5.6.4 Infrastruktur
Pada tahun 1920-an, hanya terdapat jalan setapak sebagai akses dari Krueng Langsa menuju ke hutan, yang merupakan cikal bakal permukiman Gampong Teungoh dan Gampong
Jawa. Jalan ini menjadi jalan utama dan terus menyambung dengan gampong-gampong lainnya. Sarana yang ada pada periode 1920-1950 adalah meunasah dan bale.
Pada tahun 1972, pemerintah membangun jembatan yang lebih layak untuk membuka akses dari jalan arteri primer Jalan raya Banda Aceh-Medan. Jembatan ini terus diperbaiki
hingga menjadi jembatan beton yang kokoh di tahun 1989. Pada periode ini, jalan-jalan baru mulai terbentuk sesuai dengan aksesibilitas yang dibutuhkan masyarakat. Jalan menjadi batas
antar halaman-halaman rumah penduduk. Infrastruktur jalan yang lebih baik berpengaruh pada perkembangan gampong, yaitu mulai muncul fasilitas umum seperti klinik kesehatan,
sekolah-sekolah, lapangan olahraga, makam, dan sarana perdagangan. 5.6.5
Tanah kosong Penduduk memanfaatkan lahan kosong yang ada di Gampong Teungoh dan Gampong
Jawa sebagai tempat hunian permukiman. Namun, ada ketentuan dalam konsep tata ruang tradisional yang memberlakukan hariem krueng, yaitu tanah bebas, dan tidak boleh dimiliki
siapapun. Hal ini berarti penduduk juga tidak boleh membangun rumah pada kawasan ini.
5.7 Peletakan Elemen
Transek Gampong yang meliputi kondisi topografi, guna lahan, dan status kepemilikan tanah, dijelaskan sebagai berikut:
a. Wilayah bagian Selatan berupa sungai, perkebunan, dan sawah. Sungai di Gampong
Teungoh dan Gampong Jawa berada di bagian seunebok. Di sepanjang sisi sungai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terdapat persawahan atau ladang, dan bale untuk tempat para petani berteduh. Sungai tidak dijadikan sebagai tempat bermukim karena masyarakat Aceh menganggap
sungai sebagai kawasan yang harus dijaga kelestariannya, dan menempatkan berbagai tanaman penyangga di sepanjang sisi sungai jalur boinah. Seunebok di
Gampong Teungoh dan Gampong Jawa merupakan wilayah rimba yang beralih fungsi. Perkebunan mendominasi lahan di wilayah ini, dengan jenis vegetasi meliputi
kelapa, pisang, dan jagung. b.
Bagian Barat gampong merupakan kawasan hutan yang masih dipertahankan oleh penduduk. Hutan ini merupakan bagian dari kawasan konservasi yang disebut boinah
oleh masyarakat Gampong Teungoh dan Gampong Jawa, sehingga diperbolehkan untuk dikelola secara ekonomi namun tidak untuk pengembangan permukiman.
Setelah areal hutan, terdapat pula seunebok. c.
Di bagian tengah, terdapat permukiman penduduk yang rata-rata penduduknya memiliki pekarangan dan menanaminya dengan jenis tumbuh-tumbuhan produktif
yang menghasilkan buah-buahan dan sayur-sayuran untuk kebutuhan dapur, serta beberapa fasilitas umum milik gampong, seperti meunasah, sekolah TK dan kantor
keuchik. Di Gampong Teungoh dan Gampong Jawa, tumpok menunjukkan bagian tengah gampong yang di dalamnya terdapat tempat hunian atau rumoh, serta
memperlihatkan bahwa pola permukimannya adalah memusat, terlihat dari letak permukiman yang dibatasi oleh kawasan blang dan seunebok gambar 5.2 dan
gambar 5.3 d.
