Kerangka Teori dan Konsepsi

10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Fred N. Kerlinger dalam bukunya Foundation of Behavioral Research “Suatu Teori adalah seperangkat konsep, batasan dan proposisi yang menyajihkan suatu pandangan sistimatis tentang fenomena dengan merinci hubungan antarvariabel dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi gejala tersebut” 18 Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang namanya teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi suatu penjelasan yang bersifat umum. 19 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu 20 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis. 21 Lebih lanjut fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan petunjuk serta menjelaskan mengenai gejala yang diamati. Oleh karena itu yang dijadikan kerangka teori sebagai pisau analisis dalam tesis ini adalah Teori Kepastian Hukum Rechtssicherheit, yakni teori yang 18 Mukti Fajar ND dan Yulianto Acmad, Dualisme Peneltian Hukum Normatif Empiris, Pustaka relajar, Yogyakarta, 2010, Hlm 133. 19 Ibid hlm 134. 20 Burhan Ashofa, Metode Peneltian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm 23. 21 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Peneltian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm 80. Universitas Sumatera Utara 11 menjelaskan bahwa hukum harus dilakanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. 22 Begitu juga dengan Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. Sebagai bagian dari pendaftaran tanah harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum. Efektivitas hukum mengenai berkerjanya suatu aturan perundangan ketika diterapkan dalam masyarakat, menurut Satjipto Rahardjo langka yang diambil, dimulai dari dari identifikasi problem sampai jalan pemecahannya yang meliputi mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya, memahami nilai- nilai yang ada dalam masyarakat, membuat hipotesis-hipotesis, dan memilih mana yang layak untuk bisa digunakan, serta mengikuti jalannya hukum dan mengukur efek-efeknya. 23 Demikian juga halnya dalam Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. Proses yang sama dari hukum sebagai law as a command of the lawgivers dapat dilihat dalam UUPA yang merupakan undang-undang yang bersifat dasar, hal ini tercemin dari Penjelasan Umum UUPA yaitu meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Dengan kedudukannya tersebut UUPA sebagai alat untuk melakukan law as a command of the lawgivers sangat wajar bila UUPA hanya sampai pada taraf mengatur tentang asas-asas yang bersifat umum, untuk dapat melaksanakan ketentuan-ketentuannya UUPA sebagai law as a a command of the lawgivers harus 22 Sudikno Mertokusumo, dan A.pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm 1. 23 Mukti Fajar ND dan Yulianto Acmad , Op Cit hlm 197. Universitas Sumatera Utara 12 diikuti dengan pembuatan peraturan-peraturan yang bersifat organik, agar efektivitas dalam pelaksanaannya sesuai dengan tujuan UUPA itu sendiri. Dalam UUPA terdapat ketentuan tentang hak-hak atas tanah, seperti yang temaktub dalam pasal pasal 16, berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka hutan, hak memungut hasil, dan hak- hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara. Untuk meperjelas mengenai Hak-hak yang terdapat dalam UUPA terutama Hak Guna Bangunan yang terdapat diatas tanah Hak Pengelolaan, maka harus terlebih dahulu harus dipahami Hak Pengelolaan, dan Hak Guna Bangunan. Hak Pengelolaan merupakan suatu hak atas tanah yang sama sekali tidak ada. istilahnya dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan khusus hak ini demikian pula luasnya terdapat diluar ketentuan dari UUPA 24 . Hak Pengelolaan itu tidak dari semula bernama Hak Pengelolaan tetapi mengambil terjemahan dari bahasa Belanda Beheersrecht, maka pada waktu itu diterjemakan Hak Penguasaan dan lama sekali istilah ini bertahan dan dipergunakan, 25 Pengertian hak pengelolaan ini kemudian dipertegas lagi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta 24 A.P. Parlindungan, Hak Pengelolaan menurut sistem U.U.P.A Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1989 hlm. 1. 25 Ibid, hlm 6. Universitas Sumatera Utara 13 Pendaftarannya. Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977, lebih lanjut dapat dilihat pada Peraturan Menteri NegaraKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, Pasal 1 angka 3 yang menyebutkan bahwa: 26 “Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya”. Adapun yang dapat menjadi subyek Hak Pengelolaan pada awalnya hanya Departemen, Jawatan dan Daerah Swatantra: 27 . Perkembangan selanjutnya tentang subyek hak pengelolaan dapat diketahui dari Pasal 67, Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 9 Tahun 1999. Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada: 28 a. Istansi pemerintah termasuk pemerintah daerah b. Badan Usaha Milik Negara c. Badan Usaha Milik Daerah d. PT. Persero e. Badan Otorita f. Badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah. Dengan berpedoman pada Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka objek dari Hak Pengelolaan seperti juga hak-hak atas tanah lainnya adalah tanah yang dikuasai oleh negara. 