111 Dari data tabel tersebut timbul pertanyaan, yaitu apakah seluruh status JC yang dikeluarkan oleh
institusi penegak hukum ini diberikan pada saat proses penuntutan, atau dengan kata lain apakah diberikan sebelum atau sesudah putusan. Yang menjadi catatan penting adalah apabila status JC baru
diberikan setelah putusan dijatuhkan, maka angka ini adalah angka yang sangat mengejutkan, karena secara hukum di Indonesia, JC seharusnya dinyatakan sebelum putusan atau saat proses penuntutan di
lakukan.
Logika ini sebenarnya logika yang sama yang diatur dalam PP 99 Tahun 2012, dimana JC menjadi syarat remisi untuk memberikan insentif atau memberikan bergain kepada penyidik dan penuntut
umum agar tersangka atau terdakwa mau bekerja sama dalam mengungkap kejahatan, khususnya korupsi yang bersifat sistemik dan terorganisir. Apabila status JC diberikan pasca putusan atau proses
penuntutan, maka apa guna JC diberikan selain untuk mendapatkan remisi? Dari sinilah harusnya dugaa ada a per ai a atau ko oditas a g diperjual elika dapat ditelusuri.
Untuk itu, ICJR meminta agar Kepolisian, Kejaksaan dan KPK mengeluarkan nama-nama siapa aja orang-orang yang mendapatkan status JC tersebut dan apakah status JC tersebut diberikan pada saat
proses penuntutan atau sebelum putusan atau malah diberikan setelah putusan dikeluarkan dan dengan alasa apa. De ga egitu aka isteri jual eli status JC dapat ditelusuri.
6.5 Whistle Blower WB
Perlindungan Whistle Blower WB kurang mendapatkan perhatian yang serius sepanjang 2016 ini. Padahal entitas WB merupakan salah satu pendukung penting dalam penegakan hukum pidana,
khususnya dalam kasus-kasus kejahatan terorganisasi.
Dari aspek kebijakan, tidak ada regulasi baru yang memberikan proteksi lebih kuat paska revisi UU Perlindungan saksi dan Korban, UU No 31 tahun 2014. Pemerintah Indonesia terlihat lebih
berkonsentrasi mengembangkan Whistleblower System di beberapa kementerian. Sebagai tindak lanjut pelaksanaan dari Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015 yang kemudian dirumuskan
dalam Inpres No 7 Tahun 2015, terkait pelaksanaan WBS dan penanganan pengaduan internal dan eksternal. Berdasarkan Instruksi tersebut, dilakukan pelaksanaan Whistleblowing System
WBS di 17 KementerianLembaga Pemerintah dengan Kebijakan dan Strategi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi. Bahkan telah terbangun Nota Kesepahaman yang terkait dengan upaya perlindungan bagi pelapor, saksi, dan saksi pelaku yang bekerjasama dalam rangka aksi pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi antara LPSK dengan 17 KementerianLembaga. Namun mengenai capaian ukuran keberhasilan termasuk laporan evaluasi pelaksanaan Whistleblowing System belum diperoleh apakah
ada perbaikan situasi di tahun 2016 ini.
Pelaksanaan Whistleblowing System di lembagakementerian ternyata memiliki kendala karena tergantung kepada kebijakan dan sistem yang dibangun oleh masing-masing lembaga. Karena
Whistleblowing System ini relatif baru, serta belum optimalnya jaringan dan system yang dibuat masih rentan. Demikian juga masalah keamanan dan kerahasiaan, tidak hanya melindungi individu agar
bersedia menjadi pelapor tetapi harus dipastikan adanya tindak lanjut dan investigasi pengungkapan laporan secara memadai, profesional dan independen.
Kendala lain adalah terkait faktor keamanan dari pelapor yang masih diragukan oleh pengguna, hal ini tidak jelasnya masalah reward and punishment. Bagi kalangan pegawai negeri sipil PNS hal ini
masih berat, terutama yang melaporkan atasannya. Whistle Blower dari kalangan PNS rentan
112 mendapatkan ancaman, seperti dimutasi bahkan dipecat. Dan sampai sekarang, belum ada peraturan
perundang-undangan yang mengatur permasalahan ini, termasuk UU Perlindungan Saksi dan Korban. Reward dan punishment di satu sisi baik untuk meningkatkan kinerja dari kementerianlembaga tetapi di
satu sisi dapat menimbulkan permasalahan baru terkait dengan masalah fitnah, ancaman dan pengucilan yang mungkin diterima oleh pelapor apabila yang bersangkutan mendapatkan reward atas
dasar pengaduan.
