Pengrajin Rotan Di Lingkungan X Kelurahan Sei Sikambing D Medan Tahun 1980-2000
PENGRAJIN ROTAN DI LINGKUNGAN X KELURAHAN SEI
SIKAMBING D MEDAN TAHUN 1980-2000
Skripsi Sarjana
Dikerjakan Oleh :
Nama : Hafiza Syahraini NIM : 060706010
Pembimbing,
Drs. Timbun Ritonga NIP: 195901281984032002
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
PENGRAJIN ROTAN DI LINGKUNGAN X KELURAHAN SEI
SIKAMBING D MEDAN TAHUN 1980-2000
Yang Diajukan Oleh : Nama : Hafiza Syahraini NIM : 060706010
Telah Disetujui Untuk Diajukan Dalam Ujian Skripsi Oleh :
Pembimbing
Tanggal, Drs. Timbun Ritonga
NIP: 195901281984032002 Ketua Departemen
Dra. Fitriaty Harahap, S.U Tanggal, NIP : 195406031983032001
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi untuk meraih gelar kesarjanaan. Tidak lupa salawat beriring salam saya limpakan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan umat islam yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Adapun skripsi ini berjudul Pengrajin Rotan Di Lingkungan X Kelurahan Sei
Sikambing D Medan (1980-2000). Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan sekaligus untuk meraih gelar kesarjanaan di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Saya sangat menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulis ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi saya maupun bagi kita semua.
Medan, Desember 2010
(4)
UCAPAN TERIMA KASIH
Rasa syukur yang teramat besar saya hanturkan kepada Allah SWT yang telah memudahkan usaha saya untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat beriring salam saya persembahkan kepada junjungan besar umat islam, Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayahanda dan ibunda yang memberi dukungan dan semangat kepada saya dalam masa pendidikan baik itu dukungan moril maupun materiil. Dan tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada kakanda dan adinda yang juga turut serta membantu saya selama masa penulisan skripsi ini dan memberi semangat kepada saya.
2. Dekan Fakultas Sastra, Bapak Dr. Syahron Lubis,.M.A yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat menjalani ujian meja hijau agar mendapatkan gelar kesarjanaan.
3. Ketua Departemen Ilmu Sejarah, Ibu Dra. Fitriaty Harahap. SU, yang telah memberikan banyak bantuan, kemudahan serta pengalaman selama saya mejalani masa perkuliahan. Terima kasih juga kepada sekretaris Departemen Ilmu Sejarah, Ibu Nurhabsyah,M.Si yang terus memacu semangat saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Drs.Timbun Ritonga selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan ilmu hingga penulisan skripsi ini selesai tepat pada waktunya. Tanpa kontribusi bapak dan dorongan semangat buat saya, rasanya skripsi ini jauh dari kesempurnaan.
5. Ibu Farida Hanum Ritonga selaku dosen wali saya yang telah banyak memberikan nasehat terhadap saya selama menjalani perkuliahan.
6. Seluruh staf pengajar di departemen Ilmu Sejarah, terima kasih saya ucapkan atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama ini semoga nantinya menjadi manfaat bagi penulis.
7. Pak Komar dan pak anto yang membantu saya dalam proses penulisan dan memberikan informasi yang saya perlukan.
(5)
8. Kepada Bang Ampera Wira, yang banyak membantu saya selama menjalani perkuliahan.
9. Terima kasih banyak kepada teman-teman di ilmu sejarah yang membantu dan memberi dukungan dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini seperti Kariani, Sancani, Anggi, Friyanti, Eva, Desi, Desmika, Risma, Erliana, Yudha, Ramlan, Pa’i, dan buat sahabat-sahabat penulis Uci, Derni, Degem, Ones, Hery tamat nanti jangan lupakan persahabatan kita selama kuliah ya kawan-kawan, kalianlah yang memberi penerang dalam skripsi ini.
10. Terakhir buat sahabat karib saya Fitri, Ichi, fadia, Dinda yang selalu memberikan saya dorongan untuk segera menyelesaikan skripsi ini dan juga membantu penulis dalam penelitian di lapangan.
Medan, Desember 2010
Hafiza Syahraini
(6)
ABSTRAK
Kerajinan merupakan sebuah hal yang menyangkut kreatifitas dan bakat seseorang serta usaha yang menjanjikan bagi para pekerjanya. Semakin meningkatnya kebutuhan manusia maka hasil-hasil kerajinan pun menjadi salah satu sasaran disamping harganya yang mudah terjangkau tetapi juga menjadi sebuah barang antik yang memiliki harga ekonomis.
Industri kerajinan menjadi sebuah bentuk perlawanan terhadap ekonomi yang tidak menentu (ekonomi lemah) dan juga menjadi salah satu cara untuk keluar dari lingkaran kemiskinan yang muncul ditengah tingginya tingkat pengangguran. Seperti halnya masyarakat pengrajin di Lingkungan X kelurahan Sei Sikambing D Medan. Mereka yang mencoba dan menekuni usaha kerajinan tersebut awalnya mereka yang sebagian ekonomi lemah dan bahkan ada yang putus sekolah sehigga untuk menopang kehidupan rumah tangga maka mereka melakukan hal yang sama.
Kerajinan rotan diperoleh mereka dari penduduk pendatang berasal dari Jawa Barat (yang lebih tepatnya orang Cirebon desa Tegalwangi) mereka datang ke Medan untuk merantau dan ingin melihat kota Medan, kemudian mereka juga memperkenalkan hasil karyanya dari Cirebon kepada masyarakat Medan terutama masyarakat di Kelurahan Sei Sikambing D. Dengan kerjasama Dinas Perindustrian dan perdagangan maka hasil karyanya lebih maju di kota Medan.
Pada proses pengembangan kerajinan rotan ini tidak terlepas dari bantuan/perhatian pemerintah yaitu dengan memberikan bantuan dana yang disalurkan melalui koperasi dan bantuan dalam penyelenggaraan pameran-pameran serta membantu pengeksporan hasil produksi ke luar negeri yang bekerjasama melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Kelurahan Sei Sikambing D menjadi salah satu kawasan industri kerajinan rotan.yang letaknya sangat strategis yang ada diantara lintas Medan dengan Binjai dan juga dekat dengan sungai Sei Sikambing sebagai tempat perendaman rotan. Rotan sebagai bahan dasar diperoleh dari Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Pekanbaru namun pemasaran hasil-hasil produksi tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di mancanegara dari hasil industri maka seluruh masyarakat yang berhubungan langsung di dalamnya mengalami dampak dari kehadiran industri kerajinan tersebut.
Judul penelitian ini “Pengrajin Rotan Di Lingkungan X Kelurahan Sei Sikambing D Medan Tahun 1980-2000” dengan dasar tahun 1980 merupakan awal perkembangannya dan dalam jangka waktu 20 tahun terjadi perubahan dan perkembangan industri rotan dalam tingkat kehidupan.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan eksistensi kerajinan lokal diharapkan pemerintah lebih menanggulangi dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat terutama masyarakat di kota Medan untuk tetap mempergunakan barang-barang hasil
(7)
DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMA KASIH ... i
ABSTRAK ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan dan Manfaat ... 9
1.4 Tinjauan Pustaka ... 10
1.5 Metode Penelitian ... 13
BAB II GAMBARAN UMUM PENGRAJIN ROTAN DI LINGKUNGAN X KELURAHAN SEI SIKAMBING D MEDAN 2.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 2.1.1 Letak Geografis ... 15
2.1.2 Keadaan Penduduk ... 17
2.1.3 Sistem Kehidupan Masyarakat ... 19
BAB III PERTUMBUHAN KERAJINAN ROTAN DI LINGKUNGAN X KELURAHAN SEI SIKAMBING D TAHUN 1980-2000 3.1 Munculnya Kerajinan Rotan ... 23
3.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajinan Rotan ... 27 3.3 Modal dan Tenaga Kerja
(8)
3.3.1 Modal ... 31
3.3.2 Tenaga Kerja ... 34
3.4 Sumber Bahan Baku ... 38
3.5 Tahap Produksi ... 41
3.6 Proses Produksi ... 54
3.7 Hasil Produksi ... 57
3.8 Pemasaran ... 64
BAB IV DAMPAK KERAJINAN ROTAN TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN X KELURAHAN SEI SIKAMBING D MEDAN TAHUN 1980-2000 4.1 Dampak Positif ... 67
4.2 Dampak Negatif ... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN
(9)
DAFTAR TABEL
TABEL 1 Harga Rotan Berdasarkan jenisnya tahun 1980 TABEL 2 Harga Rotan Berdasarkan jenisnya tahun 1990 TABEL 3 Harga Rotan Berdasarkan jenisnya tahun 2000 TABEL 4 Harga Barang-barang Rotan tahun 1980 TABEL 5 Harga Barang-barang Rotan tahun 1990 TABEL 6 Harga Barang-barang Rotan tahun 2000
(10)
ABSTRAK
Kerajinan merupakan sebuah hal yang menyangkut kreatifitas dan bakat seseorang serta usaha yang menjanjikan bagi para pekerjanya. Semakin meningkatnya kebutuhan manusia maka hasil-hasil kerajinan pun menjadi salah satu sasaran disamping harganya yang mudah terjangkau tetapi juga menjadi sebuah barang antik yang memiliki harga ekonomis.
Industri kerajinan menjadi sebuah bentuk perlawanan terhadap ekonomi yang tidak menentu (ekonomi lemah) dan juga menjadi salah satu cara untuk keluar dari lingkaran kemiskinan yang muncul ditengah tingginya tingkat pengangguran. Seperti halnya masyarakat pengrajin di Lingkungan X kelurahan Sei Sikambing D Medan. Mereka yang mencoba dan menekuni usaha kerajinan tersebut awalnya mereka yang sebagian ekonomi lemah dan bahkan ada yang putus sekolah sehigga untuk menopang kehidupan rumah tangga maka mereka melakukan hal yang sama.
Kerajinan rotan diperoleh mereka dari penduduk pendatang berasal dari Jawa Barat (yang lebih tepatnya orang Cirebon desa Tegalwangi) mereka datang ke Medan untuk merantau dan ingin melihat kota Medan, kemudian mereka juga memperkenalkan hasil karyanya dari Cirebon kepada masyarakat Medan terutama masyarakat di Kelurahan Sei Sikambing D. Dengan kerjasama Dinas Perindustrian dan perdagangan maka hasil karyanya lebih maju di kota Medan.
Pada proses pengembangan kerajinan rotan ini tidak terlepas dari bantuan/perhatian pemerintah yaitu dengan memberikan bantuan dana yang disalurkan melalui koperasi dan bantuan dalam penyelenggaraan pameran-pameran serta membantu pengeksporan hasil produksi ke luar negeri yang bekerjasama melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Kelurahan Sei Sikambing D menjadi salah satu kawasan industri kerajinan rotan.yang letaknya sangat strategis yang ada diantara lintas Medan dengan Binjai dan juga dekat dengan sungai Sei Sikambing sebagai tempat perendaman rotan. Rotan sebagai bahan dasar diperoleh dari Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Pekanbaru namun pemasaran hasil-hasil produksi tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di mancanegara dari hasil industri maka seluruh masyarakat yang berhubungan langsung di dalamnya mengalami dampak dari kehadiran industri kerajinan tersebut.
Judul penelitian ini “Pengrajin Rotan Di Lingkungan X Kelurahan Sei Sikambing D Medan Tahun 1980-2000” dengan dasar tahun 1980 merupakan awal perkembangannya dan dalam jangka waktu 20 tahun terjadi perubahan dan perkembangan industri rotan dalam tingkat kehidupan.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan eksistensi kerajinan lokal diharapkan pemerintah lebih menanggulangi dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat terutama masyarakat di kota Medan untuk tetap mempergunakan barang-barang hasil
(11)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kerajinan anyaman merupakan sebuah hal yang menyangkut kreatifitas dan bakat seseorang atau sekelompok orang yang seiring dengan perkembangannya dapat menjadi sebuah industri kerajinan. Hasil kerajinan itu memiliki nilai tambah, bukan saja untuk memenuhi aksesoris di dalam rumah sendiri, tetapi juga memiliki nilai ekonomis. Dari sinilah kemudian kerajinan anyaman itu menjadi sebuah langkah konkrit untuk membebaskan diri dari tekanan yang ada, sekaligus mengisi waktu senggang dalam kehidupan sehari-hari.
