang terbuat dari kertas kalender, rotary mikrotom Yamato Kohki LR-85, mikroskop cahaya Olympus BH52, Microcular MD 130 Electron Eyepiece, serta kamera digital Canon A495. Alat lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan uji organoleptik.

3.3 Metode Penelitian

Ikan bandeng yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari areal tambak di daerah Kampung Melayu, Teluk Naga, Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang-Banten. Bobot ikan yang diamati berkisar antara 200-250 gram dan berumur sekitar 4 bulan. Ikan tersebut diambil menggunakan pancing. Setelah ditangkap, ikan langsung dimatikan dengan cara menusuk kepala bagian medula oblongata. Sebagian ikan diambil jeroannya dan dilakukan uji proksimat kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Ikan lainnya disimpan pada suhu chilling ±5 ºC selama 17 hari sampai ikan busuk. Ikan yang disimpan tersebut dibuka dibagian perut dan dilakukan pengamatan organoleptik setiap hari. Pengujian organoleptik dilakukan menggunakan scoresheet berdasarkan dinding perut dan jeroan ikan segar Laporan Penelitian Lembaga Teknologi Perikanan, No. 2 1973 diacu dalam Ilyas 1983. Pengamatan dan pembuatan preparat histologis dilakukan pada setiap fase kemunduran mutu prerigor, rigor, postrigor, dan busuk. Pembuatan preparat histologis menggunakan metode parafin Angka et al. 1990. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Diagram alir penelitian. Ikan bandeng Dimatikan Analisis proksimat Penyimpanan pada suhu chilling ±5 ºC selama 17 hari Prerigor Rigor Postrigor Busuk Analisis histologi Uji organoleptik setiap 24 jam

3.3.1 Uji organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan menggunakan scoresheet berdasarkan dinding perut dan jeroan ikan segar Laporan Penelitian Lembaga Teknologi Perikanan, No. 2 1973 diacu dalam Ilyas 1983 Lampiran 1. Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian kesegaran ikan yang bersifat subjektif dengan menggunakan indera yang ditujukan pada mata, insang, lendir permukaan badan, daging, bau, tekstur, dan isi perut jeroan sampel ikan. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh panelis untuk uji organoleptik SNI 01-2346-2006, antara lain tertarik dan mau berpartisipasi dalam uji organoleptik, terampil dan konsisten dalam mengambil keputusan, siap sedia pada saat dibutuhkan dalam pengujian, tidak menolak contoh yang akan diuji, berbadan sehat, bebas dari penyakit THT dan tidak buta warna psikologis, tidak sedang merokok, serta jumlah panelis minimum untuk satu kali pengujian adalah 15 orang panelis semi terlatih. Data yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis kesegaran ikan dengan kriteria : Segar : nilai organoleptik berkisar 7-9 Agak segar : nilai organoleptik berkisar 5-6 Tidak segar : nilai organoleptik berkisar 1-3

3.3.2 Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan metode analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi pada suatu bahan. Analisis proksimat terhadap jeroan ikan bandeng meliputi penentuan kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat by difference. Prosedur uji proksimat adalah sebagai berikut: 1 Analisis kadar air AOAC 2005 Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 o C selama 30 menit. Cawan tersebut diletakkan dalam desikator kurang lebih 40 menit hingga dingin kemudian ditimbang sampai beratnya konstan. Sampel sebesar 5 gram kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 150 o C selama 8 jam hingga diperoleh bobot konstan. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air jeroan ikan bandeng ditentukan dengan rumus : Keterangan : A = Berat cawan kosong gram B = Berat cawan yang diisi sampel gram C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan gram 2 Analisis kadar abu AOAC 2005 Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 o C selama 30 menit. Cawan abu tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator 30 menit dan ditimbang. Sampel sebesar 5 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Selanjutnya dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan 600 o C selama 7 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar abu jeroan ikan bandeng ditentukan dengan rumus : Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong gram B = Berat cawan abu porselen dengan sampel gram C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan gram 3 Analisis kadar lemak AOAC 2005 Sampel sebesar 5 gram W1 dimasukkan ke dalam kertas saring dan selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya W2 dan disambungkan dengan perangkat soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor perangkat soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak kemudian dipasang pada perangkat soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 o C menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada di dalam labu lemak didestilasi hingga semuanya menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan W3. Perhitungan kadar lemak jeroan ikan bandeng ditentukan dengan rumus : Keterangan : W1 = Berat sampel gram W2 = Berat labu lemak tanpa lemak gram W3 = Berat labu lemak dengan lemak gram 4 Analisis kadar protein AOAC 2005 Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari destruksi, destilasi dan titrasi. a Tahap destruksi Jeroan ikan bandeng ditimbang sebesar 1 gram kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam tabung kjeldahl. Sebanyak 0,25 gram selenium dan 3 ml H 2 SO 4 pekat ditambahkan ke dalam tabung tersebut. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas. Proses destruksi dilakukan sampai larutan berwarna bening . b Tahap destilasi Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi lalu ditambahkan akuades 50 ml, air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40 sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 10 ml berisi larutan H 3 BO 3 dan 2 tetes indikator cairan methyl red dan bromo cresol green yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 10 ml destilat dan berwarna hijau kebiruan. c Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan erlenmeyer berubah menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Perhitungan kadar protein jeroan ikan bandeng ditentukan dengan rumus : 5 Analisis kadar karbohidrat AOAC 2005 Kadar karbohidrat ditentukan dengan cara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein. Perhitungan kadar karbohidrat jeroan ikan bandeng ditentukan dengan rumus : Karbohidrat = 100 - kadar air - kadar abu - kadar protein - kadar lemak

