Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Pada satu sisi, perceraian sejatinya dibolehkan dalam Islam. Namun di sisi lain, perkawinan diorientasikan sebagai komitmen selamanya dan kekal. 8 Meskipun demikian, terkadang muncul keadaan-keadaan yang menyebabkan cita-cita suci perkawinan gagal terwujud. Namun demikian, perceraian dapat diminta oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak untuk mengakomodasi realitas-realitas tentang perkawinan yang gagal. 9 Suami istri dalam ajaran Islam tidak boleh terlalu cepat mengambil keputusan bercerai, karena benang kusut itu sangat mungkin dan memang dianjurkan untuk disusun kembali. Walaupun dalam ajaran Agama Islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun perceraian adalah suatu hal yang meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh Nabi. Setiap ada sahabat datang kepadanya yang ingin bercerai dengan istrinya, Rasulullah selalu menunnjukkan rasa tidak senangnya seraya berkata bahwa hal yang halal tapi dibenci oleh Allah adalah perceraian. 10 Ketika terjadi pertengkaran antara kedua belah pihak, Islam tidak langsung menganjurkan suami istri untuk mengakhiri perkawinan, tetapi dilakukan terlebih dahulu musyawarah. Di dalamnya, bisa saja suami istri membahas tentang bagaimana nusyuz yang telah dilakukan oleh keda belah pihak atau perkara yang 8 Abdul Qodir Djaelani, Keluarga Sakinah, Surabaya : PT. Bina Ilmu. 1995 h.316. 9 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. 2013 h. 228. 10 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta : Prenada Media,2004, h.96-97. menjadi syikak muncul, sehingga sebab-sebab terjadinya kesalahpahaman bisa diatasi. 11 Perceraian juga diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam pasal 39 disebutkan : 1. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 2. Untuk melakukan Perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami istri, 3. Tata cara Perceraian di depan sidang Pengadilan di atur dalam peraturan perundangan tersebut. Saat ini, perceraian di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Wakil Menteri Agama menyatakan jumlah kasus di Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai angka 354.000 kasus perceraian dalam satu tahun. Di Kota Tanggerang sendiri, terjadi 2242 kasus perceraian sepanjang tahun 2014. Ini merupakan angka yang termasuk tinggi bila dibandingkan dengan angka perceraian di daerah lainnya. Namun, di kota Tangerang sendiri, kecamatan Karang Tengah mampu menekan angka perceraian di wilayahnya apabila dibandingkan dengan kecamatan – kecamatan lainnya. 12 Dalam upaya mengurangi perceraian, maka dalam hal ini penghulu atau Pejabat KUA yang mempunyai fungsi sebagai orang yang ditunjuk oleh Negara, 11 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. 2013 h. 230. 12 Database Kementerian Agama 2014. harus cermat dan tanggap serta teliti terlebih dahulu terhadap mereka yang akan melangsungkan perkawinan, terutama sekali dengan dasar mereka melakukan pernikahan. Apabila hal ini telah dilaksanakan, maka besar harapan kemungkinan terjadinya perceraian dapat dihindari. Upaya yang dilakukan oleh penghulu haruslah memberikan dampak positif dan dapat memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa perceraian membawa resiko yang sangat besar. Selain itu, penghulu pun memiliki peran yang penting dalam menghalangi terjadinya perceraian sebelum perceraian tersebut diajukan ke pengadilan agama. Dilihat dari latar belakang yang ada, penulis akan mencoba mengungkap masalah tersebut dan mudah-mudahan dapat membantu mengatasi permasalahan perceraian, khususnya di kecamatan tersebut. Tidak bisa dipungkiri dengan terjadinya perceraian tersebut dapat menimbulkan banyak dampak terhadap lingkungan yang ada disekitar.

B. Identifikasi Masalah

Untuk mengetahui permasalahan yang ada dalam latar belakang yang telah dijelaskan, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Lembaga apa saja yang bertanggung jawab dalam meminimalisasi angka perceraian? 2. Adakah hubungan antara perceraian dengan ekonomi sebuah keluarga? 3. Apa yang menjadi faktor utama terjadinya perceraian di Karang Tengah? 4. Bagaimana upaya penghulu dalam meminimalisasi perceraian? 5. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keluarga sakinah yang dilakukan oleh Penghulu dalam mengurangi perceraian? 6. Sejauh mana peran pemerintah dalam mengurangi angka perceraian?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Setelah mengungkapkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, diketahui bahwa masalah perceraian di Indonesia telah sangat luar biasa. Faktor-faktor yang menyebabkan perceraian tentulah sangat beragam namaun dalam tulisan ini penulis memfokuskan kepada faktor atas perceraian yang terjadi di Karang Tengah. Selain itu, bahwasanya tugas dan fungsi Penghulu tidak hanya semata - mata mencatatkan pernikahan. Di dalam pasal 4 Peraturan Menteri Nomor PER62M.PAN62005 tentang jabatan fungsional penghulu, penghulu juga berperan sebagai pembina keluarga sakinah. Pembinaan keluarga sakinah yang baik akan Dari peraturan tersebut, maka penulis juga membatasi permasalahan pembahasan pada penelitian skripsi ini kepada peran penghulu dalam mengurangi angka perceraian, khususnya pada masyarakat Karang Tengah.

2. Perumusan Masalah

Dalam peraturan Menteri Nomor PER62M.PAN62005 pasal 4 disebutkan bahwa jabatan fungsional penghulu adalah sebagai Pembina keluarga sakinah, tetapi pada kenyataannya tugas itu kurang dilaksanakan sehingga berpengaruh pada tingginya angka perceraian. Sebaliknya, diantara sekian KUA diseluruh Indonesia, KUA Karang Tengah adalah salah satu KUA yang mampu menekan angka perceraian dengan cara mengoptimalkan peranan penghulunya. Hal ini tentu patut dijadikan rujukan bagi KUA dan penghulu lainnya guna melakukan perbaikan dalam kinerjanya selaku pejabat negara. Maka dara itu penulis merumuskan poin-poin penting penelitian dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi faktor utama terjadinya perceraian di Karang Tengah? 2. Bagaimana upaya penghulu dalam meminimalisasi perceraian? 3. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keluarga sakinah yang dilakukan oleh Penghulu dalam mengurangi perceraian?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui faktor perceraian utama yang menjadi tantangan bagi penghulu dalam melaksanakan pembinaan. 2. Untuk mengetahui upaya penghulu dan pelaksanaan pembinaan keluarga sakinah dalam mengurangi perceraian yang dilakukan di kecamatan Karang Tengah. 3. Untuk mengetahui upaya penghulu dalam meminimalisasi perceraian.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk meminimalisir Perceraian di Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang. 2. Untuk membuat sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi, yang merupakan salah satu persyaratan mendapat gelar Sarjana Syariah S.Sy yang telah ditentukan oleh Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bagi mahasiswa dan mahasiswi yang akan menyelesaikan studinya di Fakultas Syariah dan Hukum khususnya Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam. 3. Untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang ilmu agama terutama yang berkaitan dengan masalah yang sedang di bahas ini, karena dengan membahas masalah ini, penulis berusaha semaksimal mungkin untuk membaca dan memahami buku-buku yang terkait dengan masalah perkawinan dan Perceraian, sekaligus melalui observasi terhadap keadaan di lapangan.

E. Metode Penelitian

1. Objek Penelitian

Dalam obyek penelitian ini, penulis mengambil lokasi sesuai dengan judul dari skripsi penulis di atas, yaitu studi kasus di KUA Karang Tengah, Kota Tangerang.