Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Modal Sosial Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor

(1)

1.1. Latar Belakang

Pencapaian kesuksesan suatu organisasi dalam rangka mempertahankan eksistensinya sangat dibutuhkan didunia persaingan. Kesuksesan organisasi merupakan sebuah wujud tercapainya tujuan-tujuan sebuah organisasi sebagai penjabaran dari visi organisasi. Menurut David (2009), pernyataan visi (vision statement) mencoba memberi jawaban atas pertanyaan “Ingin menjadi seperti apakah kita?” Seorang pemimpin memegang peranan penting terhadap visi suatu organisasi demi tercapainya tujuan visi tersebut. Menurut Robbins (2003), dibutuhkan pemimpin yang dapat menantang statusquo, untuk menciptakan visi tentang masa depan, dan menginspirasikan anggota organisasional agar mau mencapai visi itu.

Pemimpin suatu organisasi selalu mempengaruhi bawahan dalam rangka pencapaian tujuan. Cara setiap pemimpin organisasi berinteraksi dengan bawahan berbeda. Gaya kepemimpinan merupakan aspek yang penting bagi seorang pemimpin untuk pembenahan kemajuan organisasi. Kepemimpinan yang efektif haruslah menggunakan gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi yang dihadapi oleh seorang pemimpin.

Gaya kepemimpinan setiap pemimpin mempunyai hubungan dengan faktor-faktor lain yang ada didalam organisasi. Modal sosial merupakan salah satu variabel yang berhubungan dengan gaya kepemimpinan. Salah satu komponen pada modal sosial adalah kepercayaan (trust). Menurut Robbins (2003), pelaksanaan gaya kepemimpinan membutuhkan landasan dasar yaitu kepercayaan (trust). Hubungan ini merupakan satu kesatuan yang saling mendukung antara pelaksanaan gaya kepemimpinan dengan modal sosial di suatu organisasi. Peran kepemimpinan sangat diperlukan untuk pembentukan modal sosial yang dapat dijadikan sebagai pengembangan visi organisasi bersama. Terbentuknya visi bersama akan membina kepercayaan antar sesama pegawai sehingga dapat menjalin hubungan yang bersifat kontinu secara baik. Kontinuitas hubungan yang baik akan menjadi modal berharga dalam pencapaian tujuan organisasi. Hubungan gaya kepemimpinan dengan


(2)

modal sosial akan terus terjadi baik pada organisasi yang telah mapan maupun pada organisasi yang sedang atau akan mengalami perubahan.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor merupakan sebuah organisasi yang bergerak dalam pelayanan jasa perpajakan yang dinaungi oleh Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP). DJP merupakan instansi pemerintah yang sedang mengalami transformasi perubahan organisasi. Transformasi DJP organisasi yang sering disebut reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan pada DJP telah dilakukan sebanyak dua tahap yaitu tahap I pada tahun 2002 dan tahap II pada tahun 2009. Reformasi perpajakan bertujuan untuk menata ulang kembali organisasi perpajakan pada beberapa aspek. Fokus penataan ulang reformasi perpajakan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Fokus Penataan Reformasi Perpajakan

Reformasi Perpajakan Aspek Penataan Ulang Jilid I (2002) Modernisasi administrasi perpajakan.

Reformasi kebijakan melalui amandemen UU Perpajakan.

Pelaksanaan ekstensifikasi berbasis profesi dan pemberi kerja serta intensifikasi melalui mapping, profiling, dan benchmarking.

Jilid II (2009) Perbaikan sistem dan manajemen SDM.

Pembangunan sistem teknologi informasi dan komunikasi melalui program PINTAR yaitu penyempurnaan sistem dan proses bisnis utama, manajemen SDM, kepatuhan pajak, dan manajemen perubahan.

Sumber : Direktorat Jenderal Pajak (2010)

Reformasi perpajakan yang terjadi pada Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) berdampak pula terhadap KPP Pratama Bogor sebagai salah satu bagian DJP. KPP Pratama Bogor mempunyai fungsi sebagai pelayanan perpajakan pada masyarakat Kabupaten Bogor. Fungsi tersebut menjadikan KPP Pratama Bogor sangat intensif berhubungan dengan masyarakat secara langsung. KPP Pratama Bogor juga memiliki prestasi yang baik bila dibandingkan dengan KPP Pratama yang berada di Kantor Wilayah (Kanwil)


(3)

Jawa Barat. KPP Pratama Bogor merupakan salah satu Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang dinilai mampu melakukan pemungutan pajak dengan baik. KPP Pratama Bogor dinilai berkontribusi pada peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pedesaan dan Perkotaan pada wilayah Jawa Barat. Penerimaan PBB pada tahun 2011 meningkat menjadi 1,324 triliun dibandingkan tahun 2010 hanya 1,254 triliun (Data Pemprov Jawa Barat, 2011). Perbedaan penerimaan PBB pada Pemprov Jawa Barat juga disebabkan oleh adanya tingkat kesadaran masyarakat yang mudah berubah.

Tingkat kesadaran masyarakat yang mudah berubah menuntut KPP Pratama Bogor untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang akan terjadi. Perubahan yang akan terjadi menuntut pemimpin harus mampu menyesuaikan kepemimpinan sesuai dengan situasi yang terjadi. Pemimpin organisasi harus mampu menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai untuk mengetahui hal-hal perekat yang mampu mempercepat adaptasi organisasi terhadap perubahan agar karyawan berpartisipasi dalam perubahan. Djohan (2007), modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Penguatan modal sosial (social capital) pada KPP Pratama Bogor diduga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinanan yang diterapkan oleh pemimpin organisasi. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini penting dilakukan di KPP Pratama Bogor untuk mengetahui besarnya pengaruh gaya kepemimpinan terhadap modal sosial (social capital) pada KPP Pratama Bogor.

1.2. Perumusan Masalah

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merupakan instansi yang telah mengalami proses perubahan program sejak tahun 2002. Program perubahan perpajakan disebut reformasi perpajakan. Salah satu program modernisasi ini adalah reformasi pada moral, etika, dan integritas. Pelaksanaan program ini dilaksanakan di seluruh bagian DJP. Bagian DJP yang mengalami perubahan pada strukturnya adalah bagian pelayanan perpajakan. Sebelum modernisasi perpajakan, pelayanan perpajakan terbagi atas Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Perpajakan (KARIPKA). Setelah modernisasi perpajakan,


(4)

ketiga instansi tersebut dilebur menjadi satu yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Salah satu KPP yang melayani perpajakan pada Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Barat adalah KPP Pratama Bogor.

KPP Pratama Bogor merupakan organisasi perpajakan yang mempunyai fungsi pelayanan pajak. KPP Pratama Bogor sebagai bagian organisasi pelayanan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sehingga memiliki visi yang sama yaitu menjadi organisasi yang dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi. Pencapaian visi tersebut haruslah didukung oleh kepercayaan karyawan KPP Pratama Bogor terhadap pimpinannya. Kepercayaan sangat dibutuhkan agar pemimpin dapat melaksanakan gaya kepemimpinan secara efektif. Kepercayaan juga merupakan salah satu komponen modal sosial yang penting maka pada pelaksanaan gaya kepemimpinan berkaitan dengan modal sosial yang terbentuk.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh KPP Pratama Bogor?

2. Bagaimana pembentukan modal sosial yang terjadi pada KPP Pratama Bogor?

3. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan terhadap modal sosial pada PT KPP Pratama Bogor?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikaji, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis gaya kepemimpinan yang diterapakan oleh KPP Pratama Bogor?

2. Menganalisis pembentukan social capital yang terjadi pada KPP Pratama Bogor?

3. Menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap social capital pada KPP Pratama Bogor?


(5)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi instansi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna bagi perusahaan mengenai peranan kepemimpinan dan aspek pembentukan social capital sehingga penelitian ini mampu menjadi rujukan pengembilan keputusan pemimpin perusahaan.

2. Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memfokuskan untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan pimpinan kantor terhadap modal sosial pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor. Variabel-variabel pada penelitian ini adalah gaya kepemimpinan dan modal sosial. Indikator penelitian untuk gaya kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan kharismatik, transformasional, dan visioner. Sedangkan indikator untuk modal sosial adalah kepercayaan (trust), jaringan sosial (social network), dan norma sosial (social norm).


(6)

2.1. Konsep Kepemimpinan 2.1.1 Definisi Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju tercapainya tujuan-tujuan (Robbins dan Coulter, 1999). Hal ini sejalan dengan kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang saling berbeda-beda menuju kepada pencapaian tertentu (Tanjung dan Arep,2003). Definisi kepemimpinan ini mengindikasikan bahwa pentingnya sebuah kepemimpinan dalam suatu organisasi agar pencapaian tujuan organisasi dapat terpenuhi. Menurut Hasibuan (2003), kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.

Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok (Stoner dan Freeman, 1992). Menurut Rivai (2003), definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai perisiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian, dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi.

2.1.2 Teori Kepemimpinan

Menurut Kartono (2006), teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-musabab timbulnya kepemimpinan, persyaratan menjadi pemimpin, sifat-sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya, serta etika profesi kepemimpinan. Menurut Rivai (2007), teori kepemimpinan terbagi atas tiga yakni:


(7)

1. Teori sifat, yaitu teori yang berusaha untuk mengidentifikasikan karakteristik khas (fisik, mental, kepribadian) yang dikaitkan dengan keberhasilan kepemimpinan. Ada beberapa ciri-ciri unggul sebagai predisposisi yang diharapkan akan memiliki oleh seorang pemimpin, yaitu intelegensi tinggi, banyak inisiatif, energik, punya kedewasaan emosional, memiliki daya persuasif dan keterampilan komunikatif, memiliki kepercayaan diri, peka, kreatif, mau memberikan partisipasi sosial yang tinggi, dan lain-lain (Kartono, 2006).

2. Teori kepribadian pelaku, kepemimpinan jenis ini akan muncul berdasarkan kualitas-kualitas pribadi atau pola-pola kelakuan pemimpinnya. Teori ini menyatakan, bahwa seorang pemimpin itu selalu berkelakuan kurang lebih sama, yaitu ia tidak melakukan tindakan-tindakan yang identik sama dalam setiap situasi yang dihadapi (Kartono, 2006).

3. Teori kepemimpinan situasional, menurut Rivai (2007), suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu.

Teori kepemimpinan lainnya adalah menurut Robbins (2003) adalah teori kepemimpinan neokharismatik. Teori ini terbagi atas tiga kelompok. Pertama, menekankan perilaku pemimpin yang simbolik dan menarik secara emosional. Kedua, berupaya menjelaskan bagaimana para pemimpin menghasilkan komitmen bagi para bawahnnya. Ketiga, memandang kepemimpinan sebagai subjek.