3.3.3 Pembuatan preparat

Menurut Angka et al. 1990, pembuatan preparat histopatologi terdiri dari tiga tahapan besar yaitu fiksasi jaringan dan parafinisasi, pemotongan jaringan, serta pewarnaan jaringan Lampiran 2. 1 Fiksasi jaringan dan parafinisasi a Fiksasi Fiksasi adalah tahapan yang dilakukan untuk mencegah autolisis dan dekomposisi postmortem dari suatu jaringan atau organ. Fiksasi juga bertujuan untuk mengawetkan morfologi dan komposisi jaringan sehingga jaringan tetap seperti pada keadaan semula sewaktu hidup juga mengeraskan jaringan agar dapat diiris serta mencegah jaringan larut selama proses pembuatan preparat. Larutan fiksatif yang digunakan adalah larutan BNF 10. Jaringan direndam dalam larutan fiksatif ini selama 48 jam. Perendaman dilakukan di dalam botol film dengan volume larutan fiksatif sebanyak 15-20 kali volume jaringan. b Dehidrasi Dehidrasi merupakan proses untuk mengeluarkan cairan dari dalam sel dengan cara merendam jaringan yang telah difiksasi ke dalam alkohol dimulai dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Pertama jaringan direndam dalam alkohol 70 selama 24 jam. Perendaman dilakukan dalam botol film yang telah digunakan untuk perendaman dengan larutan fiksatif. Larutan fiksatif dibuang terlebih dahulu, kemudian alkohol dengan konsentrasi 70 dimasukkan ke dalam botol film hingga jaringan terendam. Selanjutnya organ diambil dari botol film dan dibungkus menggunakan kain kasa. Kemudian kain kasa diikat menggunakan benang yang dibentuk seperti teh celup agar memudahkan dalam proses pergantian alkohol. Setelah 24 jam, organ yang dibungkus kain kasa diambil dan ditiriskan diatas kertas tisu. Kemudian organ tersebut dimasukkan ke dalam botol berisi alkohol 80, 90, 95, 95 masing-masing selama dua jam dan alkohol 100 selama 12 jam dengan cara yang sama. Perendaman dilakukan pada suhu ruang. c Clearing Clearing merupakan proses penjernihan yang bertujuan untuk menggantikan alkohol dan sekaligus menambahkan clearing agent xylol yang berfungsi sebagai pelarut parafin. Jaringan direndam dalam alkohol-xylol 1:1 selama 30 menit. Perendaman dilakukan sama halnya seperti pada perendaman dengan alkohol pada suhu ruang. d Impregnasi Selanjutnya dilakukan tahap impregnasi, yaitu penggantian xylol dengan parafin cair yang berlangsung di dalam oven dengan suhu 60 o C. Proses ini dilakukan dengan perendaman jaringan ke dalam xylol-parafin 1:1 yang diletakkan dalam gelas piala selama 45 menit. Proses perendaman dilakukan dengan cara yang sama seperti proses perendaman sebelumnya. e Embedding Embedding merupakan proses untuk memasukkan parafin cair ke dalam sel. Proses ini berlangsung di dalam oven dengan suhu 60 o C. Titik cair parafin, yaitu 54 o C-58 o C. Proses ini bertujuan agar parafin menyusup ke dalam seluruh celah antar sel dan bahkan ke dalam sel sehingga jaringan lebih tahan saat pemotongan. Jaringan direndam secara berturut-turut ke dalam gelas piala yang berisi parafin I, parafin II, parafin III masing-masing selama 45 menit. Proses perendaman dilakukan dengan cara yang sama seperti proses perendaman sebelumnya. f Blocking Jaringan yang telah dilakukan proses embedding menggunakan parafin cair lalu diblok dicetak agar mudah dipotong dengan parafin cair, kemudian dibekukan. Proses ini membutuhkan cetakan yang dapat dibuat dari kertas yang kaku, seperti kertas kalender dengan ukuran 2x2x2 cm 3 . Parafin cair dituangkan ke dalam cetakan hingga memenuhi sekitar 18 bagian cetakan dan dibiarkan hingga sedikit membeku. Setelah itu, jaringan disusun dalam cetakan dan dituangi parafin cair hingga material jaringan terendam. Selanjutnya dibiarkan beku dalam suhu ruang selama 24 jam. g Trimming Setelah parafin beku dengan sempurna, blok parafin dikeluarkan dari cetakan lalu ditrimming menggunakan silet bermata satu agar dapat disesuaikan dengan tempat blok pada alat pemotong. 