Di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dapat dilihat beraneka kerajinan muncul dengan berbagai macam bentuk. Bahan-bahan yang dipakai pun bermacam-macam bergantung kepada sumber-sumber kekayaan alam yang ada baik itu hasil hutan maupun tidak.
Industri kecil di Indonesia mulai muncul pada tahun 1950-an. Sebelumnya, industri skala kecil hanya disebut-sebut secara tidak langsung oleh Mohammad Hatta (almarhum), mantan wakil presiden Republik Indonesia pertama, sebagai industri rakyat. Dikatakan industri rakyat karena apa yang dihasilkan merupakan hasil kerajinan rakyat, pengelolahan dengan tingkat sederhana serta tidak mengandalkan modal besar. Kegiatan yang dijalankan rakyat ini kemudian diminati oleh masyarakat banyak karena dapat mendukung peningkatan ekonomi.
(12)
Industri kecil di Indonesia sangat cepat berkembang. Terlebih-lebih setelah era tahun 1980-an. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan ekonomi yang secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya peningkatan pada kebutuhan barang produksi kerajinan. Kebutuhan akan barang produksi yang semakin besar berarti membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Jumlah industri skala kecil dan industri rumah tangga telah menyerah tenaga kerja yang cukup besar. Tentu hal ini dapat membantu mengurangi pengangguran.
Unit-unit perusahaan industri skala kecil sangat bervariasi misalnya dalam bidang industri kerajinan, jasa, pangan dan lain-lain. Beberapa jenis industri lainnya seperti sulaman, batik, pahatan dan beberapa jenis anyaman produk-produk jerami seperti keranjang, bambu, dan rotan 1
Industri kerajinan menjadi sebuah hal yang menjanjikan bagi para pekerjanya karena kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Inilah yang menjadi sasaran industri kecil. Semakin meningkat kesejahteraan hidup manusia maka kebutuhannya akan semakin meningkat pula. Hal ini sesuai dengan faktor perkembangan jaman. Perhatian terhadap industri (usaha kecil dan menengah) memang sudah ada dan itu dibuktikan sejak mulai pelita ke IV yang mana pemerintah membentuk berbagai cara untuk meningkatkan produktivitas masyarakat (pelaku industri) seperti membentuk kredit Investasi kecil (KIK) yang kemudian berkembang seiring dengan munculnya reformasi yang mendukung sistem ekonomi kerakyatan.2
1
Loekman Sutrisno, Aspek-Aspek Financial Usaha Kecil dan Menengah, Jakarta: Lembaga Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3S), 1993, hal. 19
2
Tulus Tambunan, Perkembangan Industri Sekala Kecil Di Indonesia, Jakarta: PT Mutiara Sumber Wijaya (Cet. I), 1999, hal. 9
(13)
Sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam rangka pemberdayaan sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Industri kerajinan merupakan salah satu kegiatan masyarakat yang berfungsi untuk menyerap tenaga kerja dan lebih jauh hasil produksi kerajinan dapat dijadikan sumber devisa negara. Bermodalkan keterampilan, ketekunan, dan keuletan, industri kerajinan yang mengelola dari bahan-bahan alam akan menjadi suatu kegiatan usaha profesional.
Dengan dukungan peralatan yang sederhana dan keterampilan yang terbatas, maka industri kerajinan tidak akan mencapai kualitas maupun kuantitas yang diharapkan. Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam menciptakan peralatan dan desain-desain yang diinginkan pasar sangat diharapkan. Sangat perlu adanya pelatihan-pelatihan maupun kursus-kursus ketrampilan kerajinan tangan secara profesional.
Pada tahun 1990-an, krisis yang melanda Indonesia sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi. Banyaknya perusahaan-perusahaan yang bangkrut mengakibatkan menjamurnya pengangguran. Maka mau tidak mau para buruh yang di Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut mencari jalan keluar untuk dapat bertahan hidup. Salah satunya adalah dengan menekuni sebuah bidang yang membutuhkan kreatifitas dan bakat, tanpa modal yang besar serta tidak berada pada tekanan seperti yang dialami ketika masih berada dalam perusahaan. Walaupun modal usaha tidak terlalu besar namun tidak semudah apa yang dipikirkan. Yang mana muncul sebuah persoalan yang dialami secara menyeluruh yaitu kesulitan mendapatkan modal usaha. Apalagi mereka yang memiliki tingkat ekonomi yang lemah dan untuk memperoleh pinjaman pun mereka mengalami kesulitan. Tetapi di era krisis ekonomi tersebut, di tengah banyaknya perusahaan yang tutup, maka industri kecil dan menengah dapat membuktikan eksistensinya dan dapat bertahan hingga kini
(14)
sekalipun krisis ekonomi melanda. Hasil dari usaha tersebut kita bisa melihatnya sampai pada saat ini bahwa pasar industri kecil di Indonesia sangat menjanjikan dan terus mengalami peningkatan tidak hanya dalam negeri tetapi juga sampai ke mancanegara.
Demikianlah peranan industri kecil di Indonesia bukan hanya sebagai pendongkrak sistem prekonomian tetapi juga sebagai lapangan pekerjaan alternatif ketika terjadi krisis dimana banyak perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya.
Namun perlu diperhatikan bahwa pelaku industri kecil juga banyak mengalami kesulitan dalam hal mendapatkan bahan baku, pengelolaan, permodalan dan sampai kepada proses pemasaran hasil-hasil industri yang kurang. Hal ini dikarenakan minimnya promosi dan juga sulitnya untuk pengiriman barang karena alat pengangkutan yang minim serta sulitnya mendapatkan perjanjian usaha industri perdagangan dan perolehan hak milik usaha (hak paten). Sementara itu tidak dapat dipungkiri bahwa industri kecil sangat penting bagi prekonomian di samping sebagai lapangan pekerjaan yang bisa menampung tenaga kerja.
Demikian juga halnya di wilayah Medan, industri kecil mempunyai peranan yang menonjol. Dalam hal ini yaitu kerajinan anyaman rotan yang terletak di Kecamatan Medan Petisah Kelurahan Sei Sikambing D. Asal mula kerajinan rotan ini berawal dari penduduk pendatang yang berasal dari Jawa Barat (Lebih Tepatnya Wilayah Cirebon Desa Tegalwangi) pada tahun 1958. Mereka datang ke Medan untuk jalan-jalan dan menambah pengetahuan tentang kota Medan. Disamping itu mereka juga bertujuan untuk memperkenalkan kepada masyarakat Medan secara umum dan masyarakat Kelurahan Sei Sikambing secara khusus tentang keahlian mereka yang dibuktikan dengan hasil karyanya yaitu kerajinan rotan. Kemudian di Medan mereka bekerjasama dengan Dinas Perindustrian
(15)
dan Perdagangan di Jalan Iskandar Muda. Di sana mereka mengundang masyarakat sekitar untuk memperkenalkan kepada masyarakat tentang kerajinan rotan karena di Cirebon kerajinan rotan sangat berkembang dan merupakan hal yang membudaya.
Awalnya kerajinan rotan tersebut merupakan usaha keluarga dan kebanyakan memakai tenaga kerja yang berasal dari rumah tangga sendiri yaitu memanfaatkan anggota rumah tangga sebagai tenaga kerja. Dalam satu rumah tangga, semua anggota rumah tangga seperti suami, istri dan anak-anak, bekerja pada usaha kerajinan rumah tangga yang dimilikinya. Pembuatan kerajinan anyaman rotan ini pada mulanya masih merupakan kegiatan sampingan untuk menambah penghasilan ekonomi keluarga.
Industri rotan ini sudah ditekuni mulai dari tahun 1960 dengan cara kecil-kecilan yaitu menggunakan peralatan tradisional dan masih berupa kerajinan tangan. Hasil kerajinan pertama yang mereka buat yang dipasarkan ke masyarakat adalah tas dari rotan. Pemasarannya masih dengan cara tradisional yaitu dengan berkeliling menjajakan barang-barang kerajinan. Selain itu barang-barang tersebut juga ditawarkan ke pasar-pasar yang ada di Medan seperti Pasar Petisah, Pasar Sentral juga Pasar Sei Sikambing. Para pengrajin tersebut juga mengikuti pameran-pameran yang dicanangkan pemerintah.3
Peranan sektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga ini sangat penting bagi perkembangan ekonomi dan usaha pemerataan pendapatan, serta upaya pemecahan masalah tenaga kerja dan modal. Hal ini juga yang membuat penduduk sekitar ikut serta dalam
3
Wawancara dengan Tuminah, Jalan Pertahanan Lingkungan X Sei Sikambing D, tanggal 29 Juni 2010
(16)
pelatihan itu. Setelah mahir masyarakat kemudian berkeinginan untuk membuka usahanya sendiri di sekitar Sei Sikambing Medan tahun 1965.
Dengan semangat yang kuat dan sikap optimis, lambat laun industri kerajinan rotan ini mulai menunjukkan perkembangan yang signifikan tepatnya pada tahun 1980. Hal itu dibuktikannya dengan banyaknya permintaan dari para konsumen yang mempengaruhi jumlah penjualan produk. Hal tersebut menyebabkan pihak pengrajin mengalami kesulitan modal, terutama untuk pembelian bahan baku serta penambahan tenaga kerja. Awalnya yang direkrut adalah anak-anak usia produktif yang tidak bersekolah serta mau dan giat dalam menekuni kerajinan menganyam. Kebanyakan dari mereka adalah anak laki-laki.
Toko yang pertama membuka usaha kerajinan rotan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Km. 4 No. 81 Sei Sikambing adalah toko Lisma Rattan Handicraft yang dibuka pada tahun 1965. Toko itu menjual segala furniture-furniture dari rotan dengan modifikasi dan disain yang baru. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak usaha rotan di sekitar Jalan Jenderal Gatot Subroto. Hal ini juga diiringi dengan bertambahnya jumlah pengrajin yang mengola anyaman rotan sebagai usaha sampingan. 4
Industri kerajinan rotan di Kelurahan Sei Sikambing D ini juga melakukan pembagian kerja. Pembagian kerja tersebut antara lain pengupasan rotan, pembuatan rangka
Industri kerajinan di Sei Sikambing D merupakan sentral industri kerajinan rotan dengan jumlah pengrajin sebanyak 66 unit usaha dengan 335 orang pekerja yang terdiri dari 260 laki-laki dan 75 perempuan. Jenis industri yang ditekuni yaitu dalam hal pembuatan kursi, tas dan anyaman rotan lainnya. Usaha ini merupakan atas prakarsa masyarakat itu sendiri.
4
(17)
rotan, penganyaman, dan pewarnaan rotan yang telah dianyam. Sistem penggajiannya juga berbeda-beda, ada yang menggunakan sistem penggajian borongan, mingguan dan harian. Anggota pekerjanya bekerja dari hari Senin s.d. Sabtu dan dimulai dari pukul 08.00 s.d. pukul 17.00 WIB. Anggota pekerjanya kebanyakan berasal dari wilayah Kapten Muslim, Sunggal, Binjai, Amplas, Batang Kuis dan juga orang sekitar yang memiliki atau menjiwai kerajinan menganyam.
Rotan yang dipergunakan tersebut diperoleh dari daerah Aceh, Pekanbaru, Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Awalnya para pengrajin datang ke daerah itu untuk mendapatkan rotan yang mau mereka olah. Namun setelah itu mereka mencari langganan agar dikemudian hari mereka tidak susah-susah lagi datang hanya khusus membeli rotan.
Kerajinan tradisional merupakan suatu usaha produktif. Baik dalam bentuk mata pencaharian maupun sampingan. Oleh karena itu, kerajian tradisional adalah kerajinan ekonomi yang dapat dikategorikan sebagai usaha industri kecil. Industri kecil selalu ditunjukkan sebagai sektor kunci dalam upaya membuka kesempatan kerja yang diciptakan oleh pelaku industri kecil dan lebih besar pada efek sejenis yang dihasilkan oleh industri besar. Selain dari besarnya efek dan keterkaitannya yang erat dengan sektor pertanian, industri kecil juga sangat potensial untuk mendorong kemajuan desa atau wilayah.5
Kasus yang diangkat merupakan studi sejarah lokal, yang bercirikan atas dasar geografi, administrasi, maupun budaya alam kehidupan suatu masyarakat daerah yang dapat menggambarkan keunikan tentang apa yang terjadi di alam masyarakat tersebut.6
5
Hendrawan Supratika, Perkembangan Industri kecil di Indonesia, Prisma, Jakarta: LP3S, 1994, hal. 21
6
(18)
Studi-studi mikro dalam tingkat lokal merupakan sumbangan bagi pemahaman sejarah lokal.