29 26 Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri NegaraKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, 27 Oloan Sitorus dan H.M. Zaki Sierrad, Hukum Agraria Indonesia Konsep Dasar Dan Implementasi, Penerbit Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2006, hlm. 154-155. 28 Pasal 67 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 9 Tahun 1999. 29 Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA , PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1995 hlm.63. Universitas Sumatera Utara 14 “Bahwa berdasarkan pengaturan Hak Pengelolaan di atas, dapat diketahui bahwa Hak Pengelolaan hanya dapat diberikan di atas tanah negara. Oleh karena itu, jika di atas tanah yang akan diberikan Hak Pengelolaan masih ada hak-hak atas tanah yang lain seperti HGB atau HP,”hak garap”, wajib terlebih dahulu dibebaskan oleh calon pemegang Hak Pengelolaan”. 30 Sehubungan dengan isi wewenang Hak Pengelolaan, menurut Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya, Pasal 6 ayat 1 huruf c. Penyerahan bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga, harus diwujudkan dengan membuat perjanjian tertulis antara pemegang tanah Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga yang mengajukan permohonan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor. 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya. Hubungan hukum yang menjadi dasar pemberian hak atas tanah oleh pemegang Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dinyatakan dalam Surat Perjanjian Penggunaan Tanah SPPT. Dalam praktek, SPPT tersebut dapat disebut dengan nama lain, misalnya : Perjanjian penyerahan, penggunaan, dan pengurusan Hak Atas Tanah selanjutnya disebut “Perjanjian”. 31 Pemerintah selaku wakil dari badan hukum dapat melakukan tindakan- tindakan hukum keperdataan, namun ketika pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan, tidak serta merta terjadi hubungan hukum antara pemerintah dengan seseorang atau badan hukum perdata berdasarkan prinsip kesetaraan dan kemandirian masing-masing pihak, sebagaimana lazimnya hubungan hukum dua pihak atau lebih dalam hukum perdata. 32 30 Oloan Sitorus dan H.M. Zaki Sierrad, Op.Cit, hlm. 157. 31 Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, Penerbit Buku Kompas, Jakartat,2008, hlm.208. 32 Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2006. Universitas Sumatera Utara 15 Hak Guna Bangunan Menurut pasal 35 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria UUPA adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. 33 Dengan hak ini diartikan hak untuk mendirikan bangunan-bangunan atas tanah kepunyaan orang lain., hak ini terbatas jangka waktunya selama-lamanya hak ini dapat diberikan untuk 30 tahun, tetapi ada kemungkinan untuk diperpanjang selama-lamanya 20 tahun 34 Perpanjangan jangka waktu atas hak tanah ini masuk katagori pendaftaran tanah karena perubahan data yuridis, karena terjadinya perubahan jangka waktu berlakunya hak tersebut yang dicantumkan dalam sertipikat tanah bersangkutan. 35 Selanjutnya pasal 22 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996. 36 juga mengatur tentang terjadinya Hak Guna Bangunan yaitu: a. Hak Guna Bangunan atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk b. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan c. Ketentuan mengenai tatacara dan syarat permohonan dan pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah negara dan atas tanah Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden. Pengertian Hak Guna Bangunan diatur dalam Pasal 35 UUPA juncto Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. 33 Undang-undang nomor 5 Tahun 1960, Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. 34 Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, 1986. 35 Muhammad Yamin Lubis, Abdul Rahim lubis, Op Cit, hlm 292. 36 Boedi Harsono, Op Cit, hlm,79. Universitas Sumatera Utara 16 Subyek Hak Guna Bangunan menurut UUPA Pasal 36 juncto Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 adalah Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 37 Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan menurut ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menentukan bahwa: Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah : 1. Tanah Negara; 2. Tanah Hak Pengelolaan; 3. Tanah Hak Milik. Lebih lanjut mengenai terjadinya Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan dapat dilihat pada Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yang menyebutkan bahwa: a. Hak Guna Bangunan atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk b. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan. Sedangkan terjadinya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik tercantum dalam Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang menyebutkan bahwa: “Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah”. 