THI Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Studi Pendugaan Suhu

Kelembaban udara yang lebih tinggi pada udara dekat permukaan pada siang hari disebabkan karena penambahan uap air hasil evapotrenspirasi dari permukaan. Proses ini berlangsung karena permukaan tanah menyerap radiasi selama siang hari. Pada malam hari akan berlangsung proses kondensasi atau pengembunan yang memanfaatkan uap air yang berasal dari udara. Oleh karena itu kandungan uap air di udara dekat permukaan tersebut akan berkurang Soedomo 2001. Kelembaban tertinggi di Kota Surakarta ada pada bulan Februari dengan nilai 85. Curah hujan dan kelembaban udara ini mempunyai pola yang sama, yaitu pada tingkat kelembaban yang tinggi akan diikuti dengan tingkat hujan yang tinggi pula BPS 2010.

2.5 THI

Temperature Humidity Index Metode untuk mengukur pengaruh parameter-parameter iklim terhadap kenyamanan manusia telah diteliti oleh beberapa ahli. Metode pengukuran ini menghasilkan suatu nilai indeks untuk menetapkan efek dari kondisi panas pada kenyamanan manusia atau Temperature Humidity Index THI yang mengkombinasikan suhu dan kelembaban Encyclopedia 2003. Menurut Niewolt 1975, kenyamanan merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan pengaruh keadaan lingkungan yang dapat dinyatakan secara kuantitatif melalui hubungan kelembaban udara dan suhu udara yang disebut Temperature Humidity Index THI, selang THI Indonesia berkisar antara 20-26. Hasil penelitian lain telah dilakukan juga oleh Mulyana et al. 2003, menyatakan bahwa indeks kenyamanan pada kondisi nyaman berada pada kisaran THI 20-26. Hal ini menyatakan bahwa secara umum Indonesia merupakan wilayah yang termasuk dalam kisaran nyaman. Emmanuel 2005 menggunakan rumus Niewolt 1975 yang melakukan penelitiannya di Colombo, Srilangka, dan menyimpulkan bahwa pada THI antara 21-24 o C, 100 populasi manusia menyatakan nyaman. Sedangkan THI sebesar 25-27 o C, 50 manusia meyatakan nyaman. Sedangkan untuk THI 27, 100 populasi manusia menyatakan tidak nyaman.

