Perekonomian Sarana dan Prasarana Permukiman

Namun bila ditinjau dari penerapan adat dan tradisi ini masih cukup tinggi, yaitu seluruh responden masih melakukan melalui ritual-ritual tersebut. Beberapa dari yang tidak pernah mendengar tentang Hadih Maja tersebut, hanya melakukan sesuai dengan arahan- arahan tetua di daerah tersebut tanpa mengetahui dimana hal tersebut tercantum tabel 4.6. Tabel 4.6 Frekuensi penerapan Adat Aceh Frekuensi Persentasi Persentasi Valid Persentasi Kumulatif Adat Aceh Sangat Tidak Tidak Menerapkan Menerapkan 17 17 17 17 Cukup Menerapkan 25 25 25 42 Sangat Menerapkan 58 58 28 100 Total 100 100.0 100.0

4.5 Perekonomian

Sumber: Hasil olahan data survey memakai SPSS versi 18 Kegiatan perekonomian yang utama di kota ini adalah dari sektor perdagangan senilai 28,87. Kemudian terbesar kedua adalah dari sektor industri pengolahan, senilai 23,45. Industri pengolahan yang terdapat pada Kota Langsa ini adalah industri pengolahan kayu, dimana bahan baku industri perkayuan didatangkan dari lokasi penebangan hutan seperti Kabupaten Aceh Timur, Aceh Singkil, Aceh Utara, Aceh tengah, Aceh Tenggara dan Pidie. Potensi ekonomi di Kota Langsa masih belum tertangani dengan baik. Sementara Pemerintah Kota Langsa masih memprioritaskan diri pada peningkatan kualitas SDM, baik masyarakat maupun aparatur pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dari realisasi belanja pembangunan tahun 2002. Pendidikan 25, aparatur pemerintahan 22, dan perumahan 10 menjadi sektor dengan alokasi dana paling besar. Sedangkan perdagangan sebagai sektor potensial unggulan mendapat alokasi 3,75. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.6 Sarana dan Prasarana Permukiman

4.6.1 Komponen air bersih Data yang didapatkan di kota ini relatif kurang sehingga tidak dapat dianalisis lebih lanjut, dan tidak dapat diketahui pula kondisi sektor air bersih di kota ini. Namun dari jumlah penduduk yang diketahui, bisa dihitung perkiraan kebutuhan air Kota Langsa untuk klasifikasi kota sedang. Dengan jumlah penduduk sebanyak 141.138 jiwa, maka dibutuhkan air kebutuhan ideal untuk klasifikasi kota sedang sebesar 100 ltorghr sebesar 14.113.800 ltorghr. Namun karena tidak diketahui kapasitas produksinya, maka tidak dapat diketahui seberapa besar produksi air dari kota ini, sehingga tidak dapat diketahui pula seberapa besar kekurangan atau mungki n kelebihan produksi air yang sudah ada. 4.6.2 Komponen persampahan Sesuai dengan standar kota sedang, yaitu tingkat timbulan sampah sebanyak 3 literoranghari, Kota Langsa dengan jumlah penduduk 141.138 jiwa, menghasilkan 423,41 m3hr timbulan sampah. Jumlah ini didapatkan dari jumlah penduduk dikalikan 31000 m3hr. Namun data yang didapatkan kurang lengkap sehingga tidak dapat diketahui sudah seberapa jauh pelayanan yang sudah dicapai oleh pemerintah Kota Langsa. 4.6.3 Komponen sanitasilimbah cair Untuk produksi limbah, setiap manusia diasumsikan memproduksi limbah cair sejumlah 0,2 ltorghr. Angka ini merupakan kebutuhan ideal dari setiap penduduk pada kelas kota sedang. Sehingga didapatkan asumsi produksi limbah di Kota Langsa ini sejumlah 28.228 lthr dari hasil perhitungan kebutuhan ideal produksi limbah setiap manusia dikalikan dengan jumlah penduduk Kota Langsa. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.6.4 Komponen drainase Pengelolaan drainasedi kota ini dikelola oleh Sub Dinas Cipta Karya Kota Langsa. Karena data yang didapatkan kurang lengkap maka tidak diketahui pula bagaimana kondisi jalan yang ada di kota ini. 4.6.5 Komponen jalan Pengelolaan jalan di kota ini dikelola oleh Sub Dinas Bina Marga Kota Langsa. Karena data yang didapatkan kurang lengkap maka tidak diketahui pula bagaimana kondisi jalan yang ada di kota ini. 4.6.6 Pemerintahan Beberapa istilah kaitannya dengan sistem pemerintahan di Langsa antara lain: 1. Gampông atau disebut kampung dalam bahasa Melayu, merupakan sebuah sistem pemerintahan setingkat desa sekarang yang bediri secara otonom. Sebuah gampông dipimpin oleh kepala desa yang disebut Keuchik atau Geuchik dan dibantu oleh suatu dewan musyawarah yang disebut Tuha Peut. 2. Mukim merupakan suatu sistem pemerintahan setingkat kecamatan yang dahulu diberlakukan pada saat Kesultanan Aceh. Sebuah mukim terdiri dari beberapa buah desa yang disebut gampông. Di tiap-tiap mukim didirikan sebuah masjid yang dipergunakan untuk shalat Jumat. Yang memimpin mesjid disebut Teungku Imum Raja Mesjid. Mukim dipimpin oleh Imum Mukim dan dibantu oleh suatu dewan musyawarah yang disebut Tuha Lapan. 3. Sagoë merupakan suatu sistem pemerintahan setingkat kabupaten pada masa sekarang. Dalam bahasa Melayu, sagoë disebut juga kenegerian. Sebuah sagoë UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terdiri dari mukim-mukim layaknya sekarang sebuah kabupaten terdiri dari kecamatan-kecamatan. Sebuah sagoë dipimpin oleh hulubalang yang bergelar Teuku atau disebut Ampon. 4. Nanggroë yang dalam bahasa Melayu disebut Negeri, merupakan suatu sistem pemerintahan yang setingkat dengan provinsi pada masa sekarang ini. Sebuah Nanggroë merupakan kumpulan dari sagoe-sagoe, layaknya propinsi yang terdiri dari kabupaten-kabupaten. Sistem pemerintahan ini pada masa yang lampau hanya terdapat di wilayah kabupaten Aceh Besar sekarang. Oleh karenanya Aceh Besar sering disebut pula dengan nama Acèh Lhèë Sagoë atau Aceh Tiga Sagi. Ada 3 sagoë di Aceh Besar Acèh Rayek, yaitu Sagoë XXII, Sagoë XXV, dan Sagoë XXVI.

4.7 Konsep Bermukim Masyarakat Aceh