Dari berbagai masalah yang muncul maka penelitian ini diberi judul “Pengrajin
Rotan di Lingkungan X Kelurahan Sei Sikambing D Medan Tahun 1980-2000”.
Adapun alasan penulis melakukan penelitian ini dikarenakan kerajinan rotan merupakan barang antik yang bahan dasarnya terbuat dari rotan dan objek ini belum pernah diteliti dari sudut pandang historis secara mendalam.
(19)
1.2 Rumusan Masalah
Untuk lebih mudah memahami penelitian yang dilakukan diperlukan adanya rumusan masalah terhadap hal-hal yang diteliti. Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah mengenai pengrajin rotan di Kelurahan Sei Sikambing D Medan dengan kurun waktu dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2000. Batas waktu penelitian ini dimulai tahun 1980 atas dasar tahun tersebut mulai terlihat perkembangannya dan batas akhir penelitian ini pada tahun 2000 atas dasar dalam 20 tahun tersebut sudah dapat dilihat perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan pengrajin.
Untuk lebih memperjelas dan mengarahkan penelitian ini, maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah pengrajin rotan sebelum tahun 1980?
2. Bagaimana gambaran umum pengrajin di Lingkungan X Kelurahan Sei Sikambing D Medan tahun 1980-2000 ?
3. Bagaimana dampak kerajinan rotan terhadap kehidupan masyarakat di Lingkungan X Kelurahan Sei Sikambing D Medan tahun 1980-2000?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Semua rencana yang dilakukan oleh manusia memiliki tujuan dan manfaat yang tersendiri. Demikian juga halnya dalam penelitian, adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah keadaan pengrajin rotan sebelum tahun 1980.
2. Untuk mengetahui gambaran umum pengrajin rotan di Lingkungan X Kelurahan Sei Sikambing D Medan tahun 1980-2000.
(20)
3. Untuk mengetahui dampak kerajinan rotan terhadap kehidupan masyarakat di Lingkungan X kelurahan Sei Sikambing D Medan tahun 1980-2000.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi masyarakat maupun pengrajin, penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi yang berguna secara praktis supaya tetap memberdayakan rotan untuk hasil komoditi.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa para pelaku industri kecil sangat membutuhkan modal untuk pengembangan usaha dan juga sistem pemasaran.
3. Bagi mahasiswa khususnya mahasiswa ilmu sejarah, penelitian ini di harapkan dapat menambah khasanah baca dalam bidang sejarah kerajinan tradisional.
1.4 Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan buku-buku sebagai bahan telaah studi pustaka. Adapun buku-buku yang berkaitan dengan kerajinan rotan yang di harapkan dapat mendukung penulis terhadap penelitian ini adalah:
Buku pertama yang digunakan penulis yaitu J. Gultom dalam buku yang berjudul
Pengrajin Tradisional Tenun Ulos di Desa Lumbansianjulu. Buku ini memberikan
gambaran bahwa di Desa Lumbansianjulu yang terdiri atas 134 keluarga atau sekitar 69% (93 orang) istrinya bekerja sebagai pengrajin ulos. Sedangkan sekitar 31% bekerja sebagai petani, berdagang, buruh tani dan lain sebagainya. Kerajinan bertenun ulos merupakan usaha keluarga, dan sebagai tenaga ahlinya adalah ibu-ibu rumah tangga. Berdasarkan catatan yang ada di Desa Lumbansiajulu, sebanyak 93 orang ibu rumah tangga, 52 orang
(21)
remaja putri dan 109 anak-anak ikut terlibat di dalam kegiatan bertenun ulos. Tugas kaum ibu sebagai tenaga ahli utama dalam kerajinan ulos adalah menentukan dan merancang jenis ulos yang akan di tenun, menaksir jumlah bahan baku dan bahan penolong yang diperlukan. Sedangkan para remaja putri berperan sebagai pembantu utama pada semua tahapan penenunan.
Penghasilan pengrajin dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan permintaan hasil tenunan di pasar, dan keadaan musim turun ke ladang/sawah. Ini berarti penghasilan pengrajin tidak dapat dipastikan berapa jumlah penghasilan setiap hari maupun setiap bulan.
Cara penyaluran hasil produksi para pengrajin dilakukan dengan dua cara yaitu pengrajin secara langsung menjual kepada pedagang ulos di pasar Tarutung atau kepada tengkulak serta menjual kepada koperasi.
Buku kedua yang digunakan penulis yaitu Pengrajin Tradisional Daerah
Timor-Timur karangan Munasir Jufri. Buku ini menceritakan di wilayah Timor-Timor-Timur masih
mengenal adanya berbagai bentuk hasil kerajinan tradisional, misalnya kain tilas, benda-benda gerabah, dan anyaman-anyaman. Keberadaan para pengrajin tersebut biasanya terpusat pada suatu daerah tertentu. Contohnya yaitu Desa Babulu sebagai salah satu daerah penghasil tenun tas, Desa Ailili yang terkenal sebagai penghasil gerabah, dan Desa Vavikinia yang terkenal sebagai penghasil anyam-anyaman. Walaupun ketiga desa tersebut letaknya saling berjauhan serta memiliki hasil seni kerajinan yang berbeda, tetapi memiliki beberapa persamaan yang sifatnya mendasar.
Buku ketiga yang digunakan penulis yaitu Pengrajin Tradisional Daerah Jawa
(22)
yang berarti mata pencarian di sektor pertanian lebih dominan dari mata pencaharian yang lain. Karena Jawa Tengah sebagai daerah agraris, maka banyak bahan yang dihasilkan atau banyak bahan yang dibutuhkan dalam usahanya memantapkan hasil pertanian tersebut. Demikian pula beberapa tumbuh-tumbuhan, apakah ia berupa rumput, bambu, pandan, kayu, dan sebagainya, yang ada di sekitar tata kehidupan petani, dan juga tidak luput dari perhatian manusia untuk menciptakan nilai tambah sehingga menghasilkan berbagai bentuk kerajinan. Lingkungan hidup sebagai sumber hajat bersama ternyata juga memiliki berbagai kelebihan, sebab lingkungan hidup juga dapat menghasilkan batu-batuan dan mungkin logam-logam mulia, yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Maka melalui kreativitas dan inovativitas, didasari bahwa baik batu-batuan maupun logam yang ada dalam lingkungan kehidupan dapat dijadikan wahana untuk menopang hidup dan memberikan kekuatan hidup, maka pemanfaatannya yang berupa produk kerajinan tangan sangat besar artinya bagi tata kehidupannya sendiri.
Buku keempat yang digunakan penulis yaitu Rotan: Pembudidayaan dan Prospek
Perkembangannya karangan Hadi Sutarno. Menceritakan tentang berbagai jenis rotan serta
(23)
1.5 Metode Penelitian
Penulisan merupakan suatu puncak dalam suatu penelitian ilmiah. Di dalam suatu penelitian sejarah ada berbagai tahapan yang harus dilakukan untuk menulis dan menemukan hasil yang diteliti. Adapun tahap itu di antaranya:
Tahap pertama adalah tahap heuristik. Tahap pengumpulan data-data yang relevan, baik dari perpustakaan dan juga dari pihak pengrajin itu sendiri. Untuk mencari sumber tersebut maka penulis akan melakukan study kepustakaan (Library Research), dan juga studi lapangan (Field Research) dengan cara melakukan wawancara secara mendalam terhadap pengrajin yang telah dipilih menurut kriteria tertentu baik itu pemilik usaha maupun karyawan serta lingkungan di sekitar lokasi usaha.
Tahap kedua adalah tahap verifikasi. Dalam hal ini penulis melakukan kritik terhadap sumber yang telah ditemukan untuk sebuah kebenaran dengan kritik internal dan eksternal.
Tahap ketiga adalah tahap interpretasi yaitu tahap menafsirkan dan menganalisis peristiwa sejarah setelah mengumpulkan sumber dan mengkritiknya.
Tahap terakhir adalah tahap historiografi. Tahap ini merupakan tahap puncak. Dalam tahap ini semua informasi yang sudah ditemukan baik secara lisan maupun secara tertulis yang telah diproses lebih lanjut akan dirangkaikan menjadi sebuah karya ilmiah sejarah.7
7
Louis Gotschalk, Understanding History, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1985, hal. 143
(24)
BAB II
GAMBARAN UMUM PENGRAJIN ROTAN DI LINGKUNGAN X KELURAHAN SEI SIKAMBING D MEDAN
2.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 2.1.1 Letak Geografis
Kelurahan Sei Sikambing D merupakan salah satu kelurahan dari beberapa kelurahan yang ada di kecamatan Medan Petisah kota Madya Medan. Kecamatan Medan Petisah terbagi atas 7 kelurahan yaitu:
1. Kelurahan Sei Sikambing D 2. Kelurahan Petisah Tengah 3. Kelurahan Sekip
4. Kelurahan Sei Putih Timur I 5. Kelurahan Sei Putih Timur II 6. KelurahanSei Putih Tengah 7. Kelurahan Sei Putih Barat
Kelurahan Sei Sikambing D berjarak 0,5 Km dari kantor ibu kota kecamatan. Luas kelurahan Sei Sikambing D ini 0,91 Km2 atau 18,46% dari luas keseluruhan kecamatan Medan Petisah. Kelurahan Sei Sikambing terdiri atas 11 lingkungan. Diantara 11 Lingkungan tersebut Lingkungan X merupakan lokasi penelitian karena dilingkungan inilah tempat peembuatan kerajinan rotan. selain itu sebagian besar kehidupan ekonomi masyarakatnya merupakan pengrajin rotan tradisional. Luas lingkungan X ± 4 ha, Keseluruhan lingkungan X merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk. Pada
(25)
lingkungan ini Susunan perumahan kurang teratur. Hal ini disebabkan karena padatnya jumlah penduduk serta pemanfaatan lahan yang kurang efesien. Didaerah lokasi lingkungan X terdapat juga perkuburan masyarakat. Sementara di Jalan Jenderal Gatot Subroto, makin bertambahnya bangunan-bangunan ruko yang berfungsi sebagai batas-batas lingkungan X. Untuk lebih jelas batas-batas wilayah administratif kelurahan Sei Sikambing D lingkungan X adalah :
1. Sebelah Utara : Jalan Jenderal Gatot Subroto Kelurahan Sei Putih Barat. 2. Sebelah Timur : Lingkungan IX.
3. Sebelah Selatan : Lingkungan XI.
4. Sebelah Barat : Kelurahan Sp. Tanjung, Kecamatan Medan Sunggal.
Jalan Jenderal Gatot Subroto adalah jalan raya yang menghubungkan Kota Medan dengan kota-kota yang berada disebelah barat antara lain Binjai, Stabat dan Pangkalan Brandan. Di sepanjang Jalan Jenderal Gatot Subroto merupakan daerah pertokoan. Di tempat inilah berbagai barang hasil kerajinan berupa barang-barang prabot rumah tangga baik yang terbuat dari rotan maupun dari kayu di pasarkan. Bahkan dijalan Jenderal Gatot Subroto terdapat satu pusat penjualan kerajinan rotan.
Letak strategis dapat menjadi faktor yang mempengaruhi proses produksi dan pemasaran. Karena dengan letak yang strategis itu maka sejumlah produksi dengan mudah dipasarkan sehingga apa yang mereka kerjakan terlihat secara jelas hasilnya. Keberadaan lingkungan X yang terletak di pinggir kota telah mempengaruhi proses pengangkutan. Barang-barang produksi yang sudah jadi atau bahan-bahan mentah yang dibutuhkan mudah dijangkau. Letak ini menjadi daya tarik tersendiri bagi produsen maupun para konsumen. Keberadaan sungai Sei Sikambing besar pula peranannya terhadap proses produksi. Sungai
(26)
Sei Sikambing di manfaatkan sebagai tempat merendam rotan selain bak yang telah disediakan.