2 Pemotongan jaringan Pemotongan jaringan dilakukan menggunakan mikrotom. Ketebalan sayatan, yaitu 4 mikrometer. Teknik pemotongan parafin yang menggandung preparat adalah sebagai berikut: a Blok parafin yang mengandung preparat diletakkan pada tempat duduknya di mikrotom. Tempat duduk blok parafin beserta blok parafinnya kemudian diletakkan pada pemegangnya holder pada mikrotom dan dikunci dengan kuat. Mata pisau mikrotom harus tajam agar proses pemotongan dapat dilakukan dengan sempurna. b Ketebalan potongan diatur dengan cara menggeser bagian pengatur ketebalan hingga ketebalan yang diinginkan. Ketebalan sayatan, yaitu 4 mikrometer. c Blok preparat digarakkan ke arah pisau sedekat mungkin lalu blok preparat dipotong secara teratur dan ritmis. Pita-pita parafin yang awal tanpa jaringan dibuang hingga diperoleh potongan yang mengandung preparat jaringan. d Hasil irisan diambil dengan jarum lalu diletakkan di permukaan air hangat dalam 45-50 o C waterbath hingga mengembang. e Setelah pita parafin terkembang dengan baik, pita parafin ditempelkan pada gelas obyek yang telah diberi zat perekat seperti albumin dengan cara memasukkan kaca obyek itu ke dalam waterbath dan menggerakkannya ke arah pita parafin. Setelah merekat, gelas obyek digerakkan keluar dari waterbath dengan hati-hati dan dibiarkan hingga mengering. 3 Pewarnaan jaringan a Dewaxing Sebelum dilakukan dewaxing, gelas obyek yang berisi jaringan diletakkan dalam keranjang preparat yang ukurannya sesuai dengan gelas obyek. Keranjang tersebut dapat diisi dengan 10 gelas obyek. Dewaxing merupakan proses untuk mengeluarkan parafin. Wadah perendaman berupa wadah berbentuk persegi panjang dengan ukurannya sesuai dengan keranjang untuk gelas obyek. Jaringan pada gelas obyek yang telah diletakkan dalam keranjang direndam ke dalam xylol 1 dan xylol II masing-masing 2 menit. Lilin akan terlepas dari jaringan dan jaringan akan tampak jernih. b Hidrasi Hidrasi merupakan proses pemasukan air ke dalam preparat jaringan pada gelas obyek setelah proses dewaxing. Jaringan pada gelas obyek yang sebelumnya telah melalui proses dewaxing kemudian direndam dalam alkohol 100 dalam wadah perendaman, seperti pada proses dewaxing sebanyak dua kali, lalu secara berturut-turut dimasukkan ke dalam alkohol 95, 90, 80, 70, dan 50 masing-masing selama dua menit dengan cara yang sama pula. Setelah itu, preparat jaringan direndam ke dalam akuades selama dua menit. c Pewarnaan hemaktosilin-eosin Setelah hidrasi, preparat jaringan diberi pewarna hemaktosilin-eosin. Pertama, preparat jaringan direndam dengan pewarnaan hemaktosilin selama 7 menit kemudian dicuci dengan air mengalir selama 7 menit untuk menghilangkan kelebihan zat warna yang tidak diserap. Selanjutnya preparat jaringan direndam dengan pewarna eosin selama 3 menit dan dicuci dengan akuades. d Dehidrasi Preparat jaringan kemudian direndam dalam alkohol 70, 85, 90, dan 100 masing-masing dilakukan selama dua menit. Selanjutnya preparat jaringan direndam dalam xylol I dan xylol II masing-masing selama dua menit. Alat dan proses perendaman yang dilakukan sama seperti proses perendaman sebelumnya. e Mounting Preparat jaringan yang telah diwarnai dapat dibuat preparat yang lebih awet dengan cara mounting menggunakan mounting agent atau Canada Balsam. Preparat jaringan ditutup dengan gelas penutup dan dikeringkan selama 24 jam, kemudian diamati dibawah mikroskop.

