Latar Belakang Salmina W Ginting, ST, MT 4. Ir. N. Vinky Rahman, MT

BAB I

1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian pula dari lingkungan hidup. Menyadari adanya hubungan timbal balik antara permukiman di satu pihak dan kependudukan serta lingkungan hidup dilain pihak maka sangatlah penting agar berbagai langkah kebijaksanaan di bidang permukiman, kependudukan dan lingkungan hidup berjalan dalam hubungan yang serasi dan saling tunjang Wiradisuria dalam Budihardjo, 1992. Konsep tata ruang dalam lingkungan permukiman, berkaitan erat dengan manusia dengan seperangkat pikiran dan perilakunya, yang bertindak sebagai subjek yang memanfaatkan ruang-ruang yang ada dalam hubungan kepentingan kehidupannya. Dalam hal ini, gagasan pola aktivitas suatu masyarakat yang merupakan inti dari sebuah kebudayaan, menjadi faktor utama dalam proses terjadinya bentuk rumah dan lingkungan suatu hunian Rapoport, 1969:46. Manusia mengenal permukiman diperkirakan sejak masa mesolitik. Mereka bermukim secara mengelompok di tempat-tempat yang keadaan alamnya dapat memenuhi kehidupan, misalnya di gua-gua yang dekat dengan sumber makanan atau tempat-tempat terbuka di pinggir sungai, danau, atau pantai Soejono, 1992: 155 - 156. Pada masa neolitik, yaitu ketika sudah dikenal bercocok tanam, mulai ada tanda-tanda hidup menetap di suatu perkampungan sederhana yang didiami secara berkelompok oleh beberapa keluarga. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kegiatan-kegiatan dalam kehidupan perkampungan yang terutama ditujukan untuk mencukupi kebutuhan bersama, mulai diatur dan dibagi antar anggota masyarakat Soejono, 1992: 167-168. Pada masa ini pun juga merupakan awal dikenalnya suatu sistem organisasi sosial. Permukiman yang semula hanya sederhana lama-kelamaan berkembang hingga pada keadaan yang mapan menjadi suatu kota. Perkembangan permukiman hingga menjadi suatu kota seiring dengan perkembangan peradaban manusia pendukungnya. Laju pertumbuhan penduduk baik karena urbanisasi ataupun perkembangan alamiah di daerah perkotaan, telah meningkatkan kebutuhan akan sarana dan prasarana khususnya kebutuhan akan tempat hunian. Tepian kali adalah salah satu lokasi alternatif yang sering dijadikan tempat hunian oleh masyarakat berpenghasilan rendah, dengan alasan dekat dengan sumber ekonomi serta tingginya harga lahan di pusat kota. Indonesia sebagai salah satu negara sedang berkembang, memiliki masalah perkotaan yang sangat kompleks. Sebagai salah satu ciri negara berkembang adalah sangat pesatnya perkembangan penduduk perkotaan terutama kota-kota besar dari negara tersebut, sebagai akibat dari tingginya angka pertumbuhan penduduk dan urbanisasi. Kaum urban dari kalangan miskin, biasanya menyasar pinggiran kota atau di sepanjang daerah aliran sungai yang belum memiliki fasilitas ruang kota, agar lebih murah. Selanjutnya kantong-kantong permukiman, terutama di sepanjang daerah aliran sungai ini menjadi lebih berkembang karena adanya pola jaringan komunitas yang mantap. Akibatnya adalah munculnya permukiman kelompok sosial kota terpinggirkan, yang tidak terencana, tidak memiliki fasilitas infrastruktur, yang semakin lama semakin berkembang secara alami dan akhirnya tumbuh tidak terkendali menjadi wilayah permukiman yang serba UNIVERSITAS SUMATERA UTARA semrawut dan kumuh. Lingkungan permukiman yang tidak terencana dengan baik dan semrawut ini tentu memerlukan penanganan agar tidak merusak wajah kota.

1.2 Rumusan Masalah