Praktik Penyiksaan Dalam Sistem Peradilan

36 BAB IV SITUASI HUKUM ACARA PERADILAN PIDANA 2016

4.1 Praktik Penyiksaan Dalam Sistem Peradilan

Konvensi Anti Penyiksaan meny e utka ah a Pe iksaa adalah …setiap per uata ya g dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, yang dengan sengaja dilakukan pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau ketera ga dari ora g itu atau dari ora g ketiga… Oleh kare a praktik penyiksaan sebagai teknik untuk mengumpulkan bukti atau alat bukti merupakan salah satu perbuatan yang dilarang berdasarkan hukum Internasional. Secara nasional, Indonesia masih belum memiliki pengaturan yang secara spesifik mengkriminalisasi penyiksaan sebagai tindak pidana, proses hukum masih bersandar pada ketentuan penganiayaan dalam KUHP. Indonesia pada 2016 masih belum berhasil melakukan pencegahan dan penanganan atas kasus- kasus penyiksaan, termasuk lemahnya sistem hukum melawan praktik penyiksaan. Sampai dengan saat ini pemerintah Indonesia bahkan lalai melaporkan situasi dan perkembangan pencegahan penyiksaan di Indonesia ke forum PBB yang jatuh tempo sejak 2011. Komite Anti Penyiksaan di PBB sudah sejak lama mengeluarkan permintaan untuk Indonesia agar memenuhi kewajibannya untuk melaporkan situasi penyiksaan di Indonesia kepada Komite Anti penyiksaan PBB. Indonesia gagal melakukan pencegahan dan penanganan terhadap kasus penyiksaan. Tidak adanya data resmi dari Komisi atau lembaga yang secara konsisten melakukan monitoring atas kasus- kasus penyiksaan di Indonesia menunjukkan hal tersebut. Dari laporan berbagai lembaga, di tahun 2016 masih belum dapat dikatakan ada kemajuan signifikan terkait situasi penyiksaan. Baik Kontras, 20 Elsam, 21 dan ICJR 22 melaporkan bahwa penyiksaan yang dilakukan sepanjang 2016 masih belum dapat ditekan, sejalan dengan itu, justru kasus-kasus penyiksaan masih banyak terjadi. 20 Lihat http:medan.tribunnews.com20161229kontras-105-luka-dan-13-meninggal-akibat-kekerasan- sepanjang-2016 21 Lihat http:elsam.or.id201606penyiksaan-sebagai-manifestasi-dominasi-dan-kuasa-aparat-penegak-hukum- indonesia 22 Lihat http:icjr.or.idpraktek-penyiksaan-masih-menjadi-bagian-dalam-penegakan-hukum-pidana-di-indonesia 37 Tabel 4.1. Kasus Penyiksaan di Tahun 2016 No. BulanTahun Wilayah Pelaku Korban Kondisi Korban 1 Januari2016 Jawa Tengah Densus 88 An Luka-luka 2 Januari2016 Jawa Tengah Densus 88 Ha Luka-luka 3 Januari2016 Jawa Tengah Densus 88 AP Luka-lukaIntimidasi 4 Januari2016 Jawa Tengah Densus 88 NS Luka-lukaIntimidasi 5 Februari2016 Jakarta Anggota Polda Metro Jaya Ni Luka-luka 6 Februari2016 Kep. Riau Anggota Polresta Barelang WZ Luka-luka 7 Maret2016 Jawa Tengah Anggota Densus 88 Si Tewas 8 Maret2016 Jawa Timur Anggota Polsek Kenjeran Sa Luka-luka 9 April2016 Jawa Barat Anggota Sipir Lembaga Permasyarakatan Lapas Banceuy Kelas II A, Bandung UK alias Uw Tewas 10 April2016 Papua Gabungan TNIPolri YS, UK, ES, ND, LO, LB Luka-lukaIntimidasi 11 April2016 Sumatera Utara Anggota Polsek Medan Labuhan Ha dan RDGS Luka-lukaPelecehan seksual 12 Maret2016 Maluku Anggota Polsek Namrole UN Luka-luka 13 Mei2016 Jakarta Anggota Polda Metro Jaya RA Luka-luka 38 14 Juni2016 Sulawesi Selatan Anggota Polres Maros ANF Luka-luka 15 Juni2016 Sulawesi Tenggara Anggota Polresta Kendari AJ Tewas 16 September2016 Riau Anggota Polres Meranti AAP Tewas 17 Oktober2016 Lampung Anggota Polresta Bandar Lampung AS Luka-lukaIntimidasi 18 Oktober2016 Aceh Anggota Polres Aceh Barat Ja Luka-luka 19 Oktober2016 Padang Anggota Polsek Nanggalo De Luka-luka Dalam catatan ICJR, sepanjang 2016, terjadi 19 kasus penyiksaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesuai Pasal 1 Konvensi Anti Penyiksaan. Dari 19 