3.3.4 Pemeriksaan preparat histologi

Pengamatan preparat awetan dilakukan dengan mikroskop cahaya Olympus BH52 dengan perbesaran 400x. Proses pengambilan gambar dilakukan dengan Micro Ocular MD 130 Electron Eyepiece. Diagram alir pembuatan preparat jeroan ikan bandeng Chanos chanos dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Diagram alir pembuatan preparat jeroan hati, ginjal, usus ikan bandeng Chanos chanos. Pemotongan bagian jeroan hati, ginjal, dan usus Fiksasi dengan larutan BNF 10 Penjernihan clearing dengan alkohol-xylol 1:1 Dehidrasi dengan alkohol berseri Impregnasi dengan xylol-parafin 1:1 Pembenaman embedding dalam parafin Perekatan jaringan dengan mounting agent Pewarnaan hematoksilin-eosin Pelekatan pita parafin pada gelas obyek Pemotongan dengan mikrotom Trimming Pengamatan dengan mikroskop Preparat awetan Pengambilan gambar Ikan bandeng

3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan terhadap hasil pengukuran terhadap nilai organoleptik jeroan ikan bandeng Chanos chanos dan preparat histologis. Analisis hasil pengukuran organoleptik jeroan ikan bandeng dilakukan untuk mencari nilai rata-ratanya. Preparat histologi dianalisis untuk mengetahui gambaran jeroan ikan bandeng secara histologis.

3.4.1 Organoleptik

Hasil pengukuran terhadap nilai organoleptik jeroan ikan bandeng Chanos chanos dicari nilai rata-ratanya Nilai rata-rata tersebut dihitung menggunakan rumus berikut BSN 2006: X= Keterangan: X : nilai rata-rata Xi : nilai X ke-i N : jumlah data

3.4.2 Histologi

Gambaran histologis dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan melihat preparat histologi di bawah lensa mikroskop. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan jaringan ikan normal secara umum. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi Kimia Jeroan Ikan Bandeng Usus, Hati, dan Ginjal

