Inisiatif Penyusunan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual PKS

96

5.3. Inisiatif Penyusunan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual PKS

Salah satu upaya untuk menghadirkan pelrindungan komprehensif bagi perempuan korban kekerasan dan korban kekerasan seksual, Komnas Perempuan menyusun draft RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual RUU PKS yang dibangun sejak tahun 2014. RUU PKS juga merumuskan jenis kekerasan seksual sebagai tindak pidana dan menetapkan unsur-unsur perbuatan yang dikategorisasikan sebagai tindak pidana kekerasan seksual. Dari fakta yang didokumentasikan maupun definisi yang dikembangkan dari berbagai peraturan perundang-undangan dan berbagai dokumen internasional, Perumus RUU PKS mengidentifikasi adanya 15 lima belas jenis kekerasan seksual yang terjadi dalam beragam konteks sebagai berikut : 1. Perkosaan 2. Pelecehan Seksual 3. Eksploitasi Seksual 4. Penyiksaan Seksual 5. Perbudakan Seksual 6. Intimidasi, ancaman, dan percobaan perkosaan 7. Prostitusi Paksa 8. Pemaksaan Kehamilan 9. Pemaksaan Aborsi 10. Pemaksaan Perkawinan 11. Perdagangan Perempuan untuk tujuan seksual 12. Kontrol seksual seperti pemaksaan busana dan diskriminasi perempuan lewat aturan 13. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual 14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan perempuan, dan 15. Pemaksaan SterilisasiKontrasepsi Tidak semua dari 15 jenis kekerasan seksual tersebut mempunyai unsur subjektif dan unsur objektif sebagaimana diisyaratkan dalam pengaturan kriminalisasi hukum pidana. Maka, Perumus RUU PKS kemudian mengkategorisasikan kekerasan seksual menjadi 9 jenis, yakni : 1. Pelecehan Seksual; 2. Eksploitasi Seksual; 3. Pemaksaan Kontrasepsi; 4. Pemaksaan Aborsi; 5. Perkosaan; 6. Pemaksaan Perkawinan; 7. Pemaksaan Pelacuran; 8. Perbudakan Seksual; dan 9. Penyiksaan Seksual. Bentuk-bentuk kejahatan tersebut menurut para inisiator awal RUU seringkali tidak bisa diajukan ke jalur hukum meski dampaknya sangat kuat dialami korban, sehingga Komnas Perempuan memandang perlu pengaturan tersendiri dalam bentuk Undang-Undang khusus. Selain itu, ada jenis tertentu yang sesungguhnya adalah bagian dari kekerasan seksual. Namun jenis tersebut telah diatur spesifik dalam pengaturan perundang-undangan lain secara memadai sehingga tidak perlu diatur lagi 97 dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Misalnya, perdagangan orang diatur secara khusus dalam UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang TPPO. 54 RUU PKS mengatur peran dan tugas Lembaga Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan pencegahan kekerasan seksual. Yang dimaksud Pencegahan dalam RUU PKS adalah segala upaya untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual dan keberulangan kekerasan seksual. Pencegahan kekerasan seksual adalah salah satu ruang lingkup dari penghapusan kekerasan seksual yang merupakan kewajiban negara, dimana dalam pelaksanaannya dilakukan melibatkan keluarga, masyarakat dan korporasi. RUU PKS juga menegaskan ketentuan tentang kewajiban penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur penegak hukum, pendamping dan petugas lembaga pengada layanan secara terpadu; ketentuan mengenai partisipasi masyarakat dalam penghapusan kekerasan seksual; dan kerjasama internasional dalam penghapusan kekerasan seksual. Untuk efektivitas penegakan atas ketentuan yang diaturnya, Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual menegaskan perlunya pemantauan terhadap upaya penghapusan kekerasan seksual dimana pemantauan ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Selanjutnya pada 23 Agustus 2016, Komnas Perempuan dan Forum Pengada Layanan FPL melakukan penyerahan draft Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual PKS kepada Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah DPD RI. 55 Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas telah menerima draf dan naskah akademik. Usulan tersebut kemudian sudah ditandatangani 70 anggota DPR sehingga sah sebagai RUU usul inisiatif DPR. Dalam pembahasan terakhir mengenai harmonisasi RUU PKS dengan RKUHP oleh Komnas Perempuan pada 5 Desember 2016, ditemukan bahwa RUU PKS sendiri memiliki catatan permasalahan, diantaranya Pertama, mengenai kejelasan rumusan tindak pidana dan proporsi ancaman pidana pelaku kekerasan seksual. Aturan umum terkait tindak pidana dan pemidanaan yang berkaitan dengan kekerasan seksual dalam RUU PKS, terdapat pula dalam draft RKUHP dan peraturan perundang- undangan diluar KUHP. Banyaknya aturan pidana mengenai kekerasan seksual selain perlu harmonisasi dengan UU diluar KUHP juga harus memenuhi unsur lex certa dan lex stricta dalam kaidah hukum pidana, lebih lanjut, pembobotan pidana yang proporsional masih menjadi tugas rumah perumus RUU PKS. Kedua, ketentuan yang mengatur Pelaku Anak seharusnya disesuaikan dengan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sedangkan mengenai pelaku penyandang disabilitas, harus disesuaikan dengan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam RKUHP, anggota Panja RKUHP telah mengkualifisir pertanggungjawaban pidana berupa Tindakan bagi penyandang disabilitas, hanya untuk ragam penyandang disabilitas mental dan intelektual. Ketiga, Pencegahan, perlindungan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual merupakan peran yang sangat dibutuhkan dengan kehadiran RUU PKS ini. Instrumen dalam RUU PKS ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan korban kekerasan seksual yang selama ini masih banyak yang terabaikan pemenuhan haknya. 54 Publikasi Komnas Perempuan : Kekhususan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, Bagian 8 Pengaturan Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Hlm. 2 55 http:www.mampu.or.ididphotokomnas-perempuan-serahkan-draft-ruu-pks-kepada-dpd-ri 98

5.4. Revisi Baru UU ITE UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU NO. 11 Tahun 2008 tentang ITE