2.1.3 Gaya Kepemimpinan

Menurut Rivai (2007), gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.

Pembagian gaya kepemimpinan berdasarkan Beck dan Yeager yang dikutip dalam Moeljono (2003) adalah:


(8)

1. Telling (directing/structuring), yaitu seorang pemimpin yang senang mengambil keputusan sendiri dengan memberikan instruksi yang jelas dan mengawasinya secara ketat serta memberi peniaian kepada mereka yang tidak melaksanakannya sesuai dengan yang diharapkan.

2. Selling (coaching), yaitu seorang pemimpin yang mau melibatkan bawahan dalam pembuatan keputusan. Pemimpin bersedia membagi persoalan dengan bawahannya, dan sebaliknya persoalan dari bawahan selalu didengarkan serta memberikan pengarahan mengenai apa yang seharusnya dikerjakan.

3. Participating (developing/encouraging), salah satu ciri dari kepemimpinan ini adalah adanya kesediaan dari pemimpin untuk memberikan kesempatan bawahan agar dapat berkembang dan bertanggung jawab serta memberikan dukungan yang sepenuhnya mengenai apa yang mereka perlukan.

4. Delegating, yaitu pemimpin memberikan banyak tanggung jawab kepada bawahan dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memutuskan persoalan.

Menurut Siagian (2005), gaya kepemimpinan dapat dikategorikan lima tipe, yaitu

1. Gaya otokratik yang dalam hal pengambilan keputusan, seorang manajer yang otokratik akan bertindak sendiri, menggunakan pendekatan formal dalam pemeliharaan hubungan. Gaya otokratik berpendapat bahwa para bawahannya mempunyai tingkat kedewasaan lebih rendah daripada pimpinan.

2. Gaya paternalistik yaitu kepemimpinan yang menunjukkan kecenderungan pengambilan keputusan sendiri dan berusaha menjualnya kepada bawahan, memperlakukan bawahannya sebagai orang yang belum dewasa, dan berorientasi terhadap penyelesaian tugas dan hubungan baik dengan bawahan.

3. Gaya kharismatik dalam pengambilan keputusan dapat bersifat otokratik dan demokratis. Orientasi gaya kepemimpinan kharismatik mengedepankan hubungan dengan bawahan yang orientasi relasional


(9)

bukan kekuasaan dan berusaha agar tugas-tugas terselenggara dengan sebaik-baiknya.

4. Gaya laissez faire mempunyai karakteristik yang paling menonjol terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin organisasi. Dalam hal pemeliharaan hubungan dengan para bawahannya, gaya kepemimpinan ini pada umumnya sangat mementingkan orientasi yang sifatnya relasional. 5. Gaya demokratik dianggap paling ideal. Karakteristik dari gaya

kepemimpinan demokratik terlihat dari hal pemeliharaan hubungan yang menekankan hubungan serasi dengan bawahan, memperlakukan bawahan sebagai orang yang dewasa, dan menjaga keseimbangan orientasi penyelesaian tugas-tugas dan orientasi hubungan yang sifatnya relasional.

Menurut Robbins (2003), pada teori neokharismatik terdapat tiga macam kepemimpinan yaitu

1. Kepemimpinan kharismatik menurut Robbins (2003), kepemimpinan yang muncul karena atribusi yang diberikan oleh pengikutnya dari kemampuan seorang pemimpin yang heroik. Pemimpin kharismatik memiliki lima ciri yaitu memiliki visi, mau mengambil resiko dalam melaksanakan visi, peka terhadap keadaan lingkungan dan pengikutnya, dan mempunyai perilaku yang tidak biasa. Sejalan dengan pendapat diatas, menurut Anom (2008), karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif antara pemimpin dan pengikut. Atribut-atribut karisma antara lain rasa percaya diri, keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara, dan yang penting adalah atribut-atribut dan visi pemimpin relevan dengan kebutuhan pengikut.

2. Kepemimpinan transformasional menurut Robbins (2003), pemimpin transformasional adalah pemimpin yang mencurahkan perhatian pada kebutuhan pengembangan diri pengikut, mengubah paradigma pengikut terhadap masalah dengan cara-cara baru, dan mempunyai kemampuan untuk memotivasi pengikut dalam pencapaian tujuan. Menurut Anom (2008), pemimpin transformasi merupakan pemimpin yang mengarahkan pengikutnya kepada cita-cita dan nilai-nilai moral yang lebih tinggi.


(10)

3. Kepemimpinan visioner menurut Robbins (2003), kepemimpinan visioner merupakan kemampuan untuk menciptakan suatu visi yang realistis, dapat dipercaya, dan atraktif dengan masa depan organisasi. Keterampilan yang dimiliki oleh pemimpin visioner adalah kemampuan menjelaskan visi kepada orang lain, mampu mengungkapkan visi dalam kepemimpinannya, dan mampu memperluas visi pada konteks kepemimpinan yang berbeda. 2.2. Modal Sosial

2.2.1 Konsep Modal Sosial

Menurut Djohan (2007), modal sosial adalah keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Di dalam prosesnya, gerakan itu ditopang oleh nilai dan norma yang khas, yaitu trust, saling memberi dan menerima, toleransi, penghargaan, partisipasi, kerja sama dan proaktif serta nilai-nilai positif yang dapat membawa kemajuan bersama. Sejalan dengan pendapat Djohan, menurut Eva diintisarikan oleh Djohan (2007), menguraikan tentang pengertian modal sosial sebagai suatu gerakan berupa rangkaian proses interaksi antar-manusia, yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerja sama untuk keuntungan dan kebajikan bersama.

Sosial kapital adalah sebuah sumber daya yang bernilai yang berfokus pada pemberian manfaat bagi peneliti di berbagai disiplin ilmu dan dikalangan institusi pendidikan (Kai-Ping et. al, 2009). Sedangkan menurut Suharto (2006), modal sosial dapat diartikan sebagai sumber daya yang timbul karena adanya interaksi dalam komunitas. Konsep modal sosial menurut Putnam yang diintisarikan oleh Alfiasari et.al (2009), modal sosial disefinisikan sebagai kepercayaan (trust), norma sosial (social norms), dan jaringan sosial (social network) antara lain:

1. Kepercayaan merupakan salah satu unsur norma sosial yang meliputi kepercayaan terhadap diri sendiri, rekan kerja atau kerabat, atasan, dan terhadap kelompok.


(11)

2. Norma sosial merupakan hal-hal yang mengikat dan mengatur anggota organisasi dan biasanya berupa aturan-aturan tertulis, tidak tertulis, dan tradisi yang terdapat pada kelompok.

3. Jaringan sosial merupakan jaring-jaring yang menggambarkan hubungan orang-orang yang ada di sebuah kelompok baik secara langsung maupun tidak langsung. Jaringan sosial biasanya lebih digambarkan berdasarkan sifat dan karakteristiknya.

2.2.2 Komponen Modal Sosial

Menurut Djohan (2007), komponen yang menjadi ciri khas modal sosial, antara lain:

1. Partisipasi sosial (social participation) memiliki tipologi khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi kelompok. Partisipasi di dalam kelompok dapat mengangkat kepentingan pihak yang lemah.

2. Resiprositas (reciprocity) adalah pola hubungan individu dalam suatu komunitas atau antar-komunitas, yang di dalamnya mengandung kebiasaan saling memberi dan menerima.

3. Saling percaya (trust) adalah keyakinan bahwa individu lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan bertindak mendukung, serta tidak merugikan diri sendiri dan kelompoknya.

4. Toleransi/penerimaan atas keberagaman (acceptance of diversity) biasanya merujuk ke pengertian tentang sikap, tindak-tanduk, atau perilaku yang bermuatan penghormatan, kesalingpengertian, dan apresiasi terhadap keragaman, terutama yang berkaitan dengan suku, ras, gender, umur, jenis pekerjaan, kemampuan intelektual, status sosial ekonomi, kepercayaan, dan agama.

5. Perasaan berharga (sense of efficacy) merupakan salah satu penopang modal sosial yang sangat penting. Pengertiannya adalah modal sosial akan terbangun dengan kuat jika suatu komunitas atau kelompok merasa berharga dan memiliki kemampuan untuk berkontribusi di tengah kelompoknya.

6. Norma dan nilai. Norma adalah aturan kolektif yang diharapkan dapat dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarkat pada suatu entitas sosial.


(12)

Sementara itu, nilai adalah suatu ide yang dianggap penting dalam komunitas tersebut.

7. Kerja sama dan proaktif (cooperation and proactivity). Kerja sama hanya mungkin tercipta jika individu-individu yang terlibat di dalamnya memiliki tujuan, aspirasi, dan kepentingan yang sama. Selain itu, kerja sama harus terus bergerak serta dituntut kreatif dan aktif.

2.3. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu

Rahmawati (2011), dalam tesisnya yang berjudul Model Hubungan Modal Sosial, OCB (Organizational Citizenship Behaviour), dan Kepercayaan di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. Penelitian ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel laten bebas modal sosial terhadap variabel laten terikat OCB, kepercayaan, dan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepercayaan terhadap OCB pada PDAM Tirta Kahuripan.

Saleh (2009), dalam tesisnya yang berjudul Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Pola Komunikasi Organisasi dengan Pembentukan Modal Sosial BEM IPB, menyatakan bahwa dalam organisasi BEM IPB sudah terbentuk modal sosial. Komponen modal sosial yang paling dominan dalam BEM IPB adalah kepercayaan. Selain itu, terdapat hubungan nyata antara gaya kepemimpinan delegatif, gaya kepemimpinan konsultatif dengan kepercayaan dan norma sosial anggota BEM IPB.

Windiasari (2009), dalam tesisnya yang berjudul Hubungan Perilaku Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan pada KPP Pratama Bogor, menyatakan bahwa berdasarkan rataan skor gaya kepemimpinan selling, telling, participating, dan delegating telah terlaksana baik di KPP Pratama Bogor. kepemimpinan participating merupakan gaya kepemimpinan yang sering diterapkan pada KPP Pratama Bogor.


(13)

3.1. Kerangka Pemikiran

Pencapaian tujuan organisasi selalu dilatarbelakangi oleh visi dan misi organisasi tersebut. Visi dan misi suatu organisasi merupakan salah satu bentuk tujuan dari seorang pemimpin organisasi. Visi dan misi mempunyai keterkaitan yang kuat terhadap pemimpin organisasi. Keterkaitan yang kuat ini mengakibatkan seorang pemimpin harus mampu mengetahui profil, visi, dan misi organisasi agar mempunyai kedekatan relasional dengan tujuan organisasi.

