Pergeseran jenis pekerjaan responden dari petani ke mata pencaharian lainnya, pada umumnya dipengaruhi oleh lokasi huniannya. Para penghuni, baik di Gampong
Teungoh maupun Gampong Jawa yang sudah berada di Kecamatan Langsa Kota, sehingga sudah dekat ke pusat-pusat pemerintahan, sehingga sudah mulai banyak
beralih menjadi bermata pencaharian sebagai wiraswasta pedagang kaki lima. Sedangkan bagi penduduk yang sudah mengenyam pendidikan lebih dominan beralih
menjadi pegawai, baik pegawai swasta maupun pegawai negeri. Hanya sebagian kecil kelompok masyarakat dengan hunian yang lebih dekat dengan persawahan dan
kebunladang, memilih pekerjaan sebagai petani maupun buruh tani, seperti terlihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3 Frekuensi Pekerjaan
Frekuensi Persentasi
Persentasi Valid
Persentasi Kumulatif
Pekerjaan Petani 19
19.0 19.0
19.0 Buruh Tani
5 5.0
5.0 24.0
Beternak 7
7.0 7.0
31.0 Pegawai
27 27.0
27.0 58.0
Wiraswasta 42
15.0 15.0
100.0 Total
100 100.0
100.0
Sumber: Hasil olahan data survey memakai SPSS 18
5.5 Kehidupan Budaya dan Religi
Tata nilai dan kepercayaan yang berkembang pada masyarakat Gampong Teungoh dan Gampong Jawa adalah adat Aceh Besar dan Islam. Keseluruhan 100
masyarakatnya merupakan pemeluk agama Islam, dan secara umum dikenal sebagai pemeluk agama Islam yang taat, bahkan terkesan fanatik tabel 5.4.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sumber: Hasil olahan data survey memakai SPSS versi 18
Masyarakat pada umumnya masih memegang adat Aceh yang tercantum dalam Hadih Maja hasil kesimpulan dari Musyawarah Besar Kerukunan Rakyat Aceh,
sebagai pedoman dalam pergaulan masyarakat Tabel 5.5. Adat dan tradisi ini masih dilakukan melalui ritual-ritual yang berkaitan dengan daur hidup kelahiran dan
pernikahan, kegiatan keagamaan Maulid Nabi, Nuzulul Quran, dan Isra’ Mi’raj, dan aktivitas pertanian yang berkaitan dengan mata pencaharian penduduk Kanduri
Blang.
Tabel 5.5 Frekuensi Penerapan Adat Aceh
Frekuensi Persentasi Persentasi
Valid Persentasi
Kumulatif Adat
Aceh Sangat Tidak
Tidak Menerapkan Menerapkan
17 17
17 17
Cukup Menerapkan 25
25 25
42 Sangat Menerapkan
58 58
28 100
Total 100
100.0 100.0
Sumber: Hasil olahan data survey memakai SPSS versi 18 Tabel 5.4 Frekuensi Penganut Berbagai Agama Resmi
Frekuensi Persentasi
Persentasi Valid
Persentasi Kumulatif
Agama Islam 100
100 100
100 Kristen
Katolik Budha
Lainnya Total
100 100.0
100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ritual-ritual yang dilakukan masyarakat Gampong Teungoh dan Gampong Jawa melalui tahapan-tahapan yang menggunakan ruang tertentu, sehingga mempengaruhi
hirarki dan sifat dari ruang tersebut.
5.6 Tata Guna lahan
Elemen pembentuk kawasan pedesaan yang berhubungan dengan tata guna lahan pada kawasan studi pada umumnya terdiri atas perairan, hutan, pertanian,
infrastruktur, serta tanah kosong. 5.6.1
Perairan Gampong Teungoh dan Gampong Jawa dilewati Krueng Langsa dengan lebar
10-20 meter, yang membatasi Gampong Teungoh dan Gampong Jawa dengan jalan utama dan gampong-gampong disekitarnya. Sungai ini berperan penting dalam
pemilihan lokasi sebagai tempat bermukim. Pada tahun 1920, para ulama dan sufi sebagai penduduk awal gampong, tidak membangun permukimannya dekat dengan
sungai karena alasan keamanan, namun memilih wilayah pedalaman yang masih berupa hutan. Penduduk hanya membuka jalan setapak menuju sungai, karena
ketergantungan terhadap air sangat tinggi. Keberadaan sungai juga mempengaruhi mata pencaharian penduduk di bidang
pertanian. Sawah-sawah penduduk berada dekat dengan sungai. Pada perkembangannya, Keuchik tidak mengizinkan pembangunan rumah untuk
berkembang di kawasan sekitar sungai, dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Volume air cukup tinggi yang menyebabkan terjadinya banjir tahunan.
