BAB V PEMBAHASAN
5.1 Hubungan Pengetahuan terhadap Pemberian Makanan Pendamping
ASI MP-ASI Pada Bayi dan Baduta 6
– 24 Bulan Di Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo
Pengetahuan merupakan sesuatu yang ada secara niscaya pada diri manusia yang didapatkan melalui proses pembelajaran. Keberadaannya diawali
dari kecenderungan psikis manusia sebagai bawaan kodrat manusia, yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari kehendak atau kemauan. Sedangkan
kehendak adalah salah satu unsur kekuatan kejiwaan. Adapun unsur lainnya adalah akal pikiran ratio dan perasaan emotion. Ketiganya berada dalam satu
kesatuan, dan secara terbuka bekerja saling pengaruh memengaruhi menyesuaikan situasi dan keadaan. Artinya, dalam keadaan tertentu yang berbeda-beda, pikiran
atau perasaan atau keinginan biasa lebih dominan. Pengetahuan seseorang bisa menjadi faktor yang memengaruhi dalam menentukan perilaku individu termasuk
perilaku dalam memberikan MP-ASI pada bayi. Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan sikap
ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI atau MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe yang telah dilakukan oleh penulis, diketahui bahwa
sebagian besar responden masih memilki pengeahuan mengenai pemberian MP- ASI pada bayi dalam kategori yang kurang baik. Banyak ibu yang memiliki bayi
diwilayah kerja Puskesmas Kabanjahe yang belum memiliki pengetahuan yang baik mengenai pemberian MP-ASI pada bayi dan baduta usia 6
– 24 bulan seperti sebagian besar ibu tidak mengetahui bahwa usia yang tepat untuk mulai
memberikan makanan lain disamping ASI ialah setelah bayi berusia 6 bulan.,
Universitas Sumatera Utara
yang mana sebagian besar ibu yang memiliki bayi dan baduta di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe sudah memberikan makanan lain disamping ASI meskipun
usia bayi mereka masih kurang dari 6 bulan. Para ibu juga belum mengetahui mengenai jenis makanan yang baik untuk
diberikan sebagai makanan pendamping ASI sesuai dengan usia pertumbuhan bayi, seperti makanan pendamping ASI yang baik untuk bayi 9-12 bulan ialah
makanan lunak seperti bubur susu, nasi tim dan sebagainya, namun justru para ibu memberikan makanan lain yang dinilai tidak sesuai dengan usia pertumbuhan bayi
seperti sudah diberikan nasi, buah-buahan, bubur, dan sebagainya yang dinilai cukup menyulitkan untuk dicerna organ pencernaan bayi, hal inilah yang
menyebabkan gangguan kesehatan pada bayi seperti diare, infeksi saluran cerna dan sebagainya, karena pemberian makanan pendamping ASI atau MP-ASI yang
tidak sesuai dengan usia pertumbuhan bayi. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa ada pengaruh pengetahuan
responden yaitu para ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI MP- ASI pada bayi dan baduta 6
– 24 bulan di Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo, semakin baik pengetahuan responden maka pemberian makanan
pendamping ASI MP-ASI pada bayi dan baduta 6 – 24 bulan di Puskesmas
Kabanjahe Kabupaten Karo cenderung akan semakin baik. Begitupun sebaliknya, semakin kurang baik pengetahuan responden maka pemberian makanan
pendamping ASI MP-ASI pada bayi dan baduta 6 – 24 bulan di Puskesmas
Kabanjahe Kabupaten Karo juga akan cenderung semakin kurang baik. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan pengetahuan yang baik
mengenai pemberian MP-ASI akan cenderung memberikan MP-ASI kepada bayi
Universitas Sumatera Utara
dengan baik dan tepat baik dari segi waktu pemberian MP-ASI, dan pemberian jenis makanan sebagai MP-ASI yang disesuaikan dengan usia pertumbuhan bayi.
Pengetahuan tentang MP-ASI sangat penting untuk di dapat karena dengan pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala zat gizi
yang diperlukan dan manfaat MP-ASI sehingga ibu dapat memberikan makanan pendamping yang tepat. Pengetahuan tentang MP-ASI seorang ibu juga besar
pengaruhnya bagi perubahan sikap dan perilaku didalam pemilihan bahan makanan yang selanjutnya berpengaruh pada tumbuh kembang dan gizi anak yang
bersangkutan. Sebagian besar ibu yang memiliki pengetahuan baik dan cukup seharusnya menerapkan pola pemberian ASI dan MP-ASI yang baik pada anak,
namun dalam penelitian yang dilakukan tentang pola pemberian ASI dan MP-ASI baik pada anak 24 bulan masih tidak tepat.
