Objek Penelitian Metode Penelitian

dalam masyarakat Islam pada masa modern dimana telah dilakukan pembaruan hukum perkawinan. Dalam khazanah klasik hanya dikenal adanya nikah sirri. Nikah sirri yang dimaksudkan disini tentu berbeda dengan pengertian nikih sirri pada masa sekarang. Nikah sirri dalam konteks kitab-kitab klasik dapat dilihat dari dua pengertian. Pertama, adalah pernikahan yang tidak diumumkan pada khalayak ramai, dengan cara memukul duff, atau pernikahan yang tidak menghadirkan saksi atau karena kurangnya saksi. Dalam hal yang pertama, Imam al- Syafi’i menjelaskan tentang pentingnya kedudukan dua orang saksi dalam pernikahan. Ia menjelaskan bahwa pernikahan yang tidak cukup saksinya tergolong ke dalam pernikahan sirri . Pendapat ini diambilnya dari ‘Umar bin Khattab, yaitu ketika ‘Umar mendatangi suatu pernikahan yang hanya disaksikan oleh satu orang saksi laki-laki dan satu orang perempuan, dia menyatakan bahwa pernikahan ini tergolong sirri., maka aku bisa merajam kamu bila dilanjutkan. 14 Kedua, nikah yang tergolong nikah sirri adalah pernikahan yang tidak diumumkan dengan daffi atau membakar sesuatu sampai terlihat asap sebagai tanda adanya pernikahan. Nikah sirri dalam bentuk ini pernah dinyatakan oleh Rasulullah Saw dan Umar bin Khathab, sebagaimana yang dijelaskan Sahnun , yaitu ketika Rasulullah Saw melewati suatu kaum, terdengar suara nyanyian lalu Rasulullah pun bertanya ”Suara apa itu?” Kemudian Sahabat menjawab, 14 Abu Abd Allah Muha ad ib Idris Al-Syafi i, al-Umm,ttp:tp., tt, Kitab al-Nikah, Juz V, h.151. “Pernikahan Seseorang”. Rasulullah Saw pun berkata, “Sempurnalah agamanya. Tidaklah tergolong nikah sirri setelah ditabuh duff atau kelihatan asap”. 15 Pasangan Suami-isteri dalam ajaran Islam tidak boleh terlalu cepat mengambil keputusan bercerai, meskipun dalam ajaran Islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun perceraian adalah suatu hal yang meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh Nabi. 16 Hal pertama suatu pernikahan dianggap sirri karena tidak adanya saksi, sedangkan dalam hal yang kedua pernikahan dianggap sirri ketika tidak ada pengumuman atas akad yang telah dilakukan. Dari penjabaran diatas dapat dimengerti bahwa Islam mengutamakan akan kejelasan status pernikahan. Berangkat dari pernyataan tersebut, maka kini di Indonesia, dan sebagian negara berpendudukan Muslim di dunia, mewajibkan bagi calon pasangan suami istri yang akan melakukan pernikahan untuk mendaftrar di lembaga tertentu KUA di Indonesia, dan pernikahannya tersebut akan disaksikan dan dicatatkan oleh seorang penghulu. Menurut PMA No. 30 Tahun 2005, Penghulu adalah pegawai negeri sipil sebagai pencatat nikah yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk sesuai peraturan 15 Imam Anas ibn Malik, al-Mudawanah al-Kubra,Beirut: Dar al-Shadir, tth, Juz IV, h. 194. 16 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta: Prenada Media, 2004, h. 97.