Dari segi kasus-kasus WB yang mendapat perlindungan, tahun 2016 ini terdapat peningkatan jumlah kasus WB. Sebelumnya pada tahun 2015, LPSK hanya melindungi 4 empat orang Whistleblower
pada Tindak Pidana Korupsi. Maka Pada tahun 2016 LPSK telah memberikan perlindungan kepada 36 orang berstatus WB terkait berbagai kasus tindak pidana seperti korupsi, penganiayaan, penyiksaan dan
lain-lain. Berikut data WB yang masuk dalam perlindungan LPSK :
Tabel 6.7. Daftar WB Perlindungan LPSK 2016 No Nama
Whistleblower
1 Korupsi
26 2
Penyiksaan 4
3 Penganiayaan
4 4
Malpraktik 1
5 Penyalahgunaan Wewenang
1 Jumlah
36
Tabel 6.8. Beberapa Kasus Ancaman terhadap Pelapor tahun 2016
Pelapor Kasus
Serangan balik Respon
10 orang Pelapor kasus
Bupati
Tanggamus Bambang
Kurniawan Kasus suap kepada anggota DPRD
Kabupaten Tanggamus,
terkait pengesahan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah APBD tahun anggaran 2016
Diancam secara
fisik, namun
juga ancaman
psikis dan
ancaman administrasi.
Ancaman tersebut
mulai dari
peringatan adanya
Pergantian Antar Waktu PAW sebagai anggota
DPRD hingga ancaman karir terhadap keluarga
para
pelapor yang
menjadi PNS
di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Tanggamus.
Perlindungan LPSK dan Polri
LSM Peduli Kota Batu
6 kasus dugaan korupsi di Kota Batu yang bersinggungan dengan pejabat di
Kota Wisata Batu. Keenam kasus itu meliputi dugaan korupsi pembangunan
block
office, dugaan
korupsi pembangunan
jalan Giri
Arjuno, dugaan korupsi roadshow Kaltim,
Teror dan ancaman Meminta
perlindungan ke polisi
113
dugaan korupsi
bantuan traktor,
dugaan korupsi
ruislag tanah
Dadaprejo dan dugaan manipulasi tanah Puskesmas Batu.
H E A Pelapor dugaan korupsi dana hibah
KONI Samarinda senilai Rp. 64 miliar. Usai pemeriksaan Tim
Satgasus Jampidsus
sekitar mengaku pernah mendapat tekanan dan
ancaman dari seseorang atas laporan yang ia
adukan kepada Kejaksaan Agung RI sekitar bulan
Maret 2016. Ia diancam 4 huruf, yaitu mati.
-
S K N Pelapor dugaan tindak pidana korupsi
alokasi dana desa ADD Bunkate, Kabupaten Lombok Tengah. Ada 11
item dana desa yang dirinya laporkan ke Kejaksaan Negeri Praya. Hal itu
dilaporkan
karena tidak
ada transparansi
dalam pengelolaan
anggarannya. Di intimidasi, diancam
keluar dari
desa tempatnya tinggal
Meminta pendampingan hukum
kepada Solidaritas
Masyarakat untuk
Transparansi Somasi Nusa Tenggara Barat.
Pelapor Kasus Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan di Ancaman
Setelah dilaporkan oleh anggota DPRD Tanggamus yang mengetahui dan menerima uang suap, Komisi Pemberantasan Korupsi kemudian melakukan penahanan terhadap Bambang. Ia diduga keras
melakukan penyuapan kepada sejumlah anggota DPRD Kabupaten Tanggamus, terkait pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD tahun anggaran 2016. Para pelapor diteror setelah
melaporkan Bambang, 10 anggota DPRD Tanggamus yang melaporkan kasus tersebut kemudian meminta perlindungan LPSK. Mereka tidak hanya diancaman secara fisik, namun juga ancaman psikis
dan ancaman administrasi. Ancaman tersebut mulai dari peringatan adanya Pergantian Antar Waktu PAW sebagai anggota DPRD hingga ancaman karir terhadap keluarga para pelapor yang menjadi PNS di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Tanggamus. Ancaman itu semakin nyata saat KPK mulai menyelidiki kasus ini.
6.6. Bantuan Rehabilitasi bagi Korban