37 Kartini Muljadi dan Gunawan Wijaya, Hak-hak Atas Tanah Seri Hukum Harta Kekayaan, Kencana, Jakarta, 2008, hlm 190. Universitas Sumatera Utara 17 Hak pemegang Hak Guna Bangunan dalam hal ini kewenangan secara umum dan kewenangan secara khusus. Kewenangan secara umum dapat dilihat pada Pasal 4 ayat 2 UUPA yang menyebutkan bahwa: “hak-hak atas tanah memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-Undang ini dan peraturan- peraturan hukum lain yang lebih tinggi”. Kewenangan secara khusus dapat dilihat pada Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang berbunyi: 38 “Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya”. Kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan dapat dilihat pada Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 yang menyebutkan bahwa: 39 1. membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya; 2. menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya; 3. memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup; 4. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus; 5. menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan. 38 Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 39 Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Universitas Sumatera Utara 18 Pengaturan mengenai Peralihan Hak Guna Bangunan Pasal 35 ayat 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 secara tegas menyatakan bahwa Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Ketentuan ini selanjutnya dipertegas dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. Dari ketentuan tersebut diatas dapat dilihat bahwa secara tegas dibedakan syarat peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dengan Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas tanah Hak Milik atau di atas tanah Hak Pengelolaan. Terhadap Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas tanah Hak Pengelolaan, setiap perbuatan hukum yang berhubungan dengan Hak Guna Bangunan di atas bidang tanah tersebut, haruslah terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan atas bidang tanah tersebut. Pengaturan mengenai Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Bangunan sebagai hak atas tanah yang dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan dapat dilihat pada Pasal 39 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang menyatakan bahwa: 40 “Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan”. Ketentuan mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan dapat ditemukan dalam Pasal 40 UUPA, yang menyatakan bahwa: 41 Hak Guna Bangunan hapus karena : a.jangka waktunya berakhir; b.dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi; 40 Pasal 39 UUPA Tahun 1960 41 Pasal 40 UUPA Tahun 2960 Universitas Sumatera Utara 19 c.dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; d.dicabut untuk kepentingan umum; e.diterlantarkan; f.tanahnya musnah; g.ketentuan dalam Pasal 36 ayat 2. Dalam Pasal 36 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor. 40 Tahun 1996 menyebutkan bahwa: “Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan”. Lebih lanjut, Pada Pasal 38 disebutkan bahwa: 42 “Apabila Hak Guna bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus sebagaimana dimaksud Pasal 35, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik”.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Suatu kerangka konsepsionil, merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut 43 . Dari uraian kerangka terori diatas, dapat dijelaskan konsep-konsep dasar yang digunakan dalam penelitian tesis ini antara lain: 42 Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 43 Soerjono Soekanto, Pengantar Peneltian Hukum, UI. PRESS, Jakakata, 1984, hlm 132. Universitas Sumatera Utara 20 a. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing- masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. 44 b. Kantor pertanahan adalah unit kerja badan pertanahan nasional di wilayah kabupaten atau kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah. 45 c. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi; pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang dan satuan- satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. 46 d. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepeda pemegangnya. 47 e. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan- bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tigapuluh tahun 48 f. Perpanjangan adalah penambahan jangka waktu berlakunya suatu hak atas tanah tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut, yang 44 Pasal 1 angka 20 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, lihat juga pasal 9 ayat 2 huruf c UUPA 45 Pasal 1 angka 23 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 46 Pasal 1 angka 1 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 47 Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri NegaraKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan 48 Pasal 35 UUPA Universitas Sumatera Utara 21 permohonannya dapat diajukan sebelum jangka waktu berlakunya hak atas tanah yang bersangkutan berakhir. 49 g. Pemerintah Kota adalah Walikota dan perangkatnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.

