merupakan areal mangrove yang dikonversi yang tingkat kerusakannya bersifat bersifat irreversible.
5 Perkotaan Urbanisasi menyebabkan terjadinya konversi mangrove yang
lokasinya berdekatan dengan perkotaan. Selain dijadikan lokasi pemukiman, mangrove tersebut dikonversi pula untuk keperluan
jalan raya, tambak, pelabuhan, pembuangan limbah dan lain-lain. 6 Pertambangan
Pertambangan, terutama minyak bumi cukup banyak dilakukan di areal mangrove. Lahan diperlukan untuk tempat penggalian sumur
bor, tempat penyimpanan minyak mentah, pipa, pelabuhan, perkantoran dan pemukiman pekerja. Minyak yang mencemari
mangrove dalam berbagai cara juga menyebabkan degradasi mangrove.
7 Penggalian Pasir Penggalian pasir menyebabkan kerusakan pada ekosistem
mangrove. Penambangan pasir dalam skala luas c. Penebangan Pemanenan Hasil Hutan Yang Berlebihan
Penebangan kayu mangrove secara legal maupun illegal dilakukan untuk produksi kayu bakar, arang, chips dan sebagainya telah
berlangsung lama. Eksploitasi tersebut dilakukan secara berlebihan, sehingga telah menimbulkan kerusakan yang berat dan menurunkan
fungsi serta potensi produksi sebagian besar mangrove. Uraian secara ringkas dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem mangrove
dapat dilihat pada tabel 1:
Tabel 1. Ikhtisar dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem mangrove
No Kegiatan
Dampak potensial
1. Tebang habis
a. berubah komposisi tumbuhan mangrove b. tidak berfungsi daerah mencari makanan
dan pengasuhan 2. Penggalian alian air tawar,
misalnya pada pembangunan irigasi
a. peningkatan salinitas mangrove b. menurun tingkat kesuburan hutan
3. Konversi menjadi lahan a. mengancam regenerasi stok ikan dan
pertanian, perikanan, pemukiman dan lain-lain.
udang di perairan lepas pantai yang memerlukan mangrove
b. terjadi pencemaran laut oleh bahan pencemar yang sebelumnya diikat oleh
substrat mangrove c. pendangkalan perairan pantai
d. erosi garis pantai dan intrusi garam.
4. Pembuangan sampah cair
a. Penurunan kandungan oksigen terlarut, timbul gas H
2
S 5.
Pembuangan sampah padat a. Kemungkinan terlapisnya pneumatofora
yang mengakibatkan matinya pohon mangrove
b. Perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat
6. Pencemaran minyak
a. Kematian pohon mangrove
7. Penebangan dan ekstraksi a. Kerusakan total ekosistem mangrove
mineral, baik didalam sehingga memusnahkan fungsi ekologis
hutan maupun didaratan mangrove daerah mencari makanan dan
sekitar mangrove asuhan.
b. Pengendapan sedimen yang dapat mematikan pohon mangrove.
Sumber: Bengen, 2001
2.8. Kerusakan Ekosistem Mangrove
Menurut Saparinto 2007 Beberapa hal utama yang menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem mangrove adalah:
a. Tekanan penduduk yang tinggi sehingga permintaan konversi mangrove juga semakin tinggi.
b. Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dimasa lalu yang bersifat sangat sektoral
c. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang konversi dan fungsi ekosistem mangrove
d. Kemiskinan masyarakat pesisir. Lebih lanjut dikemukakan oleh Saparinto 2007 tingkat kerusakan
ekosistem mangrove dapat dibagi dalam tiga kondisi yaitu: a. Rusak berat, yaitu ditandai dengan habisnya hutan mangrove dalam suatu
wilayah, rusaknya keseimbangan ekologi, intrusi air laut yang tinggi dan menurunnya kualitas tanah.
b. Rusak sedang, yaitu ditandai dengan masih sedikit hutan mangrove dalam suatu wilayah, keseimbangan ekologi dalam tingkatan sedang dan intrusi air
laut yang terjadi tidak terlalu parah. c. Tidak rusak, yaitu kondisi hutan mangrove masih terjaga dengan baik dan
lestari. Sedangkan sebab-sebab dan akibat perusakan mangrove yang terjadi secara fisik
dan kimia adalah : a. Penambangan mineral
Penambangan mineral, telah berkembang di kawasan pesisir Penambangan dalam ekosistem mangrove mengakibatkan kerusakan total, sedangkan
penambangan di daerah sekitarnya dapat menimbulkan berbagai macam efek yang merusak. Efek yang paling mencolok adalah pengendapan bahan-bahan
yang dibawa air permukaan ke dan dalam mangrove. Pengendapan yang berlebihan akan merusak mangrove karena terjadinya penghambatan
pertukaran air, hara dan udara dalam substrat dan air di atasnya. Bila proses pertukaran ini tidak berlangsung, kematian mangrove akan terjadi dalam
waktu singkat. Terhentinya sebagian proses pertukaran menimbulkan tekanan
pada mangrove, yang terlihat pada penurunan produktivitas dan kernampuan. Selanjutnya jaringan makanan yang berlandaskan pada adanya detritus di
mangrove terganggu pula dan secara keseluruhan dapat menurunkan pula produktivitas ikan.
b. Pembelokan aliran air tawar Mangrove untuk hidupnya tidak mutlak memerlukan air asin. Pada
kenyataannya perkembangan mangrove yang baik terjadi di daerah yang mempunyai masukan air tawar yang cukup. Di daerah beriklim musiman
masukan air tawar ke mangrove juga musiman. Tetapi justru di daerah seperti ini keperluan akan air tawar bagi manusia pun besar sekali. Aliran air tawar
ke mangrove mungkin diubah oleh berbagai kegiatan di daerah hulu. Perubahan perubahan dalam pemanfaatan lahan pertanian dan lahan hutan
misalnya pembalakan dapat mengubah volume, waktu dan kualitas air yang memasuki mangrove. Jalan - jalan yang dibuat tegak lurus terhadap arah
aliran air tawar dapat mengganggu proses-proses yang berjalan dalam ekosistem mangrove. Efek yang paling merusak adalah pengurangan
masukan air secara besar-besaran yang disebabkan oleh penggunaan air oleh manusia, seperti pembelokan aliran air dari daerah hulu melalui saluran
irigasi. Sama halnya kegiatan manusia yang menyebabkan perubahan volume dan keteraturan aliran air secara besar-besaran misalnya bendungan dan
pengatur banjir mempunyai dampak yang merusak. c. Eksploitasi Hutan
Eksploitasi hutan mangrove secara besar-besaran yang dilakukan untuk keperluan kayu, tatal dan bubur kayu. Biasanya eksploitasi ini dilakukan
dengan tebang habis. Kegiatan eksploitasi hutan mangrove perlu dilakukan secara hati-hati guna memperkecil kerusakan yang mungkin terjadi,
khususnya untuk menjamin kelangsungan mata rantai ekologi adalah ekosistem mangrove sehingga fungsinya sebagai sumber keanekaragaman
hayati dan stabilisasi lingkungan dapat dipertahankan. d. Konversi Lahan
Hutan rawa dalam lingkungan yang asin dan anaerob di daerah pesisir selalu dianggap daerah yang marginal atau sama sekali tidak cocok untuk pertanian