Di kawasan ini lebih banyak terdapat fasilitas umum dengan skala kecamatan, yaitu berupa lapangan dan bangunan untuk fasilitas olahraga, sekolah, mesjid, dan makam.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Makam umum juga terdapat di ujong bagian Utara gampong, yaitu di perbatasan antara kawasan perumahan dengan lahan pertanian blang atau seunebok.
e. Tata guna lahan berkembang secara alami, terutama untuk sistem jalan yang
mengikuti perkembangan perumahan. Fasilitas pelayanan sosial dan kawasan permukiman terdapat di sekitar meunasah, dan peruntukan lahan pertanian atau lahan
usaha terdapat di luar kawasan permukiman. Di dalam arahan peruntukan lahan tersebut, terdapat batasan-batasan yang harus ditaati untuk mewujudkan keteraturan
di dalam memanfaatkan lingkungan dan memelihara keseimbangan ekosistem, yang disebut dengan konsep tata ruang tradisional.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 5.5 Tata Guna Lahan Gampong Jawa Sumber: Hasil Olahan Citra Satelit Google
Blang atau Seunebok Rumoh
Pusat Desa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 5.6 Tata Guna Lahan Gampong Teungoh Sumber: Hasil Olahan Citra Satelit Google
Blang atau Seunebok Rumoh
Pusat Desa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.7.1 Pembagian ruang
Pembagian ruang di Gampong Teungoh dan Gampong Jawa sesuai dengan tata peletakan elemen ruang permukiman tradisional, yaitu sebagai berikut:
1. Kawasan permukiman, terdiri dari rumah-rumah dan meunasah, berada di
wilayah tumpok yang memusat di tengah-tengah Gampong. Rumah-rumah baru dan tambahan fasilitas umum, berada di wilayah ujong, yaitu kawasan
yang terletak di antara tumpok dan ujong. Keberadaan ujong tidak terlepas dari bentuk asal dari Gampong yang merupakan sebuah pemukiman yang
tertutup. Gampong dikelilingi pagar tanaman dan semak belukar, untuk melindungsi kawasan tumpok. Pada area tumpok dan ujong, tiap individu
mengenal secara personal elemen-elemen lingkungan dan komunitas yang ada di dalamnya.
2. Lahan usaha, dalam hal ini peruntukan lahan pertanian, berada di luar wilayah
permukiman, yaitu blang gambar 5.4 dan 5.5
5.7.2 Ruang budaya Berdasarkan aktivitas harian hasil kuisioner, teridentifikasi bahwa kegiatan
harian penduduk Gampong Teungoh dan Gampong Jawa sebagai muslim masih dalam lingkup lingkungan atau masih dalam lokasi Gampong. Secara mingguan,
aktivitas yang dilakukan bisa mencakup home range pada tingkatan Mukim dan Kecamatan, bahkan kota lain Gambar 5.6.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 5.7 Hirarki Ruang Gampong Teungoh
Gambar 5.8 Hirarki Ruang Gampong Jawa
TAMPOK UJONG
BLANG
TAMPOK UJONG
BLANG
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 5.9 Pergerakan penduduk Gampong Teungoh dan Gampong Jawa dalam home range
Area inti yang paling sering dipakai adalah meunasah sebagai pusat aktivitas, tempat kerabat sebagai tempat bersosialisasi antar masyarakat, dan sawahladang,
sebagai tempat bekerja. 5.7.3 Berdasarkan ritual
Tempat dan cakupan ruang dalam peristiwa ritual yang ada di Gampong Teungoh dan Gampong Jawa pada dasarnya beragam, serta menunjukkan adanya
penggunaan ruang yang tetap maupun temporal. Gambaran bahwa masyarakat masih sangat memegang teguh kepercayaan dan agama Islam, tampak pada keberadaan
meunasah yang menjadi tempat pelaksanaan ritual tetap, karena sudah menjadi pusat aktivitas masyarakat. Melalui pelaksanaan ritual terkait daur hidup, seperti kelahiran,
RUMAH Home Range
HARIAN:
Sekolah
Meunasah SawahLadang
Tempat Kerja Kerabat
MCK
Home Range MINGGUAN:
Kerabat
Pasar
MeunasahMesjid
Tempat Rekreasi Sekolah
Home Range WAKTU TERTENTU:
Kerabat
Pasar
Meunasah SawahLadang
Kesehatan Tempat Rekreasi
Kota Lain
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