Unsur kedekatan pemimpin dengan organisasi menjadi penting mengingat adanya hal yang harus disesuaikan pemimpin dalam memimpin organisasi tersebut. Pemimpin harus mampu menyesuaikan gaya kepemimpinan yang sesuai sehingga mampu mengantarkan organisasi menjadi lebih mapan. Penerapan gaya kepemimpinan tersebut akan berbeda-beda bagi setiap pemimpin terlebih lagi jika di dalam suatu organisasi mempunyai beberapa divisi. Perbedaan gaya kepemimpinan terbentuk berdasarkan teori kepemimpinan yang ada.

Menurut Robbins (2003), salah satu teori kepemimpinan adalah teori neokharismatik. Teori ini menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yang berlaku ada tiga yaitu gaya kepemimpinan kharismatik, transformasional, dan visioner. Menurut Siagian (2005), gaya kepemimpinan kharismatik juga termasuk kedalam salah satu tipe kepemimpinan.

Gaya kepemimpinan sebagai kumpulan metode, teknik, dan cara memimpin seorang pemimpin, mempunyai pengaruh terhadap faktor-faktor lain yang ada di organisasi. Salah satu faktor yang dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan adalah modal sosial.

Modal sosial merupakan sebuah faktor yang tidak tampak namun dapat menggerakkan individu-individu di suatu organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Sejalan dengan Putnam yang diintisarikan oleh Alfiasari et. Al (2009), modal sosial didefinisikan sebagai kepercayaan (trust), norma (norm), dan jaringan (network). Selain sebagai definisi modal sosial,


(14)

kepercayaan (trust), norma (norm), dan jaringan (network) juga merupakan suatu parameter modal sosial (Suharto, 2006). Menurut Djohan (2007), modal sosial mempunyai tujuh komponen yang menjadi ciri khas modal sosial. Kepercayaan (trust) dan norma (norm) merupakan kedua hal yang termasuk sebagai komponen modal sosial.

Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap modal sosial haruslah dianalisis secara benar agar mampu menghasilkan pertimbangan-pertimbangan yang dapat digunakan para pemimpin organisasi dalam membuat keputusan secara manajerial. Kerangka Pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Visi dan Misi KPP Pratama

Bogor

Strategi Sumber Daya Manusia

Indikator Gaya Kepemimpinan : 1. Kharismatik 2. Transformasional 3. Visioner (Robbins,2003)

Indikator Modal Sosial : 1. Kepercayaan 2. Norma Sosial 3. Jaringan Sosial (Putnam diintisarikan oleh Alfiasari et. al 2009)

Gambaran Penerapan Gaya Kepemimpinan dan Modal Sosial pada KPP Pratama Bogor

Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Modal Sosial pada KPP Pratama Bogor

Implikasi Manajerial pada Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Modal


(15)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Bogor di Jl. Ir. H Djuanda No. 64. Pemilihan tempat dilakukan berdasarkan pertimbangan adanya kesediaan perusahaan tersebut. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2012-Maret 2012.

3.3 Pengumpulan Data 3.3.1 Data Primer

Data primer dikumpulkan melalui kuesioner yang diberikan kepada pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor. Kuesioner berisi pernyataan mengenai gaya kepemimpinan dan modal sosial yang diterapkan di KPP Pratama Bogor. Kuesioner yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 1. Skala kuesioner yang diapakai adalah skala Likert. Skala Likert adalah skala yang berbentuk skala ordinal dan hanya dapat membuat ranking (Nazir,2009).

Model skoring menurut Likert: Bobot nilai = 5 Sangat Setuju Bobot nilai = 4 Setuju

Bobot nilai = 3 Kurang Setuju Bobot nilai = 2 Tidak Setuju

Bobot nilai = 1 Sangat Tidak Setuju

Pembobotan yang telah ditetapkan antara 1 hingga 5 dibuat rentang skala. Rentang skala dapat dibuat dengan rumus :

Rentang Skala =

...(1)

Berdasarkan hasil persamaan dan bobot nilai yang digunakan dalam penelitian ini maka diperoleh rentang skala 0,8. Rentang skala untuk interpretasi jawaban kuesioner dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rentang Skala Interpretasi Hasil Jawaban Kuesioner Rentang Skala Pernyataan Jawaban

1,00-1,80 Sangat Tidak Setuju/Sangat Buruk/Sangat Rendah

1,90-2,60 Tidak Setuju/Buruk/Rendah

2,70-3,40 Kurang Setuju

3,50-4,20 Setuju/Baik/Tinggi


(16)

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder digunakan untuk melengkapi penelitian. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini diperoleh melalui data yang disediakan oleh instansi terkait, jurnal, dan literatur lainnya.

3.4. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel yang digunakan untuk penyebaran kuesioner ini adalah menggunakan teknik pengambilan sampel secara convinience yaitu teknik pengambilan sampel secara tidak acak. Sampel yang digunakan pada penelitian sebanyak 50 sampel. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin (Umar, 2005):

n = N / (1 + N e2) ...(1) Keterangan:

n = Ukuran contoh N = Ukuran populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan contoh yang masih dapat ditolerir (e = 10 persen)

3.5. Perumusan Hipotesis

Perumusan hipotesis penelitian ini adalah

H1 : Terdapat pengaruh yang positif antara gaya kepemimpinan dengan modal sosial KPP Pratama Bogor

H2 :Terdapat pengaruh yang positif antara indikator kepemimpinan kharismatik terhadap modal sosial KPP Pratama Bogor

H3 :Terdapat pengaruh yang positif antara indikator kepemimpinan transformasional terhadap modal sosial KPP Pratama Bogor

H4 : Terdapat pengaruh yang positif antara indikator kepemimpinan visioner terhadap modal sosial KPP Pratama Bogor

H5 : Terdapat pengaruh yang positif antara indikator kepercayaan terhadap gaya kepemimpinan KPP Pratama Bogor

H6 : Terdapat pengaruh yang positif antara indikator norma sosial terhadap gaya kepemimpinan KPP Pratama Bogor


(17)

H7 : Terdapat pengaruh yang positif antara indikator jaringan sosial terhadap gaya kepemimpinan KPP Pratama Bogor

3.6. Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1 Uji Validitas

Validitas adalah pengukuran yang menunjukkan tingkat ketepatan (keshahihan) ukuran suatu instrumen terhadap konsep yang diteliti. Suatu instrumen adalah tepat untuk digunakan sebagai ukuran suatu konsep jika memiliki tingkat validitas yang tinggi. Sebaliknya, validitas rendah mencerminkan bahwa instrumen kurang tepat untuk diterapkan. Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pernyataan dengan skor total memakai rumus korelasi product moment berikut (Suharso, 2009) :

 

 

 

    2 2 2 2 xy Y Y n X X n Y X XY n r ...(2) Keterangan :

rxy = Korelasi antar X dan Y n = Jumlah responden

X = Skor masing-masing pertanyaan dari setiap responden Y = Skor total semua pertanyaan dari setiap responden

Jika nilai (koefisien) korelasi semakin tinggi, maka semakin baik validitas eksternal instrumen yang didesain tersebut.

3.6.2 Uji Reliabilitas

Keandalan suatu instrumen menunjukkan hasil pengukuran dari suatu instrumen yang tidak mengandung bias atau bebas dari kesalahan pengukuran (error free), sehingga menjamin suatu pengukuran yang konsisten dan stabil dalam kurun waktu dan berbagai item atau titik (point) dalam instrumen (Suharso, 2009).

3.7. Structural Equation Modeling (SEM) 3.7.1 Definisi SEM

Menurut Bagozzi dan Fornell diintisarikan oleh Ghozali (2005), model persamaan struktural (struktural equation model) adalah generasi


(18)

kedua teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model.

Pendapat lain yang sejalan dengan pengertian SEM adalah metode analisis data multivariat yang bertujuan menguji model pengukuran dan model struktural variabel laten (Kusnendi, 2008).

3.7.2 Konsep SEM

Menurut Ghozali (2005), dalam SEM terdapat dua konstruk yang harus diukur. Variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator sebagai proksi disebut variabel laten. Sedangkan, indikator-indikator yang dapat diukur dikenal sebagai variabel manifest. Jika suatu variabel tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya dalam model, maka dalam SEM sering disebut variabel eksogen dimana setiap variabel eksogen selalu independen. Variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain dalam suatu model penelitian disebut variabel endogen.

3.7.3 Jenis SEM

Beberapa jenis SEM yang dapat ditemui dalam penelitian ada empat jenis (Kusnendi, 2008):

1. Jenis model pertama disebut bivariate model. Jenis model ini dicirikan hanya melibatkan satu variabel laten eksogen dan satu variabel laten endogen.

2. Jenis model kedua disebut mediated-multivariate model. Model ini dicirikan dalam model yang dianalisis terdapat satu variabel laten eksogen dan aling tidak terdapat satu variabel laten endogen yang dibelakukan sebagai variabel antara, dan satu variabel laten endogen yang diberlakukan sebagai variabel dependen.

3. Jenis model ketiga disebut correlated-multivariate model. Jenis ini dicirikan dalam model yang dianalisis paling tidak terdapat dua variabel laten eksogen dan satu variabel laten endogen.


(19)

4. Jenis model keempat disebut correlated-multivariate recursive model. Jenis ini dicirikan dalam model yang dianalisis paling tidak terdapat dua variabel laten eksogen, dan dua variabel endogen.

3.7.4 Prosedur Aplikasi SEM

Menurut Kusnendi (2008), prosedur aplikasi SEM terdiri dari tujuh tahap:

1. Spesifikasi model yaitu merumuskan model berbasis teori sehingga dapat diidentifikasi variabel laten eksogen-endogen, argumen teoritis hubungan kausal antarvariabel laten, serta indikator-indikator atau variabel manifes eksogen dan endogen.

2. Menterjemahkan model menjadi diagram jalur. Pada tahap ini tergambarkan dengan jelas setting atau adegan hubungan antarvariabel laten, serta adegan model pengukuran.

3. Mengkonversi diagram jalur menjadi persamaan. Pada tahap ini dapat diidentifikasi jumlah parameter yang akan diestimasi.

4. Identifikasi model yaitu tahap yang menentukan apakah model bersifat under, just, atau over-identified.

5. Estimasi parameter model merupakan tahap untuk memilih data input, metode estimasi, dan strategi estimasi parameter model.

6. Menguji model terdapat dua tahap yaitu uji model pengukuran kemudian uji basic atau hybrid model.

7. Perbaikan model dan interpretasi hasil. Tahap ini memodifikasi model didasarkan justifikasi teoritis tertentu. Interpretasi hasil dilakukan dalam rangka menjawab masalah penelitian yang diajukan.

