April2016 April2016 April2016 Mei2016 Juni2016 Juli2016

6 BAB II IMPLEMENTASI DAN KEBIJAKAN PEMIDANAAN

2.1. Kondisi Lembaga Pemasyarakatan Lapas di Indonesia

Kerusuhan Lapas masih menjadi sorotan di Tahun 2016. Berdasarkan pemantauan ICJR, setidaknya terdapat 8 delapan peristiwa kerusuhan Lapas yang terjadi sepanjang 2016. Sebenarnya di tahun sebelumnya, permasalahan di lapas maupun rutan Indonesia, sudah mengalami situasi yang mengkhawatirkan. Masalah utamanya adalah implikasi dari kelebihan penghuni 1 dan overcrowding 2 yang dialami sebagian besar Lapas Indonesia. Sampai dengan saat ini tidak ada solusi pemerintah yang komprehensif atas hal tersebut, selama ini pembenahan atas kondisi ini tambal sulam. Tabel 2.1 Kondisi Kerusuhan Lapas Di Indonesia Tahun 2016 No. BulanTahun Provinsi Lapas Isu 1. Maret2016 Bangkulu Lapas Malabero Inspeksi Narkotik dan Razia Handphone

2. April2016

Benkulu Lapas Curup Isu Pemasangan CCTV dan Razia Telepon Genggam

3. April2016

Aceh Lapas Klas IIB Kuala Simpang Pembatasan Kebutuhan Penghuni

4. April2016

Bali Lapas Krobokan Kericuhan Napi Kasus Pembunuhansenketa ormas 5. April2016 Bandung Lapas Banceuy Inspeksi narkotika dan meninggalnya penghuni