2.1.2 Keadaan Penduduk
Pola pemukiman Lingkungan X menghadap ke jalan-jalan umum yaitu jalan Jenderal Gatot Subroto. Dan terdapat gang-gang kecil yang merupakan jalan masuk ke Lingkungan X kebanyakan masyarakatnya berasal dari Cirebon. Karena dahulu itu merupakan lahan kosong dan lahan itu di bangun rumah oleh masyarakat Cirebon yang ingin tinggal di Medan, karena lahan yang mereka tinggal berdekatan jaraknya dengan kantor Industri perdagangan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan adanya perkawinan antara orang Cirebon dengan masyarakat Sei Sikambing D, jadi bukan hanya orang Cirebon saja yang tinggal di Lingkungan X. Pemukiman penduduk tampak cukup padat, ditandai oleh jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya hampir tidak ada lagi. Pada beberapa bagian pemukiman, khususnya rumah-rumah yang menghadap ke Jalan Jenderal Gatot Subroto, letaknya tidak beraturan dan sulit ditentukan mana bagian depan dan mana bagian belakang rumah. Hanya jalan kecil yang menghubungkan rumah dengan jalan umum yang menandakan bahwa di belakang suatu rumah masih terdapat perumahan.
Jumlah penduduk kelurahan Sei Sikambing D Lingkungan X sebanyak 9.475 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 4.478 jiwa dan perempuan sebanyak 4.997 jiwa (tahun 2000).8
8
Statistik Kotamadya Medan, tahunan kotamadya Medan tahun 2000, Medan : Kantor Statistik Kotamadya Medan, 2000, hlm, 16
Penduduk adalah merupakan motor penggerak pembangunan. Masyarakat yang menentukan cepat atau lambatnya gerak kehidupan yang berlangsung itu sendiri. Apalagi
(27)
bila ditinjau dari jumlah penduduk dan kualitasnya maka akan nampak bidang apa yang mendominasi perkembangan daerah tersebut. Potensi ini biasanya berbeda pada setiap daerah atau suatu wilayah dan mungkin dapat menjadi penentu ciri khas daerah-daerah yang bersangkutan. 9
Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup tanpa bantuan dari orang lain. Untuk itu dalam menjalani kehidupan sehari-hari sangat diperlukan adanya interaksi diantara
Penduduk kelurahan Sei Sikambing D lingkungan X adalah suku bangsa Jawa, suku bangsa Batak, Suku bangsa Minangkabau, Suku bangsa Aceh dan juga yang lebih mayoritas adalah suku bangsa Cirebon. Adapun latar belakang kedatangan mereka ke wilayah ini pada awalnya hanya berkunjung dan menunjukkan kepada masyarakat hasil karya kerajinan rotan dari Cirebon ke Medan, namun kemudian mereka mencoba tinggal menetap dan terlebih dahulu melakukan penyuluhan kepada masyarakat dan bekerjasama dengan dinas perindustrian. Seiring berjalannya waktu sebagai masyarakat pendatang mereka beradaptasi terhadap masyarakat sekitar yang terlebih dahulu datang dan terhadap penduduk asli bahkan mereka sudah melakukan perkawinan dengan suku asli setempat.
Keberadaan masyarakat Sei Sikambing D pada umumnya beragama Islam. Meskipun jumlah penduduk terdiri atas beberapa suku bangsa sehingga terjadi keanekaragaman namun sikap dan tingkah laku dalam pergaulan sehari-hari menciptakan solidaritas antara warga sebagai satu kesatuan masyarakat.
2.1.3 Sistem kehidupan masyarakat A. Kehidupan Sosial Masyarakat
9
Hadi Priyanto, Pembangunan Ekonomi Pedesaan, dalam Pembangunan Industri Pedesaan. Yogyakarta : BPFE, 1987, hal. 55
(28)
masyarakat. Dengan adanya hubungan sosial yang baik dan saling menguntungkan maka sistem kehidupan ekonomi akan lebih maju. Dengan demikian maka tingkat kehidupan akan semakin baik dengan menuju kehidupan masyarakat yang sejahtera. Kehidupan sosial yang terjalin dengan baik akan mempengaruhi lahirnya kerjasama dan saling membutuhkan.
Dimanapun hubungan sosial sangat diperlukan. Seperti halnya pada masyarakat pengrajin, untuk mendapat suatu dukungan dan respon yang positif dari masyarakat maka mereka melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat. Dengan demikian keberadaan diri mereka tidak menjadi sebuah ancaman yang dapat mematikan karakter dan kebiasaan serta hubungan sosial.
Para pengrajin sebagai masyarakat pendatang mengambil inisiatif untuk memperluas hubungan sosial. Mereka melakukan kerjasama dengan berbagai insitusi-insitusi di dalam masyarakat baik itu bersifat horizontal maupun vertikal. Para pengrajin melakukan hubungan kerja dengan instansi terkait dalam pemerintahan yaitu mengunjungi kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan di jalan Iskandar Muda. Tujuannya adalah untuk mempercepat proses pengenalan hasil-hasil industri rotan kepada masyarakat melalui dinas Perindustrian dan Perdagangan tersebut. Hal itu dapat tercapai dengan adanya sosialisasi yang baik diantara kedua belah pihak. Untuk lebih mendekatkan diri kepada masyarakat sekitar orang Cirebon itu memilih tinggal menetap sebagai masyarakat pendatang dengan membeli lahan yang lokasinya berdekatan dengan kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Seiring dengan berjalannya waktu hubungan sosial semakin luas. Hal itu ditandai dengan pemukiman yang berbaur dengan masyarat yang bukan orang Cirebon. Kehadiran
(29)
mereka ternyata tidak hanya sekedar formalitas tetapi juga dalam wujud kongkrit. Mereka membawa pengaruh yang positif dan dapat membuka wawasan pemikiran penduduk asli. Keahlian mereka dalam mengolah rotan dari bahan baku menjadi bahan jadi secara perlahan tertularkan kepada penduduk setempat hal ini terjadi karena adanya kehidupan sosial yang baik. Penduduk asli dapat menerima kehadiran mereka dengan alasan bahwa keberadaan orang Cirebon telah membuka peluang usaha serta mendorong mereka untuk hidup lebih kreatif. Keadaan ini sehingga secara tidak langsung telah megurangi pengangguran.
Hubungan sosial yang baik itu bukan hanya dalam lapangan kerja dan kehidupan sehari-hari tetapi juga sudah sampai pada tingkat perkawinan. Banyak orang-orang Cirebon (pendatang) telah melakukan perkawinan dengan penduduk asli. Begitu pula sebaliknya banyak penduduk asli telah melakukan perkawinan dengan keturunan masyarakat Cirebon. Hubungan yang erat tersebut menciptakan kebersamaan tanpa menonjolkan sikap kesukuan. Sikap akrab ini dapat terlihat ketika penduduk asli mengelenggarakan acara baik itu acara adat ataupun acara-acara lain maka orang orang Cirebon sudah menjadi bagian didalamnya dengan adanya kerjasama dan sebaliknya.
B. Kehidupan ekonomi masyarakat
Kehidupan ekonomi merupakan aspek yang paling penting dan utama dalam kehidupan manusia, manusia selalu berusaha dengan berbagai cara agar kehidupan ekonominya terus meningkat. Dengan semakin meningkatnya ekonomi seseorang maka
(30)
status seseorang akan semakin tinggi. Karena aspek ekonomi sangat menentukan tingkat kehidupan manusia.
Begitu juga dengan kondisi masyarakat di lingkungan X kelurahan Sei Sikambing D Medan. Tingkat kehidupan masyarakat berbeda-beda. Perbedaan tingkat kehidupan itu disebabkan antara lain sifat keaslian, tingkat keahlian, tingkat pengapdian dan tingkat pemapanan ekonomi.
Khusus di lingkungan X kelurahan Sei Sikambing D Medan perbedaan tingkat kehidupan yang lebih jelas terlihat pada bidang ekonomi dan bidang pendidikan. Sebagian basar tingkat pendidikan masyarakat dikatakan rendah, itu dibuktikan banyaknya masyarakat yang tingkat pendidikannya hanya tamatan SD dan SMP sedangkan tamatan SMA sampai Sarjana hanya sebagian kecil. Kondisi yang demikian dikarenakan pada saat itu, menurut mereka lebih bagus bekerja dari pada sekolah, dengan alasan kalau mereka sekolah, mereka tidak bisa mendapat uang sendiri, sedangkan dalam tingkat keterampilan, dalam suatu masyarakat yang hanya mempunyai minat dan keahlian.
Hal-hal seperti itu dapat dengan mudah dijumpai dikalangan masyarakat secara umum. Banyak kehidupan ekonomi mereka yang hidup secara pas-pasan. Demikianlah kehidupan masyarakat di lingkungan X kelurahan Sei Sikambing D Medan. Kehidupan masyarakat yang masih hidup dalam lingkaran kemiskinan. Masyarakat asli yang banyak bekerja sebagai buruh baik sebagai tukang becak, tukang gali kuburan, buruh pabrik, tukang cuci pekerjaan lain-lain. Jika dibandingkan dengan tingkat kebutuhan maka pendapatan mereka tidak akan sesuai dengan hasil yang mereka dapatkan. Hal itulah yang menjadi pemicu tingkat pendidikan bagi masyarakat asli menjadi rendah.
(31)
Banyak permasalahan yang dihadapi sehingga mereka tetap hidup dibawah garis kemiskinan. Oleh karena itu melihat potensi yang ada pada lingkungan X kelurahan Sei Sikambing D Medan maka jalan keluar satu-satunya adalah dengan menggali kreatifitas dibidang industri kerajinan karena kreatifitas tidak selamanya diukur dari tingakat pendidikan.
Keahlian yang mereka miliki baik itu bakat maupun perolehan dengan mengikuti pelatihan mereka manfaatkan untuk memperbaiki ekonomi. Kreatifitas yang mereka miliki dipergunakan untuk menutupi tingkat pendidikan mereka yang rendah. Mereka mengambil inisiatif untuk menggeluti bidang industri dan kerajinan. Seiring dengan waktu maka usaha tersebut dapat membuahkan hasil yang maksimal jika dibandingkan dengan pendapatan yang mereka peroleh dari pekerjaan sebelumnya.
Walaupun demikian setelah mereka menjadi pelaku industri banyak masalah yang harus dihadapi. Salah satu masalah yang dihadapi adalah perolehan modal usaha. Modal sangat berpengaruh dalam sistem ekonomi pengrajin, karena tanpa adanya modal usaha yang mereka inginkan tidak bisa berjalan dengan lancar, karena jika tidak adanya modal mereka tidak bisa membeli bahan baku. Beberapa pengrajin yang kekurang modal untuk membeli bahan baku tidak mau meminjam ke Bank, karena menurut mereka jika meminjam ke Bank sangat besar resikonya. Maka antara masyarakat sekitar mereka saling tolong-menolong dengan melakukan pinjaman modal dan bahan baku. Disinilah peranan ekonomi yang lebih baik dengan memberi bantuan kepada pengrajin. Selain itu untuk meringankan para pengrajin dalam perolehan modal, maka pemerintah memberikan bantuan uang tunai bagi yang membutuhkannya melalui sistem Bapak angkat. Dan yang berhak mendapat pinjaman modal tersebut adalah pengrajin yang mempunyai pengolahan
(32)
kerajinan yang terbanyak. Bantuan itu disalurkan melalui Koperasi Pengrajin Rotan (KOPTAN), Angsapura, Asai, dan Pertamina yang membantu memberikan dana pada para pengrajin melalui koperasi, para pengrajin ini dapat membeli bahan penolong dengan cara kredit dan ketentuan paling lama tiga tahun. Dengan demikian kehidupan ekonomi para pengrajin semakin meningkat hal itu dibuktikan bahwa tingkat pendidikan anak-anak mereka semakin tinggi, tingkat kesehatan dan juga taraf hidup yang lebih baik hal ini berhubungan langsung dengan kepemilikan tanah dan bangunan
(33)
BAB III
PERTUMBUHAN KERAJINAN ROTAN DI LINGKUNGAN X KELURAHAN SEI SIKAMBING D MEDAN TAHUN 1980-2000
3.1 Munculnya Kerajinan Rotan
Usaha kerajinan tradisional merupakan salah satu bentuk warisan budaya nenek moyang yang dibeberapa tempat masih banyak dijumpai. Di setiap daerah bentuk usaha kerajinan ini jumlahnya sangat banyak serta bervariasi sesuai dengan budaya daerah tersebut. Seiring dengan kemajuan Jaman maka telah banyak diantaranya yang kemudian kedudukannya digantikan oleh hasil teknologi modern.10
Usaha kerajinan tradisional merupakan salah satu bentuk usaha kecil yang merupakan satuan usaha produktif dalam sektor perekonomian rakyat, baik berbentuk usaha rumah tangga maupun usaha yang menggunakan tenaga kerja. Bentuk usaha kecil ini pada dasarnya telah dikenal semenjak jaman penjajahan. Karena usaha ini telah tumbuh menjadi bagian perekonomian rakyat di lingkungan masyarakat jajahan. Sektor usaha kecil ini antara lain kegiatan perdagangan kecil-kecilan, industri rumah tangga dan sejenis usaha lain yang termasuk sampingan.