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Jenis SEM yang digunakan merupakan bivariate model. Jenis model ini dicirikan hanya melibatkan satu variabel laten eksogen dan satu variabel laten endogen (Kusnendi, 2008).

Variabel laten eksogen pada penelitian adalah gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan mempunyai indikator sebagai berikut:


(20)

X1 = Kharismatik X2 = Transformasional X3 = Visioner

Variabel laten endogen pada penelitian ini adalah modal sosial. Modal sosial mempunyai indikator sebagai berikut:

Y1 = Kepercayaan Y2 = Norma Sosial Y3 = Jaringan Sosial

Gambar 2. Diagram Lintas Kerangka Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Modal Sosial

H 1

H 7 H 2

H 5

H 6

H 4 H 3

Gaya Kepemimpinan

Modal Sosial X1

X2

X3

Y1

Y2


(21)

4.1. Gambaran Umum Organisasi

4.1.1 Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor

Pada masa pemerintahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor untuk selanjutnya disingkat KPP Pratama Bogor, bernama “De In Fiksi Van Finansien”. Setelah Indonesia merdeka, nama tersebut berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan, kemudian menjadi Kantor Inspeksi Pajak. Setelah adanya reformasi perpajakan pada tahun 1984 dan adanya perubahan sistem pemungutan pajak, maka Kantor Inspeksi Pajak berganti nama menjadi Kantor Pajak. Dengan terbentuknya KPP WP Besar dan diikuti pembentukan KPP Madya dan KPP Pratama yang dibentuk pertama kali di Jakarta, sejak tanggala 14 Agustus 2007 Kantor Pelayanan Pajak Bogor, Kantor Pelayanan PBB Bogor, dan Kantor Pemeriksaan Pajak Bogor disatukan menjadi KPP Pratama Bogor berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-112/PJ./2007 tentang penerapan organisasi, tata kerja, dan saat mulai beroperasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Banten, Kantor Wilayah Direktorat jenderal Pajak Jawa Barat I, dan Kantor Wilayah direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat II. KPP Pratama Bogor terletak di Jalan Ir. H. Juanda Nomor 64 Bogor.

4.1.2 Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor merupakan salah satu unit kerja Direktorat Jenderal Pajak bagian pelayanan perpajakan yang berhubungan dengan pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan. Sebagai salah satu unit kerja Direktorat Jenderal Pajak maka KPP Pratama Bogor mempunyai visi dan misi yang sama dengan Direktorat Jenderal Pajak. Adapun visi KPP Pratama Bogor adalah menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi. Sedangkan misi KPP Pratama Bogor adalah menghimpun penerimaan


(22)

pajak negara berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan APBN melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.

4.1.3 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor

Struktur organisasi yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor adalah sebagai berikut (Lampiran2):

1. Kepala Kantor 2. Sub Bagian Umum

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 4. Seksi Pelayanan

5. Seksi Penagihan 6. Seksi Pemeriksaan

7. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 11. Fungsional Pemeriksaan Pajak 12. Fungsional Penilai PBB 4.2. Hasil Validitas dan Reliabilitas

Jumlah pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor hingga Februari 2012 sebanyak 87 orang. Jumlah karyawan yang bersedia menjadi responden adalah sebesar 50 orang. Uji validitas dilakukan kepada 30 responden. Hasil validitas yang dilakukan kepada 30 kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 34 pertanyaan yang terbukti valid, hal ini ditunjukkan nilai korelasi pendapat terhadap penyataan yang lebih besar 0,306. Uji reliabilitas dilakukan menggunakan teknik Cronbach yang hasil diperoleh sebesar 0,952 dan dinyatakan reliabel karena lebih besar dari batas minimal 0,6. Data validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 3.


(23)

4.3. Analisis Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan kepada 50 responden melalui penyebaran kuesioner yang diberikan kepada pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor. Karakteristik responden diperoleh melalui kuesioner yang diberikan oleh para pegawai. Informasi karakteritik pegawai dideskripsikan berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, status menikah, usia, dan jabatan.

4.3.1 Karakteristik Jenis Kelamin

Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor mempunyai karakteristik jenis kelamin yang lebih didominasi oleh pegawai berjenis kelamin laki-laki sebanyak 70 persen atau sebanyak 35 orang dan pegawai berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 persen atau sebanyak 15 orang. Perbedaan jumlah pegawai berjenis kelamin laki-laki dengan wanita ini dapat disebabkan oleh karakteristik laki-laki sebagai kepala keluarga sehingga lebih memilih untuk bekerja. Penyebab lainnya adalah adanya fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor yang berfungsi sebagai tempat pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi pajak sehingga lebih memerlukan pegawai yang berjenis kelamin laki-laki agar lebih mampu melayani para wajib pajak maupun non wajib pajak dengan waktu yang lebih maksimal.

4.3.2 Karakteristik Tingkat Pendidikan

Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor mayoritas mempunyai tingkat pendidikan S1 sebanyak 40 persen atau sebanyak 20 orang. Pegawai yang mempunyai tingkat pendidikan SMA 18 persen atau sebanyak 9 orang. Pegawai yang mempunyai tingkat pendidikan D3 sebanyak 16 persen atau 8 orang. Pegawai yang mempunyai tingkat pendidikan D1 sebanyak 14 persen atau 7 orang. Pegawai yang memiliki tingkat pendidikan S2 sebanyak 12 persen atau 6 orang. Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor biasanya mempekerjakan pegawai yang memiliki tingkat pendidikan S1 dan S2 yang selanjutnya akan ditempa menjadi pemimpin bagian yang ada pada kantor pelayanan tersebut. Namun tingkat pendidikan SMA, D1, dan D3 juga cukup mendominasi karena adanya penerimaan pegawai yang langsung melalui institusi perpajakan khusus. Karakteristik


(24)

pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Karakteristik Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor Berdasarkan Tingkat Pendidikan

4.3.3 Karakteristik Lama Bekerja

Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor mempunyai waktu lama bekerja mayoritas dengan kurun waktu bekerja selama lebih dari 5 tahun sebanyak 76 persen atau sebanyak 38 orang. Pegawai yang bekerja dengan kurun waktu 4-5 tahun sebanyak 8 persen atau sebanyak 4 orang. Pegawai yang bekerja dengan kurun waktu 2-3 tahun sebanyak 6 persen atau sebanyak 3 orang. Pegawai yang bekerja selama kurun waktu kurang dari 1 tahun dan 1-2 tahun masing-masing adalah 4 persen atau sebanyak 2 orang. Pegawai yang bekerja dengan kurun waktu 3-4 tahun sebanyak 2 persen atau hanya 1 orang. Perbedaan lama bekerja tersebut menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai gaya kepemimpinan yang dianut oleh pimpinan kantor Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor. Karakteristik pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Karakteristik Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor Berdasarkan Lama Bekerja


(25)

4.3.4 Karakteristik Status Menikah

Mayoritas pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor memiliki status pernikahan telah menikah sebanyak 86 persen atau sebanyak 43 orang. Pegawai yang memiliki status pernikahan belum menikah sebanyak 14 persen atau sebanyak 7 orang. Status pernikahan pegawai yang telah menikah dapat mempengaruhi modal sosial pada lingkungan bekerja. Salah satu komponen modal sosial yang dapat dipengaruhi adalah pertisipasi sosial. Pegawai yang memiliki status pernikahan yang telah menikah lebih memiliki kepedulian untuk berpartisipasi pada kegiatan kelompok yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor.

4.3.5 Karakteristik Usia

Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor yang berada pada rentang usia 21-30 tahun sebanyak 38 persen atau sebanyak 19 orang. Pegawai yang berada pada rentang usia 31-40 tahun sebanyak 34 persen atau sebanyak 17 orang. Pegawai yang berada pada rentang usia antara 41-50 tahun adalah sebanyak 18 persen atau 9 orang. Pegawai yang memiliki usia diatas 50 tahun sebanyak 10 persen atau sebanyak 5 orang. Sebagian besar pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor masih berada pada usia produktif. Karakteristik pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor berdasarkan usia dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Karakteristik Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

Pratama Bogor Berdasarkan Usia

4.3.6 Karakteristik Jabatan

Jabatan para pegawai Kantor Palayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor mayoritas adalah pelaksana yaitu sebanyak 50 persen atau sebanyak 25


(26)

pegawai. Pegawai yang mempunyai jabatan account representative, penata muda, dan penata muda I masing-masing adalah sebanyak 10 persen atau 5 orang. Pegawai yang mempunyai jabatan pengatur I dan kepala seksi masing-masing sebanyak 8 persen atau sebanyak 4 orang. Pegawai yang memiliki jabatan pengatur muda I sebanyak 4 persen atau sebanyak 2 orang. Perbedaan jabatan ini dapat menyebabkan perbedaan kedekatan dengan pimpinan kantor sehingga penilaian terhadap gaya kepemimpinan kepala kantor juga dapat berbeda pula. Karakteristik pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor berdasarkan jabatan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Karakteristik Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor Berdasarkan Jabatan

4.4. Gaya Kepemimpinan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor Penerapan gaya kepemimpinan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor berdasarkan pendapat para pegawai KPP Pratama Bogor didominasi oleh gaya kepemimpinan visioner sebesar 3,78 kemudian gaya kepemimpinan transformasional sebesar 3,69 dan gaya kepemimpinan kharismatik sebesar 3,64. Meskipun terdapat perbedaan dalam penerapan ketiga gaya kepemimpinan tersebut namun secara keseluruhan ketiga gaya kepemimpinan tersebut telah dilaksanakan secara baik. Hasil gaya kepemimpinan ini dilihat berdasarkan hasil rataan skor yang ddidapat dari nilai kuesioner. Nilai kuesioner diisi berdasarkan persepsi pegawai KPP Pratama Bogor terhadap gaya kepemimpinan dan modal sosial. Penerapan gaya kepemimpinan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.


(27)

Tabel 3. Penerapan Gaya Kepemimpinan KPP Pratama Bogor

4.4.1 Gaya Kepemimpinan Kharismatik

Secara keseluruhan penilaian terhadap gaya kepemimpinan kharismatik pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor sudah dirasakan baik oleh para pegawai. Menurut pegawai KPP Pratama Bogor, pimpinan KPP Pratama Bogor telah berusaha untuk melakukan kepemimpinannya secara baik. Hal ini didukung oleh “pimpinan berusaha agar tugas-tugas pegawai dilaksanakan dengan sebaik-baiknya” yang memilki skor rataaan paling besar yaitu sebesar 4,42. Namun didalam pengelolaan KPP Pratama Bogor “pimpinan saya memiliki rasa egoisme tinggi dalam mengelola KPP Pratama Bogor” yang bernilai 2,46. Pemimpin KPP Pratama Bogor kurang turut mengajak serta partisipasi dan pendapat pegawai KPP Pratama Bogor dalam mengelola KPP Pratama Bogor.