6. Mei2016

Bengkulu Lapas Kelas II B Argamakmur Razia Handphone

7. Juni2016

Gorontalo Lapas Kelas II A Gorontalo Bentrok Polisi dan Napi

8. Juli2016

Bengkulu Lapas Kelas II A Bentiring Razia Narkotik Kelebihan penghuni di beberapa rutan dan lapas bahkan sudah sampai ke titik mengawatirkan. Dari monitoring ICJR, populasi penghuni penjara meningkat tiap tahunnya, sejurus dengan itu, angka 1 Kelebihan penghuni yang dimaksud disini adalah situasi dimana ada kelebihan kapasitas di lapas atau ketika jumlah narapidana lebih banyak ketimbang jumlah ruang atau kapasitas penjaralapas yang tersedia, intinya jumlah narapidan tidak sebanding dengan jumlah ketersedian ruangan lapas jumlah narapidana lebih banyak dari jumlah penjara 2 Overcrowding yang dimaksud disini adalah situasi krisis akibat kepadatan di Lapas 7 kelebihan penghuni Rutan dan Lapas juga meningkat cukup signifikan hingga Desember 2016. Untuk melihat seberapa besar permasalahan kelebihan penghuni dapat dilihat melalui tabel dibawah ini : Tabel 2.2 Perbandingan Jumlah Kapasitas dan Hunian Lembaga Pemasyarakatan Lapas dan Rumah Tahanan Rutan Jumlah Desember 2013 Desember 2014 Desember 2015 Desember 2016 Tahanan 51.293 52.922 57.547 65.545 Narapidana 108.668 110.482 119.207 139.104 Total Tahanan dan Napi 159.961 163.404 176.754 204.649 UPT 459 463 477 477 Kapasitas 107.359 109.573 119.020 119.020 Penghuni 149 149 149 172 Kelebihan penghuni kelebihan penghuni 49 49 49 72 Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa peningkatan angka tahanan dan narapidana terjadi tiap tahunnya, meskipun jumlah Unit Pengelolaan Tahanan UPT dan kapasitasnya juga bertambah, namun tentu saja tidak dapat membendung lonjakan penghuni Rutan dan Lapas. Tercatat pada Desember 2013 terdapat 459 UPT dengan kapasitas penghuni mencapai 107.359 orang, jumlah narapidana dan tahanan mencapai 159.961 orang, mengakibatkan kelebihan penghuni kelebihan penghuni mencapai 49. Angka tersebut kemudian meningkat sampai dengan Desember 2014, dengan peningkatan jumlah UPT mencapai 463 UPT, kelebihan penghuni tetap terjadi yaitu di angka 49. Alasannya meskipun terdapat jumlah peningkatan UPT, namun jumlah penghuni juga meningkat yaitu mencapai 163.404 orang di 2014. Angka kelebihan penghuni sebesar 49 bertahan di Desember 2015, meskipun terjadi penambahan UPT menjadi 477 dan kapasitas menjadi 119.020 penghuni namun jumlah penghuni masih tak terbendung, yaitu berjumlah 176.754 orang. Pada data terakhir melalui SDP Ditjen Pas, Desember 2016, kelebihan penghuni meningkat menembus angka 72, tertinggi selama 5 tahun terakhir. Hal tersebut dikarenakan jumlah penghuni Rutan dan Lapas yang mencapai 204.649 orang, berbanding kapasitas 477 UPT yang hanya mampu menampung 119.020 penghuni, tidak berubah dari tahun sebelumnya. Kelebihan penghuni tentu saja menjadi masalah yang sangat mendasar yang menjadi alasan utama dari berbagai persoalan di Rutan dan Lapas. Ada beberapa masalah yang diamati oleh ICJR yang 8 merupakan dampak langsung dari persoalan kelebihan penghuni. Kondisi ini tidak banyak berubah, malah bertambah buruk di 2016. Pertama, tidak berjalan baiknya pembinaan yang ada di lapas disebabkan jumlah penghuni yang terlalu banyak, program tersebut meliputi pembinaan kerja dan keterampilan sampai dengan rahabilitasi medis dan sosial yang buruk. Kedua, kurangnya jumlah personil diakibatkan perbandingan dari penghuni dan personil yang berbandingan jauh, hal ini yang mengakibatkan banyaknya penghuni yang kabur atau melarikan diri. Ketiga, tingginya angka kerusuhan Lapas dan Rutan yang diakibatkan oleh gesekan besar yang terjadi diantara penghuni, gesekan terjadi disebabkan karena perebutan makanan, tempat tidur, kamar mandi dan banyak hal lainnya. Keempat, masalah yang sering luput adalah persoalan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh negara untuk membiayai penghuni Rutan dan Lapas, perlu untuk diketahui bahwa penghuni Rutan dan Lapas adalah tanggungjawab dari negara, sehingga segala jenis pembiayaan dari mulai pangan sampai dengan obat-obatan haruslah ditanggung oleh negara, semakin besar angka penghuni maka beban yang ditanggung negara semakin besar pula. Terakhir, kelebihan penghuni mengakibatkan banyaknya narapidana maupun tahanan yang harus dimutasi, hal ini mengakibatkan keluarga maupun kerabat dari narapidana maupun tahanan yang ingin berkunjung harus mengeluarkan biaya yang lebih besar, praktik ini kemudian menjadikan keluarga dari penghuni sebagai objek lain yang mendapatkan penghukuman dari akibat besarnya jumlah penghuni Lapas dan Rutan. Berdasarkan pemantauan ICJR, 2016, menjadi salah satu tahun terburuk dalam Pemasyarakatan di Indonesia. Kelebihan penghuni mencapai angka yang sangat siginifikan, yaitu 72 secara nasional. Apabila dilihat lebih dekat, angka kelebihan penghuni menjadi sangat mengerikan dibeberapa wilayah di Indonesia, Kelebihan penghuni di Kalimantan Timur mencapai 166, DKI Jakarta menyentuh 170, Kalimantan Selatan mencatat angka 183, angka itu sama dengan kelebihan penghuni di Sumatera Utara, kelebihan penghuni terburuk berada di Provinsi Riau yang mencapai 203 dari kapasitas penghuni. Apabila diteliti, persoalan kelebihan penghuni Rutan dan Lapas sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari pendekatan pidana yang selalu digunakan pemerintah disamping memang penambahan Jumlah UPT yang terhambat. Tingginya angka pemidanaan menjadi alasan penting, sistem peradilan pidana Indonesia cenderung sangat kaku, sehingga kasus sekecil apapun biasanya akan dilanjutkan prosesnya sampai dengan ditahan bahkan dipenjara, belum lagi alternatif penahanan dan pemidanaan di luar Rutan dan Lapas yang tidak berjalan dengan baik, semisal program rehabilitasi bagi pengguna narkotika, optimalisasi pidana bersyarat sampai dengan alternatif pidana non penahanan dalam lembaga Rutan dan Lapas lainnya. Kebijakan penggunaan pidana penjara sebagai tujuan utama pemidanaan juga tergambar dari produk hukum yang dirancang maupun dikeluarkan pemerintah yang selalu bernuansa pemenjaraan. Dapat diambil beberapa contoh, UU ITE yang banyak dikritik karena memuat pidana tinggi, ternyata hanya menurunkan ancaman pidana dari 6 tahun ke 4 tahun untuk kejahatan penghinaan dan pencemaran nama baik yang mestinya dapat menggunakan jenis pidana lain. Rancangan KUHP yang saat ini dibahas di DPR juga menunjukkan bagaimana pemerintah belum lepas dari hasrat pemenjaraan. ICJR juga mencatat bahwa dari 1.251 perbuatan pidana dalam RKUHP, perbuatan yang diancam pidana penjara sangat signifikan yaitu 1.154 perbuatan pidana. Apabila dikaitkan langsung dengan kewenangan aparat penegak hukum untuk menahan, maka jumlah perbuatan pidana yang dapat langsung dikenakan penahanan ancaman pidana di atas 5 tahun berjumlah 822 tindak pidana, angka 9 yang cukup besar. Dengan pendekatan pidana pemenjaraan ini, meskipun DPR telah sepakat menambah anggaran sebesar 1,3 Triliun untuk Pemasyarakatan, maka penambahan jumlah UPT akan selalu terlambat mengiringi penambahan jumlah penghuni yang selalu meningkat, terbukti dari jumlah kelebihan penghuni yang selalu meningkat meskipun jumlah UPT bertambah. Atas situasi ini pemerintah perlu didorong melakukan evaluasi yang serius atas kebijakan pemidanaan di Indonesia khususnya mengantisipasi kelebihan penghuni dalam Lapas. Pemerintah harus mulai mengoptimalkan alternatif pidana di luar pemenjaraan dan mulai mengefektifkan aturan yang mengakomodir alternatif penahanan di luar tempat-tempat penahanan.

2.2 Praktik Hukuman Mati