Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajinan Rotan

dengan sempurna. Pada tahun 1965 Kamaluddin membuka usaha kerajinan rotan di Jalan Jenderal Gatot Subroto dengan nama usahanya yaitu Lisma Rottan Handicraft Kemudian usaha tersebut lambat laun semakin berkembang dan karena banyaknya orderan barang dari konsumen Kamaludin kekurangan tenaga kerja maka Kamaluddin memperkerjakan 5 orang anak-anak yang tidak bersekolah dan dalam usia produktif serta mempunyai keahlian dalam menganyam dengan gaji harian dan borongan. Melihat masyarakat Sei Sikambing D mulai tertarik dengan anyaman rotan. Maka orang Cirebon tersebut mulai mengadakan pendekatan dengan maksud menjalin kerja sama dengan orang yang telah mahir mengayam rotan. Hal inilah yang membedakan pengrajin rotan di Lingkungan X Sei Sikambing dengan pengrajin di daerah lain yang mana mereka mempelajari pembuatan rotan di tempat itu dan bersumber dari penduduk pendatang.

3.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajinan Rotan

Pertumbuhan dalam sebuah usaha industri diukur dari kualitas dan kuantitasnya yang kemudian mengarah pada perkembangnnya dan mencakup pada eksistensinya di tengah persaingan industri yang semakin bertambah baik dari segi jumlah maupun mutunya. Memasuki tahun 1980-an usaha kerajinan semakin berkembang secara signifikan yang dibuktikan dari semakin tingginya permintaan hasil-hasil produksi dari konsumen. Untuk memenuhi orderan tersebut maka mereka menambah tenaga kerja untuk dipekerjakan dalam usaha kerajinan yang mana sebelum usaha tersebut berkembang tenaga kerja hanyalah berasal dari kalangan keluarga inti saja dan pemasaranpendistribusian barang-barang kerajinan tersebut masih sistem manual dalam artian masih bersifat keliling. Universitas Sumatera Utara Usaha kerajinan anyaman rotan di Kelurahan Sei Sikambing D ini, telah banyak mengalami perubahan dan perkembangan, baik dalam peningkatan produksi maupun dalam pengorganisasian tenaga kerja, pemasaran dan lain-lain. Ada yang semula hanya menjadi buruh, kemudian membuka usaha sendiri di bidang yang sama, dan ada yang tidak tau sama sekali mengenai anyaman rotan kini sudah mahir dan mereka yang dulunya hanya menganggap kerajinan sebagai usaha sampingan namun pada akhirnya memutuskan untuk mendekati agen. Namun seiring dengan perkembangannya maka mereka merekrut anak-anak yang tidak mau sekolah untuk di latih dengan persyaratan bahwa anak yang dimaksud harus berada usia produktif serta mau dan giat bekerja menganyam rotan dan kebanyakan laki-laki dibanding perempuan. Peningkatan pemesanan kerajinan bukan hanya dari masyarakat sekitar saja tetapi juga dari luar daerah kota Medan bahkan para pengrajin telah mampu mengekspor barang-barang ke luar negeri walaupun dalam jumlah yang kecil. Adapun pengiriman barang ke luar kota Medan seperti: 1. Daerah Binjai 2. Daerah Langkat 3. Daerah Kotamadya Medan 4. Daerah Kabupaten Simalungun 5. Daerah Kotamadya Sibolga 6. Daerah Kabupaten Asahan 7. Daerah Kabupaten Batu Bara 8. Daerah Istimewa Aceh 9. Daerah Sumatera Barat Universitas Sumatera Utara Dalam perkembangan pembuatan kerajinan rotan ini makin diintensifkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal tetapi juga sudah memenuhi masyarakat luas pasar ekspor Sedangkan untuk pemasaran ke luar negeri seperti: 1. Malaysia 2. Hongkong 3. Amerika 4. Australia dan 5. Beberapa Negara Eropa. Dalam rangka mendukung pengembangan kerajinan rotan, pemerintah memilih beberapa masyarakat untuk melaksanakan dan mengikuti pameran-pameran yang ada di kota medan dan juga di luar Sumatera Utara. Barang-barang yang diikut sertakan dalam pameran itu seperti vas bunga, berbagai jenis kursi, hulahop, keranjang, bola takraw, dan barang-barang yang lainnya. Pendapatan yang diperoleh dari usaha kerajinan sangat membantu kelangsungan hidup masyarakat pengrajin tidak hanya memenuhi kebutuhan pokok dalam hidup sehari-hari tetapi juga dapat membiayai pendidikan anak-anak mereka dan untuk gaji pekerja. Dengan begitu kehidupan mereka telah mengalami perubahan ke arah yang lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan sebelumya. Hal ini didukung dengan digalakkannya ekspor barang jadi rotan dengan keluarnya surat keputusan Menteri perdagangan tahun 1988 tentang penyempurnaan surat keputusan menteri perdagangan tahun 1986 tentang Tata Niaga ekspor rotan, maka mulai tanggal 1 Juli 1988 untuk mempercepat pertumbuhan ekspor barang jadi Universitas Sumatera Utara asal rotan tanpa mengganggu kelestarian tanaman rotan maka keluar larangan ekspor bahan baku dan barang setengah jadi rotan. 12 Dalam perkembangannya usaha kerajinan rotan tidaklah berjalan dengan lancar melainkan banyak kendala yang ditemukan yang membuat usaha tersebut mengalami pasang surut. Adapun kendala-kendala yang terjadi pada pengrajin seperti susahnya dalam memperoleh bahan baku karena banyaknya terjadi kerusakan hutan, sehingga komuditas rotan sangat berkurang, kemudian karena daya beli masyarakat mahal. Berkurangnya minat masyarakat terhadap kerajinan rotan karena kuatnya persaingan di pasar lokal akibat dari pemasokan barang-barang kerajinan dari interlokal luar negeri dengan bahan-bahan yang lebih modern, seperti kayu, besi, bambu, dan plastik. Berkurangnya beberapa jenis produksi hasil kerajinan rotan seperti kursi raja dan kursi ratu, dan tahun 1985. hal ini dikarenakan harga jual yang ditawarkan tidak sesuai dengan biaya produksinya yang mana dalam membuat kursi tersebut membutuhkan waktu yang lama dan prosesnya sangat rumit, kemudian juga para peminatnya sangat sedikit. Selain itu semakin bertambahnya pengrajin- pengrajin rotan maka orderan bagi pengrajin dari biasanya makin berkurang. Dengan keluarnya peraturan pemerintah tersebut maka dampak positif dirasakan pengrajin sangat besar sekali. Hal ini terlihat dengat meningkatnya pesanan order barang jadi rotan meuble dan anyaman rotan baik untuk pasar lokal maupun pasar ekspor. Tetapi hanya beberapa pengrajin saja yang melakukan pengeksporan barang ke luar negeri, sedangkan pengrajin lainnya hanya tingkat lokal saja. 12 Zainal abidin Hrp, Laporan penelitian Analisis peningkatan pengembangan industri kecil kerajinan rotan di kota Madya Medan, Medan: USU Lembaga Penelitian Medan, 1990, hal. 14 Universitas Sumatera Utara

3.3 Modal dan Tenaga Kerja