membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja, membantu mengidentifikasi apakah kepuasan
pelanggan sudah terpenuhi, sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan, membantu memahami proses kegiatan perusahaan dan memastikan
bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
3.1.5. Manajemen Kinerja
6
Manajemen kinerja adalah suatu proses yang disusun untuk meningkatkan kinerja organisasi, kinerja tim dan kinerja individu, yang dimiliki dan
dikendalikan oleh manajemen tingkat lini. Tujuan dari manajemen kinerja adalah untuk menciptkan budaya dimana para individu dan kelompok memikul tanggung
jawab bagi usaha peningkatan yang berkesinambungan dari proses kerja dan kontribusi serta kemampuan mereka sendiri.
Sasaran dari manajemen kinerja pada suatu perusahaan mempergunakan akronim SMART untuk mendefenisikan suatu sasaran yang baik:
S = stretching rentang M = measureable dapat diukur
A = aigreed disepakati R = realistic realistis
T = time related berhubungan dengan jangka watu tertentu
6
Armstrong, Michael, 2004. Performance Management. Tugu. Jogjakarta.
Universitas Sumatera Utara
3.1.6. Perkembangan Sistem Pengukuran Kinerja
7
Perkembangan sistem pengukuran kinerja dapat diklasifikasikan menjadi beberapa periode :
1. Sistem pengukuran kinerja untuk efisiensi proses 1880-1900.
2. Sistem pengukuran kinerja untuk mengukur profitabilitas unit organisasi dan
organisasi secara keseluruhan 1900-1925.
3. Relevance Cost 1925-1980.
4. Perbaikan sistem akuntansi biaya dan pembuatan sistem pengukuran kinerja
individual non finansial 1980-1990.
5. Sistem Pengukuran kinerja terintegrasi 1990-sekarang.
3.1.7. Metode-metode Pengukuran Kinerja
Dalam perkembangannya terdapat beberapa metode yang digunakan perusahaan dalam mengukur kinerja perusahaannya, antara lain adalah sebagai
berikut: 1.
Prosedur perencanaan dan kontrol pada proyek pembangunan US. Railroad 1860-1870.
2. Awal abad ke-20, Du Pont firm memperkenalkan return of investment ROI
dan the pyramid of financial ratio. Dan General Motor mengembangkan innovative management accounting practice of the time.
3. Sejak tahun 1925, pengukuran kinerja finansial telah dikembangkan sampai
7
Eka Arianto, dkk. 2009. Analisa Pengukuran Kinerja Dengan Menggunakan Metode Performance Prism Studi Kasus: PT Petrokimia Gresik. Jurnal Teknik Industri. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Universitas Sumatera Utara
sekarang, diantaranya discounted cash flow DCF, residual income RI, economic value added EVA dan cash flow return on investment CFROI.
4. Keegan et al 1989 mengembangkan performance matriks yang
mengidentifikasi pengukuran dalam biaya dan non biaya. 5.
Maskel 1989 memprakarsai penggunaan performance measurement berbasis world class manufacturing WCM dengan pengukuran kualitas, waktu,
proses dan fleksibilitas. 6.
Cross Linch 1988-1989 mengembangkan hubungan antar criteria kinerja dalam piramid kinerja.
7. Dixon et. al 1990 mengenalkan questionnaire pengukuran kinerja.
8. Brignal et. al 1991 menerapkan konsep nonfinansial.
9. Azzone et al 1991 memprakarsai tentang pentingnya kriteria waktu pada
penggunaan matrik. 10.
Kaplan dan Norton 1992, 1993 memperkenalkan balanced scorecard sebagai konsep baru pengukuran kinerja dengan 4 pilar utama yaitu; finansial,
konsumen, internal proses dan inovasi. 11.
Chris Adam dan Andy Neely 2000 memperkenalkan suatu pengukuran kinerja yang mengedepankan pentingnya menyelaraskan aspek perusahaan
stakeholder secara keseluruhan dalam suatu framework pengukuran yang strategis. Konsep pengukuran kinerja ini dikenal dengan istilah performance
prism. Neely Adams, 2000.
Universitas Sumatera Utara
3.2. Kebutuhan akan Sistem Manajemen Kinerja performance
Management
8
Pada sebuah perusahaan terdapat hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan stakeholder, yaitu penanam modal, karyawan, pelanggan,
pemasok, pemerintah, dan masyarakat. Hubungan yang terjadi antara perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan tersebut mengalami perubahan yang
substansial beberapa tahun terakhir ini. Hubungan ini sangat kompleks dan sangat berbeda bahkan jika dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Hal ini dapat
diilustrasikan seperti sebuah jejaring web yang kompleks yang harus diatur dalam lingkungan bisnis. Hubungan antarbagian mana yang harus diperkuat dan
harus mendapatkan prioritas utama untuk proses perbaikan sangat bervariasi, tergantung dari jenis industrinya. Akan tetapi, pada umumnya hubungan yang
terkuat adalah antara organisasi dengan penanam modal, pelanggan, karyawan, pemasok supplier, dan regulator. Hubungan antara berbagai pihak yang
berkepentingan stakeholder tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1.
8
Wibisono, Dermawan.2006. Manajemen Kinerja, Konsep, Desain, dan Teknik Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Erlangga. Jakarta.
Universitas Sumatera Utara