2.9. Pentingnya Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Vannucci 2004 mengemukakan bahwa pengelolaan sumber daya ekosistem mangrove secara berkelanjutan sangat signifikan untuk dilaksanakan
secara serius. Apabila hal ini tidak diperhatikan dengan baik maka akan berdampak negatif tidak hanya pada ekosistem mangrove saja tetapi ekosistem
pesisir sekitarnya serta dapat memepengaruhi sistem pesisir secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena mangrove merupakan komponen utama yang
melindungi pesisir tropis serta mempunyai peranan fisik, kimia dan biologi yang sangat penting. Selanjutnya menurut Moberg dan Ronnback 2003 dalam
Alongi 2009, ekosistem mangrove menyediakan sejumlah besar barang dan jasa bernilai sosial ekonomi yang dimanfaatkan oleh manusia, baik secara komersial
maupun untuk kepentingan langsung hidup manusia.
2.10. Masyarakat Pesisir 2.10.1.Karakteristik Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir berdasarkan hubungan, adaptasi dan pemahaman terhadap daerahnya menurut Purba 2002 dapat dibedakan menjadi tiga tipe
yaitu: a Masyarakat Perairan, yaitu kesatuan sosial yang hidup dari sumberdaya
perairan, cenderung terasing dari kontak dengan masyarakat lain, lebih banyak hidup dilingkungan perairan daripada darat, berpidah- pindah dari satu
teritorial perairan tertentu. Golongan ini cenderung egaliter dan mengelompok dalam kekerabatan setingkat dan kecil.
b Masyarakat nelayan, golongan ini umumnya sudah bermukim secara tetap di daerah yang mudah mengalami kontak dengan masyarakat lain, sistem
ekonominya bukan lagi subsistem tetapi sudah ke sistem perdagangan yaitu hasil sudah tidak dikonsumsi sendiri namun sudah didistribusikan dengan
imbalan ekonomis kepada pihak lain. Meski memanfaatkan sumberdaya perairan, namun kehidupan sosialnya lebih banyak dihabiskan di darat.
c Masyarakat pesisir tradisional. Meski berdiam dekat perairan laut, tetapi sedikit sekali menggantungkan hidupnya di laut. Mereka kebanyakan hidup
dari pemanfaatan sumberdaya di daratan sebagai petani, pemburu atau
peramu. Pengetahuan tentang lingkungan darat lebih mendominasi daripada pengetahuan lautan.
Sedangkan pengertian masyarakat pesisir menurut Sunoto 1997 dibedakan menjadi 2 kelompok berdasarkan jenis kegiatan utamanya, yaitu: nelayan
penangkap ikan dan nelayan petambak. Nelayan penangkap ikan adalah seseorang yang pekerjaan utamanya di sektor perikanan laut dan mengandalkan ketersediaan
sumberdaya ikan di alam bebas. Nelayan petambak didefeniskan sebagai nelayan yang kegiatan utamanya membudidayakan ikan atau sumberdaya laut lainnya
yang berbasis pada daratan dan perairan dangkal di wilayah pantai. Kusumastanto 2002 memberikan gambaran karakteristik umum
masyarakat pesisir adalah sebagai berikut: pertama, ketergantungan pada kondisi ekosistem dan lingkungan. Keadaan ini berimplikasi pada kondisi sosial ekonomi
masyarakat pesisir yang sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan khususnya pencemaran, karena dapat mengguncang sendi-sendi kehidupan sosial ekonomi
masyarakat. Kedua, ketergantungan pada musim, ini karakteristik yang menonjol di masyarakat pesisir, terutama bagi nelayan kecil. Pada musim paceklik kegiatan
melaut menjadi berkurang sehingga banyak nelayan yang terpaksa menganggur dan ketiga, ketergantungan pada pasar. Karena komoditas yang mereka hasilkan
harus segera dijual baru bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka nelayan dan petambak harus menjual sebagian besar hasilnya dan bersifat segera
agar tidak rusak.
2.10.2 Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Hutan Mangrove
Menurut Raharjo 1999 dalam Tuwo 2011 kemiskinan adalah ciri yang sangat menonjol dari kehidupan masyarakat pesisir di Indonesia, khususnya
nelayan. Secara umum nelayan lebih miskin dibandingkan petani. Hal ini terutama disebabkan oleh :
1 Tantangan alam yang dihadapai oleh nelayan sangat berat termasuk faktor musim
2 Pola kerja yang homogen dan bergantung hanya pada satu sumber penghasilan 3 Keterbatasan penguasaan modal, perahu dan alat tangkap
4 Keadaan pemukiman perumahan yang tidak memadai 5 Karakteristik sosial ekonomi belum mengarah pada sektor jasa lingkungan
2.10.3 Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Menurut Wardojo 1992 partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat baik dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan. Keikutsertaan tersebut terbentuk
sebagai akibat terjadinya interaksi sosial antara individu atau kelompok masyarakat yang lain dalam pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam
pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil
pembangunan yang telah dicapai. Tinggi rendahnya partisipasi masyarakat tidak hanya diukur dengan kemauan masyarakat untuk menanggung pembangunan,
biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan pembangunan di wilayah mereka. Ukuran lain yang
dipakai adalah ada tidaknya kemauan masyarakat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil dari pembagunan.