Gaya kepemimpinan kharismatik merupakan gaya kepemimpinan yang menjadikan seorang pemimpin mencapai visinya melalui cara yang tidak biasa sehingga mampu memberikan rasa kagum dari bawahannya (Yukl,2010). Rasa kagum yang timbul pada diri pegawai terhadap pimpinan akan mengakibatkan loyalitas yang tinggi hanya kepada pimpinan KPP Pratama Bogor bukan kepada KPP Pratama Bogor. Hal ini dapat menyebabkan adanya penolakan terhadap pimpinan baru. Sedangkan sejak adanya reformasi perpajakan, pergantian pimpinan kantor sering terjadi pada KPP Pratama Bogor.

Gaya kepemimpinan kharismatik merupakan gaya kepemimpinan yang berupaya untuk mencapai visi kepemimpinannya melalui cara yang tidak konvensional dengan tetap mempertahankan kesan bahwa pemimpin adalah seseorang yang luar biasa (Yukl,2010). Penghitungan rataan skor untuk gaya kepemimpinan kharismatik pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.

Gaya Kepemimpinan Rataan Skor

Gaya Kepemimpinan Kharismatik 3,64 Gaya Kepemimpinan Transformasional 3,69 Gaya Kepemimpinan Visioner 3,78


(28)

Tabel 4. Penilaian Pegawai Mengenai Gaya Kepemimpinan Kharismatik

KPP Pratama Bogor sebagai institusi legal yang bertanggung jawab atas pelayanan perpajakan dan tunduk atas aturan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pelaksanaan wewenang dan tugas-tugas sehari-hari yang terdapat pada KPP Pratama Bogor telah diatur oleh Dirjen Pajak. Pengaturan ini biasanya bersifat baku dan kaku sehingga pimpinan KPP Pratama Bogor tidak cocok menerapkan gaya kepemimpinan kharismatik di KPP Pratama Bogor. Gaya kepemimpinan kharismatik sebaiknya tidak perlu dikembangkan dalam kepemimpinan pimpinan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor. Namun dalam penerapannya, gaya kepemimpinan kharismatik harus tetap ada pada pimpinan KPP Pratama Bogor. Menurut Yukl (2010), kepemimpinan kharismatik menyediakan wadah penyebaran informasi dan internalisasi budaya organisasi yang baik.

Pernyataan Rataan

Skor

Pernyataan Jawaban Pemimpin saya berusaha agar tugas-tugas

pegawai dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

4,42 Sangat Setuju

Saya memiliki keyakinan kuat bahwa pimpinan mengutamakan kesejahteraan pegawai.

3,9 Setuju

Pimpinan saya memiliki rasa egoisme yang tinggi dalam mengelola KPP Pratama Bogor.

2,46 Tidak Setuju

Saya melaksanakan keputusan yang ditetapkan oleh pimpinan dengan sepenuh hati dan optimal.

4,1 Sangat Setuju

Saya memberikan seluruh waktu, pikiran, dan tanaga dalam melaksanakan tugas/pekerjaan.

3,78 Setuju

Saya kagum dan terkesima terhadap wibawa pimpinan.

3,62 Setuju Saya menerima dan mengakui

kepemimpinan pemimpin dan saya tidak mampu menjelaskan mengapa saya menerima dan mengakui kepmimpinan pemimpin.

3,18 Kurang Setuju


(29)

4.4.2 Gaya Kepemimpinan Transformasional

Gaya kepemimpinan transformasional pada KPP Pratama Bogor dilaksanakan sama baiknya dengan gaya kepemimpinan kharismatik. Pegawai KPP Pratama Bogor memiliki penilaian yang baik pada gaya kepemimpinan kharismatik yang diterapkan. Menurut pendapat para pegawai KPP Pratama Bogor, gaya kepemimpinan transformasional telah ditetapkan secara baik pada KPP Pratama Bogor. Gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang mampu mengubah dan memotivasi para bawahan untuk dapat menyadari pentingnya hasil tugas (Bass yang diintisarikan oleh Yukl, 2010). Hal ini didukung oleh fakta yang ditunjukkan oleh kriteria “pimpinan saya mendorong saya untuk sukses” memiliki rataan skor yang paling tinggi yaitu sebesar 3,94 pada penerapan gaya kepemimpinan transformasional. Pemimpin KPP Pratama Bogor selalu berusaha untuk memotivasi para pegawai agar dapat melaksanakan tugas dengan hasil yang baik sehingga mampu mendorong kesuksesan mereka pada pekerjaan mereka. Namun perhatian interpersonal kurang ditunjukkan dengan baik oleh pimpinan KPP Pratama Bogor, hal ini dapat dilihat melalui pernyataan “pimpinan memberikan saya perhatian pribadi jika saya membutuhkan” yang bernilai 3,18. Penghitungan rataan skor gaya kepemimpinan transformasional pada KPP Pratama Bogor dapat dilihat pada Tabel 5.

Gaya kepemimpinan transformasional pimpinan KPP Pratama Bogor dapat dilihat melalui adanya partisipasi aktif pimpinan KPP Pratama Bogor dalam perubahan KPP Pratama Bogor kearah yang lebih baik. Partisipasi aktif pimpinan dapat dilihat melalui monitor pelaksanaan tugas yang sering dilakukan pimpinan. Monitor pada KPP Pratama Bogor biasanya difokuskan pada tugas-tugas pegawai yang berkaitan langsung dengan kepuasan Wajib Pajak (WP) terhadap pelayanan KPP Pratama Bogor. Pengawasan pimpinan terhadap pelayanan KPP Pratama Bogor tidak hanya berfokus pada satu seksi saja tetapi menyeluruh kepada seluruh seksi dimana setiap seksi mempunyai target tugas berbeda sesuai fungsi dan kewajiban seksinya. Salah satu sarana yang telah terbentuk di KPP Pratama Bogor dalam hal monitoring kepuasan WP adalah dengan dibentuknya jabatan Account Representative (AR).


(30)

Jabatan AR ini mempunyai fungsi sebagai perpanjangan tangan DJP untuk memberikan pelayanan, konsultasi, pengetahun, dan pemutakhiran data WP sehingga kepuasan WP akan terjaga baik.

Tabel 5.Penilaian Pegawai Mengenai Gaya Kepemimpinan Transformasional

Pernyataan Rataan

Skor

Pernyataan Jawaban Pimpinan membuat saya merasa bangga

menjadi rekan kerjanya.

3,92 Setuju Didalam benak saya, atasan adalah

simbol kesuksesan dan prestasi.

3,28 Kurang Setuju Pimpinan mengembangkan cara-cara

untuk mendorong apa yang benar-benar diperhatikan.

3,90 Setuju

Pimpinan mendorong saya untuk sukses.

3,94 Setuju Ide-ide pimpinan menjadikan saya

memikirkan kembali ide saya, yang saya pikir sudah sempurna.

3,72 Setuju

Pimpinan menghendaki saya menggunakan penelaran dan kepercayaan diri dalam memecahkan masalah.

3,80 Setuju

Pimpinan memberikan saya perhatian pribadi jika saya mebutuhkan.

3,18 Kurang Setuju Pimpinan memberikan penghargaan jika

saya bekerja dengan baik.

3,74 Setuju

Rataan Skor 3,69 Setuju

Gaya kepemimpinan transformasional pimpinan KPP Pratama Bogor sering terlihat pada pemberian wewenang kepada pegawai yang diberikan secara dekat dan penuh kepercayaan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh antara gaya kepemimpinan transformasional terhadap modal sosial. Pengaruh gaya kepemimpinan ini yang dilakukan pimpinan KPP Pratama Bogor terlihat pada adanya saling kepercayaan antara para pegawai dalam pelaksanaan tugas yang diberikan pimpinan KPP Pratama Bogor sehingga tugas dapat diselesaikan dengan baik, pelaksanaan tugas oleh pegawai dilaksanakan sesuai aturan-aturan formal dan informal yang telah ditentukan oleh pimpinan KPP Pratama Bogor dan terbentuknya jaringan sosial yang baik antara pegawai KPP Pratama Bogor baik sesama seksi maupun berbeda


(31)

seksi yang ditunjukkan saling bekerja sama dalam melaksanakan tugas sehingga tugas dapat terselesaikan dengan cepat.

Pelaksanaan gaya kepemimpinan transformasional sangat baik dilaksanakan pada KPP Pratama Bogor. Pelaksanaan gaya kepemimpinan transformasional pada instansi ini akan sangat berpengaruh pada keefektifan pelaksanaan tugas dan wewenang. Gaya kepemimpinan transformasional juga mampu meningkatkan pembentukan modal sosial yang terdapat KPP Pratama Bogor dengan baik. Pembentukan modal sosial yang baik terlihat pada semakin tumbuhnya komponen kepercayaan modal sosial antara sesama pegawai maupun dengan pimpinan. Peningkatan kepercayaan juga akan memperbaiki komponen jaringan sosial yang terjadi antara pegawai KPP Pratama Bogor yang pada akhirnya mendorong pegawai KPP Pratama Bogor semakin baik dalam menghargai norma sosial yang berlaku.

Pimpinan KPP Pratama Bogor memberikan instruksi kepada pegawainya cenderung menggunakan contoh dalam kegiatan kesehariannya yang disesuaikan dengan norma sosial yang berlaku di KPP Pratama Bogor. Contoh yang diberikan masih lebih dominan yang bersifat tertulis berdasarkan oleh keputusan DJP. Hal ini memberikan pengaruh terhadap norma sosial yang terbentuk lebih dominan pada aturan tertulis saja. Budaya institusi kurang diberikan contoh yang baik secara keseluruhan.

4.4.3 Gaya Kepemimpinan Visioner

Gaya kepemimpinan visioner merupakan gaya kepemimpinan yang memiliki nilai rataan skor yang tertinggi yaitu sebesar 3,78 dibandingkan dengan gaya kepemimpinan kharismatik dan transformasional. Penerapan gaya kepemimpinan visioner pada KPP Pratama Bogot dapat dilihat pada Tabel 6.

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat penerapan gaya kepemimpinan visioner pada KPP Pratama Bogor. Gaya kepemimpinan visioner pada KPP Pratama Bogor dikatakan baik. Kriteria yang memiliki nilai rataan skor paling tinggi adalah “pimpinan saya mempunyai ide-ide tentang visi KPP Pratama Bogor yang ingin diwujudkan bersama” yaitu sebesar 3,92.


