Pengertian Perilaku Kesehatan Dimensi Perilaku Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Kesehatan

2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo 2010, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus- Organisme –Respon. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Perilaku tertutup covert behavior Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup covert. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2. Perilaku terbuka overt behavior Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain Notoatmodjo, 2010. Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Dimensi Perilaku Kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner, perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu : Notoatmodjo, 2010 1. Perilaku pemeliharaan kesehatan health maintanance Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu : a Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. b Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin. c Perilaku gizi makanan dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut. Universitas Sumatera Utara 2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan health seeking behaviour Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri self treatment sampai mencari pengobatan keluar negeri. Menurut Suchman dalam Muzaham 2005, memberikan batasan perilaku sakit sebagai tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak discomfort atau rasa sakit sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu. Suchman menganalisa pola proses pencarian pengobatan dari segi individu maupun pola proses pencarian pengobatannya, terhadap lima macam reaksi dalam proses mencari pengobatan. Shoping adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan yang menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa atau pengobatan sesuai dengan harapan si sakit. a Fregmentation, adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. Contoh : Berobat ke dokter, sekaligus ke sinse dan dukun. b Procastination, adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan. c Self medication, ialah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat – obatan yang dinilainya tepat baginya. d Discontinuity, adalah penghentian proses pengobatan. Dalam menentukan reaksitindakan sehubungan dengan gejala penyakit yang dirasakannya, menurut suchman individu berproses melalui tahap-tahap yaitu, tahap pengenalan gejala, tahap asumsi peran sakit ,tahap kontak dengan Universitas Sumatera Utara pelayanan kesehatan, tahap ketergantungan si sakit, tahap penyembuhan atau rehabilitasi. 3. Perilaku kesehatan lingkungan Enviromental health behaviour Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang- kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan contoh acuan dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undang- undang kesehatan untuk memperkuat perilaku tersebut Notoatmodjo, 2010. Lawrence Green dalam Notoatmodjo 2010 menganalisis faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu: faktor predisposisi Predisposing factors, terdiri atas faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai. Kedua, faktor pendukung enabling factors, yang terwujud dalam lingkungan fisik seperti ketersediaan saranafasilitas, informasi. Ketiga, faktor pendorong reinforcing factors, yang terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok acuan, seperti petugas kesehatan, kepala kelompok atau peer group. Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain: susunan saraf pusat, persepsi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya. Perilaku diawali dengan dengan adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor di luar orang tersebut Universitas Sumatera Utara lingkungan, baik fisik maupun non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku Notoatmodjo,2010.

2.1.3 Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan

Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Makanan Tambahan Pada Bayi Umur 6 – 12 Bulan

4 99 143

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MP-ASI DENGAN PERILAKU PEMBERIAN MP-ASI DAN STATUS GIZI PADA BADUTA USIA 6-24 BULAN Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Mp-Asi Dengan Perilaku Pemberian MP-ASI Dan Status Gizi Pada Baduta Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kestala

0 1 16

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MP-ASI DENGAN PERILAKU PEMBERIAN MP-ASI DAN STATUS GIZI PADA BADUTA USIA 6-24 BULAN Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Mp-Asi Dengan Perilaku Pemberian MP-ASI Dan Status Gizi Pada Baduta Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kestala

0 2 17

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi dan Baduta (6– 24 Bulan) di Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2016

0 1 14

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi dan Baduta (6– 24 Bulan) di Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi dan Baduta (6– 24 Bulan) di Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2016

0 0 12

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi dan Baduta (6– 24 Bulan) di Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2016

0 0 26

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi dan Baduta (6– 24 Bulan) di Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2016

1 2 3

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi dan Baduta (6– 24 Bulan) di Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2016

0 0 25

PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU MENYUSUI TENTANG PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) PADA BAYI USIA 6-12 BULAN

0 0 6