Meningkatnya Penggunaan Hukum Pidana Defamasi Penghinaan di Ranah Internet

29

3.2 Meningkatnya Penggunaan Hukum Pidana Defamasi Penghinaan di Ranah Internet

Korban penggunaan pasal-pasal penghinaan di internet yang menjadi fokus ICJR di tahun 2016 adalah kasus Yusniar 27 tahun seorang ibu rumah tangga di Makassar, Sulawesi Selatan, menghadapi persidangan di Pengadilan Negeri Makassar PN Makassar atas tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat 3 UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE sehubungan status facebook yang diunggah pada 14 Maret 2016 yang berbunyi Alha dulillah. Akhir ya selesai juga asalah ya. Anggota DPR tlo, pengacara tlo. Mau nabantu orang yang bersalah, nyata-nyatanya tanahnya ortuku pergiko ganggui Poeng . Status tersebut dibuat oleh Yusniar karena kekecewaan Yusniar sehubungan perbuatan SS, Anggota DPRD Jeneponto, yang diduga melakukan tindakan sewenang wenang karena melakukan pengrusakan rumah miliknya. Peningkatan penggunaan pasal-pasal defamasi yang paling signifikan di tahun 2016. LBH Pers misalnya mencatat bahwa penggunaan pasal pencemaran nama baik UU ITE terus meningkat sejak pertama kali diundangkan hingga saat ini. Tercatat 10 kasus per bulan dengan sebaran makin luas dan platformmedium yang beragam. 17 SAFEnet mencatat medium yang paling banyak digunakan para pelapor 56,5 persen Facebook, kemudian Twitter 12,4 persen. 18 Berdasarkan data Bareskrim Mabes Polri mencatat tindak pidana Cyber Crime di Indonesia pada tahun 2016 terdapat peningkatan kasus tindak pidana penghinaan sebanyak hampir 2 kali lipat Tahun 2016 = 708 laporan dibandingkan tahun sebelumnya Tahun 2015 = 485 laporan. Sedangkan dalam tindak pidana menyebarkan permusuhan pada tahun 2016 terjadi kefokusan penanganan kasus oleh penyidik, dimana terdapat peningkatan penyelesaian kasus yang cukup signifikan, yakni 3 kali lipat 25 dibanding tahun 2015 7,27. Tabel 3.1. Jumlah LaporanKasus Defamasi dan Hate Speech Cyber Crime di Mabes Polri No Tindak Pidana Cyber Crime 2015 2016 Crime Total CT Crime Solved CC Crime Total CT Crime Solved CC 1 Penghinaan 485 120 24,74 708 166 23,45 2 Menyebarkan Permusuhan 55 4 7,27 44 11 25,00 Total 2522 548 21,73 2632 743 28,23 Sumber : Rekap Bareskrim Mabes Polri 2016, Jika melihat total persentase seluruh tindak pidana siber yang terjadi antara tahun 2015 dengan tahun 2016, maka kasus defamasi UU ITE menempati posisi tertinggi di tahun 2016 berdasarkan Crime Total jumlah aduan kasus. Telah terjadi peningkatan jumlah aduan kasus defamasi dalam UU ITE dari yang semula hanya 485 kasus di tahun 2015, kemudian meningkat menjadi 708 kasus di tahun 2016. Namun berkebalikan dengan kemampuan, hanya sedikit kasus defamasi tersebut dapat diselesaikan oleh aparat penegak hukum. Terjadi pula penurunan kemampuan penyelesaian kasus yang semula tahun 2015 dapat diselesaikan sebanyak 24,74 menjadi hanya 23,45 di tahun 2016. Peningkatan 17 http:jabar.tribunnews.com20161204revisi-uu-ite-masih-ancam-pengguna-media-sosial?page=all 18 https:m.tempo.coreadnews20161229172831059laki-laki-paling-banyak-jadi-terlapor-kasus-uu-ite 30 jumlah kasus defamasi UU ITE yang harus ditangani menjadi hampir 2 kali lipat, sangat mempengaruhi beban kinerja aparat dan resource penegak hukum dalam menuntaskan kasus defamasi. Kekhawatiran ICJR akan peningkatan angka defamasi di masyarakat sejak tidak ada perubahan berartinya revisi UU ITE konteks defamasi, telah nampak dari data yang ditampilkan dari Bareskrim Polri diatas. Penggunaan Pasal Defamasi 27 ayat 3 ITE di Nusa Tenggara Barat NTB Situasi khusus penggunaan pasal 27 ayat 3 ITE dapat dilihat di propensi Nusa Tenggara Barat NTB. Propinsi ini termasuk salah satu menyumbang perkara kasus ITE terbesar di Indonesia. Berdasarkan data kepolisian Subdit II Cyber Crime Polda NTB sepanjang tahun 2016 ini, sedikitnya terdapat 86 kasus terkait pelanggaran UU ITE yang masuk ke Polisi. Rinciannya yaitu, 30 kasus masih di tahap penyelidikan, 10 kasus di tingkat penyidikan, namun sebanyak 37 kasus tidak dapat ditindaklanjuti ke penyidikan, sedangkan 9 kasus lainnya telah dilimpahkan ke kejaksaan. Menteri Komunikasi dan Informatika Menkominfo Rudiantara juga mengatakan jumlah kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE di Nusa Tenggara Barat NTB, tertinggi di I do esia. “a a di eri tahu kasus a ada sekitar -an, tapi Kapolda yang tahu persis. Statusnya ada yang penyelidikan, penyidikan, proses dan ada yang sudah di pengadilanSelain NTB, kata Rudiantara, pelanggaran ITE juga banyak terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan, yakni berjumlah sekitar 50-an kasus dari 177 kasus yang terverifikasi 19 .