(32)

Tabel 6. Penilaian Pegawai Mengenai Gaya Kepemimpinan Visoner

Pernyataan Rataan

Skor

Pernyataan Jawaban Pimpinan saya mempunyai ide-ide

tentang visi KPP Pratama Bogor yang ingin diwujudkan bersama.

3,92 Setuju

Pimpinan saya melibatkan saya dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai oleh KPP Pratama Bogor.

3,58 Setuju

Pimpinan saya berkomunikasi baik dengan saya dalam mengutarakan ide-idenya tentang visi KPP Pratama Bogor.

3,68 Setuju

Pimpinan saya menjelaskan dengan baik tentang visi yang akan dicapai oleh KPP Pratama Bogor.

3,86 Setuju

Pimpinan saya mampu melaksanakan ide-ide yang ia miliki tentang visi KPP Pratama Bogor.

3,88 Setuju

Rataan Skor 3,78 Setuju

Kepemimpinan visoner yang diterapkan oleh pimpinan KPP Pratama Bogor dilakukan dengan cukup baik. Kepemimpinan visoner yang dilakukan melalui penyampaian visi dan misi KPP Pratama Bogor yang cukup baik kepada para pegawainya. Penyampaian visi dan misi dilakukan secara langsung dan tidak langsung kepada para pegawai. Pimpinan KPP Pratama juga harus lebih mampu menjabarkan visi dan misi menjadi target kerja setiap seksi. Target kerja yang telah ditentukan juga harus diawasi pencapaiannya secara berkala. Keterkaitan gaya kepemimpinan ini dengan modal sosial adalah mampunya gaya kepemimpinan ini mencipatakan norma sosial yang baik dikalangan pegawai melalui internalisasi visi dan misi KPP Pratama Bogor yang direfleksikan oleh perilaku pegawai yang sesuai dengan aturan formal dan informal dan aturan tradisional KPP Pratama Bogor. Selain itu, keterkaitannya dengan komponen modal sosial kepercayaan terlihat dengan semakin meningkatnya keyakinan antara sesama pegawai dalam menjalankan tugas yang sesuai dengan visi dan misi pimpinan. Kepercayaan yang meningkat ini pula yang menjadi tolak ukur perluasan jaringan sosial yang baik pada KPP Pratama Bogor.


(33)

Penerapan gaya kepemimpinan visioner pada KPP Pratama Bogor mengarah pada perilaku pimpinan yang cenderung mempunyai strategi terhadap visi KPP Pratama Bogor. Pimpinan KPP Pratama Bogor selalu berusaha mengembangkan cara yang efektif dan efisien dalam pemberian layanan perpajakan bagi WP. Salah satunya adalah penyiapan tim kerja yang dibentuk dari setiap pelayanan SPT tahunan dan pembuatan surat pemberitahuan pajak tahunan.

4.5. Modal Sosial Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor

Penerapan modal sosial pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor didominasi oleh komponen kepercayaan sebesar 4,24 kemudian komponen jaringan sosial sebesar 3,93 dan komponen norma sosial sebesar 3,91. Penerapan modal sosial pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor telah hampir sangat baik khususnya pada komponen kepercayaan. Penerapan modal sosial pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Penerapan Modal Sosial KPP Pratama Bogor

4.5.1 Kepercayaan

Kepercayaan sebagai salah satu komponen modal sosial yang terbentuk pada KPP Pratama Bogor merupakan komponen modal sosial yang terbentuk dengan nilai rataan skor yang tertinggi yaitu sebesar 4,24. Berdasarkan penjelasan Tabel 8 dapat dilihat penerapan komponen modal sosial kepercayaan pada KPP Pratama Bogor. Kriteria komponen modal sosial kepercayaan yang memiliki nilai rataan tertinggi adalah “saya yakin mampu bekerja sama dengan rekan kerja yang lain KPP Pratama Bogor” yaitus sebesar 4,36. Pegawai KPP Pratama Bogor memiliki tujuan dan kepentingan yang sama sehingga timbulnya kepercayaan yang kuat dalam hal kerja sama tim yang dilakukan untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Menurut Djohan (2007), kerja sama sebagai salah satu unsur penopang modal

Komponen Modal Sosial Rataan Skor

Kepercayaan 4,24

Norma Sosial 3,91


(34)

sosial akan timbul apabila individu-individu yang terlibat didalamnya memiliki tujuan, aspirasi, dan kepentingan yang sama. Sedangkan pengetahuan resiko pekerjaan di KPP Pratama Bogor, banyak pegawai yang menyatakan mengetahui resikonya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pernyataan “saya mengetahui resiko yang ditanggung ketika memutuskan bekerja di KPP Pratama Bogor” sebesar 4,10. Nilai rataan skor komponen kepercayaan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Penilaian Pegawai Mengenai Komponen Modal Sosial Kepercayaan

Pernyataan Rataan

Skor

Pernyataan Jawaban Saya yakin mampu bekerja sama dengan

rekan kerja yang lain di KPP Pratama Bogor.

4,36 Sangat Setuju Saya percaya bahwa hubungan yang

terbangun dalam KPP Pratama Bogor ini akan memudahkan pekerjaan saya dan pegawai lainnya.

4,34 Sangat Setuju

Saya percaya bahwa saya mampu menjaga keeratan hubungan di KPP Pratama Bogor.

4,22 Setuju

Saya percaya bahwa saya mampu menjaga KPP Pratama Bogor agar mampu bertahan.

4,20 Setuju

Saya mengetahui resiko yang ditanggung ketika memutuskan bekerja di KPP Pratama Bogor.

4,10 Setuju

Rataan Skor 4,24 Setuju

Komponen kepercayaan yang tinggi pada KPP Pratama Bogor dapat dilihat melalui adanya kepercayaan antar pegawai yang besar dalam pelaksanaan tugas-tugas mereka. Pegawai KPP Pratama Bogor sering melakukan kegiatan saling membantu antar pegawai lain dalam penyelesaian suatu pekerjaan. Komponen ini perlu ditingkatkan lagi dalam hal pengenalan deskripsi pekerjaan setiap seksi-seksi dengan baik. Pengenalan deskripsi pekerjaan ini akan membantu para pegawai untuk mengenali tanggung jawab dan tugasnya sehingga akan mampu untuk mengetahui resiko setiap pekerjaan yang dilakukan.


(35)

Pentingnya komponen kepercayaan ini juga sebagai landasan dalam penerapan suatu gaya kepemimpinan antara pimpinan dengan pegawai KPP Pratama Bogor. Peningkatan dan penjagaan kestabilan kepercayaan baik antar sesama pegawai, dengan pimpinan, maupun terhadap organisasi harus selalu dijaga dengan baik. Selain itu, KPP Pratama Bogor sebagai institusi pelayanan masyarakat (wajib/non-wajib pajak) juga dituntut agar mampu membentuk kepercayaan yang baik dengan masyarakat.

4.5.2 Norma Sosial

Para pegawai KPP Pratama Bogor mengatakan sangat setuju pada kriteria “KPP Pratama Bogor memiliki aturan tertulis yang mengatur aktivitas anggotanya”. Kriteria ini memiliki nilai rataan skor yang paling tinggi diantara kriteria lainnya pada komponen norma sosial yaitu sebesar 4,3. Aturan tertulis berbentuk aturan berupa Keputusan Direktorat Jenderal Pajak, aturan pelaksanaan prosedur KPP Pratama Bogor, dan aturan yang berupa aturan tambahan yang mengatur aktivitas harian pegawai KPP Pratama Bogor. Sedangkan pengaturan aktivitas melalui aturan tidak tertulis mempunyai nilai paling kecil yaitu sebesar 3,58. Penerapan komponen modal sosial norma sosial untuk kriteria lainnya pada KPP Pratama Bogor dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Penilaian Pegawai Mengenai Komponen Modal Sosial Norma Sosial

Pernyataan Rataan

Skor

Pernyataan Jawaban KPP Pratama Bogor ini memiliki aturan

tertulis yang mengatur aktivitas anggotanya.

4,30 Sangat Setuju KPP Pratama Bogor ini memiliki aturan

tidak tertulis yang mengatur aktivitas anggotanya.

3,58 Setuju

KPP Pratama Bogor ini memiliki nilai-nilai tradisional yang dijunjung tinggi untuk mengatur aktivitas anggotanya.

3,86 Setuju

Rataan Skor 3,91 Setuju

Komponen modal sosial yang terbentuk di KPP Pratama Bogor paling kecil adalah norma sosial. Hal ini disebabkan oleh pegawai KPP Pratama Bogor lebih merespon terhadap aturan-aturan tertulis yang terbentuk.


(36)

Peningkatan norma sosial sebagai komponen modal sosial sangat penting dilakukan. Peningkatan komponen tersebut dapat melalui pengenalan mendalam budaya KPP Pratama Bogor yang lebih disosialisasikan kepada pegawai KPP Pratama Bogor sehingga budaya tersebut dapat memiliki positioning yang kuat. Rendahnya pendapat pegawai KPP Pratama Bogor pada komponen norma sosial juga disebabkan oleh kurang tersosialisasinya aturan-aturan tidak tertulis yang telah ada.

Pelaksanaan nilai-nilai yang terdapat pada KPP Pratama Bogor belumlah secara menyeluruh. Nilai-nilai yang dilaksanakan baik oleh pegawai dan organisasi hanya terlihat pada beberapa nilai saja. Salah satu nilai tersebut adalah pelayanan prima yang telah diwujudkan melalui adanya pembentukan AR dan contact center untuk wadah keluhan, kritik, dan saran bagi WP.

4.5.3 Jaringan Sosial

Jaringan sosial yang terbentuknya pada KPP Pratama Bogor dikatakan baik yang mempunyai skor rataan 3,93. Kriteria “saya mengetahui sebagian besar pegawai KPP Pratama Bogor” memiliki nilai rataan skor paling besar yaitu sebesar 4,10. Jaringan sosial terbentuk melalui pola hubungan yang dibawa dalam proses terjadinya hubungan dengan pihak atau kelompok lain (Djohan, 2007). Pengenalan pegawai satu dengan yang lainnya hanyalah sebatas hubungan rekan kerja. Hal ini dilihat melalui nilai pernyataan “saya mengenal dekat sebagian besar pegawai KPP Pratama Bogor” dengan nilai paling kecil yaitu sebesar 3,78.