G. Metode Penelitian 1.

Jenis Penelitian Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode penulisan dengan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus, hal ini dimaksudkan untuk menemukan kebenaran-kebanaran baru tesis dan kebenaran-kebanaran induk teoritis.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan library research yang didukung penelitian lapangan dengan cara wawancara dengan informan, selanjutnya menghimpun data dengan melakukan penelaan bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. 50 a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yakni: 49 Pasal 1 angka 9 Peraturan Menteri NegaraKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 jo pasal 1 angka 9 Peraturan Menteri NegaraKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 50 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm 125. Universitas Sumatera Utara 22 1. Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok- pokok Agraria. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 1977 tentang Tatacara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagianTanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah, 5. Peraturan Menteri AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. 6. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 03 Tahun 2000 Tentang Uang Pemasukan Tanah Bagian Hak Pengelolaan. b. Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan Penjelasan Mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan Tentang Pelaksanaan Atas Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru Dikantor Pertanahan Kota Pekanbaru. c. Bahan tertier adalah bahan pendukung diluar bidang hukum seperti Kamus Ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan Tentang Pelaksanaan Atas Universitas Sumatera Utara 23 Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru Dikantor Pertanahan Kota Pekanbaru.

3. Alat Pengumpul Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berkaitan dengan Tentang Pelaksanaan Atas Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara interview guide untuk mendapatkan data primer dari narasumber yang telah ditentukan, yaitu: 1. Kepala Seksi Hak Atas Tanah Dan Pendaftaran Tanah 2. Masyarakat yang Mengajukan Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru sebanyak 2 dua orang yaitu Luis Utomo, dan Hendry Yacup.

4. Analisis data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah deskriptif analisis maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum Universitas Sumatera Utara 24 yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. Sedangkan Metode pendekatan dalam penelitian tesis ini adalah metode kualitatif yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan informan hingga dapat menjawab permasalahan dari penulisan tesis ini. Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta dievaluasi. Kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan jalan keluar atas permasalahan dalam penelitian ini. Universitas Sumatera Utara

BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Pelaksanaan Jual Beli Bangunan Di Atas Tanah Yang Hak Guna Bangunannya Telah Berakhir Diatas Hak Pengelolaan Nomor 1/Petisah Tengah Yang Dikelola Pemerintah Kota Medan

0 68 135

Tinjauan Yuridis Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Batam Atas Tanah Hasil Reklamasi (Studi Pada HPL Yang Dikelola Pemerintah Kota Batam)

11 112 162

Tinjauan Yuridis Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Yang Mengacu Kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Serta Pejabat Negara Yang Berperan Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Dan Ban

1 41 152

Tinjauan Yuridis Atas Tanah Wakaf yang Dikuasai Nadzir (Studi Kasus di Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh)”

4 66 139

Pelaksanaan Perubahan Hak Milik Atas Tanah Menjadi Hak Guna Bangunan Pada Yaspendhar Medan (Studi : Kampus I-Jln. Imam Bonjol No. 35 Medan)

4 66 127

Kedudukan Hak Tanggungan Terhadap Peningkatan Hak Guna Bangunan Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal Yang Dibebani Hak Tanggungan

1 41 150

BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU A. Hak Pengelolaan 1. Pengertian Hak Pengelolaan - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangun

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang Berada di Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pakanbaru

0 0 24

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN ATAS PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERADA DIATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU TESIS

0 0 13

ANALISIS YURIDIS PELAKSANAAN JUAL BELI BANGUNAN DI ATAS TANAH YANG HAK GUNA BANGUNANNYA TELAH BERAKHIR DIATAS HAK PENGELOLAAN NOMOR 1PETISAH TENGAH YANG DIKELOLA PEMERINTAH KOTA MEDAN

0 0 12