Sistem Kekerabatan Kehidupan Ekonomi

Dari 100 responden yang merupakan penduduk asli, didapatkan bahwa 61 bertempat tinggal di rumah peunulang, yaitu rumah warisan mertua mereka, yang menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk laki-laki di Gampong Teungoh dan Gampong Jawa menikah dengan wanita sesama warga. Hanya sebesar 5 responden yang mempunyai rumah atas nama sendiri, 24 menghuni rumah peninggalan orang tua. Dari jumlah responden 100 orang, 61 di antaranya tinggal di rumah peunulang karena mengikuti istri. Jumlah yang tinggal di Gampong Teungoh dan Gampong Jawa karena ikut istri, berkaitan dengan tradisi menetap menikah di rumah pihak perempuan dalam adat Aceh Tabel 5.2. Tabel 5.2 Status Rumah Frekuensi Persentasi Percentasi Valid Persentasi Kumulatif Status Rumah Rumah Sendiri 5 5.0 5.0 5.0 Rumah Orang Tua 24 24.0 24.0 29.0 Rumah Mertua 61 61.0 61.0 90.0 Rumah Keluarga 9 9.0 9.0 99.0 Sewa 1 1.0 1.0 100.0 Total 100 100.0 100.0 Sumber: Hasil olahan data survey memakai SPSS 18

5.3 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan memperlihatkan pola bangunan yang khas pada permukiman tradisional Aceh. Keluarga inti menurut garis perempuan peunulang, selalu mempersiapkan rumah untuk ditinggali anak-anak perempuan mereka di kemudian hari. Hasil analisis silsilah family tree memperlihatkan bahwa rumah-rumah dalam permukiman di Gampong Teungoh dan Gampong Jawa mengelompok berdasarkan kekerabatan, dengan tipologi sebagai berikut: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Keluarga inti senior menyediakan rumah yang ditempatkan dalam satu pekarangan kepada anak-anak perempuannya hareuta peunulang, yaitu bersebelahan dengan rumah inti. Jika suatu keluarga mempunyai anak perempuan yang cukup banyak, maka kebun dapat dijadikan lahan untuk membangun rumah baru. Rumah keluarga inti senior biasanya diwariskan kepada anak perempuan terakhir. Harta peunulang selanjutnya dibangun bersebelahan dengan rumah inti. Jika lahan tidak memungki nkan maka rumah baru dibangun di bagian belakang gambar 5.2. Gambar 5.2 Kelompok Hunian Kekerabatan 2. Keluarga inti senior menyediakan harta peunulang, agak jauh dari rumah inti, dengan mempertimbangkan lahan bagi kemungkinan penambahan rumah peunulang yang harus disediakan anak-anaknya kelak. Pada tipologi ini, pemilihan lahan tidak mengikuti aturan pola menetap masyarakat Aceh. Bangunan bisa ditempatkan di belakang, depan, atau di samping rumah inti, tergantung dari lahan yang tersedia dan kesepakatan antar keluarga. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Arah orientasi bangunan, ditemukan bahwa rumoh Aceh di Gampong Teungoh dan Gampong Jawa sudah tidak lagi didominasi orientasi menghadap ke Kiblat. Dari keseluruhan sampel bangunan, orientasi bangunan sudah ke berbagai arah sesuai dengan arah jalan dan aliran Krueng Langsa Gambar 5.9 dan 5.10.

5.4 Kehidupan Ekonomi

Pengelompokan sosial berdasarkan mata pencaharian di masa lalu tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan kepada masyarakat Aceh dalam hal memilih pekerjaan. Saat ini, mata pencaharian penduduk Gampong Teungoh dan Gampong Jawa cukup beragam. Sebagian besar warga Gampong Teungoh dan Gampong Jawa, yaitu sebesar 41 bermata pencaharian sebagai petani dan sebesar 15 bekerja sebagai buruh tani. Hal ini dikarenakan oleh topografi wilayah yang berupa dataran rendah dan faktor tanah yang sangat potensial untuk daerah persawahan. Meskipun demikian, pekerjaan sebagai petani mulai ditinggalkan penduduk, karena stagnansi dalam bidang pertanian dan pendapatan yang kurang mencukupi. Secara spesifik, berdasarkan hasil dari kuisioner, diketahui bahwa sebagian besar responden bermata pencaharian sebagai wiraswasta 42 diikuti dengan profesi sebagai pegawai, baik negeri maupun swasta sebanyak 27 dan petani sebanyak 15. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KAWASAN STUDI Gambar 5.3 Orientasi bangunan di Gampong Jawa KAWASAN STUDI Gambar 5.4 Orientasi bangunan di Gampong Teungoh UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pergeseran jenis pekerjaan responden dari petani ke mata pencaharian lainnya, pada umumnya dipengaruhi oleh lokasi huniannya. Para penghuni, baik di Gampong Teungoh maupun Gampong Jawa yang sudah berada di Kecamatan Langsa Kota, sehingga sudah dekat ke pusat-pusat pemerintahan, sehingga sudah mulai banyak beralih menjadi bermata pencaharian sebagai wiraswasta pedagang kaki lima. Sedangkan bagi penduduk yang sudah mengenyam pendidikan lebih dominan beralih menjadi pegawai, baik pegawai swasta maupun pegawai negeri. Hanya sebagian kecil kelompok masyarakat dengan hunian yang lebih dekat dengan persawahan dan kebunladang, memilih pekerjaan sebagai petani maupun buruh tani, seperti terlihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Frekuensi Pekerjaan Frekuensi Persentasi Persentasi Valid Persentasi Kumulatif Pekerjaan Petani 19 19.0 19.0 19.0 Buruh Tani 5 5.0 5.0 24.0 Beternak 7 7.0 7.0 31.0 Pegawai 27 27.0 27.0 58.0 Wiraswasta 42 15.0 15.0 100.0 Total 100 100.0 100.0 Sumber: Hasil olahan data survey memakai SPSS 18

5.5 Kehidupan Budaya dan Religi