Komponen jaringan sosial pada KPP Pratama Bogor biasanya sering terbentuk pada kegiatan-kegiatan yang bersifat informal. Hal ini disebabkan durasi bekerja para pegawai KPP Pratama Bogor yang cukup ketat. Selain itu, adanya bentuk gedung KPP Pratama Bogor yang terbagi atas tiga gedung. Kedua hal ini menyebabkan interaksi yang terbentuk secara formal lebih jarang terjadi. Namun interaksi informal yang dilakukan juga tidak terlalu sering yaitu hanya dilakukan setiap dua jam dalam satu minggu yaitu saat kegiatan olahraga dan makan pagi bersama. Kedekatan antar pegawai hanya dapat dirasakan pada satu seksi saja dan pada satu gedung KPP Pratama


(37)

Bogor. Kedekatan informal yang sering tampak antar pegawai KPP Pratama Bogor adalah melalui kegiatan saling membantu meringankan beban kerja antar sesama pegawai dan interaksi luar kantor seperti makan siang atau beribadah bersama. Penerapan komponen modal sosial jaringan sosial pada KPP Pratama Bogor dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Penilaian Pegawai Mengenai Komponen Modal Sosial Jaringan Sosial

Pernyataan Rataan

Skor

Pernyataan Jawaban Hubungan yang terjalin antara saya dengan

pegawai lain dalam melakukan fungsi sebagai pegawai KPP Pratama Bogor lebih nyaman dilakukan secara informal.

3,88 Setuju

Saya mengetahui sebagian besar pegawai KPP Pratama Bogor.

4,10 Setuju Saya mengenal dekat sebagian besar

pegawai KPP Pratama Bogor.

3,78 Setuju Saya mengetahui aktivitas seksi/divisi lain

yang ada di KPP Pratama Bogor.

3,90 Setuju Hubungan rekan kerja adalah hal yang

mendasari saya untuk berinteraksi di KPP pratama Bogor ini.

4,02 Setuju

Saya memiliki banyak kontak pegawai KPP Pratama Bogor yang dapat dihubungi untuk pemenuhan pelaksanaan tugas/pekerjaan saya.

3,88 Setuju

Rataan Skor 3,93 Setuju

4.6. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Modal Sosial

Berdasarkan analisis deskriptif yang dilakukan kepada pegawai KPP Pratama Bogor terhadap 50 responden telah didapatkan informasi karakteristik pegawai berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, status menikah, usia, dan jabatan. Karakteristik jenis kelamin pegawai KPP Pratama Bogor didominasi oleh jenis kelamin laki-laki sebanyak 70 persen atau sebanyak 35 pegawai. Karakteristik tingkat pendidikan pegawai KPP Pratama Bogor didominasi oleh lulusan S1 sebanyak 40 persen atau 20 pegawai. Karakteristik lama bekerja pegawai KPP Pratama Bogor paling besar ditempati oleh pegawai yang telah bekerja selama lebih dari 5 tahun di KPP Pratama Bogor yaitu sebesar 76 persen atau


(38)

38 pegawai. Rata-rata pegawai KPP Pratama Bogor juga telah memiliki status menikah yaitu sebesar 86 persen atau 43 pegawai. Pegawai KPP Pratama Bogor memiliki rentang usia antara 21-30 tahun merupakan mayoritas usia pegawai. Sedangkan jabatan yang paling banyak diduduki oleh pegawai KPP Pratama Bogor adalah sebagian besar jabatan pelaksana yaitu 50 persen atau 25 pegawai KPP Pratama Bogor.

Berdasarkan penjelasan Tabel 11 dapat dilihat hasil dari Goodness of Fit (GOF). Hasil GOF yang telah dilakukan dapat terlihat ada dua buah instrumen GOF yang masih berada pada level marginal fit pada pengukuran absolut yaitu nilai RMSR dan RMSEA. Namun untuk keseluruhan kecocokan model absolut dapat dikatakan mampu mempresentasikan data sehingga dapat dianalisis lebih lanjut. Analisis lebih lanjut dilakukan agar dapat memperoleh informasi mengenai nilai-nilai loading factor dan kontribusi seluruh indikator. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk mengetahui informasi mengenai penerimaan hipotesis pada penelitian dan kontribusi terbesar dari setiap indikator. Hasil SEM secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 11. Goodness of Fit (GOF) Pengukuran Kecocokan Model

Goodness of Fit Cut Off Value Hasil Keterangan Pengukuran

Absolut

Df Nilai Positif 10 Good Fit Chi-Square <15,99 14,32 Good Fit

RMSR ≤0,05 0,15 Marginal Fit

RMSEA ≤0,08 0,094 Marginal Fit

GFI ≥0,90 0,96 Good Fit

Pengukuran Inkremental

AGFI ≥0,90 0,87 Marginal Fit

NFI ≥0,90 0,81 Marginal Fit

NNFI ≥0,90 0,90 Good Fit

CFI ≥0,90 0,93 Good Fit

IFI ≥0,90 0,94 Good Fit

RFI ≥0,90 0,72 Poor Fit

Pengukuran Parsimoni

PNFI Nilai Positif 0,54 Good Fit PGFI Nilai Positif 0,45 Good Fit Analisis dilakukan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Namun karena jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini tidak memenuhi maka analisis yang SEM yang digunakan dimodifikasi menggunakan analisis SEM Latent Variables Score (LVS). Metode LVS


(39)

digunakan pada analisis SEM yang mengelami kurangnya data pada penglohannya. LVS mampu memberikan hasil tentang nilai variabel laten yang sedang diteliti. Pengolahan data yang dilakukan juga hampir sama dengan metode lainnya yaitu mencari rataan skor pada setiap kriteria yang diamati (Wijanto, 2008).

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap modal sosial. Hal ini ditunjukkan oleh hasil koefisien konstruk sebesar 0,37. Nilai loading factor dijelaskan pada gambar 7. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap modal sosial juga ditunjukkan positif dan signifikan bila dilihat melalui nilai t-value yang lebih besar dari 1,65 yaitu sebesar 3,69. Hasil ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan KPP Pratama Bogor telah mampu mendorong pelaksanaan modal sosial. Selain itu, perbedaan yang terdapat antara analisis statistik deskriptif dengan analisis menggunakan SEM juga merupakan salah satu hal yang dapat membuat perbedaan nilai rataan skor dengan nilai hasil alat analisis SEM. Perbedaan yang terjadi antara hasil statistik deskripstif dengan hasil alat analisis SEM disebabkan pula oleh perbedaan konsep alat analisis. Pada statistik deskriptif, tidak menggunakan model-model pengukuran dan tidak memperhatikan konsistensi jawaban kuesioner. Sedangkan, alat analisis SEM menggunakan model struktural, pengukuran, dan kecocokan model sehingga hasil yang diperoleh dapat berbeda.Nilai loading factor dan t-value untuk semua indikator dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai Loading Factor (λ) dan t-value untuk Semua Indikator Variabel

Variabel Laten

Variabel Indikator Loading Factor(λ)

t-value

Gaya

Kepemimpinan

Kepemimpinan Kharismatik

0,44 3,58

Kepemimpinan Transformasional

0,93 4,55

Kepemimpinan Visioner 0,71 4,56

Modal Sosial Kepercayaan 0,90 5,17

Norma Sosial 0,22 1,94


(40)

Gambar 7. Koefisien Pengaruh Lintas Model Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Modal Sosial

Hasil pengolahan data yang dilakukan menggunakan konsep structural equation modeling mempunyai hasil yang berbeda dengan hasil rataan skor pendapat pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor. Perbedaan hasil dapat dilihat pada variabel laten gaya kepemimpinan. Hasil rataan skor menujukkan bahwa gaya kepemimpinan visioner merupakan gaya kepemimpinan yang mendominasi dengan nilai rataan skor sebesar 3,78. Sedangkan pada hasil pengolahan data gaya kepemimpinan transformasional yang mendominasi dengan nilai loading factor (λ) sebesar 0,90. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan hal yang dirasakan pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor dengan kondisi yang sebenarnya. Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor cenderung mempunyai persepsi bahwa kepemimpinan yang diterapkan pimpinan kantor didominasi oleh kepemimpinan visioner namun pada implikasinya adalah kepemimpinan lebih cenderung terhadap gaya kepemimpinan transformasional. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap modal sosial dapat dilihat pada tabel 13.

Keterangan :

X1 = Gaya Kepemimpinan Kharismatik Y1 = Kepercayaan X2 = Gaya Kepemimpinan Transformasional Y2 = Norma Sosial X3 = Gaya Kepemimpinan Visioner Y3 = Jaringan Sosial


(41)

Tabel 13. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Modal Sosial pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor

Simbol Indikator Loading

Factor (λ) Konstruk (γ)Koefisien Kontribusi

X1 Gaya Kepemimpinan Kharismatik

0,44 0,37 0,16

X2 Gaya Kepemimpinan Transformasional

0,93 0,37 0,34

X3 Gaya Kepemimpinan Visioner

0,71 0,37 0,26

Y1 Kepercayaan 0,90 0,37 0,33

Y2 Norma Sosial 0,22 0,37 0,08

Y3 Jaringan Sosial 0,85 0,37 0,31

4.6.1 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kharismatik terhadap Modal Sosial Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor

Berdasarkan hasil perkalian antara loading factor (λ) sebesar 0,44 dengan koefisien konstruk (γ) sebesar 0,37 maka didapat besaran kontribusi sebesar 0,16. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bernilai positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan kharismatik dengan modal sosial.

Gaya kepemimpinan kharismatik merupakan gaya kepemimpinan yang memiliki orientasi kekuasaan sosial (Yukl, 2010). Karakteristik gaya kepemimpinan kharismatik yang dekat dengan kekuasaan sosial merupakan salah satu hal yang mempengaruhinya pada modal sosial KPP Pratama Bogor. Gaya kepemimpinan kharismatik yang diterapkan pada KPP Pratama Bogor menjadikan pimpinan KPP Pratama Bogor lebih dekat, percaya, dan melibatkan para bawahannya untuk mengutarakan kemauannya dalam menjalankan aktivitas kepemimpinannya yang sesuai dengan visi KPP Pratama Bogor. Namun dalam membuat perubahan yang signifikan terhadap pencapaian target KPP Pratama Bogor, gaya kepemimpinan kharismatik tidaklah cukup menjadi faktor yang kuat dibandingkan gaya kepemimpinan transformasional dan visioner sehingga gaya kepemimpinan kharismatik tidaklah harus dikembangkan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor. Namun pada penerapannnya gaya kepemimpinan kharismatik tidaklah harus ditiadakan sama sekali. Gaya kepemimpinan kharismatik harus tetap ada sebab salah satu dampak positifnya adalah mudahnya komunikasi. Hal ini dapat dilihat pada koefisien lintas modelnya pada Gambar 8.