Ikan bandeng yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari areal tambak di daerah Kampung Melayu, Teluk Naga, Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang-Banten. Ikan ini mempunyai ciri-ciri morfologi dengan bentuk tubuh ramping, badannya tertutup oleh sisik, jari-jari semuanya lunak dan sirip ekor panjang serta bercagak. Ikan bandeng yang digunakan dalam analisis ini adalah ikan bandeng segar dengan bobot rata-rata 200-250 gram. Sampel ikan bandeng yang diperoleh kemudian dibersihkan dan dipreparasi untuk dipisahkan jeroannya hati, ginjal, dan usus. Setelah itu, dilakukan analisis uji proksimat. Analisis proksimat jeroan ikan bandeng yang dilakukan pada penelitian ini meliputi penentuan kadar air, kadar lemak, kadar abu, kadar protein, dan kadar karbohidrat. Kadar karbohidrat dihitung dengan cara by difference. Hasil analisis proksimat jeroan ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Hasil analisis proksimat jeroan ikan bandeng Chanos chanos; A: kadar air; B: kadar protein; C: Kadar lemak; D : Kadar abu; E: kadar karbohidrat Penentuan kadar air suatu bahan pangan perlu dilakukan sebab kadar air suatu bahan pangan dapat mempengaruhi tingkat mutu dari bahan tersebut. Kadar air dalam makanan adalah salah satu faktor dominan yang mempengaruhi karakteristik fisika, kimia, mikrobiologi, dan sensoris yang merupakan kunci penting bagi konsumen dan daya tahan suatu produk Pisuchpen 2007. Penentuan kadar air dilakukan menggunakan metode oven dengan cara mengeluarkan air pada bahan dengan bantuan panas. Hasil pengujian menunjukkan bahwa jeroan ikan bandeng memiliki kadar air 66,77. Kadar air ini lebih rendah dibandingkan dengan kadar air jeroan ikan pink salmon Oncorhynchus gorbuscha, yakni sebesar 76,60 Bechtel dan Oliveira 2006. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kondisi lingkungan, perbedaan hábitat, perbedaan jenis ikan, dan perbedaan jenis pakan. Protein adalah suatu makromolekul yang terbentuk dari asam-asam amino yang berikatan peptida. Di dalam tubuh, protein berfungsi sebagai bahan bakar, sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein terdiri dari asam amino yang mengandung unsur C, H, O, serta N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat Winarno 2008. Hasil pengujian menunjukkan bahwa jeroan ikan bandeng memiliki kadar protein sebesar 8,75. Kadar protein ini lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein jeroan ikan pink salmon Oncorhynchus gorbuscha, yakni sebesar 18,61 Bechtel dan Oliveira 2006. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kondisi lingkungan, perbedaan hábitat, perbedaan jenis ikan, dan perbedaan jenis pakan. Analisis kadar lemak merupakan salah satu kunci analisis yang digunakan untuk pelabelan makanan dan penjamin mutu Xiao 2010. Hasil pengujian menunjukkan bahwa jeroan ikan bandeng memiliki kadar lemak sebesar 9,69. Kadar lemak ini cukup tinggi, hal ini diduga disebabkan karena jeroan, seperti hati, berfungsi sebagai penimbun lemak dalam tubuh ikan Geneser 1994. Kadar abu digunakan sebagai petunjuk adanya mineral pada suatu bahan. Bahan makanan terdiri dari 96 bahan organik dan air. Sisanya merupakan unsur- unsur mineral yaitu, zat anorganik kadar abu. Dalam proses pembakaran, hanya bahan-bahan organik yang terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu Winarno 1997. Kandungan mineral pada jeroan ikan diduga berasal dari asupan pakan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa jeroan ikan bandeng memiliki kadar abu sebesar 1,18. Kadar abu jeroan ikan bandeng lebih rendah dibandingkan dengan kadar abu jeroan ikan pink salmon Oncorhynchus gorbuscha yakni sebesar 1,50 Bechtel dan Oliveira 2006. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan habitat, kondisi lingkungan, perbedaan jenis ikan, dan perbedaan jenis pakan. Habitat dan kondisi lingkungan yang berbeda menyebabkan penyerapan mineral yang berbeda terhadap organisme akuatik di dalamnya. Setiap jenis organisme memiliki kemampuan untuk meregulasi dan mengabsorbsi mineral yang berbeda-beda, sehingga hal tersebut akan memberikan pengaruh pada kadar abu jeroan masing-masing organisme. Hasil penelitian Bechtel dan Oliveira 2006 menunjukkan bahwa beberapa ikan cod di Alaska dengan spesies yang berbeda memiliki kadar abu yang berbeda pada jeroannya. Karbohidrat memegang peranan penting di alam karena merupakan sumber energi utama. Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida, yaitu glikogen yang terdapat dalam sarkoplasma diantara miofibril-miofibril. Kadar karbohidrat pada jeroan ikan bandeng dihitung dengan metode by difference. Hasil perhitungan karbohidrat dengan metode tersebut menunjukkan bahwa jeroan ikan bandeng mengandung karbohidrat sebesar 13,61. Kadar karbohidrat yang terhitung diduga polisakarida yaitu glikogen. Hal ini disebabkan karena jeroan, seperti hati, menyerap glukosa dalam usus sesudah makan. Proses ini dilakukan oleh sel hepatosit dan dikonversi menjadi glikogen. Glikogen berasal dari kelebihan glukosa dalam darah. Karbohidrat yang dikonsumsi oleh ikan akan dicerna di dalam pencernaan hingga menjadi glukosa. Glukosa akan diserap oleh dinding usus dan kemudian masuk dalam darah. Glukosa yang dibawa dalam darah akan diambil oleh sel-sel pada tubuh organisme untuk meng-hasilkan energi melalui proses oksidasi Hadim et al. 2003. Glikogen terdapat dalam jumlah yang paling banyak dari karbohidrat yang terdapat pada ikan. Glikogen berasal dari kelebihan glukosa dalam darah Cormack 1994.

4.2 Nilai Organoleptik Jeroan Ikan Bandeng Usus, Hati, dan Ginjal