Terdapat beberapa hal yang memengaruhi pengetahuan individu terhadap sesuatu hal seperti sumber informasi yang didapatkan, intensitas pemberian
informasi dan tingkat pendidikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Irmayati 2013 yang menjelaskan bahwa tingkat pendidikan dapat
memengaruhi pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pola pikir dan daya nalar dalam menghadapi
suatu masalah Hutasoit, 2006. Redding et al 2010 yang dikutip oleh Anggraeni 2010 jugaa menyatakan bahwa faktor pengubah seperti tingkat pendidikan
dipercayai mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap perilaku dengan cara memengaruhi persepsi individu. Individu dengan pendidikan tinggi, cenderung
memiliki perhatian yang besar terhadap kesehatannya sehingga jika individu
Universitas Sumatera Utara
tersebut mengalami gangguan kesehatan maka ia akan segera mencari pelayanan kesehatan.
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi tidak sama pemahamannya dengan orang yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi dan pada akhirnya semakin banyak pengetahuan yang mereka
miliki. Secara umum, pengetahuan yang baik akan memunculkan sikap yang baik dan mengaplikasikannya dalam tindakan. Semakin tinggi pengetahuan seseorang
terhadap kesehatan, semakin tinggi kesadaran orang tersebut dalam menjaga kesehatannya.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis bahwa pada umumnya pengetahuan ibu di Puskemas Kabanjahe Kabupaten Karo sangat kurang karena kurangnya
informasi tentang MP-ASI dan kurangnya minat ibu untuk mencari informasi. Terbukti dengan jawaban responden melalui kuesioner yang peneliti berikan yaitu
umur sebaiknya diberikan makanan tambahan, rata-rata ibu tidak mengetahuinya. Dan terdapat ibu yang mengetahui umur sebaiknya diberikan makanan tambahan
tetapi tetap memberikan makanan pendamping tidak sesuai usia bayi. Pemberian MP-ASI yang tidak sesuai umur bayi dapat mengakibatkan terjadinya kekurangan
gizi pada bayi dan rentannya bayi terhadap penyakit,karena sistem imun yang dibentuk tidak sempurna. Kemudian untuk pertanyaan berapa kalikah makanan
tambahan itu diberikan dalam sehari kepada bayi yang berusia 6-8 bulan, rata-rata ibu menjawab tidak tentu,tergantung bayi menangis. Padahal yang paling baik
adalah 1-3 kali sehari walaupun bayi tidak menangis ataupun sedang tidur bayi
Universitas Sumatera Utara
harus dibangunkan untuk diberi makan, karena untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.
Banyak ibu yang memiliki bayi dan baduta di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe yang memiliki pengetahuan yang baik untuk mengetahui bahwa
makanan pendamping AI atau MP-ASI baru diberikan setelah bayi berusia lebih dari 6 enam bulan, namun dalam prakteknya justru sudah banyak ibu sudah
memberikan MP-ASI dini kepada bayi sebelum bayi berusia 6 enam bulan. Hal- hal dominan yang memengaruhi tindakan pemberian MP-ASI dini pada bayi,
selain dari pengetahuan dan sikap ibu ialah adanya kebiasaan atau kebudayaan yang sudah menganggap hal biasa, apabila bayi diberikan MP-ASI sebelum
berusia 6 enam bulan, dan tuntutan dari keluarga bahwa bayi harus segera diberikan MP-ASI agar dapat tumbuh dan berkembang lebih baik, lebih cepat
menyesuaikan dengan pola makan keluarga, dan bayi terlihat lebih gemuk dan menggemaskan.
Penulis menemukan bahwa pengetahuan ibu dapat diperoleh dari beberapa faktor baik formal seperti pendidikan yang didapat di sekolah-sekolah maupun
non formal yang diantaranya dapat diperoleh bila ibu aktif dalam kegiatan posyandu, PKK maupun kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Simbolon 2015 yang menyatakan bahwa intensitas pemberian informasi yang mencukupi
mengenai pemberian MP-ASI yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kemauan dan kemampuan ibu untuk memberikan MP-ASI pada bayi secara tepat
dan benar. Semakin baik informasi yang diberikan kepada ibu maka ibu akan cenderung akan mau dan mampu memberikan MP-ASI pada bayi secara tepat.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Bahri 2013 yang menjelaskan bahwa dimana sebagian besar ibu kurang mengetahui tentang makanan
pendamping ASI yaitu sebesar 86,8. Rendahnya pengetahuan responden di duga disebabkan antara lain kurangnya informasi, kurang jelasnya informasi dan
kurangnya kemampuan responden untuk memahami informasi yang diterima. Hal serupa disampaikan hasil penelitian oleh Bona 2014 mengenai
pemberian MP-ASI pada bayi di Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan Mapanget Kota Manado yang menunjukkan bahwa pada bahwa 52,8 responden yang
menjadi subyek penelitian sebenarnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi sehingga menjadi faktor yang menguntungkan untuk diberikan pengetahuan
tentang manfaat dari pemberian MP-ASI, namun ternyata masih terdapat lebih dari 50 responden yang tidak memberikan MP-ASI pada bayi dan balita secara
tepat. Pengetahuan atau informasi yang telah didapat diharapkan akan memberikan motivasi untuk dapat memberikan MP-ASI secara baik pada bayi
agar dapat bertumbuh kembang secara sehat sesuai dengan tahapan usianya.
5.2 Hubungan Sikap terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI