1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi instansi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi
yang berguna bagi perusahaan mengenai peranan kepemimpinan dan aspek pembentukan social capital sehingga penelitian ini mampu menjadi
rujukan pengembilan keputusan pemimpin perusahaan. 2. Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan referensi bagi penelitian
selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memfokuskan untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan pimpinan kantor terhadap modal sosial pada Kantor Pelayanan
Pajak KPP Pratama Bogor. Variabel-variabel pada penelitian ini adalah gaya kepemimpinan dan modal sosial. Indikator penelitian untuk gaya
kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan kharismatik, transformasional, dan visioner. Sedangkan indikator untuk modal sosial adalah kepercayaan trust,
jaringan sosial social network, dan norma sosial social norm.
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Kepemimpinan 2.1.1 Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju tercapainya tujuan-tujuan Robbins dan Coulter, 1999.
Hal ini sejalan dengan kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang saling
berbeda-beda menuju kepada pencapaian tertentu Tanjung dan Arep,2003. Definisi kepemimpinan ini mengindikasikan bahwa pentingnya sebuah
kepemimpinan dalam suatu organisasi agar pencapaian tujuan organisasi dapat terpenuhi. Menurut Hasibuan 2003, kepemimpinan adalah cara
seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama
dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota
kelompok Stoner dan Freeman, 1992. Menurut Rivai 2003, definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan
tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga
mempengaruhi interpretasi mengenai perisiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian, dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara
hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi.
2.1.2 Teori Kepemimpinan
Menurut Kartono
2006, teori
kepemimpinan adalah
penggeneralisasian satu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-
musabab timbulnya kepemimpinan, persyaratan menjadi pemimpin, sifat-sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya, serta etika profesi
kepemimpinan. Menurut Rivai 2007, teori kepemimpinan terbagi atas tiga yakni:
1. Teori sifat, yaitu teori yang berusaha untuk mengidentifikasikan karakteristik khas fisik, mental, kepribadian yang dikaitkan dengan
keberhasilan kepemimpinan. Ada beberapa ciri-ciri unggul sebagai predisposisi yang diharapkan akan memiliki oleh seorang pemimpin, yaitu
intelegensi tinggi, banyak inisiatif, energik, punya kedewasaan emosional, memiliki daya persuasif dan keterampilan komunikatif, memiliki
kepercayaan diri, peka, kreatif, mau memberikan partisipasi sosial yang tinggi, dan lain-lain Kartono, 2006.
2. Teori kepribadian pelaku, kepemimpinan jenis ini akan muncul berdasarkan
kualitas-kualitas pribadi
atau pola-pola
kelakuan pemimpinnya. Teori ini menyatakan, bahwa seorang pemimpin itu selalu
berkelakuan kurang lebih sama, yaitu ia tidak melakukan tindakan- tindakan yang identik sama dalam setiap situasi yang dihadapi Kartono,
2006. 3. Teori kepemimpinan situasional, menurut Rivai 2007, suatu pendekatan
terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan
suatu gaya kepemimpinan tertentu. Teori kepemimpinan lainnya adalah menurut Robbins 2003 adalah
teori kepemimpinan neokharismatik. Teori ini terbagi atas tiga kelompok. Pertama, menekankan perilaku pemimpin yang simbolik dan menarik secara
emosional. Kedua, berupaya menjelaskan bagaimana para pemimpin menghasilkan komitmen bagi para bawahnnya. Ketiga, memandang
kepemimpinan sebagai subjek.
2.1.3 Gaya Kepemimpinan
Menurut Rivai 2007, gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran
organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh
seorang pemimpin. Pembagian gaya kepemimpinan berdasarkan Beck dan Yeager yang
dikutip dalam Moeljono 2003 adalah:
1. Telling directingstructuring, yaitu seorang pemimpin yang senang mengambil keputusan sendiri dengan memberikan instruksi yang jelas dan
mengawasinya secara ketat serta memberi peniaian kepada mereka yang tidak melaksanakannya sesuai dengan yang diharapkan.
2. Selling coaching, yaitu seorang pemimpin yang mau melibatkan bawahan dalam pembuatan keputusan. Pemimpin bersedia membagi
persoalan dengan bawahannya, dan sebaliknya persoalan dari bawahan selalu didengarkan serta memberikan pengarahan mengenai apa yang
seharusnya dikerjakan. 3. Participating developingencouraging, salah satu ciri dari kepemimpinan
ini adalah adanya kesediaan dari pemimpin untuk memberikan kesempatan bawahan agar dapat berkembang dan bertanggung jawab serta memberikan
dukungan yang sepenuhnya mengenai apa yang mereka perlukan. 4. Delegating, yaitu pemimpin memberikan banyak tanggung jawab kepada
bawahan dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memutuskan persoalan.
Menurut Siagian 2005, gaya kepemimpinan dapat dikategorikan lima tipe, yaitu
1. Gaya otokratik yang dalam hal pengambilan keputusan, seorang manajer yang otokratik akan bertindak sendiri, menggunakan pendekatan formal
dalam pemeliharaan hubungan. Gaya otokratik berpendapat bahwa para bawahannya mempunyai tingkat kedewasaan lebih rendah daripada
pimpinan. 2. Gaya paternalistik yaitu kepemimpinan yang menunjukkan kecenderungan
pengambilan keputusan sendiri dan berusaha menjualnya kepada bawahan, memperlakukan bawahannya sebagai orang yang belum dewasa, dan
berorientasi terhadap penyelesaian tugas dan hubungan baik dengan bawahan.
3. Gaya kharismatik dalam pengambilan keputusan dapat bersifat otokratik dan
demokratis. Orientasi
gaya kepemimpinan
kharismatik mengedepankan hubungan dengan bawahan yang orientasi relasional
bukan kekuasaan dan berusaha agar tugas-tugas terselenggara dengan sebaik-baiknya.
4. Gaya laissez faire mempunyai karakteristik yang paling menonjol terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin organisasi. Dalam hal
pemeliharaan hubungan dengan para bawahannya, gaya kepemimpinan ini pada umumnya sangat mementingkan orientasi yang sifatnya relasional.
5. Gaya demokratik dianggap paling ideal. Karakteristik dari gaya kepemimpinan demokratik terlihat dari hal pemeliharaan hubungan yang
menekankan hubungan serasi dengan bawahan, memperlakukan bawahan sebagai orang yang dewasa, dan menjaga keseimbangan orientasi
penyelesaian tugas-tugas dan orientasi hubungan yang sifatnya relasional. Menurut Robbins 2003, pada teori neokharismatik terdapat tiga
macam kepemimpinan yaitu 1. Kepemimpinan kharismatik menurut Robbins 2003, kepemimpinan yang
muncul karena atribusi yang diberikan oleh pengikutnya dari kemampuan seorang pemimpin yang heroik. Pemimpin kharismatik memiliki lima ciri
yaitu memiliki visi, mau mengambil resiko dalam melaksanakan visi, peka terhadap keadaan lingkungan dan pengikutnya, dan mempunyai perilaku
yang tidak biasa. Sejalan dengan pendapat diatas, menurut Anom 2008, karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif
antara pemimpin dan pengikut. Atribut-atribut karisma antara lain rasa percaya diri, keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara,
dan yang penting adalah atribut-atribut dan visi pemimpin relevan dengan kebutuhan pengikut.
2. Kepemimpinan transformasional menurut Robbins 2003, pemimpin transformasional adalah pemimpin yang mencurahkan perhatian pada
kebutuhan pengembangan diri pengikut, mengubah paradigma pengikut terhadap masalah dengan cara-cara baru, dan mempunyai kemampuan
untuk memotivasi pengikut dalam pencapaian tujuan. Menurut Anom 2008, pemimpin transformasi merupakan pemimpin yang mengarahkan
pengikutnya kepada cita-cita dan nilai-nilai moral yang lebih tinggi.
3. Kepemimpinan visioner menurut Robbins 2003, kepemimpinan visioner merupakan kemampuan untuk menciptakan suatu visi yang realistis, dapat
dipercaya, dan atraktif dengan masa depan organisasi. Keterampilan yang dimiliki oleh pemimpin visioner adalah kemampuan menjelaskan visi
kepada orang lain, mampu mengungkapkan visi dalam kepemimpinannya, dan mampu memperluas visi pada konteks kepemimpinan yang berbeda.
2.2. Modal Sosial 2.2.1 Konsep Modal Sosial
Menurut Djohan 2007, modal sosial adalah keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama.
Di dalam prosesnya, gerakan itu ditopang oleh nilai dan norma yang khas, yaitu trust, saling memberi dan menerima, toleransi, penghargaan, partisipasi,
kerja sama dan proaktif serta nilai-nilai positif yang dapat membawa kemajuan bersama. Sejalan dengan pendapat Djohan, menurut Eva
diintisarikan oleh Djohan 2007, menguraikan tentang pengertian modal sosial sebagai suatu gerakan berupa rangkaian proses interaksi antar-manusia,
yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerja sama untuk
keuntungan dan kebajikan bersama. Sosial kapital adalah sebuah sumber daya yang bernilai yang berfokus
pada pemberian manfaat bagi peneliti di berbagai disiplin ilmu dan dikalangan institusi pendidikan Kai-Ping et. al, 2009. Sedangkan menurut
Suharto 2006, modal sosial dapat diartikan sebagai sumber daya yang timbul karena adanya interaksi dalam komunitas. Konsep modal sosial
menurut Putnam yang diintisarikan oleh Alfiasari et.al 2009, modal sosial disefinisikan sebagai kepercayaan trust, norma sosial social norms, dan
jaringan sosial social network antara lain: 1. Kepercayaan merupakan salah satu unsur norma sosial yang meliputi
kepercayaan terhadap diri sendiri, rekan kerja atau kerabat, atasan, dan terhadap kelompok.
2. Norma sosial merupakan hal-hal yang mengikat dan mengatur anggota organisasi dan biasanya berupa aturan-aturan tertulis, tidak tertulis, dan
tradisi yang terdapat pada kelompok. 3. Jaringan sosial merupakan jaring-jaring yang menggambarkan hubungan
orang-orang yang ada di sebuah kelompok baik secara langsung maupun tidak langsung. Jaringan sosial biasanya lebih digambarkan berdasarkan
sifat dan karakteristiknya.
2.2.2 Komponen Modal Sosial
Menurut Djohan 2007, komponen yang menjadi ciri khas modal sosial, antara lain:
1. Partisipasi sosial social participation memiliki tipologi khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi kelompok. Partisipasi di dalam
kelompok dapat mengangkat kepentingan pihak yang lemah. 2. Resiprositas reciprocity adalah pola hubungan individu dalam suatu
komunitas atau antar-komunitas, yang di dalamnya mengandung kebiasaan saling memberi dan menerima.
3. Saling percaya trust adalah keyakinan bahwa individu lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan bertindak
mendukung, serta tidak merugikan diri sendiri dan kelompoknya. 4. Toleransipenerimaan atas keberagaman acceptance of diversity biasanya
merujuk ke pengertian tentang sikap, tindak-tanduk, atau perilaku yang bermuatan penghormatan, kesalingpengertian, dan apresiasi terhadap
keragaman, terutama yang berkaitan dengan suku, ras, gender, umur, jenis pekerjaan, kemampuan intelektual, status sosial ekonomi, kepercayaan,
dan agama. 5. Perasaan berharga sense of efficacy merupakan salah satu penopang
modal sosial yang sangat penting. Pengertiannya adalah modal sosial akan terbangun dengan kuat jika suatu komunitas atau kelompok merasa
berharga dan memiliki kemampuan untuk berkontribusi di tengah kelompoknya.
6. Norma dan nilai. Norma adalah aturan kolektif yang diharapkan dapat dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarkat pada suatu entitas sosial.
Sementara itu, nilai adalah suatu ide yang dianggap penting dalam komunitas tersebut.
7. Kerja sama dan proaktif cooperation and proactivity. Kerja sama hanya mungkin tercipta jika individu-individu yang terlibat di dalamnya memiliki
tujuan, aspirasi, dan kepentingan yang sama. Selain itu, kerja sama harus terus bergerak serta dituntut kreatif dan aktif.
2.3. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
Rahmawati 2011, dalam tesisnya yang berjudul Model Hubungan Modal Sosial, OCB Organizational Citizenship Behaviour,
dan Kepercayaan di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. Penelitian ini
menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel laten bebas modal sosial terhadap variabel laten terikat OCB,
kepercayaan, dan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepercayaan terhadap OCB pada PDAM Tirta Kahuripan.
Saleh 2009, dalam tesisnya yang berjudul Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Pola Komunikasi Organisasi dengan Pembentukan Modal
Sosial BEM IPB, menyatakan bahwa dalam organisasi BEM IPB sudah terbentuk modal sosial. Komponen modal sosial yang paling dominan dalam
BEM IPB adalah kepercayaan. Selain itu, terdapat hubungan nyata antara gaya kepemimpinan delegatif, gaya kepemimpinan konsultatif dengan
kepercayaan dan norma sosial anggota BEM IPB. Windiasari 2009, dalam tesisnya yang berjudul Hubungan Perilaku
Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan pada KPP Pratama Bogor, menyatakan bahwa berdasarkan rataan skor gaya
kepemimpinan selling, telling, participating, dan delegating telah terlaksana baik di KPP Pratama Bogor. kepemimpinan participating merupakan gaya
kepemimpinan yang sering diterapkan pada KPP Pratama Bogor.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Pencapaian tujuan organisasi selalu dilatarbelakangi oleh visi dan misi organisasi tersebut. Visi dan misi suatu organisasi merupakan salah satu
bentuk tujuan dari seorang pemimpin organisasi. Visi dan misi mempunyai keterkaitan yang kuat terhadap pemimpin organisasi. Keterkaitan yang kuat
ini mengakibatkan seorang pemimpin harus mampu mengetahui profil, visi, dan misi organisasi agar mempunyai kedekatan relasional dengan tujuan
organisasi. Unsur kedekatan pemimpin dengan organisasi menjadi penting
mengingat adanya hal yang harus disesuaikan pemimpin dalam memimpin organisasi
tersebut. Pemimpin
harus mampu
menyesuaikan gaya
kepemimpinan yang sesuai sehingga mampu mengantarkan organisasi menjadi lebih mapan. Penerapan gaya kepemimpinan tersebut akan berbeda-
beda bagi setiap pemimpin terlebih lagi jika di dalam suatu organisasi mempunyai beberapa divisi. Perbedaan gaya kepemimpinan terbentuk
berdasarkan teori kepemimpinan yang ada. Menurut Robbins 2003, salah satu teori kepemimpinan adalah teori
neokharismatik. Teori ini menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yang berlaku ada tiga yaitu gaya kepemimpinan kharismatik, transformasional, dan
visioner. Menurut Siagian 2005, gaya kepemimpinan kharismatik juga termasuk kedalam salah satu tipe kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan sebagai kumpulan metode, teknik, dan cara memimpin seorang pemimpin, mempunyai pengaruh terhadap faktor-faktor
lain yang ada di organisasi. Salah satu faktor yang dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan adalah modal sosial.
Modal sosial merupakan sebuah faktor yang tidak tampak namun dapat menggerakkan individu-individu di suatu organisasi untuk mencapai
tujuan bersama. Sejalan dengan Putnam yang diintisarikan oleh Alfiasari et. Al 2009, modal sosial didefinisikan sebagai kepercayaan trust, norma
norm, dan jaringan network. Selain sebagai definisi modal sosial,