Kasus tersebut, 4 tersangka meninggal dunia diduga akibat penyiksaan. Pelaku penyiksaan masih didominasi oleh Kepolisian, disusul oleh TNI dan Sipir Lembaga Pemasyarakatan. Sejalan dengan itu, maka mayoritas penyiksaan terjadi di kantor- kantor Polisi dan tempat penahanan atau pada saat melakukan proses penyidikan. Tahun 2016 juga menjadi tahun yang sangat penting dalam melakukan evaluasi pada penanganan kasus terorisme. Tercatat, Densus 88 disebutkan dalam 5 kasus penyiksaan yang tercatat pada 2016. Kasus Siyono yang tewas pada saat penyidikan yang dilakukan oleh Densus 88 sangat menyita perhatian sepanjang tahun, kemudian kasus penyiksaan yang melibatkan anak dibawah umur serta kasus salah tangkap yang juga dalam kasus terorisme dan melibatkan Densus 88. Dalam hal regulasi, sampai dengan saat ini tidak tersedia regulasi yang secara khusus dapat digunakan dalam menghukum pelaku penyiksaan secara efektif. Tidak ada kriminalisasi khusus terhadap tindak pidana penyiksaan. Satu-satunya harapan ada dalam R KUHP, kejahatan penyiksaan diatur dalam dua Pasal, yaitu dalam Bab XXXII tentang Tindak Pidana Jabatan dalam Pasal 669 Buku II Rancangan KUHP 2015, yang saat belum selesai dibahas oleh DPR. Bahkan Inisiatif terkait Optional protokol, atau protokol tambahan, yang melengkapi ratifikasi konvensi anti penyiksaan, telah ditolak oleh pemerintah dan tidak kunjung di dorong kembali. Optional Protokol Anti Penyiksaan ini merupakan instrumen untuk mendukung pencegahan penyiksaan, Indonesia tidak bersedia meratifikasi dengan alasan kedaulatan Negara. Hal ini mengakibatkan Indonesia tidak memiliki mekanisme pemantauan tempat-tempat penahanan yang terintegrasi dengan berbagai lembaga pengawasan dan perlindungan hak asasi manusia. Sehingga menjadikan tempat- te pat pe aha a se agai surga agi pelaku-pelaku penyiksaan. Pada 2014 lalu, Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Luar Negeri telah berinisiatif menyusun RUU Pencegahan Penyiksaan namun sejak 2015 rencana ini mandek di tangan mereka sendiri. Pada 24 Februari 2016, lima lembaga Negara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM, Komisi Nasional Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan Komnas Perempuan, Komisi 39 Perlindungan Anak Indonesia KPAI, Ombudsman Republik Indonesia dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban LPSK menandatangani kesepakatan bersama MoU Mekanisme Pencegahan Nasional Bagi Pencegahan Penyiksaan, Penghukuman Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat. Sampai saat ini nota ini belum menunjukkan hasilnya, belum ada laporan resmi yang signifikan atas kebijakan baru ini. Di sisi lain, muncul beberapa legislasi yang justru melanggengkan situasi penyiksaan. RUU pemberantasan terorisme yang diusulkan pemerintah tahun 2016 telah membuka situasi yang berpotensi terjadinya penyiksaan dengan menambah jangka waktu penangkapan incommunicado dan penahanan paling lama dalam sejarah hukum acara pidana Indonesia. Dalam RUU tersebut Penangkapan incommunicado dan pencegahan dapat dilakukan selama 30 hari sedangkan penahanan 450 hari. RUU juga secara terang-terangan memberikan kewenangan bagi penyidik dan aparat penegak hukum untuk menempatkan seseorang tanpa status jelas pada suatu tempat yang juga tidak diketahui. “e ara eksplisit, i i erupaka praktik legal dari pe aha a i o u i ado di I do esia da dapat dipastikan akan menjadi lumbung kasus penyiksaan. Penahanan Incommunicado masih menjadi persoalan penting di Indonesia, UU Terorisme dan UU Narkotik menjadi dua undang-undang utama yang mengakomodir masih maraknya penyiksaan dalam konteks Penahanan Incommunicado.

4.2 Problem Implementasi Sistem Peradilan Pidana Anak Juvenile Court