(42)

Gambar 8. Koefisien Lintas Model Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kharismatik terhadap Modal Sosial

4.6.2 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Modal Sosial Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor

Gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin mengembangkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap bawahannya sebab melalui gaya kepemimpinan ini para pemimpin mempercayakan pendelegasian wewenang kepada bawahannya (Yukl,2010). Karakteristik gaya kepemimpinan ini menjadikannya sebagai gaya kepemimpinan yang mendominasi lebih kuat terhadap modal sosial. Pengaruh yang kuat dapat dilihat melalui nilai kontribusi yang paling besar yaitu 0,34. Pengaruh yang ditimbulkan gaya kepemimpinan ini terhadap modal sosial sangat terlihat pada komponen kepercayaan modal sosial. Komponen kepercayaan sangat erat karena pimpinan telah mempunyai rasa percaya yang tinggi kepada pegawai KPP Pratama Bogor dalam pendelegasian wewenang. Selain itu, gaya kepemimpinan ini cenderung lebih mengutamakan nilai-nilai dalam pengerjaan tugas yang merupakan salah satu makna dari komponen norma sosial. Pengaruh juga dapat dirasakan pada komponen jaringan sosial yang kuat karena pimpinan selalu memotivasi dan berusaha menginspirasi pegawainya sehingga kedekatan selalu terjaga. Hal ini menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap modal sosial. Pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap modal sosial dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Koefisien Lintas Model Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Modal Sosial

0,81

0,44

0,37

Gaya Kepemimpinan

Modal Sosial

X1

0,14 0,93 Gaya 0,37

Kepemimpinan

Modal Sosial


(1)

Terhadap Modal Sosial Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor

Koefisien Lintas Model

T-Hitung

1,94 0,33


(2)

59

Lanjutan Lampiran 4

DATE: 2/14/2012 TIME: 20:00 L I S R E L 8.30

BY

Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by

Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100

Chicago, IL 60646-1704, U.S.A.

Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99

Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention.

Website: www.ssicentral.com

The following lines were read from file D:\SEMPUTRI\DATA.SPJ: Observed Variables

X1 X2 X3 Y1 Y2 Y3

Correlation Matrix From File D:\SEMPUTRI\DATA.COR Sample Size = 50

Latent Variables KEPEMIMPI MODALSOSI Relationships

X1 X2 X3 = KEPEMIMPI Y1 Y2 Y3 = MODALSOSI MODALSOSI = KEPEMIMPI

Path Diagram

options me=UL AD=OFF IT=500 set the error variance of Y1 equal to free set the error variance of Y3 equal to free !set the error covariance between Y3 and Y2 to free

End of Problem Sample Size = 50 Correlation Matrix to be Analyzed Y1 Y2 Y3 X1 X2 X3 --- --- --- --- --- ---

Y1 1.00 Y2 0.20 1.00 Y3 0.51 0.27 1.00 X1 0.22 0.29 0.18 1.00 X2 0.35 -0.12 0.25 0.38 1.00 X3 0.32 -0.13 0.13 0.27 0.70 1.00

Number of Iterations = 9

LISREL Estimates (Unweighted Least Squares) Y1 = 0.90*MODALSOS,, R² = 1.00

(0.17) 5.17

Y2 = 0.22*MODALSOS, Errorvar.= 0.95 , R² = 0.047 (0.11) (0.20)


(3)

Y3 = 0.85*MODALSOS,, R² = 1.00 (0.19)

4.46

X1 = 0.44*KEPEMIMP, Errorvar.= 0.81 , R² = 0.19 (0.12) (0.23)

3.58 3.57

X2 = 0.93*KEPEMIMP, Errorvar.= 0.14 , R² = 0.86 (0.20) (0.42)

4.55 0.33

X3 = 0.71*KEPEMIMP, Errorvar.= 0.50 , R² = 0.50 (0.16) (0.30)

4.56 1.66

MODALSOS = 0.37*KEPEMIMP, Errorvar.= 0.87, R² = 0.13 (0.099)

3.69

Correlation Matrix of Independent Variables KEPEMIMP

--- 1.00

Covariance Matrix of Latent Variables MODALSOS KEPEMIMP

--- --- MODALSOS 1.00 KEPEMIMP 0.37 1.00

Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 10

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 14.32 (P = 0.16) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 4.32

90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 18.53) Minimum Fit Function Value = 0.29

Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.088 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.38) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.094

90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.19) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.24

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.74 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.65 ; 1.03)

ECVI for Saturated Model = 0.86 ECVI for Independence Model = 1.81

Chi-Square for Independence Model with 15 Degrees of Freedom = 76.71 Independence AIC = 88.71

Model AIC = 36.32 Saturated AIC = 42.00 Independence CAIC = 106.18

Model CAIC = 68.35 Saturated CAIC = 103.15


(4)

61

Lanjutan Lampiran 4

Root Mean Square Residual (RMR) = 0.13 Standardized RMR = 0.15

Goodness of Fit Index (GFI) = 0.94 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.87 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.45

Normed Fit Index (NFI) = 0.81 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.90 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.54

Comparative Fit Index (CFI) = 0.93 Incremental Fit Index (IFI) = 0.94

Relative Fit Index (RFI) = 0.72 Critical N (CN) = 80


(5)

PUTRI RAMADHANI SARAGIH. H24080034. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Modal Sosial Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor. Di bawah bimbingan ANGGRAINI SUKMAWATI

Pencapaian kesuksesan suatu organisasi dalam rangka mempertahankan eksistensinya sangat dibutuhkan didunia persaingan. Kesuksesan organisasi merupakan sebuah wujud tercapainya tujuan-tujuan sebuah organisasi sebagai penjabaran dari visi organisasi. Menurut Robbins (2003), dibutuhkan pemimpin yang dapat menantang statusquo, untuk menciptakan visi tentang masa depan, dan menginspirasikan anggota organisasional agar mau mencapai visi itu. Peran kepemimpinan sangat diperlukan untuk pembentukan modal sosial yang dapat dijadikan sebagai pengembangan visi organisasi bersama. Pencapaian visi tersebut haruslah didukung oleh kepercayaan karyawan KPP Pratama Bogor terhadap pimpinannya. Kepercayaan sangat dibutuhkan agar pemimpin dapat melaksanakan gaya kepemimpinan secara efektif. Kepercayaan juga merupakan salah satu komponen modal sosial yang penting maka pada pelaksanaan gaya kepemimpinan berkaitan dengan modal sosial yang terbentuk. Tujuan penelitian adalah (1) Menganalisis gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh KPP Pratama Bogor; (2) Menganalisis pembentukan social capital yang terjadi pada KPP Pratama Bogor; (3) Menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap social

capital pada KPP Pratama Bogor.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor merupakan sebuah organisasi yang bergerak dalam pelayanan jasa perpajakan yang dinaungi oleh Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP). DJP merupakan instansi pemerintah yang sedang mengalami transformasi organisasi. Transformasi DJP organisasi yang sering disebut reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan pada DJP telah dilakukan sebanyak dua tahap yaitu tahap I pada tahun 2002 dan tahap II pada tahun 2009. KPP Pratama Bogor juga memiliki prestasi yang baik bila dibandingkan dengan KPP Pratama yang berada di Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Barat karena dinilai mampu melakukan pemungutan pajak dengan baik. Salah satu prestasinya adalah pada peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pedesaan dan Perkotaan pada wilayah Jawa Barat. Penerimaan PBB pada tahun 2011 meningkat menjadi 1,324 triliun dibandingkan tahun 2010 hanya 1,254 triliun (Data Pemprov Jawa Barat, 2011).

Informasi yang diperoleh berasal dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh pegawai KPP Pratama Bogor. Data sekunder diperoleh melalui informasi dari perusahaan dan berbagai literatur. Skala yang digunakan pada kuesioner adalah skala Likert. Metode penyebaran kuesioner menggunakan metode pengambilan sampel secara convinience dengan jumlah sampel menggunakan teknik Slovin kepada pegawai KPP Pratama Bogor sebanyak 50 responden. Alat analisis yang digunakan adalah Structural Equation

Modeling (SEM) menggunakan metode Latent Variable Score (LVS).

Deskripsi karakteristik pegawai KPP Pratama Bogor, mayoritas pegawai berjenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan Strata 1 (S1), lama bekerja berkisar


(6)

selama 5 tahun, status pernikahan telah menikah, usia pegawai pada rentang 21-30 tahun, dan jabatan pada level pelaksana. Hasil penelitian melalui alat analisis SEM menunjukkan gaya kepemimpinan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor adalah gaya kepemimpinan yang bersifat transformasional yang memiliki nilai kontribusi sebesar 0,34. Modal sosial KPP Pratama Bogor mayoritas sangat dirasakan pada komponen modal sosial kepercayaan yang memiliki nilai kontribusi sebesar 0,33. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap modal sosial Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor adalah positif dan signifikan. Hal ini dilihat melalui nilai koefisien konstruk sebesar 0,37 dan nilai signifikansi sebesar 3,69 lebih besar dari 1,65.

Kesimpulan penelitian ini adalah (1) Gaya kepemimpinan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor adalah gaya kepemimpinan yang bersifat transformasional yang merupakan kepemimpinan yang paling baik diterapkan di KPP Pratama Bogor yang sedang mengalami reformasi perpajakan yang membutuhkan pimpinan yang mengarahkan proses perubahan secara bertahap. (2) Modal sosial yang terbentuk pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor mayoritas sangat dirasakan pada komponen komponen kepercayaan dimana pegawai memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap dirinya, rekan kerja, atasan, dan organisasi. (3) Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap modal sosial Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor adalah positif dan signifikan sehingga apabila gaya kepemimpinan transformasional diterapkan semakin efektif maka pembentukan modal sosial terutama kepercayan juga akan semakin baik. Saran yang perlu dilakukan oleh pimpinan KPP Pratama Bogor adalah meningkatkan intensitas komunikasi informal yang melibatkan seluruh pegawai serta diskusi kelompok kerja dalam penyelesaian tugas dan diskusi terbuka sebagai wadah pendapat pegawai untuk menentukan tujuan KPP Pratama Bogor serta penerapan

coaching, mentoring, and counselling. Saran untuk aspek modal sosial adalah sebaiknya pimpinan KPP Pratama Bogor menambah saluran komunikasi, sosialisasi budaya institusi, penerapan Human Resources Information System

(HRIS), dan peningkatan kegiatan yang bersifat partisipatif.

Kata kunci: Gaya Kepemimpinan, Modal Sosial, Structural Equation Modelling