Tulungen et al. 2003 berpendapat bahwa dalam mengembangkan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat, rasa kepemilikan
dan tanggung jawab masyarakat terhadap sumberdaya pesisir mereka perlu dikembangkan. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa sistem
pengelolaan yang sentralistik tidaklah efektif dalam mengelola sumberdaya pesisir pada suatu tatanan yang berkelanjutan. Kepemilikan dan tanggung jawab
masyarakat atas sumberdaya mereka sendiri. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat juga merupakan satu proses pemberdayaan
masyarakat pesisir secara politik dan secara ekonomi sehingga mereka dapat mempertegas haknya dan memperoleh akses yang benar dan kontrol dalam
pengelolaan atas sumberdaya pesisir mereka. Idealnya, prakarsa dan usaha menggerakkan proses ini haruslah datang dari masyarakat itu sendiri. Biasanya,
dengan kondisi masyarakat yang tidak berdaya, mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengawali suatu proses perubahan dari diri mereka sendiri.
Beberapa contoh pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis masyarakat dapat dikenal di beberapa daerah di Indonesia seperti di beberapa desa pesisir di
Kabupaten Minahasa, yang telah mengembangkan rencana pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis masyarakat, daerah perlindungan laut dan daerah
perlindungan mangrove, serta aturan-aturan tingkat desa tentang pengelolaan
sumberdaya pesisir. Contoh lain juga dapat dikenal melalui pengelolaan mangrove di Sinjai, Sulawesi Selatan.
2.11. Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Menurut Adrianto 2004 bahwa alternatif pengelolaan dapat diterapkan kepada ekosistem mangrove dengan mempertimbangkan karakteristik ekologi,
kemungkinan dan prioritas pembangunan, aspek teknis, politis dan sosial masyarakat di kawasan mangrove. Alternatif dapat berupa kawasan preservasi
hingga kawasan penggunaan ganda multiple uses yang mernberlikan ruang kepada pemanfaatan ekosistem mangrove untuk tujuan produktif. Contoh
alternatif pengelolaan ekosistem mangrove terlihat pada Tabel 2
Tabel 2. Contoh Beberapa Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Pilihan Pengelolaan Deskripsi
Kawasan lindung Larangan pemanfaatan produktif
Kawasan kehutanan subsistem Pengelolaan kawasan hutan
mangrove oleh masyarakat; pemanfaatan hutan mangrove oleh
masyarakat
Kawasan hutan komersial Pemanfaatan komersial produk hutan
mangrove Akua-silvikultur
Konversi sebagian kawasan hutan mangrove untuk kolam ikan
Budidaya perairan semi-intensif Konversi hutan mangrove untuk
budidaya perairan dengan teknologi semi intensif
Budidaya perairan intensif Konversi hutan mangrove untuk
budidaya perairan dengan teknologi intensif
Pemanfaatan hutan komersial dan Pemanfaatan ganda dengan tujuan
budidaya perairan semi intensif memaksimalkan manfaat dari hutan
mangrove dan perikanan Pemanfaatan ekosistem mangrove
Pemanfaatan ganda dengan tujuan subsisten dan budidaya perairan semi
memberikan manfaat mangrove intensif
kepada masyarakat lokal dan perikanan
Konversi ekosistem mangrove Konversi kawasan mangrove
menjadi peruntukan lain Sumber : Adrianto 2004.
Supriharyono 2000 mengemukakan bahwa pengelolaan sumberdaya alam harus dirumuskan dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk optimasi fungsi
ekosistemsistemhabitat dengan kondisi perairan. Secara garis besar, kegiatan tersebut berupa kegiatan pelestarian, pengembangan dan rehabilitasi ekosistem.
Kegiatan pelestarian ekosistem ditujukan terhadap ekosistem yang fungsinya dalam keadaan optimum agara fungsinya dapat lestari. Oleh sebab itu guna
mencapai pemanfaatan secara berkelanjutan, untuk memenuhi kebutuhan manusia terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat diwilayah
pesisir dan lautan.
3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 enam bulan yaitu mulai bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2009 di ekosistem mangrove Kecamatan Jailolo
Selatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Peta lokasi penelitian dan stasiun pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Lokasi Penelitian Kecamatan Jailolo Selatan
3.1. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data meliputi data ekosistem mangrove dan luas hutan mangrove, data vegetasi mangrove jumlah, jenis dan diameter pohon mangrove,
aspek fisika kimia lingkungan mangrove suhu, salinitas, pH dan jenis substrat. Data luas hutan mangrove didapatkan dari Citra Landsat 7 ETM+ tahun 1990,
2001 dan 2007. Penarikan sampel untuk data vegetasi dan aspek fisika kimia lingkungan mangrove terbagi atas 3 stasiun pengamatan, dimana pada masing-
masing stasiun terdiri dari 2 jalur transek tegak lurus garis pantai ke arah darat. Pengambilan data vegetasi untuk tingkat semai diameter 2 cm dilakukan pada
petak 2 x 2 m
2
, pancang diameter 2 - 10 cm pada petak 5 x 5 m
2
, dan pohon
G.Pasir