2.6 Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Studi Pendugaan Suhu

Permukaan Pengindraan jauh menjelaskan secara ringkas kemungkinan untuk memperoleh, menggambarkan dan menginterpretasikan keadaan panas di permukaan bumi. Pendefinisan energi thermal lebih sering mengacu pada energi yang dipancarkan dari permukaan bumi. Berdasarkan sumber energi radiasi dari matahari, panjang gelombang dipancarkan dari energi matahari lebih pendek daripada gelombang panjang dari permukaan bumi Lillesand 1997. Perubahan suhu udara pada dasarnya merupakan resultante dari berbagai proses yang terjadi dalam suatu kawasan. Banyak aspek yang terlihat di dalamya, termasuk di antaranya adalah perubahan penggunaan lahan yang sering dianggap sebagai penyebab peningkatan suhu kawasan. Dampak dari perubahan penggunaan lahan itu adalah perubahan suhu yang meningkat dari waktu ke waktu Fracillia 2007. Oleh karena itu fenomena perubahan suhu yang berdampak pada peningkatan iklim mikro ini penting untuk dipelajari, salah satunya dapat dianalisis dengan menggunakan Sistem Infomasi Geografis SIG. Prinsip dasar pengindraan jauh yaitu menangkap energi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan maupun dipantulkan oleh suatu permukaan yang dipilah-pilah dalam sensor panjang gelombang. Suhu permukaan diperoleh atau dihitung dari energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan. Sensor yang digunakan untuk mendeteksi pada satelit adalah thermal infrared Lillesand 1997. Menurut Lillesand 1997 semua benda di alam yang mempunyai suhu mutlak di atas 0 o C atau setara dengan 273 K akan mempunyai radiasi thermal. Sebagai dasar dari pernyataan tersebut dicirikan oleh : 1. Suatu benda akan mengabsorbsi seluruh energi yang diterima dari segala sudut penerimaan. 2. Suatu benda akan mengemisikan semua energinya ke segala arah dengan seluruh kisaran panjang gelombang yang ada atau terbatas. Teori tentang benda hitam dinyatakan oleh Wilhelm Wien 1928 diacu dalam Fajar 2010 yang menjelaskan hubungan antara pancaran maksimum, panjang gelombang, dan suhu pemukaan objek. Teori ini dikenal dengan Hukum pergeseran Wien yang dirumuskan sebagai : Keterangan : maks = Panjang gelombang pada pancaran maksimum µm Ts = Suhu permukaan objek K Berdasarkan persamaan di atas, dengan menganggap bahwa nilai suhu mutlak permukaan matahari adalah 5780 K, maka didapatkan nilai panjang gelombang maksimum radiasi matahari yang mampu memberikan pancaran puncak maksimum terjadi pada panjang gelombang 0,5 µ m yang dapat disebutkan sebagai nilai tengah dari spektral radiasi tampak. Dengan fakta ini, maka radiasi matahari akan memberikan energi maksimum pada kisaran spektral tampak 0,3 – 0,7 µm. Sedangkan untuk permukaan bumi dengan suhu permukaan 300 K memberikan nilai pancaran puncak maksimum pada panjang gelombang 9,7 µm yang merupakan kisaran radiasi infrared. Oleh sebab itu, maka pengindraan jauh thermal banyak dilakukan pada spektrum 8 µm sampai 14 µm Lillesand 1997. Pada saat estimasi suhu permukaan dari citra thermal, rona yang lebih gelap pada citra mewakili suhu tampak yang lebih dingin dan rona yang lebih cerah mewakili citra yang lebih panas. Pengukuran sensor thermal atas suhu dapat dilakukan pada ketinggian 300 m. Kondisi cuaca mempengaruhi thermal atmosferik. Kabut dan awan tidak dapat ditembus oleh radiasi thermal walaupun hari cerah, aerosol dapat menyebabkan perubahan yang besar pada sinyal yang diindra. Sedangkan Abu, partikel arang, asap, dan titik air dapat mengubah pengukuran thermal. Unsur pembentukan atmosferik bervariasi menurut situs, ketinggian, waktu, dan kondisi cuaca setempat Tauhid 2008. Pengukuran suhu biasanya meliputi penempatan instrumen pengukur yang bersentuhan dengan atau terbenamkan dalam badan yang diukur suhunya suhu kinetik. Suhu kinetik merupakan ungkapan “internal” terjemahan tenaga rata-rata molekul yang menyusun tubuh. Di samping ungkapan internal, objek memancarkan tenaga sebagai fungsi suhunya. Tenaga yang dipancarkan merupakan ungkapan “eksternal” keadaan tenaga objek yang dapat diindra dari  maks = 2897 �� jarak jauh dan digunakan untuk menentukan suhu pancaran radiant temperature objek Lilliesand 1997. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan terkait denga thermal memiliki hasil yang cukup nyata. Berdasarkan hasil penelitian Wardhana 2003 telah melakukan pengukuran suhu berdasarkan estimasi dari band 7 yang dikorelasikan dengan data suhu stasiun klimatologi, menghasilkan model regresi umum untuk kasus Kota Bogor tahun 2001 adalah y = 0,045x + 24,964 dengan y adalah suhu permukaan dan x adalah nilai digital number dari data band 7. Diperoleh kelas suhu di tahun 2001 yang tertinggi adalah kelas penutupan lahan industri dan permukiman yaitu 27 o C – 29 o C. Penelitian Waluyo 2009 menganalisis hubungan antara suhu permukaan dengan RTH, lahan terbuka, dan area terbangun di Kota Semarang. Distribusi spasial suhu permukaan dengan nilai selang 20 o C hingga ≥ 34 o C. Nilai suhu permukaan tertinggi yaitu ≥ 34 o C mendominasi dengan luas distribusi paling besar, tahun 2001 seluas 16,80 menjadi 25,68 pada tahun 2006. Selain itu juga, nilai suhu permukaan pada RTH lebih rendah dibandingkan dengan suhu permukaan pada lahan terbuka dan area terbangun masing-masing sebesar 31 o C- 34 o C, dan ≥ 34 o C. Hasil penelitian lain yang mengkaji estimasi suhu permukaan dengan menggunakan band 6 citra landsat 7 ETM yaitu penelitian Fajar 2010 yang menganalisis hubungan antara suhu permukaan dan THI terhadap RTH, lahan terbuka dan lahan terbangun di Kota Palembang. Penelitian ini menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan suhu permukaan terbesar pada selang suhu 28 o C- 29 o C dan peningkatan nilai THI pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2000. Hal ini dikarenakan berkurangnya luasan vegetasi rapat yang telah dikonversi menjadi lahan terbangun, lahan pertanian dan areal proyek mengakibatkan berkurangnya vegetasi untuk menyerap radiasi sinar matahari.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai bulan Januari 2012 di Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Pengolahan data dilakukan di laboratorium analisis lingkungan dan pemodelan spasial Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Sumber : Bappeda Kota Surakarta. Gambar 3 Peta administrasi Kota Surakarta.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcGIS 9.3, DNR Garmin 5.4.1, SPSS 15, dan Microsoft Office 2007. Alat yang digunakan di lapangan meliputi Global Positioning System GPS, kamera digital, dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra landsat 7 ETM + pathrow : 119065 Kota Surakarta dengan tanggal akuisisi 8 September 2011 dan PEMERINTAH KOTA SURAKARTA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BAPPEDA PETA WILAYAH KOTA SURAKARTA LEGENDA : Bappeda Kota Surakarta. Jalan Sungai Jalan kereta api