paling banyak muncul adalah ruang temporal. Sebaliknya pada pelaksanaan ritual keagamaan seperti Maulud Nabi Muhammad, ruang ritual bersifat permanen, karena
peristiwanya rutin dilaksanakan sekali setahun, berskala gampong, bertempat di meunasah. Keseluruhan ritual yang dilakukan masyarakat, baik di dalam kegiatan
sehari-hari maupun pada ritual berdasarkan kepercayaan, selalu menggunakan ruang- ruang dalam permukiman. Penggunaan ruang berdasarkan fungsinya, memperlihatkan
struktur ruang permukiman. Area inti yang paling sering dipakai adalah meunasah dan kawasan
permukiman tumpok. Namun, fungsi meunasah mempunyai hirarki yang lebih tinggi, karena aktivitas yang terjadi di dalamnya merupakan aktivitas inti, yaitu shalat
dan ritual-ritual kebudayaan yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat Gampong Teungoh dan Gampong Jawa. Tumpok menjadi linkage dari pusat orientasi
meunasah, dipengaruhi oleh masyarakat Gampong Teungoh dan Gampong Jawa yang sangat erat kekerabatannya, sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan
kegiatan hablumminannaas selalu melibatkan kerabat. Struktur dan hirarki ruang permukiman Gampong Teungoh dan Gampong Jawa, dijelaskan sebagai berikut:
1. Meunasah, sebagai pusat aktivitas. Elemen tempat ibadah ini merupakan
simbol pemersatu penduduk gampong, karena fungsinya dimanfaatkan oleh semua penduduk dalam satu gampong. Selain digunakan untuk kegiatan
yang bersifat ibadah seperti shalat, pengajian dan perayaan keagamaan, meunasah juga digunakan sebagai tempat berkumpul masyarakat untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bermusyawarah atau membicarakan permasalahan gampong. Tempat ibadah ini mempunyai hirarki yang disesuaikan dengan kapasitas dan jangkauan
pelayanan yang dapat ditampung, yaitu meunasah pada tingkatan gampong dan mesjid pada tingkatan mukim.
2. Tempat kerabat, sebagai tempat bersosialisasi antar masyarakat. Pada ruang
kerabat ini, penduduk secara personal mengenal tiap anggota komunitasnya. Kedekatan masyarakat Gampong Teungoh dan Gampong Jawa didasarkan
pada hubungan darahsaudara, yaitu kekerabatan batih atau keluarga besar. Bentuk sosialiasi ini berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan daur
hidup, misalnya untuk sekedar bersilaturrahmi, memenuhi undangan kelahiran dan perkawinan, menjenguk dan membantu yang terkena musibah,
dan lain sebagainya. 3.
Sawahladang, sebagai tempat bekerja. Ruang ini menjadi bagian dari core area Gampong Teungoh dan Gampong Jawa, berkaitan dengan jumlah
penduduknya yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu, sawahladang juga menjadi tempat masyarakat melakukan ritual
Kanduri Blang sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen mereka.
Struktur ruang permukiman berdasarkan analisis ruang budaya di Gampong Teungoh dan Gampong Jawa juga memperlihatkan tiga macam teritori, yaitu sebagai
berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Teritori primer, yaitu tempat-tempat yang sangat pribadi sifatnya yang hanya
boleh dimasuki oleh orang yang sudah sangat akrab hubungannya dan sudah mendapat izin khusus. Pada struktur ruang permukiman di Gampong
Teungoh dan Gampong Jawa, rumah adalah bagian dari teritori primer atau disebut juga sebagai wilayah privat.
2. Teritori sekunder, yaitu tempat-tempat yang dimiliki bersama dan sejumlah
orang-orang yang sudah cukup mengenal. Halaman yang digunakan secara komunal berdasarkan hubungan kekerabatan yang ada pada pekarangan
rumah di gampong. 3.
Teritori tersier, yaitu tempat-tempat yang terbuka untuk umum. Meunasah, mesjid, makam, dan sawah merupakan tempat yang dikategorikan sebagai
teritori publik. Penggunaan ruang publik ini bersifat bebas karena bisa digunakan oleh siapa saja.
5.8 Pola Tata Ruang Tempat Tinggal