Pada tahap awal cara produksi mereka menggunakan sistem tradisional yaitu dengan menggunakan peralatan seadanya. Dengan berbagai penemuan alat-alat teknologi, peralatan itu mulai bergeser dengan munculnya peralatan baru yang lebih modern seperti mesin-mesin.
11
10
Mario Lopes Da Cruss, Pengrajin Tradisional Daerah Ttimor-Timur, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, hal. 33
11
Joko Suryo, Kegiatan Usaha Kecil Dalam Presfektif Sejarah, Dalam Makalah, Yogyakarta: Tanpa Penerbit, 1994 hal. 3
Usaha kecil-kecilan itu berupa pedagang asongan, tukang bakso, jualan makanan.
(34)
Selain usaha kecil seperti di atas terdapat juga usaha kerajinan bersifat turun temurun. Usaha kerajinan itu merupakan kegiatan pekerjaan kelompok maupun keluarga. Contoh usaha kerajinan kecil itu adalah kerajinan anyaman baik itu yang terbuat dari rotan maupun bentuk dari anyaman lainnya seperti bambu dan tikar. Tapi dari anyaman ini yang dibahas adalah masalah anyaman atau kerajinan rotan.
Pada umumnya satu keluarga itu saling bahu-membahu dalam membentuk suatu kerajinan. Biasanya Ayah mengelola kerajinan dalam bentuk perangkat keras seperti membentuk, menyusun, dan merekontruksi wujud suatu kerajinan. Sementara ibu dan anak mengerjakan perangkat yang lebih lunak seperti ibu mengiris dan menganyam, serta anak-anaknya sepulang sekolah mereka membantu orang tuanya, menjemur, mengelola rotan. Banyaknya pekerjaan dalam proses menyelesaikan suatu kerajinan membutuhkan atau menyerap tenaga kerja lebih banyak. Oleh karena itu kualitas tenaga kerja perlu dikembangkan dan ditingkatkan seiring dengan perkembangan jaman.
Kedatangan mereka ke Medan adalah untuk merantau dan sekaligus memperluas wawasan yang timbul dari adanya rasa keingin tahuan untuk mengenal kota Medan. Dengan membawa keahlian yang sudah melekat dari dalam dirinya dan bahkan bersifat turun-temurun. Dalam hal inilah mereka bertujuan untuk memperkenalkan kepada masyarakat Medan secara umum dan masyarakat Kelurahan Sei Sikambing D secara khusus tentang keahlian mereka yang dibuktikan dengan hasil karyanya. Kemudian di Medan mereka bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Jalan Iskandar Muda. Di sana mereka melakukan promosi hasil kerajinan rotan, dan mereka juga mengundang masyarakat sekitar untuk memperkenalkan kepada masyarakat tentang karya kerajinannya. Karena di Cirebon kerajinan rotan sangat berkembang dan sudah merupakan
(35)
hal yang membudaya. Mereka juga mengundang masyarakat sekitar untuk dilatih menganyam rotan. Tetapi tidak semudah apa yang diharapkan karena awalnya masyarakat belum begitu tertarik untuk mempelajari kerajinan rotan dan mereka lebih terfokus pada pekerjaan mereka masing-masing. Seiring dengan perkembangan jaman, usaha kerajinan ternyata sangat menjanjikan sedangkan angka pengangguran terus meningkat setiap tahunnya. Maka untuk menemukan jalan keluar dari masalah tersebut, masyarakat mulai menyempatkan diri mengamati pengrajin melakukan pekerjaannya.
Dari hasil wawancara dengan seorang pengrajin yang telah lama menekuni usaha kerajinan yaitu Kamaluddin dengan latar belakang bukan orang Cirebon. Kamaluddin pengrajin pertama yang mengikuti jejak orang Cirebon, pertama kali ia tidak mengerti tentang cara mengolah rotan, kemudian mengikuti pelatihan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang bekerjasama dengan orang Cirebon. Kamaludin berkeinginan ingin mengelola rotan sendiri. Awalnya pada tahun 1960 dengan modal Rp.1.000 untuk membeli bahan baku dan tenaga kerja berasal dari keluarga. Pada mulanya hasil rotan yang mereka buat masih kurang bagus dan mereka gunakan untuk keperluan pribadi saja. Dengan adanya proses dan kesabaran dalam mengelola kerajinan rotan sampai berhasil. Kerajinan yang mereka buat pun masih dijual dengan cara tradisional yaitu dengan berkeliling mencari langganan yang berminat dengan kerajinan rotan, dan Selain itu barang tersebut juga ditawarkan ke pasar-pasar yang ada di Medan seperti pasar Petisah, pasar Sentral juga pasar di Sei Sikambing.
Kamaluddin berkeinginan membuka toko di Jalan Jenderal Gatot Subroto km.4 no.81 karena menurutnya jika tidak membuka toko maka usahanya tidak akan berjalan
(36)
dengan sempurna. Pada tahun 1965 Kamaluddin membuka usaha kerajinan rotan di Jalan Jenderal Gatot Subroto dengan nama usahanya yaitu Lisma Rottan Handicraft
Kemudian usaha tersebut lambat laun semakin berkembang dan karena banyaknya orderan barang dari konsumen Kamaludin kekurangan tenaga kerja maka Kamaluddin memperkerjakan 5 orang anak-anak yang tidak bersekolah dan dalam usia produktif serta mempunyai keahlian dalam menganyam dengan gaji harian dan borongan.
Melihat masyarakat Sei Sikambing D mulai tertarik dengan anyaman rotan. Maka orang Cirebon tersebut mulai mengadakan pendekatan dengan maksud menjalin kerja sama dengan orang yang telah mahir mengayam rotan. Hal inilah yang membedakan pengrajin rotan di Lingkungan X Sei Sikambing dengan pengrajin di daerah lain yang mana mereka mempelajari pembuatan rotan di tempat itu dan bersumber dari penduduk pendatang.
3.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajinan Rotan
Pertumbuhan dalam sebuah usaha industri diukur dari kualitas dan kuantitasnya yang kemudian mengarah pada perkembangnnya dan mencakup pada eksistensinya di tengah persaingan industri yang semakin bertambah baik dari segi jumlah maupun mutunya. Memasuki tahun 1980-an usaha kerajinan semakin berkembang secara signifikan yang dibuktikan dari semakin tingginya permintaan hasil-hasil produksi dari konsumen. Untuk memenuhi orderan tersebut maka mereka menambah tenaga kerja untuk dipekerjakan dalam usaha kerajinan yang mana sebelum usaha tersebut berkembang tenaga kerja hanyalah berasal dari kalangan keluarga inti saja dan pemasaran/pendistribusian barang-barang kerajinan tersebut masih sistem manual dalam artian masih bersifat keliling.
(37)
Usaha kerajinan anyaman rotan di Kelurahan Sei Sikambing D ini, telah banyak mengalami perubahan dan perkembangan, baik dalam peningkatan produksi maupun dalam pengorganisasian tenaga kerja, pemasaran dan lain-lain. Ada yang semula hanya menjadi buruh, kemudian membuka usaha sendiri di bidang yang sama, dan ada yang tidak tau sama sekali mengenai anyaman rotan kini sudah mahir dan mereka yang dulunya hanya menganggap kerajinan sebagai usaha sampingan namun pada akhirnya memutuskan untuk mendekati agen.
Namun seiring dengan perkembangannya maka mereka merekrut anak-anak yang tidak mau sekolah untuk di latih dengan persyaratan bahwa anak yang dimaksud harus berada usia produktif serta mau dan giat bekerja menganyam rotan dan kebanyakan laki-laki dibanding perempuan. Peningkatan pemesanan kerajinan bukan hanya dari masyarakat sekitar saja tetapi juga dari luar daerah kota Medan bahkan para pengrajin telah mampu mengekspor barang-barang ke luar negeri walaupun dalam jumlah yang kecil. Adapun pengiriman barang ke luar kota Medan seperti:
1. Daerah Binjai 2. Daerah Langkat
3. Daerah Kotamadya Medan 4. Daerah Kabupaten Simalungun 5. Daerah Kotamadya Sibolga 6. Daerah Kabupaten Asahan 7. Daerah Kabupaten Batu Bara 8. Daerah Istimewa Aceh 9. Daerah Sumatera Barat
(38)
Dalam perkembangan pembuatan kerajinan rotan ini makin diintensifkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal tetapi juga sudah memenuhi masyarakat luas (pasar ekspor) Sedangkan untuk pemasaran ke luar negeri seperti:
1. Malaysia 2. Hongkong 3. Amerika 4. Australia dan
5. Beberapa Negara Eropa.
Dalam rangka mendukung pengembangan kerajinan rotan, pemerintah memilih beberapa masyarakat untuk melaksanakan dan mengikuti pameran-pameran yang ada di kota medan dan juga di luar Sumatera Utara. Barang-barang yang diikut sertakan dalam pameran itu seperti vas bunga, berbagai jenis kursi, hulahop, keranjang, bola takraw, dan barang-barang yang lainnya.
Pendapatan yang diperoleh dari usaha kerajinan sangat membantu kelangsungan hidup masyarakat pengrajin tidak hanya memenuhi kebutuhan pokok dalam hidup sehari-hari tetapi juga dapat membiayai pendidikan anak-anak mereka dan untuk gaji pekerja. Dengan begitu kehidupan mereka telah mengalami perubahan ke arah yang lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan sebelumya.
Hal ini didukung dengan digalakkannya ekspor barang jadi rotan dengan keluarnya surat keputusan Menteri perdagangan tahun 1988 tentang penyempurnaan surat keputusan menteri perdagangan tahun 1986 tentang Tata Niaga ekspor rotan, maka mulai tanggal 1 Juli 1988 untuk mempercepat pertumbuhan ekspor barang jadi
(39)
asal rotan tanpa mengganggu kelestarian tanaman rotan maka keluar larangan ekspor bahan baku dan barang setengah jadi rotan.12
Dalam perkembangannya usaha kerajinan rotan tidaklah berjalan dengan lancar melainkan banyak kendala yang ditemukan yang membuat usaha tersebut mengalami pasang surut. Adapun kendala-kendala yang terjadi pada pengrajin seperti susahnya dalam memperoleh bahan baku karena banyaknya terjadi kerusakan hutan, sehingga komuditas rotan sangat berkurang, kemudian karena daya beli masyarakat mahal. Berkurangnya minat masyarakat terhadap kerajinan rotan karena kuatnya persaingan di pasar lokal akibat dari pemasokan barang-barang kerajinan dari interlokal (luar negeri) dengan bahan-bahan yang lebih modern, seperti kayu, besi, bambu, dan plastik. Berkurangnya beberapa jenis produksi hasil kerajinan rotan seperti kursi raja dan kursi ratu, dan tahun 1985. hal ini dikarenakan harga jual yang ditawarkan tidak sesuai dengan biaya produksinya yang mana dalam membuat kursi tersebut membutuhkan waktu yang lama dan prosesnya sangat rumit, kemudian juga para peminatnya sangat sedikit. Selain itu semakin bertambahnya pengrajin-pengrajin rotan maka orderan bagi pengrajin-pengrajin dari biasanya makin berkurang.
Dengan keluarnya peraturan pemerintah tersebut maka dampak positif dirasakan pengrajin sangat besar sekali. Hal ini terlihat dengat meningkatnya pesanan order barang jadi rotan (meuble dan anyaman rotan) baik untuk pasar lokal maupun pasar ekspor. Tetapi hanya beberapa pengrajin saja yang melakukan pengeksporan barang ke luar negeri, sedangkan pengrajin lainnya hanya tingkat lokal saja.
12
Zainal abidin Hrp, Laporan penelitian Analisis peningkatan pengembangan industri kecil kerajinan rotan di kota Madya Medan, Medan: USU Lembaga Penelitian Medan, 1990, hal. 14
(40)
3.3 Modal dan Tenaga Kerja
3.3.1 Modal
Modal merupakan salah satu yang menjadi faktor pendukung dalam proses produksi. Tanpa modal proses produksi tidak akan mungkin berjalan baik. Modal yang dimaksudkan adalah uang atau dana maupun modal skill atau keahlian. Begitu juga dengan pengrajin rotan yang ada di kelurahan Sei Sikambing D Lingkungan X Kecamatan Medan Petisah. Modal awalnya sebesar Rp.1.000,- untuk memperoleh bahan baku dengan tenaga kerja terdiri dari anggota keluarga. Dengan modal yang begitu kecil jika dibandingkan dengan susahnya mendapat bahan baku maka hasil produksi pun terbatas sesuai dengan kemampuan modal yang ada misalnya hanya rak buku, tas dan keranjang tempat parsel.