3.2.1. Tren Penggunaan Pidana Hate Speech

Di penghujung tahun 2016, Pasal-pasal hate speech terutama pasal 28 2 ITE ini digunakan dalam kasus dugaan penyebar kebencian berbasis agama dalam kasus Buni Yani, dan yang terbaru pasal-pasal dalam UU ITE ini kemungkinan akan digunakan menjerat penulis buku Jokowi Undercover yang diduga melakukan penyebar kebencian, Polri masih mengusut dugaan kejahatan tersebut. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,Pasal 28 ayat 2 dan Jo Pasal 45 merupakan ketentuan yang mulai digunakan dalam kasus-kasus penyebaran kebencian berbasis SARA. Walaupun ada ketentuan pidana dalam KUHP dan UU Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis UU Diskriminasi Rasial, namun pasal-pasal dalam UU ITE jauh lebih mudah digunakan terkait Penyebar kebencian berbasis SARA di dunia maya. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis UU Diskriminasi khusus a di Pasal da Pasal ele e uta a a adalah ke e ia atau rasa e i kepada ora g kare a per edaa ras da et is atau ke e ia atau rasa e i kepada ora g lai 19 http:www.infonawacita.commenkominfo-kasus-pelanggaran-uu-ite-terbanyak-di-ntb 31 berdasarkan diskriminasi ras d a et is . “eda gka KUHP u u a digu aka pasal-pasal penyebar kebencian terhadap golonganagama 156, 156 a dan 157. Sedangkan jika menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE khususnya pasal 28 ayat 2 juga mememiliki unsur penting yakni e i ulka rasa ke e ia atau per usuha i di idu da atau kelo pok as arakat terte tu erdasarka atas suku, aga a, ras, da a targolo ga “A‘A . Ber eda de ga UU Diskri i asi, UU ITE menggunakan unsur SARA y a g diterje ahka de ga suku, aga a, ras, da a targolo ga i i menunjukkan bahwa muatannya lebih luas lingkupnya di banding UU Diskriminasi. Karena tidak hanya e gatur et as da ras a u ada u sur kejahata dala frase aga a da a tar golo ga , a g tidak ada dalam UU Diskriminasi tersebut. Karena Pasal 28 ayat 2 ITE merupakan pasal paling kuat bagi tindak pidana penyebaran kebencian di dunia maya di banding pasal-pasal pidana lainnya. Maka tren penggunaan pasal 28 ayat 2 ITE ditahun-tahun mendatang pasti lebih meningkat, ini karena elemennya lebih luas, dengan ancaman pidana yang lebih berat dan secara spesifik mudah menyasar penyebar kebencian berbasis SARA di dunia maya, dibanding UU lainnya. Berdasarkan data bareskrim ditahun 2015, kasus terkait menyebarkan permusuhan dalam dunia maya mencapai 55 laporan kasus, namun yang masuk di tahap penuntutan hanya 4 kasus. Sedangkan di tahun 2016 mencapai 44 laporan kasus, dan yang sampai ke tahap penuntutan ada 11 kasus. Dalam pemantauan Institute for Criminal Justice Reform ICJR, Pasal UU ITE ini telah digunakan dalam berbagai kasus penyebar kebencian di Indonesia, berbeda dengan Pasal dalam UU Diskriminasi Rasial, yang belum pernah digunakan sama sekali dalam Pengadilan. Beberapa kasus yang menggunakan pasal-pasal dalam UU ITE umumnya terfokus kepada penyebaran kebencian agama, dan belum pernah digunakan terkait kasus-kasus penyebar kebencian berbasis ras dan etnis, kasus tersebut yakni: Pertama, kasus Sandy Hartono yang diadili Pengadilan Negeri Pontianak tahun 2011. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Pontianak tanggal 20 September 2011 Nomor : 347Pid.B2011PN.PTK ia terbukti membuat akun facebook palsu dan memasukkan gambar-gambar maupun kalimat yang berisikan penghinaan terhadap agama Islam. Ia di pidana penjara selama 6 enam tahun dan pidana denda sebesar Rp. 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah karena dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu danatau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan SARA, Kedua, kasus Alexander Aan yang diadili di Pengadilan Muaro Sumatera Barat tahun 2012, berdasarkan putusan No. 45 PID.B2012PN.MR ia di hukum dua tahun penjara dan 3 bulan serta de da juta kare a ter ukti se ara sah da e aki ka ersalah elakuka Ti dak Pida a De ga sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu danatau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku, Agama, Ras dan A tar Golo ga “A‘A erdasarka putusa pe gadila ia ter ukti telah Terdak a telah e uat di Akun Facebook Terdakwa Group Ateis Minang yang bernama Alex Aan, email indesgateyahoo.co.id berupa tulisan yang menghina agama. Ketiga kasus, Kasus Muhamad Rokhisun yang diadili di pengadilan negeri Pati tahun 2013, berdasarkan Putusan Nomor: 10Pid.Sus2013PN.Pt. ia pidana penjara selama: 5 lima dan denda 32 sebesar Rp. 10.000.000,- sepuluh juta rupiah subsidair 6 enam bulan kurungan. Ia terbukti Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu danatau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golonga “A‘A ; de ga ara membuat status atau kata-kata yang menyerang serta menista agama. Keempat, kasus I Wayan Hery Christian, ia divonis penjara tujuh bulan karena terbukti bersalah dalam persidangan di Pengadilan Negeri Palu. Putusan menyatakan bahwa ia terbukti melakukan tindakan penistaan agama melalui sarana informasi teknologi sesuai pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45 Ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi dan Elektronik ITE. Ia membuat status yang melecehkan di media sosial karena merasa terganggu suara takbir menyambut Idul Adha. Ternyata status I Wayan Hery tersebut tersebar luas di masyarakat dan akhirnya dilaporkan warga ke polisi. ia dan pihak keluarga juga telah meminta maaf kepada masyarakat luas atas perbuatannya. ICJR mendorong penggunaan Pasal 28 ayat 2 Jo Pasal 45 UU ITE secara lebih cermat dalam situasi kekinian. Penggunaan pasal-pasal ini haruslah lebih presisi dan tepat, sehingga dapat secara efektif memberikan rasa keadilan bagi publik namun di sisi lain juga tidak membunuh kebebasan berekspresi warganegara.

3.3. Menguatnya Penggunaan Pasal-Pasal Makar