Pemerintah sempat membangun tanggul di wilayah studi untuk menghindari banjir.
b. Kawasan perairan tetap dipertahankan sebagai sumber kehidupan yang harus
dipelihara masyarakat. Sekitar awal 1970-an hingga akhir 1980-an, cabang aliran sungai yang berada di bagian Barat Gampong perlahan mengering
karena penebangan hutan. Pada tahun 1989, Krueng Langsa mulai mengering, meskipun masih terdapat
sebagaian genangan air. Pada periode ini, sistem irigasi mulai dikembangkan untuk kawasan pertanian di bagian Timur gampong, mengikuti arah perkembangan
permukiman. 5.6.2
Hutan Lahan hutan dibuka untuk mendirikan beberapa bangunan, yang kemudian
berkembang menjadi sebuah perkampungan. Penduduk juga membuka dan memanfaatkan lahan hutan untuk ladang, sawah, dan kebun. Lahan untuk ladang dan
kebun berada dekat kawasan permukiman, dan lahan untuk sawah berada di dekat sungai. Pada awalnya, Gampong Teungoh dan Gampong Jawa mempunyai seorang
Peutua Uteuen yang mengatur pemanfaatan kawasan hutan, agar tetap terjaga kelestariannya. Pemanfaatan lahan yang terus berkembang pada tahun 1950-an,
menggantikan posisi Peutua Uteuen menjadi Peutua Seuneubok pemimpin kawasan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ladang dan kebun. Saat ini, hampir tidak terdapat hutan di Gampong Teungoh dan Gampong Jawa.
Permukiman tahap dibukanya Gampong Teungoh dan Gampong Jawa ditandai dengan dibangunnya beberapa rumah dan sebuah meunasah. Penempatan bangunan
hunian yaitu pada lahan di sekitar meunasah. Para sufi dan ulama yang merupakan penduduk awal Gampong Teungoh dan Gampong Jawa mengikuti tradisi leluhur di
daerah asal mereka, yaitu membangun rumah panggung rumoh Aceh dan rumoh santeut yang mengarah ke kiblat shalat. Penataan bangunan hunian dilakukan
berdasarkan hubungan kekerabatan. Pada awal tahun 1980-an, mulai muncul rumah modern karena pengaruh pergeseran nilai-nilai kepercayaan, tingkat pendidikan,
variasi mata pencaharian, dan perkembangan infrastruktur.
5.6.3 Pertanian
Lahan pertanian yang pertama 1920-1950, yaitu lahan dekat sungai di bagian Selatan gampong. Pada periode ini, hampir semua penduduk bermata pencaharian sebagai petani.
Perkembangan lahan pertanian selanjutnya, yaitu di bagian Timur gampong, di luar kawasan permukiman. Lahan untuk kebun dan ladang di Gampong Teungoh dan Gampong Jawa
terletak dekat dengan kawasan permukiman penduduk, sedangkan sawah berada agak jauh dari permukiman.
Hutan di sekitar permukiman dan lokasi persawahan blang menjadi batas gampong, untuk melindungi gampong secara fisik dan menghambat pihak luar yang akan masuk ke
dalam. Pada akhir tahun 1980-an, lahan pertanian tidak lagi berkembang dengan pesat dan mulai terjadi pergeseran mata pencaharian penduduk dari petani ke jenis pekerjaan lainnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.6.4 Infrastruktur
Pada tahun 1920-an, hanya terdapat jalan setapak sebagai akses dari Krueng Langsa menuju ke hutan, yang merupakan cikal bakal permukiman Gampong Teungoh dan Gampong
Jawa. Jalan ini menjadi jalan utama dan terus menyambung dengan gampong-gampong lainnya. Sarana yang ada pada periode 1920-1950 adalah meunasah dan bale.
Pada tahun 1972, pemerintah membangun jembatan yang lebih layak untuk membuka akses dari jalan arteri primer Jalan raya Banda Aceh-Medan. Jembatan ini terus diperbaiki
hingga menjadi jembatan beton yang kokoh di tahun 1989. Pada periode ini, jalan-jalan baru mulai terbentuk sesuai dengan aksesibilitas yang dibutuhkan masyarakat. Jalan menjadi batas
antar halaman-halaman rumah penduduk. Infrastruktur jalan yang lebih baik berpengaruh pada perkembangan gampong, yaitu mulai muncul fasilitas umum seperti klinik kesehatan,
sekolah-sekolah, lapangan olahraga, makam, dan sarana perdagangan. 5.6.5
Tanah kosong Penduduk memanfaatkan lahan kosong yang ada di Gampong Teungoh dan Gampong
Jawa sebagai tempat hunian permukiman. Namun, ada ketentuan dalam konsep tata ruang tradisional yang memberlakukan hariem krueng, yaitu tanah bebas, dan tidak boleh dimiliki
siapapun. Hal ini berarti penduduk juga tidak boleh membangun rumah pada kawasan ini.
5.7 Peletakan Elemen