Modal yang diperoleh hanyalah modal sendiri tanpa adanya pinjaman dari pihak koperasi ataupun Bank. Selain itu kerajinan rotan masih kurang mendapat perhatian dari pihak pemerintah setempat sehingga pada masa itu kerajinan rotan tidak begitu berkembang dan hanya di kenal kalangan masyarakat sekitar.
Modal merupakan sarana pokok bagi terciptanya usaha kerajinan dan kelangsungannya, di samping minat, bakat, ketekunan dan keyakinan, modal berperan sangat penting untuk pengembangan dan peningkatan kuantitas dan kualitas hasil produksi, terlebih lagi jika keadaan harga rotan di pasar sedang meningkat, maka modal benar-benar dapat menentukan hidup matinya usaha kerajinan tradisional rotan.13
13
Hartati Prawinoto, dkk. Pengrajin Tradisional Daerah Jawa Tengah, Semarang : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, hal. 93.
(41)
Pada mulanya para pengrajin mempergunakan modal yang bersumber dari modal sendiri. Selain itu ada pula bantuan dari kelompok pengrajin yang berasal dari Cirebon. Modal dana ini masih mencukupi ketika produksi masih dalam tingkat yang sederhana. Artinya memenuhi kebutuhan pesanan dari lingkungan sekitarnya. Tetapi ketika kebutuhan pasar semakin meluas maka dana yang diperlukan semakin besar. Dalam perolehan modal tidak sulit bagi pengrajin, boleh dikatakan mudah dan sederhana. Ada beberapa modal yang bisa dimanfaatkan oleh para pengrajin anyaman rotan. Ruang kerja adalah sebagai modal tetap. Ruang kerjanya berada dirumah para pengrajin sendiri. Biasanya ruang kerja itu rumahnya sendiri. Namun apabila mereka memiliki sisa lahan atau perkarangan rumahnya. Mereka membangun ruang kerja yang sederhana dengan dinding tepas atau nipah. Ruang kerja ini berfungsi sebagai tempat kerja, juga sebagai tempat penyimpanan bahan dan penjemuran. Bahan ruang kerja yang sederhana itu juga menjadi tempat penyimpanan hasil produksi yang belum dipasarkan.
Bagi pengrajin yang tidak memiliki ruang kerja tersendiri, rumah menjadi tempat segala kegiatan yang menyangkut proses pembuatan barang-barang rotan. Bahan bakunya biasanya diletakkan di depan rumah, demikian juga dengan hasil produksi yang belum dipasarkan, kalau tidak cukup di rumah dibiarkan di luar rumah. Sebagai lokasi penjemuran biasanya memanfaatkan areal perkuburan yang terdapat di sekitarnya.
Disamping rumah dan halamannya sebagai modal ruang kerja, berbagai peralatan yang dimiliki pengrajin juga merupakan modal tetap. Pengadaan berbagai peralatan tersebut adalah atas usaha mereka atau bantuan keluarga mereka, tanpa minta bantuan orang luar dari keluarganya. Ada juga peralatan yang dimiliki pengrajin anyaman rotan.
(42)
Modalnya adalah berupa modal dalam bentuk barang, yaitu barang yang bergerak maupun barang tidak bergerak.
Kecuali dari modal berupa barang tersebut masih ada modal berupa uang. Untuk kebutuhan modal dalam bentuk uang kontan mereka cenderung menggunakan modal uang dari hasil simpanan sendiri. Sebagian Para pengrajin di kelurahan Sei Sikambing D memiliki solidaritas yang tinggi baik tolong-menolong maupun meminjamkan uang serta meminjamkan bahan baku.
Pada saat pengrajin kekurangan dana membeli peralatan anyaman rotannya, untuk meminjam ke bank mereka belum tertarik, karena mereka berpendapat bahwa jika berhubungan dengan pihak bank, hal itu akan sulit karena mau tidak mau mereka harus memiliki jaminan. Selain itu menurut mereka, meminjam uang ke Bank harus dengan surat menyurat dan harus disimpan baik-baik jangan sampai hilang. Juga masalah waktu merupakan beban bagi mereka, tetapi meminjam kepada kerabat waktunya bisa malam hari, bisa sore hari, dan tidak perlu menggunakan barang jaminan dan tidak memakai bunga. Sehingga mereka tidak berpikir susah-susah lagi pada saat mau mengembalikan uangnya.
Bantuan yang diberikan oleh pemerintah berupa dua perangkat mesin pembelah/penghalus rotan, Ada juga permerintah memberikan bantuan uang tunai bagi yang membutuhkannya melalui sistem Bapak angkat, yang berhak mendapat pinjaman modal pengrajin yang mempunyai pengolahan kerajinannya banyak dan melalui Koperasi Pengrajin Rotan (KOPTAN), Angsapura, Asai, dan Pertamina yang membantu memberikan
(43)
dana pada para pengrajin melalui koperasi, para pengrajin ini dapat membeli bahan penolong dengan cara kredit dan ketentuan paling lama tiga tahun.14
Usaha kerajinan rotan merupakan usaha keluarga (home industri) yang penanganannya disamping melibatkan keseluruhan anggota keluarga juga dibantu dengan beberapa orang tenaga kerja yang sudah dididik dan dilatih secara intensif dan nonformal melalui penunjukkan contoh-contoh pembuatan kerajinan yang baik. Para pemilik usaha kerajinan melatih keterampilan para tenaga kerja khususnya para tenaga kerja yang masih baru untuk selanjutnya kepada mereka disuruh untuk mencoba membuatnya secara bertahap, sampai akhirnya mereka benar-benar mampu untuk mengerjakannya sendiri tanpa harus terus-menerus dibimbing dan diarahkan.
3.3.2 Tenaga kerja
15
14
Wawancara dengan Parman, di Lingkungan X Sei Sikambing D tanggal 5 Agustus 2010
15
Ibid ., hal. 94
Tenaga kerja dalam usaha kerajinan rotan berasal dari keluarga sendiri. Ayah adalah pekerja utama sedangkan istri dan anak-anak sebagai tenaga pembantu. Kadang-kadang seorang anak yang sudah kawin dan tinggal terpisah dengan kedua orang tuanya, masih menjalankan usaha kerajinan yang dikelola sang ayah. Si anak tersebut bekerjasama dengan orang tuanya dan hasilnya tergantung pada kesepakatan bersama. Akan tetapi ada pula anak bekerja pada orang tuanya dengan status buruh bahkan ada pula mereka bersama menjalankan usaha dengan perincian keuntungan dibagi bersama.
(44)
Kalau pengrajin tidak dapat memenuhi tenaga kerja dari keluarga sendiri, mereka memperkerjakan buruh dari luar keluarganya. Setiap hari mereka bekerja pada unit usaha tertentu, dengan upah harian atau borongan. Buruh yang bekerja secara borongan upahnya dibayar sesuai dengan hasil kerjanya. Sedangkan buruh tetap mereka bekerja pada suatu unit kerajinan tertentu dan mereka selalu terlibat dalam setiap proses produksi. Akan tetapi buruh harian atau buruh tidak tetap bekerja pada suatu unit usaha kerajinan tertentu dengan ketentuan apabila mereka dipanggil atau dipekerjakan. Mereka dipanggil karena banyak pesanan, dan upah mereka dibayar sesuai dengan hasil kerjanya. Selain itu, buruh harian tidak tetap ini, ada juga anak-anak muda dan remaja bahkan anak-anak sekolah yang berasal dari penduduk setempat. Anak-anak itu bekerja pada unit usaha kerajinan rotan setelah pulang sekolah dan tenaga kerjanya (buruh) juga berasal dari Batangkuis, Amplas, Binjai dan juga daerah sekitar Sei Sikambing, Kapten Muslim, Sunggal.
Berdasarkan pembagian kerjanya, produksi pengrajin setempat umumnya pengrajin dalam membuat rangka, mengikat dan mengayam, membuat lobang (membor), menghaluskan rangka dan mencat. Jika pesanan banyak adanya tenaga kerja tambahan supaya hasil kerajinannya cepat selesai dan konsumen pun tidak merasa kecewa. Para pengrajin yang tidak memakai tenaga kerja buruh, biasanya si ayah membuat rangka sampai selesai atau kadang-kadang si istri mengayam, sementara anak-anaknya menghaluskan rangka dan mengecat. Pekerjaan pada tahap permulaan seperti menyisik, mencuci rotan sering dilakukan oleh anak-anak dan remaja yang kurang terampil. Pekerjaan-pekerjaan yang demikian inilah yang sering dilakukan anak-anak keluarga pengrajin, setelah pulang sekolah. Keahlian kaum ibu-ibu selain mengayam juga
(45)
membentuk barang-barang rotan lainnya seperti hiasan dinding, vas bunga, keranjang bingkisan (parsel), kerangka karangan bunga dan barang rotan lainnya.
Pekerjaan membuat rangka, mencat dan menghaluskan rangka dengan kertas pasir adalah pekerjaan yang didominisi oleh pengrajin pria, sementara lain seperti menganyam, menyisik dan mencuci rotan dapat dikerjakan oleh pria maupun wanita. Ada suatu pekerjaan yang khas dalam proses pembuatan barang-barang rotan ini yang hanya dapat dikerjakan oleh tenaga kerja yang sudah terampil. Jenis pekerjaan tersebut adalah membuat rangka. Hal ini disebabkan karena pengrajin ini sangat membutuhkan keuletan, kehati-hatian dan kesabaran. Kesalahan membuat rangka akan mempengaruhi kualitas barang rotan yang mereka produksi. Itulah sebabnya jenis pekerjaan ini hanya dilakukan oleh pengrajin yang terampil.
Akan tetapi pengrajin rotan yang mempekerjakan buruh dalam usaha yang dikelolanya, khusus pekerjaan membuat rangka ini biasanya ditangani sendiri. Hanya sebagian kecil buruh yang mampu membuat rangka. Buruh yang sudah mampu seperti itu cenderung untuk melepaskan statusnya sebagai buruh dan berusaha untuk membuka usaha sendiri. Pekerjaan pengrajin berbeda-beda ada yang bekerja secara tetap, borongan juga harian, bagi pengrajin yang secara tetap pada umumnya dalam sehari kerja mereka dapat menyelesaikan 5 anyaman apalagi banyaknya pesanan konsumen kadang mereka sampai lupa waktu.
Pengrajin yang terampil bekerja pada unit usaha kerajinan rotan dapat berpenghasilan antara Rp.5.000 – Rp.10.000/hari. Buruh terampil, buruh yang telah mampu
(46)
melakukan semua jenis pekerjaan, dan pada saat wawancara seorang informan Parman mengatakan bahwa penghasilan Rp.5.000 perhari adalah upah yang paling rendah. Itupun terjadi apabila mereka malas bekerja atau pekerjaan sedikit. Bagi mereka yang bekerja borongan gajinya sekitar Rp.15.000,- dan pekerja harian dapat berpengasilan antara Rp1.500 – Rp.4.000 (tahun 1980). pekerja harian termasuk tenaga kerja yang kurang terampil. Karena itu pekerjaan yang mereka lakukan adalah mencuci, merendam, mengeringkan rotan, menghaluskan rangka dengan kertas pasir, mencat, menyisik, dan “menarik”.
Pada tahun 2000-an makin bertambahnya kerajinan rotan dan tenaga kerja, banyaknya omset atau pesanan barang-barang dari konsumen. Harga-harga barang pun mulai naik, maka pengasilan pengrajin pun bertambah, gaji pekerja tetap dan borongan berpenghasilan antara Rp.500.000 – Rp.1000.000/Bulan sedangkan pekerja harian berpenghasilan Rp.30.000.16
3.4 Sumber Bahan Baku
Kerajinan anyaman rotan bagi masyarakat kelurahan Sei Sikambing D khususnya kelompok pengrajin adalah merupakan usaha sampingan yang dapat membantu pendapatan mereka selain dari pekerjaan mereka sebelum menjadi penganyam. Penanggung jawab usaha ini umumnya sang suami atau kaum laki-laki yang dalam pelaksanaannya melibatkan seluruh anggota keluarganya. Untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan jenis-jenis anyaman rotan secara sistematis akan diuraikan melalui dari penyediaan bahan baku.
16
(47)
Bahan baku (rotan) diperoleh dari luar lingkungan. Daerah-daerah pemasok rotan yang utama ke kota Medan pada umumnya dan para pengrajin pada khususnya ialah daerah propinsi Sumatera Utara sendiri, daerah Istimewa Aceh, dan Propinsi Jambi. Penghasil rotan utama di Sumatera Utara ialah kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Kabupaten Karo, dan Kabupaten Dairi. Kemudian penghasil rotan di daerah Istimewa Aceh ialah Meulaboh dan Singkil dan daerah Langkat. Karena itu daerah – daerah tersebut yang menjadi pemasok rotan yang utama. Tetapi kadang-kadang rotan dipasok dari propinsi Sumatera Barat dan Riau.
Perkembangan industri kerajinan rotan membawa dampak yang positif bagi masyarakat pinggiran kota. Adapun dampak yang paling menonjol adalah munculnya inisiatif dan juga karena anjuran pemerintah maka masyarakat membudidayakan rotan yang mana sebelumnya rotan hanyalah hasil hutan tetapi dengan tingginya permintaan terhadap rotan para pembudidaya rotan semakin meningkat. Seperti halnya di daerah Bahorok.
Walaupun bahan baku rotan didatangkan dari luar kota Medan namun kemudian para pengrajin tidak mengalami kesulitan. Para pengrajin rotan yang tinggal di kota Medan atau di kota lainnya mendatangi daerah-daerah penghasil rotan dan membelinya dari para pengumpul/pencari rotan hal itu mereka lakukan dengan pertimbangan bahwa jika mereka membelinya melalui agen maka otomatis harga lebih tinggi dibandingkan jika mereka sendiri yang turun langsung. Rotan-rotan yang mereka beli kemudian disalurkan kepada para pengusaha yang khusus menjual rotan. Para pengrajin rotan membeli dengan cara berlangganan. Adapun rotan yang kualitasnya bagus yaitu rotan yang umurnya 12 tahun baru panen karena dengan umur yang demikian rotan-rotan tersebut lebih keras tetapi juga
(48)
lebih lentur dan tidak ditemukan kerutan dan tidak terdapat pecahan-pecahan sedangkan apabila rotan dipanen pada usia muda maka kualitasnya kurang karena terjadi pengerutan atau pengecilan.
Pengrajin membeli rotan kadang-kadang mereka langsung membayar lunas harga rotan tersebut, kadang-kadang mereka beli dengan cara mengangsur. Rotan yang diperoleh dari pedagang harus diolah terlebih dahulu, karena rotan yang dibelinya tersebut adalah rotan mentah (baru selesai direndam, dikeringkan dan dibersihkan) setelah rotan-rotan tersebut dibeli harus digelar dahulu dihalaman rumah, supaya rotan-rotan tersebut lebih kering lagi dan mudah mengolahnya. Menurut para pengrajin mereka lebih senang membeli kepada langgananya. Disamping mereka sudah kenal, rotan-rotan yang dibelinya dapat langsung diantar kerumah pengrajin. Selain rotan mentah mereka juga membeli rotan yang sudah masak/kering.
Rotan-rotan yang dibeli itu juga terdiri dari berbagai macam rotan. Semua jenis rotan yang dibutuhkannya, bisa didapat dari pengumpul rotan tersebut. Dari berbagai jenis rotan ini diolah dengan menggunakan alat yang disebut “ Rajikan” yang dibuat oleh pengrajin itu sendiri. “Rajikan” dibuat dari bahan sebuah pisau segi empat, tiga buah skrup, dan sebuah roda yang sama besarnya dengan dasar kaleng susu. Alat tersebut dibuat dengan mencontoh dari alat pemproses rotan (mesin pengolah) yang ada di kota Medan. Alat ini digunakan untuk membelah, sebesar dua atau tiga mm, dan membelah kulit rotan dengan ukuran 2-4 mm.
(49)
Berbagai jenis rotan yang digunakan oleh para pengrajin. Dari keseluruhan bagian rotan tidak sedikitpun yang terbuang kecuali daunnya untuk keperluan rangka atau tulang biasanya menggunakan rotan manau, rotan semambau, atau rotan pitrit. Rotan-rotan ini termasuk rotan yang besar dengan diameter berkisar antara 2-6 cm dan untuk keperluan rangka atau jari-jari mereka menggunakan rotan saga, rotan air dan rotan batu, rotan cacing yang digunakan sebagai “Lungsi”17
Walaupun keseluruhan daerah Lingkungan X, sudah merupakan wilayah pemukiman dan tidak ditemukan lagi adanya tanah-tanah kosong, bukan menjadi suatu penghalang untuk mereka meningkatkan jumlah produksi. Selain itu sarana-sarana umum yang terdapat di wilayah ini berupa 1 (satu) buah lapangan bola volly yang terdapat di Gang Pertama ujung, sekolah Madrasah yang juga dimanfaatkan sebagai tempat menjemur rotan yang lokasinya berdampingan langsung dengan rumah-rumah penduduk.
. Rotan cacing ukurannya kecil yang biasanya dibeli secara perkilo rotan cacing ada bermacam-macam seperti rotan cacing warna putih, merah dan semu/perpaduan. Walaupun jenisnya berbeda namun penggunaanya sama. Semua jenis rotan tersebut merupakan bahan untuk keperluan pengayaman.
Para pengrajin anyaman selain memerlukan berbagai jenis rotan juga memerlukan bahan pembantu. Adapun bahan pembantu atau alat tersebut antara lain paku, kayu, lem cap kambing, minyak pengkilat, minyak tiner, pewarna, sendi seler, dampul, melemin, kertas pasir, triplek, kaca cermin, busa fom, kain untuk bantalan, dan paku jamur.
3.5 Tahap Produksi
17
Lungsi dalam istilah kerajinan rotan adalah tiang pemisah antara anyaman yang satu dengan yang lain atau antara galah yang satu dengan galah yang lain.
(50)
Langkah pertama yang dilakukan oleh para pengrajin rotan adalah melunakkan /memasak rotan supaya dalam proses pengolahannya lebih mudah. Melunakkan rotan ini dilakukan untuk mencegah cepat rusak. Barang-barang hasil kerajinan tidak mudah diserang jamur dan serangga. Rotan yang diawetkan tersebut adalah rotan yang baru dibeli dari para pengumpul rotan terutama rotan-rotan yang masih muda.
Mereka melunakkan/memasak rotan-rotan tersebut dengan cara merendam di air sungai. Sebelum direndam rotan-rotan itu diikat terlebih dahulu supaya tidak berserakan. Kemudian diikatkan kembali ketambang yang ditancapkan/patokkan ke pinggir sungai. Setelah kira-kira 6-7 hari diangkat dari perendaman, dibersihkan dari kotoran yang menempel sewaktu direndam. Kemudian dijemur di halaman rumah di bawah panas matahari. Penjemuran ini dimaksudkan untuk membuat rotan-rotan tersebut jadi kering dan lebih awet serta mengkilat dengan warna yang lebih menarik dan indah.
Setelah cukup kering lalu dipindahkan kedalam rumah atau tempat yang teduh, digelarkan lagi supaya mutu rotan lebih baik. Selanjutnya mempersiapkan jenis-jenis rotan tertentu dengan keadaan siap untuk diolah, yang mana yang akan dibelah dan dihaluskan dan yang mana yang akan dijadikan kerangka/tulang masing-masing dipisah. Seterusnya para pengrajin tersebut mulai membelah/ menghaluskan. Rotan yang sudah dibelah dijemur lagi ditempat yang teduh kemudian dilanjutkan dengan tahap pembuatan.
Jenis-jenis rotan yang ada disekitar kita maupun dipasarkan untuk kelancaran produksi sesuai dengan kebutuhan adalah:
(51)
. Rotan Manau menghasilkan batang yang berukuran besar dan berkualitas tinggi, untuk bahan prabot rumah tangga seperti meja, kursi, lemari, penyekat ruangan dan dinding kamar yang rangkanya di buat dari rotan manau.
- Rotan Semambu
Rotan dengan ruas yang panjang digunakan untuk pembuat tongkat, dan perabot rumah tangga.
- Rotan Saga
Salah satu jenis rotan yang ukurannya kecil. Termasuk juga rotan yang dipergunakan para pengrajin untuk aneka anyaman rotan, dan untuk pengikat rotan.
- Rotan Getah
Rotan Getah salah satu jenis rotan yang ukurannya besar tetapi tidak sebesar rotan manau dan di gunakan pengrajin untuk membuat rangka dan siku kursi, dan untuk keranjang parsel
- Rotan Cacing
Rotan Cacing salah satu jenis rotan yang ukurannya kecil, yang biasanya digunakan pengrajin rotan sebagai Lungsi, bahan anyaman atau pengikat. Rotan cacing digunakan untuk keranjang, parsel dan sandaran kursi.
(52)
- Rotan Benang
Bahan-bahan tersebut banyak tersedia dipasaran tertentu untuk kita peroleh dan dapat dibeli di bagian penyediaan bahan rotan, selain bahan-bahan tersebut ada juga bahan lainnya diperlukan untuk membuat suatu produk kerajinan dan membuat keranjang.
-Rotan Tabu- Tabu
Rotan yang ukurannya besar berasal dari Kalimantan dan digunakan untuk membuat Keranjang, kursi, dan gagang sapu. Adapun jenis-jenis bahan pembantu lainnya yang diperlukan untuk kerajinan rotan diantaranya adalah:
- Rotan Fitrit
Bahagian kulit dari rotan manau (rotan hati) Biasanya digunakan pengrajin sebagai bahan baku untuk membuat rangka atau anyaman dan bola takraw.
- Rotan Polis
Rotan manau/semambu yang dikupas kulitnya. Jenis rotan polis digunakan untuk membuat ayunan, kursi,lemari,meja.
- Rotan Belah
Rotan sega yang sudah ditipiskan digunakan pengrajin untuk mengikat kursi dan untuk menganyam kursi jenisnya sama seperti rotan saga.
(53)
- Rotan Goreng
Rotan yang telah dimasak dalam satu wadah (bak) dan telah dioleskan dengan minyak solar / minyak kelapa.
Peralatan tambahan yang digunakan dalam pembuatan kerajinan rotan tidak berbeda dengan peralatan yang digunakan oleh pengrajin dengan bahan baku kayu. Peralatan itu antara lain parang berbagai ukuran, gergaji, dan pisau sebagai alat pemotong, martil berbagai ukuran, kakak tua atau tang sebagai alat pencabut paku, bor sebagai alat pelobang, gunting sebagai alat pemotong, kompor api sebagai alat pemanas rotan supaya dapat dibengkokkan.lem untuk alat perekat dan triplek sebagai alas pelapis rotan, kertas pasir untuk menghaluskan rotan.
Selain peralatan tersebut, para pengrajin juga menggunakan alat khusus/khas seperti berbagai jenis/ukuran “catok, Tanggem dan Tarikan”. “catok” adalah alat untuk membengkokkan rotan yang terbuat dari kayu broti dan bentuknya seperti kunci inggris, sedangkan “tanggem” juga sebagai alat bantu untuk membengkokkan rotan. Alat ini terbuat dari beberapa buah bulatan besi yang ditempatkan pada sebilah papan, kemudian papan yang telah diletakkan besi bulat ditempelkan pada tiang broti yang sudah ditancapkan ketanah. Tinggi tiangnya berkisar antara 1-1,5 meter. Adapun “tarikan” adalah berupa pisau yang dipasangkan sedemikian rupa pada sebatang kayu (mirip alat penetam kayu) yang dapat digeser-geser posisinya sesuai dengan yang diinginkan. Alat ini digunakan untuk memisahkan bagian kulit rotan yang telah diletakkan pada pisau tersebut. Tebal tipisnya kulit rotan yang hendak dipisahkan dari hatinya ditentukan oleh posisi pisaunya.
(54)
Alat yang menggunakan peralatan mesin, peralatan tersebut ialah bor listrik, dan juga alat pembengkok rotan, sementara peralatan lainnya masih mengandalkan tangan. Semua peralatan tersebut dibeli oleh pengrajin baik melalui pabrik pengadaan peralatan pertukangan maupun melalui toko-toko besi penjual peralatan pertukangan. Sementara peralatan lainnya masih mengandalkan tangan. Sebagian peralatan kecilnya dapat dibuat dan dikerjakan sendiri. Sesuai dengan kebutuhan alat produksi yang akan dikerjakan oleh para pengrajin. Alat khusus seperti “ tarikan, catok, dan tenggem” dapat dibuat sendiri oleh pengrajin.
Untuk proses pembuatan barang-barang rotan, ada dua cara yang umum ditempuh, cara pertama ialah mengolah atau membentuk rangka sesuai dengan warna asli rotan (kuning gading/kuning muda) dan cara kedua ialah mengola bahan baku rotan dengan menghilangkan warna kulit rotan, yakni dengan membuang kulitnya kemudian diberi pewarna, untuk mendapatkan warna asli rotan, biasanya rotan yang sudah dibeli tersebut digosokkan dalam air mengalir dengan pasir. Setelah cukup bersih, kemudian dilakukan penyisikan, yaitu membersihkan bagian buku-buku rotan dengan pisau agar pelepah-pelepah daun rotan hilang dan terbuang, juga supaya buku-buku rotan tersebut kelihatan bersih dan rata.
Kadang-kadang para pengrajin rotan membeli bahan baku yang sudah siap pakai, yaitu rotan yang telah dimasak dengan minyak (digoreng) dan telah diasap dengan belerang. Pengrajin hanya mencucinya saja apabila dirasakan kurang bersih dan kilat. Selain bahan rotan yang telah digoreng dan diasap, para pengrajin kadang-kadang juga
(55)
membeli rotan yang telah dilicinkan yakni rotan yang telah diperoses dengan mesin dan membuang kulitnya sehingga tinggal hatinya saja atau rotan fitrit.
Setelah bahan baku rotan siap untuk dibentuk, tahap pertama dalam proses pembuatan barang rotan adalah membentuk rotan sesuai dengan disain yang dirancang. Untuk rangka biasanya digunakan rotan Manau, Simambu, dan rotan Getah (disebut rotan tulang).
Sebelum rangka dibentuk, langkah awal yang dilakukan adalah memotong-motong rotan tulang dengan berbagai ukuran sesuai komponen rangka yang dikehendaki. Setelah di potong-potong beberapa bagian yang perlu dipanaskan dengan kompor api. Cara memanaskannya harus hati-hati dan pelan-pelan, demikian juga proses pemanasannya berangsur angsur, dengan tujuan supaya rotan tidak menjadi hitam dan supaya tidak terjadi kerutan-kerutan pada kulit rotan. Adapun tujuannya adalah untuk memudahkan pengrajin membengkokkan rotan. Dalam hal ini diperlukan kesabaran dan ketelitian.
Setelah pemotongan dan pembengkokan selesai. Tahap selanjutnya adalah menyambungkan komponen-komponen rangka dengan menggunakan paku dari berbagai ukuran sesuai dengan besarnya rotan yang hendak disambungkan. Biasanya dalam setiap unsur rangka terdapat komponen-komponen kecil sesuai dengan ukuran rotan. Jenis rotan yang digunakan adalah rotan saga, rotan batu dan rotan air, yang secara umum disebut rotan jari (rotan cacing). Besarnya diameter rotan jari ini berkisar antara 0,5 cm samapai 1,5 cm.
Setelah komponen-komponen rangka dihubungkan berarti proses pembuatan rangka telah selesai. Kemudian mengadakan pengayaman dan pengikatan. Bagian-bagian tertentu
(56)
dari rangka, yaitu bekas-bekas pakuan dililit (diikat) dengan rotan pengikat. Rotan pengikat ini adalah kulit luar yang telah dibentuk menjadi tali pengikat dengan lebarnya berkisar antara 2-5 mm. Akan tetapi kadang-kadang rotan pengikat itu direndam supaya jangan mudah putus.
Sebagian dari pengrajin yang ada di kelurahan Sei Sikambing D belum memiliki mesin sendiri, sehingga untuk membuang kulit rotan dengan proses yang cepat, mereka membawa rotan ke pengrajin lain yang memiliki mesin sendiri. Selain itu ada juga yang membawa rotannya ke proyek bimbingan dan pengembangan industri kecil (BIPIK) yaitu unit operasional pengelola rotan di Medan milik Departemen Perindustrian yang letaknya relatif dekat dari kelurahan Sei Sikambing D. Di tempat tersebut disediakannya alat untuk membantu para pengrajin sehingga mutunya lebih baik.
Untuk hasil yang lebih baik sebelum di cat, pengrajin lebih dahulu menghaluskan rotan dengan menggunakan kertas pasir. Hal itu dilakukan supaya rotan lebih licin. Tahap berikutnya adalah pengecetan dan pewarnaan. Pewarnaan ini ada dua macam, yang pertama menggunakan vernis apabila jenis barang rotan yang diinginkan adalah warna asli. Cara kedua adalah mewarnainya dengan cat atau green cat, yaitu cat yang berwarna hijau atau hijau muda. Hal ini dapat dilakukan pada rangka yang kulitnya telah dibuang dengan menggunakan mesin dan menggunakan tangan (mengarit). Setelah pengecatan atau divernis, rotan-rotan dijemur supaya catnya kering.
Tahap selanjutnya adalah pengayaman. Bagian-bagian tertentu dianyam sehingga tercipta bentuk yang diinginkan. Untuk mengerjakan bermacam anyaman, terlebih dahulu
(57)
bahan tali rotan perlu direndam air hangat (60◦c) selama setengah jam agar mudah dibekuk/ditekuk dan dianyam. Sisi tali rotan yang mengkilap atau bagian kulitnya selalu dianyam dibagian luar. Menurut kedudukan tali-tali rotan yang saling menyilang dalam anyaman, maka tali-tali rotan yang mendasar disebut “lungsi” dan tali-tali rotan sebagi pengayam disebut “pakan”.
Adapun Jenis-jenis Anyaman adalah sebagai berikut:
A. Anyaman Bidang sisi seperti mata itik dan bersisi silang 1. Anyaman satu langkah
Anyaman satu langkah, dilakukan dengan sebuah tali anyam melalui depan dan belakang galah-galah satu kali. Galah-galah disini berfungsi sebagai tiang dan harus ganjil, agar dapat dianyam mengeliling.
2. Anyaman Belitan
Anyaman belitan dilakukan dengan dua buah tali anyam saling membelit dari bawah keatas, bergantian melalui depan dan belakang galah-galah.
3. Anyaman Penguat
Anyaman penguat dilakukan dengan tiga buah tali anyam. Semua tali anyam yang melalui depan dua galah, dan melalui belakang satu galah. Hasil anyaman ini kukuh/kuat dan rapat serta dipakai sebagai penguat anyaman.
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Maskur, Lilitan Masalah Usaha Mikro, Kecil,Menengah (UMKM) dan Kontroversi Kebijakan (cet 1), Medan : BITRA Indonesia, tahun 2005
Abdullah, Taufik, Sejarah Lokal di Indonesia, Yogyakarta : UGM, Press, tahun 1990
Abidin, Zainal Hrp, “Laporan penelitian Analisis peningkatan pengembangan industri
kecil kerajinan rotan di kota madya Medan ” Medan: USU Lembaga Penelitian
Medan, tahun 1990
Ahmad, Nangsari dkk, Sistem Upah Tradisional Di Daerah Propinsi Sumatera Selatan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, tahun 1993
Budianta, Eka, Moral Industri Laporan dan Renungan, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, tahun 1999
Da Crus, Mario Lopes, Pengrajin Tradisional Daerah Timor Timur, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, tahun 1989
Gotschalk, Louis, Understanding History, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, tahun 1985
Gultom J, Pengrajin Tradisional di Daerah Propinsi Sumatera Utara, Medan : Departemen Pendidikan dan kebudayaan, tahun 1988
James, Kenneth, Aspek-Aspek Finansial Usaha Kecil Dan Menengah, Jakarta: LP3ES, tahun 1993
Koentjaraningrat, Metode-metode penelitian masyaraka, Jakarta: PT Gramedia, tahun 1983 Morris, M J, Kiat Sukses Mengembangkan Usaha Kecil Jakarta : ARCAN, tahun 1996 Mountjoy,B, Alan, Industrialisasi dan Negara-Negara Dunia Ketiga, Jakarta : Bina
Aksara, tahun 1983
Muhammad, Adel, Industrialisasi dan Wiraswasta, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,Tahun 1992
Prawironoto, Hartati, Pengrajin Tradisional Daerah Jawa Tengah, Semarang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun 1992
(2)
Priyanto, Hadi, Pembangunan Ekonomi Pedesaan, dalam Pembangunan Industri Pedesaan. Yogyakarta : BPFE, tahun 1987
Soedjono, Hartanto, Mengelola Rotan Untuk barang kerajinan ekspor (cet 2), Semarang: Dahara Prieze, tahun 1993
Suryo, Joko, “Kegiatan Usaha Kecil Dalam Presfektif sejarah”, Dalam Makalah, Yogyakarta: Tanpa Penerbit, 1994
Sutrisno, Loekman, Aspek-Aspek financial usaha kecil dan menengah, Jakarta: Lembaga pendidikan dan penerangan ekonomi dan sosial (LP3S) tahun 1993
Tambunan, Tulus, Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia, Jakarta : PT Mutiara Sumber Widya, tahun 1999
Artikel
Departemen Perindustrian, Bidang Kegiatan Usaha Industri Yang Dicadangkan Untuk Industri Kecil (Cet. 2)
Industri rotan dikembangkan di Aceh, dalam harian Sinar Indonesia Baru, Medan 1 Agustus 1987
Jambi pemasok rotan di dalam negeri, dalam harian Sinar Indonesia Baru, Medan 24 September 1987
Nilai ekspor rotan Indonesia terus meningkat, dalam harian Sinar Indonesia Baru, Medan 4 Nopember 1987
Untuk bertahan, pengrajin rotan rambah pasar luar negeri, dalam harian Medan Bisnis, Medan 15 Oktober 2010
(3)
Data Informan
1. Nama : Agustina Handayani
Usia : 36 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA Pekerjaan : Pengrajin
Alamat : Jln. Jenderal Gatot Subroto Titi papan Gang Mesjid No.4
2. Nama : Anto
Usia : 40 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA Pekerjaan : Pengrajin Alamat : Sunggal
3. Nama : Azli
Usia : 48 Tahun
Pendidikan Terakhir : SD Pekerjaan : Pengrajin
Alamat : Jln. Jenderal Gatot Subroto Titi papan Gang Mesjid No.6
4. Nama : Hadi
Usia : 23 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA Pekerjaan : Pengrajin
Alamat : Jln. Binjai km. 12
5. Nama : Heri Siswanto
Usia : 18 Tahun
Pendidikan Terakhir : SLTP Pekerjaan : Pengrajin
(4)
Alamat : Kapten Muslim 6. Nama : Jhoni Ketaren
Usia : 44 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA Pekerjaan : Pengrajin
Alamat : Jln. Jenderal Gatot Subroto No. 425
7. Nama : Kamaluddin
Usia : 69Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Pengusaha Rotan
Alamat : Jln,Gatot Subroto Km. 4 No.81 Medan
8. Nama : Karsono
Usia : 55 Tahun
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Pengusaha rotan
Alamat : Jln. Jenderal Gatot Subroto No. 250
9. Nama : Kasan
Usia : 17 Tahun
Pendidikan Terakhir : SLTP Pekerjaan : Pengrajin
Alamat : Jln. Jenderal Gatot Subroto No. 139
10.Nama : Komar D. Admaja
Usia : 63 Tahun
Pendidikan Terakhir : S2
Pekerjaan : Bagian keuangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Alamat : Jln. Binjai Km. 10 Gang Damai Lorong VI Paya Geli
(5)
11.Nama : Muklis
Usia : 50 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA Pekerjaan : Kepling
Alamat : Jln. Jenderal Gatot Subroto Titi papan Gang Pertahanan No.20C
12.Nama : Rudi
Usia : 30 Tahun
Pendidikan Terakhir : SLTP Pekerjaan : Pengrajin Alamat : Belawan
13.Nama : Suparman
Usia : 40 Tahun
Pendidikan Terakhir : SLTP
Pekerjaan : Pengusaha rotan
Alamat : Jln. Jenderal Gatot Subroto Titi papan Gang Pemuda no.4
14.Nama : Tuminah
Usia : 38 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA Pekerjaan : Pengrajin
(6)
15.Nama : Usman Fadli
Usia : 30 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA Pekerjaan : Pengrajin
Alamat : Jln. Batu Tulis No. 6 Ayahanda